Weekend dan Cia menikmati waktunya seorang diri di rumah. Mama mengikuti Papa yang sedang ada urusan kerja ke luar negeri sekalian liburan buat mereka sejak beberapa hari lalu. Beberapa waktu lalu dia baru saja selesai melakukan panggilan video bersama ketiga sahabatnya, Merlin yang masih berada di Jogja mendampingi Kak Arya yang mendapatkan pekerjaan di sana, Flo yang memilih tetap stay di Australia dan Vio yang masih berjas putih di tempat dinasnya dan cuma bisa gabung sebentar saja sekedar say hello setor muka melegakan sahabat-sahabatnya.
Cia menatap nanar langit malam penuh bintang dan sepertinya bertepatan juga dengan tanggal saat bulan purnama. Langit nampak cerah namun hati Cia sedikit mendung. Sejak beberapa saat lalu dirinya tak berhasil menghubungi Aka, entah karena jalur komunikasi untuk panggilan international yang sedang trouble ataukah karena memang nomor Aka yang tak bisa di hubungi. Karena nyatanya Flo yang juga tengah di luar negeri lancar-lancar aja melakuk
Minggu yang cerah ceria.Aka menatap malas Selena yang bermain di pantai sendirian sedangkan dirinya hanya duduk diam di pasir dengan pandangan dan rasa tak menentu. Pagi tadi Selena tiba-tiba datang ke rumah, memaksanya mengajak ke pantai dan sialnya dia merengek seperti anak kecil yang membuat Mommy tak tega melihatnya.“Mom, Aka malas keluar sama dia, pengin istirahat aja di rumah,” tolak Aka pagi tadi ketika Mommy sampai harus menungguinya di sisi ranjang. Telaten membujuknya supaya mau menemani Selena pergi jalan-jalan. Sedangkan gadis itu sendiri sudah pergi ke ruang makan menemani Daddy sarapan karena Mommy memastikan bahwa Aka akan mau di ajaknya keluar rumah.“Sayang, nggak ada salahnya menyenangkan Selena sesekali, orang tuanya udah baik banget ikut bantuan Mommy pas sibuk-sibuknya urus Daddy ketika sakit kemarin,” bujuk Mommy untuk yang ke sekian kalinya.“Tapi kita nggak minta di baikin sama mereka, Mom.”
“Fe, kok kamu bentak aku segitunya, sih?” protes Selena yang terdiam di samping Aka.Aka menghela nafas panjang, meletakkan ponselnya dengan malas di meja kemudian menyandarkan punggungnya di kursi sambil mulai mengatur nafas dan mengendalikan emosinya. Bukan sifatnya memarahi seorang cewek karena dirinya benci melihat air mata yang biasanya menjadi senjata mereka di akhir cerita. Jadi lebih baik dia diam saja, meredakan amarahnya sendiri.Tanpa Aka ketahui, senyum tipis tersungging di bibir Selena. Gadis itu bukan tak tahu jika tadi Aka sedang melakukan panggilan video dengan kekasihnya di Indonesia. Pun begitu dengan kemarin, Selena tahu jika ponsel Aka ketinggalan di rumah karena Mommy menelepon dan memberitahunya. Tapi dengan sengaja Selena bilang bahwa ponsel supaya tetap di matikan saja dan dirinya sengaja mengajak cowok itu menemaninya seharian. Kondisi inilah yang dia harapkan, merusak hubungan Aka dengan Valencia kekasihnya. Cewek yang di agung-agu
Seminggu berlalu, Aka dan Cia masih terlibat perang dingin. Aka masih rajin mengirim pesan kepada Cia, namun Cia sama sekali tak pernah membalasnya. Bukan tanpa alasan, setelah insiden panggilan video saat itu setelah Vendra mengantarnya pulang Cia menenggelamkan diri di kamarnya. Sibuk merenung dan berusaha menenangkan dirinya sendiri. Rindu pada Aka begitu besar, tapi mengingat kedekatan cowoknya itu dengan gadis bernama Selena tak urung rasa cemburu menguasai jiwanya juga. Akhirnya di antara rasa rindu dan gabut dengan iseng Cia membuka akun sosmed facebook. Stalk akunnya sendiri yang sudah cukup lama tak pernah di bukanya sekaligus stalk akun Aka.Dari akun facebook itulah degub jantungnya kembali berpacu hebat penuh emosi, air mata yang sebelummya dia kira sudah mengering kini mengalir lagi ketika mendapati satu postingan tagging di akun Aka dari akun bernama Selena Agatha Rodriguez.“Happy sunday with my darl. Thank you so much, honey for today
Dua hari berlalu. Jordi tak nampak lagi mendekati atau menemui Cia. Entah apa yang di rasakan oleh cowok itu, rasa bersalah, marah ataukah menyesal karena telah berbicara kepada Cia tanpa berfikir panjang sebelumnya.Suasana kantin di jam istirahat siang ini cukup ramai, Cia dan Vendra duduk berdua di salah satu bangku untuk menikmati makan siang bersama. Ngobrol santai tentang beberapa hal termasuk mengenai persiapan penyelesaian koas Cia. Banyaknya pasang mata yang melihat ke arah mereka terabaikan begitu saja. Terserah mereka mau ngomongin apa asal tidak kedengaran secara langsung di telinga keduanya nggak jadi masalah.“Sudah lebih tenang kan hatinya sekarang?” tanya Vendra di antara pembicaraan mereka yang kebanyakan bertopik medis.“Iya, terima kasih untuk kesabarannya ngadepin aku yang penuh masalah ini ya, Kak,” ucap tulus Cia sambil berusaha tersenyum melegakan hatinya sendiri.Vendra tertawa sambil menggeleng kemudian mul
Aka menunggu penuh sabar sampai jam dinas Cia berakhir. Setelah say hello singkat di kantin tadi Cia berpamitan padanya untuk kembali ke ruang praktek. Sikapnya masih nampak dingin, namun Aka bisa melihat kerinduan yang cukup besar di mata jernihnya. Masih bisa melihat seberapa besar cinta untuknya dari sana.“Kak, aku pulang dulu, ya,” pamit Cia pada Vendra setelah membantu cowok itu membereskan ruang praktek mereka. Semua sudah bersih dan rapi kembali sehingga siap untuk di tinggalkan dan berganti dengn dokter shift selanjutnya.Vendra tersenyum kemudian mendekat ke arah Cia. Berdiri tepat di depannya, kemudian menyingkirkan sedikit anak rambut yang menutup wajah cantik itu.“Dia sudah ada di sini, selesaikan masalahnya baik-baik, ya. Jangan dengan emosi, tapi dengan hati,” pesan Vendra.“Iya, Kak. Kakak baik-baik juga ya sama Kak Meischa. Maafkan aku karena Kak Meischa sempat salah paham.”“Meischa menya
“Terima kasih, Dokter, jadi saya hanya harus banyak-banyak istirahat?” ucap seorang wanita tua berusia sekitar enam puluh tahun yang duduk di depan Cia.“Iya Ibu, cukup istirahat, di kurangi makan makanan bersantan dan asin, minum vitamin yang saya resepkan, pasti nanti tubuh Ibu lebih enakan dan nggak akan suka pusing lagi. Tensinya pasti akan normal kembali,” jelas Cia sambil tersenyum.“Baik, Dokter, terima kasih banyak, saya akan menuruti nasehat dokter, saya bosan sering merasa pusing dan badan terasa lemah, nggak bisa ngapa-ngapain meski buat sekedar kerja ringan saja.”“Iya, Bu, semoga segera sembuh, ya.”Cia menatap pasien terakhirnya hari ini. Sudah hampir enam bulan dirinya berada di sini. Di sebuah desa pelosok yang masih dalam wilayah propinsi Jawa Timur. Sebenarnya dirinya tak benar-benar sendiri, lagi-lagi ada Jordi bersamanya, namun cowok itu di tugaskan di puskesmas kecamatan sebelah yang ber
Hari yang di janjikan Aka untuk datang menemui Cia hampir saja tiba. Cia menunggunya dengan sabar, memperkirakan bahwa Aka mungkin saja baru akan bisa menemuinya di hari kamis jika setelah pesawatnya mendarat dia langsung berangkat ke tempat magangnya saat ini. Namun jika Aka memilih istirahat dahulu di Surabaya entah dia memilih hari apa untuk menemuinya. Karena jarak dari Surabaya menuju tempatnya saat ini cukup jauh, setidaknya membutuhkan waktu delapan jam perjalanan darat. Tak ada bandara dan hanya bisa di tempuh dengan mobil. “Dokter Cia di panggil Dokter Abdi,” beritahu Dela yang hari ini kerjanya terlihat agak longgar di karenakan tak banyak pasien hamil yang harus dia tangani dan kebetulan tak ada pasien melahirkan. “Oh iya, Del, aku segera menemui beliau,” jawab Cia sambil bergegas ke ruang Dokter Abdi. “Selamat siang, Dok,” sapa Cia dengan ramah pada lelaki berusia kira-kira hampir lima puluh tahun ini. “Selamat siang Dokter Cia, silahkan d
Halaman rumah Pak Kades yang masih satu kampung dengan tempat tinggal Cia nampak ramai dan semarak. Tim medis Surabaya nampak masih berkumpul dan berbincang akrab di halaman luas rumah orang nomor satu di desa ini. Sedang tempat peristirahatan mereka sendiri di siapkan di satu rumah tersendiri milik Pak Kades yang berada tepat di samping rumah induk. Rumah Pak Kades memang sangat luas, di satu halaman terdapat dua bangunan rumah berdampingan yang masing-masing berukuran cukup luas dengan beberapa kamar di dalamnya. Sesuai cerita Pak Kades sendiri, rumah-rumah itu di persiapkan untuk keluarga besarnya jika sedang datang berkunjung kemudian saling berkumpul dan menginap. Pada awalnya Cia dan kawan-kawannya di suruh memilih akan menempati rumah yang mana, karena pertimbangan sungkan dan segan serta jarak ke puskesmas yang lebih dekat, akhirnya para anak muda itu memilih rumah yang mereka tempati sekarang ini, sama-sama rumah milik Pak Kades.Dalam suasana ramai penuh keakraban i