...Tampaknya kehadiran Julian selama beberapa hari ini sudah mulai di terima oleh Anne. Buktinya gadis itu tidak lagi berteriak atau bahkan memaki Julian setiap Julian mengunjunginya di penjara. Namun tatapan benci dan wajah dinginnya masih tetap Anne berikan kepada Julian. Walau begitu, Julian tidak tersinggung sedikitpun oleh sikap Anne yang mungkin masih tetap sama. Karena Julian rasa Anne memang pantas memberikan tatapan benci pada dirinya. "Anne, biarkan aku melihat lukamu," ujar Julian. Tanpa menyahut Anne semakin manjauhkan tangannya dari jangkauan Julian. Hal itu membuat Julian menghela nafas karena sulit untuk membujuk Anne. Tadi sesaat setelah Julian masuk dan memperhatikan Anne, tanpa sengaja Julian melihat luka lebam di tangan kiri Anne. Julian yakini jika itu luka baru karena sebelumnya Julian tidak melihat luka itu. "Jika dibiarkan nanti infeksi," imbuh Julian kembali membujuk. "Biarkan aku obati," kata Julian lagi. Namun Anne masih tetap diam dan memalingkan wajah
...Malam ini Eudora mulai melancarkan aksinya. Tepat saat waktu makan malam tiba, Eudora memasuki dapur istana secara diam-diam. Di balik gaun nya, Eudora mulai mengambil botol ramuan itu dan hendak untuk menuangkan nya. Namun seorang pelayan istana tiba-tiba datang dan mengejutkannya."Tuan putri? Apa yang kau lakukan di sini?" Segera Eudora menyembunyikan ramuan itu di balik punggungnya dan berbalik badan menatap kesal ke arah pelayan itu. "Tidak ada. Kenapa kau kemari?" Tanya Eudora berusaha bersikap tenang. Pelayan itu menunduk sopan. "Aku melupakan makan malam untuk Pangeran," ujar nya. Ekor mata Eudora melirik ke arah makanan itu. Kemudian dia beralih kembali menatap si pelayan. "Biarkan aku yang antarkan." "Tapi .." "Sudah sana pergi!" Usir Eudora mendesis sebal. "B-baik." Akhirnya pelayan itu pun pergi atas perintah dari Eudora. Kini Eudora bisa tersenyum puas. Dia berbalik badan dan menatap sejenak makan malam untuk Julian. Bukankah ini kesempatan untuknya? Perlah
...Untuk kesekian kalinya Eudora memberikan ramuan itu pada Julian setiap melakukan makan malam. Tentu saja tanpa di sadari oleh orang-orang istana. Seperti halnya kali ini, Eudora kembali memasukkan cairan dalam botol kecil itu ke dalam makanan Julian sembari bibirnya yang tidak pernah berhenti bergumam. "Buat Julian melupakan Anne." Setelah itu Eudora memberikan makan malam itu pada pelayan istana untuk di berikan pada Julian. Dengan wajah yang tersenyum cantik seolah tidak terjadi apapun, Eudora duduk dan ikut bergabung untuk makan malam. "Ayahmu mengirimkan surat. Kau sudah membacanya?" Tanya raja Charles memecah hening.Eudora menoleh dan mengangguk dengan seyum tipis. "Suratnya sudah aku balas." "Baguslah." Suasana kembali hening namun itu hanya berlangsung sejenak karena raja Charles kembali bersuara. "Jadi, kapan kalian siap untuk melakukan pernikahan nya?" Tanya raja Charles kemudian. Ucapan raja Charles memiliki respon yang berbeda dari orang-orang yang berada di me
...Eudora tersenyum puas melihat tetesan terakhir dari ramuan itu. Margareth bilang jika ramuannya sudah habis maka akan terlihat hasilnya. Itu artinya semua ingatan Julian akan hilang dan begitu rencana nya berjalan dengan apa yang ia harapakan. Bagus! Bukankah itu berarti Eudora akan semakin dekat dengan Julian?Seperti biasa, Eudora akan memberikan makan malamnya kepada Julian. Setelah itu Eudora segera bergabung bersama di meja makan disertai senyum manisnya. Duduk dengan anggun berhadapan dengan Julian yang tampak acuh di sana. Netra matanya semakin menatap Julian dengan lekat. Eudora tidak melepaskan tatapannya dari Julian."Ada apa Eudora?" Tegur raja Charles saat melihat Eudora yang tampak melamun. Tersadar, lantas Eudora menggeleng seraya memberikan senyuman tipisnya. Untuk sekali lagi Enduro menatap Julian sebelum fokus pada makan malamnya. "Jadi, apa kalian sudah memutuskan?" Tanya raja Charles kemudian. "Memutuskan apa?" "Pernikahan." Seketika Julian berhenti menguny
...Julian terbangun dengan kerutan tajam di dahinya. Dia berusaha membuka matanya dan membiaskan cahaya yang sedikit mengganggu penglihatannya. "Ssh .." satu ringisan itu keluar dari bibir Julian saat ia mencoba untuk bangun. "Julian."Suara yang memanggil membuat Julian menolehkan kepalanya. Sesosok wanita yang dengan anggun melangkah mendekatinya beserta senyuman yang cantik. Eudora, orang pertama yang menyambut Julian. "Syukurlah kau sudah bangun." Eudora tersenyum manis dengan raut wajah yang berbinar. Julian masih bergeming seraya memijit kepalanya yang sedikit pening. Dia tidak tau apa yang terjadi dengan tubuhnya. "Minumlah," ucap Eudora menyodorkan satu gelas di hadapan Julian. Sejenak terdiam, namun setelahnya Julian meraih gelas yang Eudora berikan padanya dan meminumnya. Saat cairan itu masuk dan mengalir ke dalam mulutnya, Julian mengernyit heran. "Apa ini?" Tanya Julian setelah melepaskan gelas itu dari bibirnya. "Itu ramuan herbal. Tabib yang memberikannya untuk
...Berhari-hari berlalu kini keadaan Julian mulai membaik. Saat ini pria dengan wajah jemawa itu tengah berlatih seorang diri di halaman istana yang kosong. Julian bergerak gesit dengan permainan pedang yang sudah ia kuasai. Setelah dua hari tidak sadarkan diri, Julian memutuskan untuk melatih otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Di sisi lain Duck yang juga berada tidak jauh di sana terus memperhatikan pangeran Julian yang begitu fokus dalam berlatihnya. Setelah beberapa saat memperhatikan Julian dalam diam, Duck memlilih untuk melangkah mendekati Julian di sana. Namun Julian yang menyadari itu lantas menghentikan latihannya dan berbalik badan menghadap pada Duck. Julian tersenyum tipis menyambut kedatangan Duck. "Tepat sekali kau datang. Aku membutuhkan lawan," ucap Julian melempar satu pedang lainnya pada Duck. Begitu cepat dan tepat Duck menangkap pedang yang Julian lempar padanya. Pertarungan pun dimulai. Ini bukan sebuah pertarungan yang nyata, ini hanya sebagai simulasi unt
...Bagi Duck, amanat adalah sebuah perintah. Maka dari itu Duck berusaha untuk memenuhi permintaan Anne yang menginginkan Julian. Seharian Duck menelusuri istana guna mencari keberadaan pangeran Julian. Namun sejak tadi sibuk mencari, Duck tidak sedikitpun melihat batang hidung dari Julian. Duck melangkah ke arah halaman istana yang biasanya selalu ada Julian di sana. Namun ternyata yang Duck dapati hanya kesunyian belaka. Tanpa menyerah Duck terus mencari Julian dan berusaha untuk menemukan pria itu. Beberapa pelayan istana Duck tanyai, tapi mereka mengatakan jika tidak melihat pangeran Julian. Kembali Duck melangkah untuk mencari keberadaan pangeran Thedas itu. Hingga langkah Duck terhenti saat melihat gerbang istana yang terbuka. Dari kejauhan Duck bisa melihat siluet dari seseorang yang memunggungi nya. Tanpa di beritahu pun Duck tahu jika itu adalah pangeran Julian. Namun yang membuat Duck mengerut heran, tampak Putri Eudora juga ada di sana bersama dengan Julian. Keduanya te
...Anne tersentak ketika dua orang prajurit menarik pergelangan tangannya secara tiba-tiba. Salah satu dari prajurit itu melepas rantai di kaki Anne dan menggantinya dengan tangan Anne yang kini di rantai. "A-apa yang kalian lakukan? Lepaskan aku!" Pekik Anne memberontak. "Aku tidak mau!" Anne menahan tubuhnya yang hendak di seret keluar dari penjara. Dia tidak tahu kemana dua prajurtini akan membawanya pergi. "Diam!" Sentakan itu membuat Anne bungkam. Tubuh nya bergetar dengan ketakutan yang terpancar dalam sorot matanya. Pasrah dan mengalah Anne membiarkan saat tubuhnya di seret paksa oleh dua prajurit itu. Perlakuan mereka sungguh sangat kasar. Cahaya yang menerpa menyipitkan mata Anne karena silau. Karena biasanya yang selalu Anne dapati hanya kegelapan. Bahkan selama dirinya terkurung di balik jeruji besi itu, Anne tidak pernah sedikitpun melihat secercah cahaya. Dan kali ini ada sedikit kebahagiaan dalam hati Anne saat merasakan udara yang sejuk di luar penjara. Langkah
...Julian melompat dari kudanya dengan terburu-buru. Tungkai jenjangnya melangkah begitu lebar. Raut cemas dan penuh khawatir terlihat jelas di wajah dinginnya. Tanpa peduli dengan beberapa prajurit yang memberinya salam hormat, Julian terus melangkah masuk ke dalam istana. "Yang Mulia!" Panggil Duck mengejar langkah Julian. Seakan tuli, Julian tidak sama sekali mendengar seruan dari Duck. Julian hanya terus melangkah untuk mencapai tujuannya. "Di mana Anne?!" Seru Julian sedikit meninggi. Ratu Maria menoleh begitu melihat Julian yang datang secara tiba-tiba. Wanita yang tidak lagi muda itu menghampiri Julian untuk mengusap bahunya menenangkan. "Anne ada di dalam. Dia sedang diperiksa oleh tabib." Julian mendengus kasar mendengar ucapan ibunya. Setelah mendapat kabar dari Duck jika Anne pingsan di istana membuat Julian kalut. Julian yang tengah berburu lantas bergegas pulang ke istana. Bahkan dia meninggalkan busur panahnya di hutan karena terlalu mencemaskan Anne. Sabar bukan
...Seluruh rakyat Thedas berbahagia. Hari ini tepatnya adalah hari di mana pernikahan Anne dan Julian digelar. Suasana bahagia menyelimuti semua orang. Setelah pewarisan tahta kerajaan kepada Julian, mereka segera menggelar pesta pernikahan. Kini Julian dan Anne ditetapkan sebagai ratu dan raja Thedas. Senyum ratu Maria merekah melihat Anne dan Julian di atas altar. Keduanya terlihat begitu serasi. Seketika ratu Maria mengingat raja Charles. Jika saja raja Charles masih ada di sini pasti ia juga akan sangat bahagia melihat Julian yang menikah dengan Anne. "Kalian sudah resmi menjadi suami istri. Yang Mulia bisa mencium kening ratu sebagai simbol kasih sayang," ujar seorang pendeta. Julian maju beberapa langkah hingga tidak ada jarak lagi antara dirinya dan Anne. Mengangkat dagu Anne dengan jari telunjuknya. Mata tidak pernah bisa berbohong. Julian menatap Anne penuh damba dan binar cinta. Hari ini Anne begitu cantik dan anggun. Kedua pipi putihnya terlihat merah merona menahan mal
..."Eudora!" Tepat saat ujung pisau itu mengenai leher Anne, teriakan seseorang menghentikan aksi gila dari Eudora. Itu Julian yang datang dengan wajah yang tajam. Disusul oleh Duck dan juga raja Eggar. Mereka datang di waktu yang tepat. "Lepaskan Anne!" Sentan Julian. "Tidak! Aku tidak akan melepaskan gadis sialan ini! Kau tahu Julian, karena gadis ini pernikahan kita batal! Karena gadis ini juga hidupku hancur! Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku membunuhnya!" Julian semakin berang di sana. Dia melirik Anne yang sudah meringis kesakitan. Eudora sangat gila dan nekat. "Eudora! Apa-apaan kau ini! Lepaskan dia!" Sahut raja Eggar. Lagi-lagi Eudora menggeleng. "Tidak ayah! Sudah aku bilang jika aku akan membunuh gadis ini!" Raja Eggar menekan pelipisnya melihat tingkah dari putrinya. Seharusnya raja Eggar tidak usah mengijinkan Eudora untuk ikut bersamanya. Sementara itu, Julian mulai memberi kode pada Duck lewat tatapannya. Seakan mengerti Duck lantas mengangguk. Diam-dia
...Jika ada kebahagiaan, tentu pasti juga akan ada kesedihan. Itulah yang saat ini tengah dirasakan seluruh rakyat Thedas. Kesedihan merundung mereka ketika kabar kematian raja Charles terdengar. Hal itu mengejutkan semua orang termasuk pihak keluarga istana. Semuanya seperti mimpi. Bagaikan tersambar kilatan petir, mereka seakan tidak percaya dengan kabar duka ini. Termasuk ratu Maria, dia menangis pilu menerima kenyataan jika suaminya telah tiada. Begitupun dengan Julian. Padahal baru kemarin ia berbincang bersama ayahnya, tapi Julian tidak menyangka jika kemarin adalah perbincangan terkahirnya dengan raja Charles. Dengan tatapan yang kosong Julian menatap jasad raja Charles yang sudah siap untuk dikremasi. Wajahnya memang tidak menampilkan kesedihan sedikitpun, tapi jauh di dalam hatinya, Julian teramat merasakan kesedihan. "Pangeran, ini sudah waktunya." Julian mengangguk saat mendengar instruksi dari Duck. Perlahan Julian mengambil sebuah obor untuk membakar jasad raja Charl
...Julian tidak menduga jika raja Charles pada akhirnya merestui dirinya dengan Anne. Bahkan mulai sekarang raja Charles sudah bisa menerima Anne di Thedas. "Apa yang membuat ayah merestui aku dan Anne?" Tanya Julian melirik sekilas. Setelah sejak tadi lama terdiam, Julian memutuskan untuk membuka suaranya. Dia hanya ingin memastikan jika ucapan ayahnya bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Sepenuhnya Julian masih belum bisa yakin jika kini raja Charles mau menerima Anne. Bagaimana jika ini hanya sebuah jebakan ayahnya untuk menyakiti Anne lagi? "Karena aku tahu jika kalian saling mencintai," jawab raja Charles tersenyum simpul. Namun Julian masih belum puas. Dia memperhatikan sang ayah lebih lekat untuk mencari kebohongan dan dusta di sana. Sadar akan itu lantas raja Charles pun terkekeh kecil. "Julian, aku tahu kau masih ragu padaku. Tapi percayalah, kali ini aku benar-benar mengatakan dengan serius." Julian mendengus dingin. Apa harus ia percaya pada ayahnya setelah semua
...Anne menatap lurus gerbang istana Thedas. Setelah sekian lama berlalu Anne kembali lagi ke sini. Anne menolehkan kepalanya ketika merasakan genggaman tangan Julian yang erat dan hangat. Julian melirik Anne sembari tersenyum kecil yang langsung dibalas oleh Anne dengan senyuman lagi. Rasa gugupnya sedikit berkurang berkat Julian. Nyatanya usapan lembut di tangannya berhasil menetralkan degup jantungnya. Mengikuti langkah Duck yang berada di depan, Julian dan Anne berjalan memasuki istana Thedas. Netra tajam Julian memperhatikan seisi istana. Duck benar, kini keadaan Thedas terlihat berbeda dari terakhir kali Julian pergi. Istana Thedas sedikit redup dengan prajurit yang tidak sebanyak dulu. Mungkin sebagian prajurit memilih pergi meninggalkan Thedas karena tidak adanya yang memimpin Thedas sehingga membuat istana Thedas kacau. "Semenjak raja sakit, banyak di antara warga istana yang meninggalkan Thedas. Terlebih perekenomian kerajaan yang berantakan menyebabkan sebagian rakyat T
...Napas Anne tersengal tidak beraturan. Gadis itu terus berlari tanpa peduli dengan tubuhnya yang semakin lelah. Sementara di belakang sana ikut terdengar langkah kaki yang mengikutinya. Anne terus melirik ke belakang disertai wajah paniknya. Tadi saat dia baru saja pulang dari kedai bibi Maden, tiba-tiba ada beberapa orang yang mengikutinya. Menyadari jika itu sebuah bahaya, maka dari itu Anne berlari guna menghindari mereka. Akan tetapi beberapa orang itu justru malah mengejar Anne. Sekarang Anne menyesal karena melarang Julian untuk mengantarnya. Seharusnya tadi Anne tidak menolak saat Julian memaksa annne untuk diantar ke kedai bibi Maden. Karena memang pada dasarnya Anne itu keras kepala alhasil dia harus menerima penyesalan itu. Di tengah pelariannya Anne tersandung oleh sebuah akar. Akhirnya tubuh kecilnya terjatuh ke tanah diikuti dengan ringisan pelan dari bibirnya. Anne mendongak dan beringsut mundur saat eksistensi beberapa orang itu terlihat dan semakin dekat denganny
...Kini hubungan Julian dan Anne sudah membaik. Bahkan keduanya tampak begitu dekat sekarang. Seperti saat ini, dengan mesra Julian memeluk Anne dari belakang. Menumpu dagunya di bahu sempit gadis tercintanya. Sedangkan Anne menahan napasnya karena gugup. "Julian, jangan seperti ini. Aku tidak bisa bergerak," ujar Anne mencoba untuk melepaskan pelukan Julian tapi itu percuma saja. Anne menghela napasnya. Karena pelukan Julian, Anne kesulitan untuk memindahkan kue-kue itu ke keranjang. Hari ini ia harus mengirim kue-kue ini lagi kepada bibi Maden dengan tepat waktu. Akan tetapi jika seperti ini kemungkinan Anne akan terlambat sebab Julian yang sejak tadi terus menghambatnya. "Tidak, Anne. Aku tidak ingin melepaskanmu lagi." Julian bergumam pelan. Menutup kedua matanya rapat. Julian pernah menyesal karena Anne yang pergi dari hidupnya. Dan sekarang Julian tidak ingin hal itu terulang kembali. Karena kehilangan Anne sama saja kehilangan separuh jiwanya. "Ish ... Julian! Aku harus p
..."Jadi apa aku sudah dimaafkan?" Ujar Julian setelah pelukan mereka terlepas. Anne mendongak dan manik mata lugunya membalas tatapan Julian padanya. Ia hanya terdiam tanpa membalas ucapan Julian. "Aku tidak tahu," jawab Anne kemudian seraya menghela napasnya. Jawaban yang terdengar ambigu membuat Julian mengerutkan keningnya tajam. Itu bukan yang ingin ia dengar dari Anne. "Tapi ..." Anne menggantungkan ucapannya diikuti dengan Julian yang menoleh padanya. "Aku tidak tahu, Julian. Aku ingin marah dan membencimu, tapi aku tidak bisa. Semakin marah padamu aku semakin memikirkanmu," ungkap Anne. Julian tersenyum tipis. Menelisik ke arah manapun yang Julian lihat hanya kepolosan dan kejujuran. Apa yang Anne katakan tidak sedikitpun ada kebohongan di sana. Tatapan lembut dari gadis itu mengatakan segalanya. Satu kecupan singkat di bibirnya membuat Anne tersentak kaget. Dia menatap Julian sebal karena selalu bertindak sesuka hati. Sedangkan Julian hanya terkekeh kecil melihat resp