“Fe, kok kamu bentak aku segitunya, sih?” protes Selena yang terdiam di samping Aka.
Aka menghela nafas panjang, meletakkan ponselnya dengan malas di meja kemudian menyandarkan punggungnya di kursi sambil mulai mengatur nafas dan mengendalikan emosinya. Bukan sifatnya memarahi seorang cewek karena dirinya benci melihat air mata yang biasanya menjadi senjata mereka di akhir cerita. Jadi lebih baik dia diam saja, meredakan amarahnya sendiri.
Tanpa Aka ketahui, senyum tipis tersungging di bibir Selena. Gadis itu bukan tak tahu jika tadi Aka sedang melakukan panggilan video dengan kekasihnya di Indonesia. Pun begitu dengan kemarin, Selena tahu jika ponsel Aka ketinggalan di rumah karena Mommy menelepon dan memberitahunya. Tapi dengan sengaja Selena bilang bahwa ponsel supaya tetap di matikan saja dan dirinya sengaja mengajak cowok itu menemaninya seharian. Kondisi inilah yang dia harapkan, merusak hubungan Aka dengan Valencia kekasihnya. Cewek yang di agung-agu
Seminggu berlalu, Aka dan Cia masih terlibat perang dingin. Aka masih rajin mengirim pesan kepada Cia, namun Cia sama sekali tak pernah membalasnya. Bukan tanpa alasan, setelah insiden panggilan video saat itu setelah Vendra mengantarnya pulang Cia menenggelamkan diri di kamarnya. Sibuk merenung dan berusaha menenangkan dirinya sendiri. Rindu pada Aka begitu besar, tapi mengingat kedekatan cowoknya itu dengan gadis bernama Selena tak urung rasa cemburu menguasai jiwanya juga. Akhirnya di antara rasa rindu dan gabut dengan iseng Cia membuka akun sosmed facebook. Stalk akunnya sendiri yang sudah cukup lama tak pernah di bukanya sekaligus stalk akun Aka.Dari akun facebook itulah degub jantungnya kembali berpacu hebat penuh emosi, air mata yang sebelummya dia kira sudah mengering kini mengalir lagi ketika mendapati satu postingan tagging di akun Aka dari akun bernama Selena Agatha Rodriguez.“Happy sunday with my darl. Thank you so much, honey for today
Dua hari berlalu. Jordi tak nampak lagi mendekati atau menemui Cia. Entah apa yang di rasakan oleh cowok itu, rasa bersalah, marah ataukah menyesal karena telah berbicara kepada Cia tanpa berfikir panjang sebelumnya.Suasana kantin di jam istirahat siang ini cukup ramai, Cia dan Vendra duduk berdua di salah satu bangku untuk menikmati makan siang bersama. Ngobrol santai tentang beberapa hal termasuk mengenai persiapan penyelesaian koas Cia. Banyaknya pasang mata yang melihat ke arah mereka terabaikan begitu saja. Terserah mereka mau ngomongin apa asal tidak kedengaran secara langsung di telinga keduanya nggak jadi masalah.“Sudah lebih tenang kan hatinya sekarang?” tanya Vendra di antara pembicaraan mereka yang kebanyakan bertopik medis.“Iya, terima kasih untuk kesabarannya ngadepin aku yang penuh masalah ini ya, Kak,” ucap tulus Cia sambil berusaha tersenyum melegakan hatinya sendiri.Vendra tertawa sambil menggeleng kemudian mul
Aka menunggu penuh sabar sampai jam dinas Cia berakhir. Setelah say hello singkat di kantin tadi Cia berpamitan padanya untuk kembali ke ruang praktek. Sikapnya masih nampak dingin, namun Aka bisa melihat kerinduan yang cukup besar di mata jernihnya. Masih bisa melihat seberapa besar cinta untuknya dari sana.“Kak, aku pulang dulu, ya,” pamit Cia pada Vendra setelah membantu cowok itu membereskan ruang praktek mereka. Semua sudah bersih dan rapi kembali sehingga siap untuk di tinggalkan dan berganti dengn dokter shift selanjutnya.Vendra tersenyum kemudian mendekat ke arah Cia. Berdiri tepat di depannya, kemudian menyingkirkan sedikit anak rambut yang menutup wajah cantik itu.“Dia sudah ada di sini, selesaikan masalahnya baik-baik, ya. Jangan dengan emosi, tapi dengan hati,” pesan Vendra.“Iya, Kak. Kakak baik-baik juga ya sama Kak Meischa. Maafkan aku karena Kak Meischa sempat salah paham.”“Meischa menya
“Terima kasih, Dokter, jadi saya hanya harus banyak-banyak istirahat?” ucap seorang wanita tua berusia sekitar enam puluh tahun yang duduk di depan Cia.“Iya Ibu, cukup istirahat, di kurangi makan makanan bersantan dan asin, minum vitamin yang saya resepkan, pasti nanti tubuh Ibu lebih enakan dan nggak akan suka pusing lagi. Tensinya pasti akan normal kembali,” jelas Cia sambil tersenyum.“Baik, Dokter, terima kasih banyak, saya akan menuruti nasehat dokter, saya bosan sering merasa pusing dan badan terasa lemah, nggak bisa ngapa-ngapain meski buat sekedar kerja ringan saja.”“Iya, Bu, semoga segera sembuh, ya.”Cia menatap pasien terakhirnya hari ini. Sudah hampir enam bulan dirinya berada di sini. Di sebuah desa pelosok yang masih dalam wilayah propinsi Jawa Timur. Sebenarnya dirinya tak benar-benar sendiri, lagi-lagi ada Jordi bersamanya, namun cowok itu di tugaskan di puskesmas kecamatan sebelah yang ber
Hari yang di janjikan Aka untuk datang menemui Cia hampir saja tiba. Cia menunggunya dengan sabar, memperkirakan bahwa Aka mungkin saja baru akan bisa menemuinya di hari kamis jika setelah pesawatnya mendarat dia langsung berangkat ke tempat magangnya saat ini. Namun jika Aka memilih istirahat dahulu di Surabaya entah dia memilih hari apa untuk menemuinya. Karena jarak dari Surabaya menuju tempatnya saat ini cukup jauh, setidaknya membutuhkan waktu delapan jam perjalanan darat. Tak ada bandara dan hanya bisa di tempuh dengan mobil. “Dokter Cia di panggil Dokter Abdi,” beritahu Dela yang hari ini kerjanya terlihat agak longgar di karenakan tak banyak pasien hamil yang harus dia tangani dan kebetulan tak ada pasien melahirkan. “Oh iya, Del, aku segera menemui beliau,” jawab Cia sambil bergegas ke ruang Dokter Abdi. “Selamat siang, Dok,” sapa Cia dengan ramah pada lelaki berusia kira-kira hampir lima puluh tahun ini. “Selamat siang Dokter Cia, silahkan d
Halaman rumah Pak Kades yang masih satu kampung dengan tempat tinggal Cia nampak ramai dan semarak. Tim medis Surabaya nampak masih berkumpul dan berbincang akrab di halaman luas rumah orang nomor satu di desa ini. Sedang tempat peristirahatan mereka sendiri di siapkan di satu rumah tersendiri milik Pak Kades yang berada tepat di samping rumah induk. Rumah Pak Kades memang sangat luas, di satu halaman terdapat dua bangunan rumah berdampingan yang masing-masing berukuran cukup luas dengan beberapa kamar di dalamnya. Sesuai cerita Pak Kades sendiri, rumah-rumah itu di persiapkan untuk keluarga besarnya jika sedang datang berkunjung kemudian saling berkumpul dan menginap. Pada awalnya Cia dan kawan-kawannya di suruh memilih akan menempati rumah yang mana, karena pertimbangan sungkan dan segan serta jarak ke puskesmas yang lebih dekat, akhirnya para anak muda itu memilih rumah yang mereka tempati sekarang ini, sama-sama rumah milik Pak Kades.Dalam suasana ramai penuh keakraban i
Senja dan semilir angin sore yang sejuk menemani keriuhan beberapa orang di teras rumah yang Cia tempati. Mereka adalah beberapa orang yang baru pulang dari puskesmas setelah hampir seharian melaksanakan tugas memberikan vaksin kepada warga di mulai dari warga yang jarak rumahnya ke puskesmas agak dekat, dan mereka semua sudah menerima undangan vaksin sejak beberapa hari lalu. Sambil melepas lelah orang-orang ini sengaja mampir ingin mengetahui rumah dimana teman seperjuangan mereka tinggal sekaligus membahas rencana keesokan harinya yang harus menuju ke desa sebelah tetapi masih dalam cakupan layanan puskesmas tempat Cia berdinas. Sambil bersenda gurau mereka ngobrol sambil lalu dengan di temani sepiring singkong rebus hangat yang baru saja di kasih oleh Bu Atma tetangga sebelah rumah.Sedang asyik-asyiknya ngobrol, tiba-tiba sebuah mobil yang Cia cukup kenal berhenti tepat di depan rumah mengalihkan perhatian beberapa orang yang berkumpul di tempat tersebut.Cia meng
Dua bulan lebih telah berlalu. Vendra dan Tim Medis Surabaya sudah kembali. Aktifitas rutin kembali berjalan seperti biasanya. Cia masih tetap berusaha mengupdate informasi. Sesekali bersama Evan dirinya pergi ke kota sekedar mencari sinyal jaringan internet untuk bisa mengakses update berita tentang kecelakaan pesawat yang Aka tumpangi. Namun sampai dengan saat ini belum ada berita yang menyebutkan bahwa jenasah atau hasil tes DNA dari potongan-potongan anggota tubuh yang berhasil di dapatkan dari badan pesawat yang beberapa puing di temukan menyebutkan nama Feroka Hatcher. Hingga membuat doa tak pernah putus dari hati Cia supaya Tuhan memberikan keajaiban untuk Aka.Di sore hari Cia sedang membersihkan ruang prakteknya ketika nampak seseorang berdiri di ambang pintu. Nina yang biasanya membantu beberes sedang menemani Dela ke rumah warga yang informasinya melahirkan anak kembar serta menolak melahirkan di puskesmas. Jadilah saat ini di puskesmas hanya ada Cia bersama dokter