...Berhari-hari berlalu kini keadaan Julian mulai membaik. Saat ini pria dengan wajah jemawa itu tengah berlatih seorang diri di halaman istana yang kosong. Julian bergerak gesit dengan permainan pedang yang sudah ia kuasai. Setelah dua hari tidak sadarkan diri, Julian memutuskan untuk melatih otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Di sisi lain Duck yang juga berada tidak jauh di sana terus memperhatikan pangeran Julian yang begitu fokus dalam berlatihnya. Setelah beberapa saat memperhatikan Julian dalam diam, Duck memlilih untuk melangkah mendekati Julian di sana. Namun Julian yang menyadari itu lantas menghentikan latihannya dan berbalik badan menghadap pada Duck. Julian tersenyum tipis menyambut kedatangan Duck. "Tepat sekali kau datang. Aku membutuhkan lawan," ucap Julian melempar satu pedang lainnya pada Duck. Begitu cepat dan tepat Duck menangkap pedang yang Julian lempar padanya. Pertarungan pun dimulai. Ini bukan sebuah pertarungan yang nyata, ini hanya sebagai simulasi unt
...Bagi Duck, amanat adalah sebuah perintah. Maka dari itu Duck berusaha untuk memenuhi permintaan Anne yang menginginkan Julian. Seharian Duck menelusuri istana guna mencari keberadaan pangeran Julian. Namun sejak tadi sibuk mencari, Duck tidak sedikitpun melihat batang hidung dari Julian. Duck melangkah ke arah halaman istana yang biasanya selalu ada Julian di sana. Namun ternyata yang Duck dapati hanya kesunyian belaka. Tanpa menyerah Duck terus mencari Julian dan berusaha untuk menemukan pria itu. Beberapa pelayan istana Duck tanyai, tapi mereka mengatakan jika tidak melihat pangeran Julian. Kembali Duck melangkah untuk mencari keberadaan pangeran Thedas itu. Hingga langkah Duck terhenti saat melihat gerbang istana yang terbuka. Dari kejauhan Duck bisa melihat siluet dari seseorang yang memunggungi nya. Tanpa di beritahu pun Duck tahu jika itu adalah pangeran Julian. Namun yang membuat Duck mengerut heran, tampak Putri Eudora juga ada di sana bersama dengan Julian. Keduanya te
...Anne tersentak ketika dua orang prajurit menarik pergelangan tangannya secara tiba-tiba. Salah satu dari prajurit itu melepas rantai di kaki Anne dan menggantinya dengan tangan Anne yang kini di rantai. "A-apa yang kalian lakukan? Lepaskan aku!" Pekik Anne memberontak. "Aku tidak mau!" Anne menahan tubuhnya yang hendak di seret keluar dari penjara. Dia tidak tahu kemana dua prajurtini akan membawanya pergi. "Diam!" Sentakan itu membuat Anne bungkam. Tubuh nya bergetar dengan ketakutan yang terpancar dalam sorot matanya. Pasrah dan mengalah Anne membiarkan saat tubuhnya di seret paksa oleh dua prajurit itu. Perlakuan mereka sungguh sangat kasar. Cahaya yang menerpa menyipitkan mata Anne karena silau. Karena biasanya yang selalu Anne dapati hanya kegelapan. Bahkan selama dirinya terkurung di balik jeruji besi itu, Anne tidak pernah sedikitpun melihat secercah cahaya. Dan kali ini ada sedikit kebahagiaan dalam hati Anne saat merasakan udara yang sejuk di luar penjara. Langkah
...Seperti biasa, di siang terik matahari seperti ini Julian menggunakan waktunya untuk berlatih. Bergerak gesit dengan pedang yang ia genggam erat di tangan kanannya. Julian terlihat lihai menguasai pedangnya. Tidak peduli dengan keringat yang terus mengucur di pelipis hingga ke lehernya. Julian benar-benar memperlihatkan dirinya sebagai seorang pangeran. Di balik sana Eudora menatap damba Julian dengan bibir yang tersenyum simpul. Perlahan Eudora melangkah mendekati Julian. Membawa nampan perak yang berisikan minuman segar untuk Julian. "Julian," panggil Eudora lembut. Hal itu tentu membuat Julian menoleh. Lantas Julian menghentikan aksi berlatihnya dan memilih untuk mendekati Eudora. "Untukmu," ujar Eudora menyodorkan segelas air yang ia bawa. Melihat itu membuat Julian tersenyum tipis. "Terimakasih," balas Julian. meraih gelas itu lalu meneguknya hingga tandas.Bahkan hanya sekedar minum pun Julian tetap terlihat tampan, Eudora memuji dalam hati. Eudora tersenyum manis begi
...Anne masih terpaku di tempatnya, begitupun dengan Julian. Untuk sesaat tatapan mereka saling mengunci satu sama lain. Perasaan Anne menggebu tinggi. Julian kini berada di depannya. Sesuai apa yang Anne inginkan sebelumnya. Namun ada sedikit yang berbeda. Tatapan mata Julian terlihat kosong dan linglung. Pria itu tidak seperti biasanya. "Julian," panggil Anne lagi dengan pelan. Tetapi Julian masih bergeming. Menelisik setiap inci dari wajah wanita itu. Antara mengenalinya atau tidak. Sorot mata lembut milik Anne entah kenapa berhasil membuat tatapan Julian terkunci enggan untuk berpaling. Perasaan apa ini? Kenapa jantung Julian terasa berdebar tidak karuan. Gelenyar aneh itu seketika Julian rasakan. Perlahan Anne merubah posisi dengan berdiri tepat tidak jauh dari Julian. Jauh di dalam lubuk hatinya Anne merasakan perasaan yang bahagia dan haru. Bibir Anne membentuk sebuah kurva tipis menatap pada Julian yang masih terdiam. "Kau .. siapa?" Tanya Julian dengan kerutan samar di
...Dengan nafas tersengal Anne berlari sekuat tenaga. Pelarian Anne membawanya menuju ke perbatasan hutan. Sejenak Anne terdiam mematung. Mengingat kenangan dulu saat pertama kali bertemu dengan Julian di sini. Tidak. Anne menggeleng keras. Ini bukan saatnya untuk mengenang memori. Mengabaikan pikirannya, Anne lantas kembali berlari semakin menerobos hutan. Sampai kemudian Anne tiba di rumah lamanya, Neverland. Matanya mengamati suasana Neverland yang jauh berbeda dari sebelumnya. Begitu kacau dan berantakan. Tanpa sadar Anne meneteskan air matanya. Apalagi melihat sebagian warga Neverland yang masih bertahan hidup dengan kesusahan. BrukhTiba-tiba tanpa sengaja seseorang menyenggol bahu Anne hingga membuatnya tersadar dari lamunan. Terlihat seorang pria tua yang berada di dekat Anne. "Hei nak! Menyingkir lah! Jangan berdiri di tengah jalan!" Seru nya setengah kesal. "A-ah maaf," sahut Anne sesal. Anne memperhatikan pria tua itu lekat. "Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Kenapa
...Setelah kejadian pengejaran oleh gerombolan prajurit Thedas, Anne pun memutuskan untuk tinggal di rumah tua tempat persembunyian nya. Tidak ada pilihan lain bagi Anne selain memilih untuk tinggal di sini. Lagipula kawasan rumah ini juga jauh dari pemukiman warga dan terdapat di tengah-tengah hutan. Walaupun sejujurnya Anne merasa takut namun dia tetap mimilih untuk tinggal saja daripada dirinya tidak punya tempat tinggal. Saat ini Anne tengah duduk di depan perapian seraya menunggu kue buatan nya matang. Yang nantinya kue itu akan Anne titip di toko kue langganannya untuk di jual. Ya, inilah hidup Anne sekarang. Sebatang kara tanpa ada sanak saudara. Bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri. Tidak ada kemewahan, tidak ada makan enak seperti biasanya. Kini Anne hanyalah gadis biasa yang tidak memiliki apapun lagi. Pakaian yang Anne pakai pun tampak biasa saja. Bukan lagi gaun mewah yang indah. Saat itu Anne terpaksa harus menjual kalung peninggalan ibunya untuk membeli be
...Hari ini telah datang. Hari di mana Julian dan Eudora yang akan melangsungkan pernikahan mereka. Tampak wajah bahagia dari raja Charles dan ratu Maria. Eudora juga merasakan euforia dalam hatinya. Apalagi impiannya untuk bersama Julian akhirnya terwujud. Raja Eggar, menatap Eudora penuh binar. Ikut merasakan kebahagiaan dari putrinya. Walaupun sebenarnya raja Eggar sedih karena setelah ini akan berpisah dengan Eudora. "Putriku sangat cantik," ujar raja Eggar membingkai wajah berseri dari Eudora. Senyum manis di bibir Eudora tidak pernah pudar barang sedikitpun. Gadis itu terlampau bahagia hari ini. "Aku bahagia, ayah. Terimakasih." Eudora memeluk raja Eggar erat. "Ayah senang jika putri ayah juga senang." Mereka berpelukan cukup lama sebelum Eudora melepaskan rangkulannya dari pinggang sang ayah. "Jadilah istri yang baik untuk Julian. Aku percaya jika Julian mampu menjaga dan membuatmu bahagia," seru raja Eggar. "Itu pasti. Aku yakin pernikahan ku bersama Julian akan bahagi
...Julian melompat dari kudanya dengan terburu-buru. Tungkai jenjangnya melangkah begitu lebar. Raut cemas dan penuh khawatir terlihat jelas di wajah dinginnya. Tanpa peduli dengan beberapa prajurit yang memberinya salam hormat, Julian terus melangkah masuk ke dalam istana. "Yang Mulia!" Panggil Duck mengejar langkah Julian. Seakan tuli, Julian tidak sama sekali mendengar seruan dari Duck. Julian hanya terus melangkah untuk mencapai tujuannya. "Di mana Anne?!" Seru Julian sedikit meninggi. Ratu Maria menoleh begitu melihat Julian yang datang secara tiba-tiba. Wanita yang tidak lagi muda itu menghampiri Julian untuk mengusap bahunya menenangkan. "Anne ada di dalam. Dia sedang diperiksa oleh tabib." Julian mendengus kasar mendengar ucapan ibunya. Setelah mendapat kabar dari Duck jika Anne pingsan di istana membuat Julian kalut. Julian yang tengah berburu lantas bergegas pulang ke istana. Bahkan dia meninggalkan busur panahnya di hutan karena terlalu mencemaskan Anne. Sabar bukan
...Seluruh rakyat Thedas berbahagia. Hari ini tepatnya adalah hari di mana pernikahan Anne dan Julian digelar. Suasana bahagia menyelimuti semua orang. Setelah pewarisan tahta kerajaan kepada Julian, mereka segera menggelar pesta pernikahan. Kini Julian dan Anne ditetapkan sebagai ratu dan raja Thedas. Senyum ratu Maria merekah melihat Anne dan Julian di atas altar. Keduanya terlihat begitu serasi. Seketika ratu Maria mengingat raja Charles. Jika saja raja Charles masih ada di sini pasti ia juga akan sangat bahagia melihat Julian yang menikah dengan Anne. "Kalian sudah resmi menjadi suami istri. Yang Mulia bisa mencium kening ratu sebagai simbol kasih sayang," ujar seorang pendeta. Julian maju beberapa langkah hingga tidak ada jarak lagi antara dirinya dan Anne. Mengangkat dagu Anne dengan jari telunjuknya. Mata tidak pernah bisa berbohong. Julian menatap Anne penuh damba dan binar cinta. Hari ini Anne begitu cantik dan anggun. Kedua pipi putihnya terlihat merah merona menahan mal
..."Eudora!" Tepat saat ujung pisau itu mengenai leher Anne, teriakan seseorang menghentikan aksi gila dari Eudora. Itu Julian yang datang dengan wajah yang tajam. Disusul oleh Duck dan juga raja Eggar. Mereka datang di waktu yang tepat. "Lepaskan Anne!" Sentan Julian. "Tidak! Aku tidak akan melepaskan gadis sialan ini! Kau tahu Julian, karena gadis ini pernikahan kita batal! Karena gadis ini juga hidupku hancur! Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku membunuhnya!" Julian semakin berang di sana. Dia melirik Anne yang sudah meringis kesakitan. Eudora sangat gila dan nekat. "Eudora! Apa-apaan kau ini! Lepaskan dia!" Sahut raja Eggar. Lagi-lagi Eudora menggeleng. "Tidak ayah! Sudah aku bilang jika aku akan membunuh gadis ini!" Raja Eggar menekan pelipisnya melihat tingkah dari putrinya. Seharusnya raja Eggar tidak usah mengijinkan Eudora untuk ikut bersamanya. Sementara itu, Julian mulai memberi kode pada Duck lewat tatapannya. Seakan mengerti Duck lantas mengangguk. Diam-dia
...Jika ada kebahagiaan, tentu pasti juga akan ada kesedihan. Itulah yang saat ini tengah dirasakan seluruh rakyat Thedas. Kesedihan merundung mereka ketika kabar kematian raja Charles terdengar. Hal itu mengejutkan semua orang termasuk pihak keluarga istana. Semuanya seperti mimpi. Bagaikan tersambar kilatan petir, mereka seakan tidak percaya dengan kabar duka ini. Termasuk ratu Maria, dia menangis pilu menerima kenyataan jika suaminya telah tiada. Begitupun dengan Julian. Padahal baru kemarin ia berbincang bersama ayahnya, tapi Julian tidak menyangka jika kemarin adalah perbincangan terkahirnya dengan raja Charles. Dengan tatapan yang kosong Julian menatap jasad raja Charles yang sudah siap untuk dikremasi. Wajahnya memang tidak menampilkan kesedihan sedikitpun, tapi jauh di dalam hatinya, Julian teramat merasakan kesedihan. "Pangeran, ini sudah waktunya." Julian mengangguk saat mendengar instruksi dari Duck. Perlahan Julian mengambil sebuah obor untuk membakar jasad raja Charl
...Julian tidak menduga jika raja Charles pada akhirnya merestui dirinya dengan Anne. Bahkan mulai sekarang raja Charles sudah bisa menerima Anne di Thedas. "Apa yang membuat ayah merestui aku dan Anne?" Tanya Julian melirik sekilas. Setelah sejak tadi lama terdiam, Julian memutuskan untuk membuka suaranya. Dia hanya ingin memastikan jika ucapan ayahnya bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Sepenuhnya Julian masih belum bisa yakin jika kini raja Charles mau menerima Anne. Bagaimana jika ini hanya sebuah jebakan ayahnya untuk menyakiti Anne lagi? "Karena aku tahu jika kalian saling mencintai," jawab raja Charles tersenyum simpul. Namun Julian masih belum puas. Dia memperhatikan sang ayah lebih lekat untuk mencari kebohongan dan dusta di sana. Sadar akan itu lantas raja Charles pun terkekeh kecil. "Julian, aku tahu kau masih ragu padaku. Tapi percayalah, kali ini aku benar-benar mengatakan dengan serius." Julian mendengus dingin. Apa harus ia percaya pada ayahnya setelah semua
...Anne menatap lurus gerbang istana Thedas. Setelah sekian lama berlalu Anne kembali lagi ke sini. Anne menolehkan kepalanya ketika merasakan genggaman tangan Julian yang erat dan hangat. Julian melirik Anne sembari tersenyum kecil yang langsung dibalas oleh Anne dengan senyuman lagi. Rasa gugupnya sedikit berkurang berkat Julian. Nyatanya usapan lembut di tangannya berhasil menetralkan degup jantungnya. Mengikuti langkah Duck yang berada di depan, Julian dan Anne berjalan memasuki istana Thedas. Netra tajam Julian memperhatikan seisi istana. Duck benar, kini keadaan Thedas terlihat berbeda dari terakhir kali Julian pergi. Istana Thedas sedikit redup dengan prajurit yang tidak sebanyak dulu. Mungkin sebagian prajurit memilih pergi meninggalkan Thedas karena tidak adanya yang memimpin Thedas sehingga membuat istana Thedas kacau. "Semenjak raja sakit, banyak di antara warga istana yang meninggalkan Thedas. Terlebih perekenomian kerajaan yang berantakan menyebabkan sebagian rakyat T
...Napas Anne tersengal tidak beraturan. Gadis itu terus berlari tanpa peduli dengan tubuhnya yang semakin lelah. Sementara di belakang sana ikut terdengar langkah kaki yang mengikutinya. Anne terus melirik ke belakang disertai wajah paniknya. Tadi saat dia baru saja pulang dari kedai bibi Maden, tiba-tiba ada beberapa orang yang mengikutinya. Menyadari jika itu sebuah bahaya, maka dari itu Anne berlari guna menghindari mereka. Akan tetapi beberapa orang itu justru malah mengejar Anne. Sekarang Anne menyesal karena melarang Julian untuk mengantarnya. Seharusnya tadi Anne tidak menolak saat Julian memaksa annne untuk diantar ke kedai bibi Maden. Karena memang pada dasarnya Anne itu keras kepala alhasil dia harus menerima penyesalan itu. Di tengah pelariannya Anne tersandung oleh sebuah akar. Akhirnya tubuh kecilnya terjatuh ke tanah diikuti dengan ringisan pelan dari bibirnya. Anne mendongak dan beringsut mundur saat eksistensi beberapa orang itu terlihat dan semakin dekat denganny
...Kini hubungan Julian dan Anne sudah membaik. Bahkan keduanya tampak begitu dekat sekarang. Seperti saat ini, dengan mesra Julian memeluk Anne dari belakang. Menumpu dagunya di bahu sempit gadis tercintanya. Sedangkan Anne menahan napasnya karena gugup. "Julian, jangan seperti ini. Aku tidak bisa bergerak," ujar Anne mencoba untuk melepaskan pelukan Julian tapi itu percuma saja. Anne menghela napasnya. Karena pelukan Julian, Anne kesulitan untuk memindahkan kue-kue itu ke keranjang. Hari ini ia harus mengirim kue-kue ini lagi kepada bibi Maden dengan tepat waktu. Akan tetapi jika seperti ini kemungkinan Anne akan terlambat sebab Julian yang sejak tadi terus menghambatnya. "Tidak, Anne. Aku tidak ingin melepaskanmu lagi." Julian bergumam pelan. Menutup kedua matanya rapat. Julian pernah menyesal karena Anne yang pergi dari hidupnya. Dan sekarang Julian tidak ingin hal itu terulang kembali. Karena kehilangan Anne sama saja kehilangan separuh jiwanya. "Ish ... Julian! Aku harus p
..."Jadi apa aku sudah dimaafkan?" Ujar Julian setelah pelukan mereka terlepas. Anne mendongak dan manik mata lugunya membalas tatapan Julian padanya. Ia hanya terdiam tanpa membalas ucapan Julian. "Aku tidak tahu," jawab Anne kemudian seraya menghela napasnya. Jawaban yang terdengar ambigu membuat Julian mengerutkan keningnya tajam. Itu bukan yang ingin ia dengar dari Anne. "Tapi ..." Anne menggantungkan ucapannya diikuti dengan Julian yang menoleh padanya. "Aku tidak tahu, Julian. Aku ingin marah dan membencimu, tapi aku tidak bisa. Semakin marah padamu aku semakin memikirkanmu," ungkap Anne. Julian tersenyum tipis. Menelisik ke arah manapun yang Julian lihat hanya kepolosan dan kejujuran. Apa yang Anne katakan tidak sedikitpun ada kebohongan di sana. Tatapan lembut dari gadis itu mengatakan segalanya. Satu kecupan singkat di bibirnya membuat Anne tersentak kaget. Dia menatap Julian sebal karena selalu bertindak sesuka hati. Sedangkan Julian hanya terkekeh kecil melihat resp