Dua hari berlalu. Jordi tak nampak lagi mendekati atau menemui Cia. Entah apa yang di rasakan oleh cowok itu, rasa bersalah, marah ataukah menyesal karena telah berbicara kepada Cia tanpa berfikir panjang sebelumnya.
Suasana kantin di jam istirahat siang ini cukup ramai, Cia dan Vendra duduk berdua di salah satu bangku untuk menikmati makan siang bersama. Ngobrol santai tentang beberapa hal termasuk mengenai persiapan penyelesaian koas Cia. Banyaknya pasang mata yang melihat ke arah mereka terabaikan begitu saja. Terserah mereka mau ngomongin apa asal tidak kedengaran secara langsung di telinga keduanya nggak jadi masalah.
“Sudah lebih tenang kan hatinya sekarang?” tanya Vendra di antara pembicaraan mereka yang kebanyakan bertopik medis.
“Iya, terima kasih untuk kesabarannya ngadepin aku yang penuh masalah ini ya, Kak,” ucap tulus Cia sambil berusaha tersenyum melegakan hatinya sendiri.
Vendra tertawa sambil menggeleng kemudian mul
Aka menunggu penuh sabar sampai jam dinas Cia berakhir. Setelah say hello singkat di kantin tadi Cia berpamitan padanya untuk kembali ke ruang praktek. Sikapnya masih nampak dingin, namun Aka bisa melihat kerinduan yang cukup besar di mata jernihnya. Masih bisa melihat seberapa besar cinta untuknya dari sana.“Kak, aku pulang dulu, ya,” pamit Cia pada Vendra setelah membantu cowok itu membereskan ruang praktek mereka. Semua sudah bersih dan rapi kembali sehingga siap untuk di tinggalkan dan berganti dengn dokter shift selanjutnya.Vendra tersenyum kemudian mendekat ke arah Cia. Berdiri tepat di depannya, kemudian menyingkirkan sedikit anak rambut yang menutup wajah cantik itu.“Dia sudah ada di sini, selesaikan masalahnya baik-baik, ya. Jangan dengan emosi, tapi dengan hati,” pesan Vendra.“Iya, Kak. Kakak baik-baik juga ya sama Kak Meischa. Maafkan aku karena Kak Meischa sempat salah paham.”“Meischa menya
“Terima kasih, Dokter, jadi saya hanya harus banyak-banyak istirahat?” ucap seorang wanita tua berusia sekitar enam puluh tahun yang duduk di depan Cia.“Iya Ibu, cukup istirahat, di kurangi makan makanan bersantan dan asin, minum vitamin yang saya resepkan, pasti nanti tubuh Ibu lebih enakan dan nggak akan suka pusing lagi. Tensinya pasti akan normal kembali,” jelas Cia sambil tersenyum.“Baik, Dokter, terima kasih banyak, saya akan menuruti nasehat dokter, saya bosan sering merasa pusing dan badan terasa lemah, nggak bisa ngapa-ngapain meski buat sekedar kerja ringan saja.”“Iya, Bu, semoga segera sembuh, ya.”Cia menatap pasien terakhirnya hari ini. Sudah hampir enam bulan dirinya berada di sini. Di sebuah desa pelosok yang masih dalam wilayah propinsi Jawa Timur. Sebenarnya dirinya tak benar-benar sendiri, lagi-lagi ada Jordi bersamanya, namun cowok itu di tugaskan di puskesmas kecamatan sebelah yang ber
Hari yang di janjikan Aka untuk datang menemui Cia hampir saja tiba. Cia menunggunya dengan sabar, memperkirakan bahwa Aka mungkin saja baru akan bisa menemuinya di hari kamis jika setelah pesawatnya mendarat dia langsung berangkat ke tempat magangnya saat ini. Namun jika Aka memilih istirahat dahulu di Surabaya entah dia memilih hari apa untuk menemuinya. Karena jarak dari Surabaya menuju tempatnya saat ini cukup jauh, setidaknya membutuhkan waktu delapan jam perjalanan darat. Tak ada bandara dan hanya bisa di tempuh dengan mobil. “Dokter Cia di panggil Dokter Abdi,” beritahu Dela yang hari ini kerjanya terlihat agak longgar di karenakan tak banyak pasien hamil yang harus dia tangani dan kebetulan tak ada pasien melahirkan. “Oh iya, Del, aku segera menemui beliau,” jawab Cia sambil bergegas ke ruang Dokter Abdi. “Selamat siang, Dok,” sapa Cia dengan ramah pada lelaki berusia kira-kira hampir lima puluh tahun ini. “Selamat siang Dokter Cia, silahkan d
Halaman rumah Pak Kades yang masih satu kampung dengan tempat tinggal Cia nampak ramai dan semarak. Tim medis Surabaya nampak masih berkumpul dan berbincang akrab di halaman luas rumah orang nomor satu di desa ini. Sedang tempat peristirahatan mereka sendiri di siapkan di satu rumah tersendiri milik Pak Kades yang berada tepat di samping rumah induk. Rumah Pak Kades memang sangat luas, di satu halaman terdapat dua bangunan rumah berdampingan yang masing-masing berukuran cukup luas dengan beberapa kamar di dalamnya. Sesuai cerita Pak Kades sendiri, rumah-rumah itu di persiapkan untuk keluarga besarnya jika sedang datang berkunjung kemudian saling berkumpul dan menginap. Pada awalnya Cia dan kawan-kawannya di suruh memilih akan menempati rumah yang mana, karena pertimbangan sungkan dan segan serta jarak ke puskesmas yang lebih dekat, akhirnya para anak muda itu memilih rumah yang mereka tempati sekarang ini, sama-sama rumah milik Pak Kades.Dalam suasana ramai penuh keakraban i
Senja dan semilir angin sore yang sejuk menemani keriuhan beberapa orang di teras rumah yang Cia tempati. Mereka adalah beberapa orang yang baru pulang dari puskesmas setelah hampir seharian melaksanakan tugas memberikan vaksin kepada warga di mulai dari warga yang jarak rumahnya ke puskesmas agak dekat, dan mereka semua sudah menerima undangan vaksin sejak beberapa hari lalu. Sambil melepas lelah orang-orang ini sengaja mampir ingin mengetahui rumah dimana teman seperjuangan mereka tinggal sekaligus membahas rencana keesokan harinya yang harus menuju ke desa sebelah tetapi masih dalam cakupan layanan puskesmas tempat Cia berdinas. Sambil bersenda gurau mereka ngobrol sambil lalu dengan di temani sepiring singkong rebus hangat yang baru saja di kasih oleh Bu Atma tetangga sebelah rumah.Sedang asyik-asyiknya ngobrol, tiba-tiba sebuah mobil yang Cia cukup kenal berhenti tepat di depan rumah mengalihkan perhatian beberapa orang yang berkumpul di tempat tersebut.Cia meng
Dua bulan lebih telah berlalu. Vendra dan Tim Medis Surabaya sudah kembali. Aktifitas rutin kembali berjalan seperti biasanya. Cia masih tetap berusaha mengupdate informasi. Sesekali bersama Evan dirinya pergi ke kota sekedar mencari sinyal jaringan internet untuk bisa mengakses update berita tentang kecelakaan pesawat yang Aka tumpangi. Namun sampai dengan saat ini belum ada berita yang menyebutkan bahwa jenasah atau hasil tes DNA dari potongan-potongan anggota tubuh yang berhasil di dapatkan dari badan pesawat yang beberapa puing di temukan menyebutkan nama Feroka Hatcher. Hingga membuat doa tak pernah putus dari hati Cia supaya Tuhan memberikan keajaiban untuk Aka.Di sore hari Cia sedang membersihkan ruang prakteknya ketika nampak seseorang berdiri di ambang pintu. Nina yang biasanya membantu beberes sedang menemani Dela ke rumah warga yang informasinya melahirkan anak kembar serta menolak melahirkan di puskesmas. Jadilah saat ini di puskesmas hanya ada Cia bersama dokter
Serah terima tugas selesai sudah. Di ruang Dokter Abdi, Cia menjabat tangan dokter senior itu dan juga Dokter Adra. Dokter muda penggantinya lulusan dari Universitas Negeri Jember.“Jangan pernah lupa pesan yang seringkali saya sampaikan, Dokter Cia, sukses selalu di manapun berada,” pesan Dokter Abdi.“Terima kasih atas bimbingannya selama ini, Dok. Seperti yang saya sampaikan, saya akan selalu berusaha mengingat pesan keramat dokter yaitu tentang hati dan pengabdian. Semoga Dokter Abdi sehat selalu dan jika suatu saat ada dinas ke Surabaya maka jangan lupa menghubungi saya.”“Tentu, Cia. Itupun jika kamu masih di Indonesia. Jika tiba-tiba kamu benar berangkat ke Inggris maka jangan lupa kabari saya. Jika keyakinanmu masih sangat kuat, maka tetaplah yakin. Tapi bukan satu kesalahan jika suatu saat kamu harus menyerah dan melepaskan keyakinan itu dan mulai kembali menatap ke depan, karena bagaimanapun juga kita hanya manusia yang me
Cia menatap takjub dua sahabatnya yang saat ini tengah sibuk menerima ucapan selamat atas pernikahan mereka dari para tamu yang datang.Cia yang di daulat menjadi bridesmaid bersama Merlin dan Flo hanya mampu menahan setiap gejolak rasa di dalam dadanya. Antara bahagia atas pernikahan kedua sahabatnya dan di satu sisi hati ada kesedihan yang dia tahan seorang diri saat ini. Di sebekah tempat yang lain nampak Evan, Arya dan Vandra tengah asyik ngobrol bersama. Melihat keberadaan Evan di antara sahabat-sahabatnya, tak urung mata indah Cia berkaca. Harusnya yang berada di sana saat ini adalah kekasihnya, sahabat dari para mereka-mereka yang sudah menjalin ikatan manis pertemanan semenjak masa abu-abu putih mereka.Merlin yang menyadari sikap diam Cia segera merangkul bahu sahabat cantiknya. Begitupun Flo yang berdiri di sebelahnya semenjak tadi. Dua orang gadis itu adalah saksi hidup bagaimana terpuruknya seorang Cia pada saat itu karena kabar akan meninggalnya Aka. Dan,