Beranda / Romansa / Prime Time Bersama Mas Polisi / 7. Pujian dan Perjodohan.

Share

7. Pujian dan Perjodohan.

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-02 11:59:02

"Nanti malam kamu tidak ke mana-mana 'kan, Yo?"

Gadis menyapa putra sulungnya. Pagi ini mereka sedang sarapan bersama. Mempunyai suami dan putra seorang polisi membuat ia sulit sekali mempunyai waktu luang membersamai keduanya. Profesi anak dan suaminya ini tidak mempunyai jam kerja yang tetap. Mereka harus siap siaga bekerja sewaktu-waktu. Ditambah dirinya yang juga berprofesi sebagai seorang dokter, membuat waktu mereka bertemu menjadi kian terbatas. Sarapan pagi adalah satu-satunya momen di mana mereka bertiga bisa saling bertukar cerita sebelum masing-masing beraktivitas.

Demitrio saling pandang dengan sang ayah sebelum meletakkan peralatan makannya. Mulai lagi. Pasti ibunya kembali dalam misi mencarikan jodoh untuknya.

"Kenapa memangnya, Bu?" Demitrio pura-pura tidak tahu. Peringatan melalui tatapan tajam sang ayah, membuatnya tidak berkutik. Ayahnya memintanya untuk tidak menolak permintaan sang ibu.

"Bu Ambar dan Ishana mau berkunjung," ungkap Gadis gembira. Demitrio diam.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Prime Time Bersama Mas Polisi   8. Musuh Mengintai.

    "Abang sama sekali menyangka. Kalau anak bawang sepertimu ini ternyata begini insting dasar dan nyalinya." Bang Barry mengacungkan jempolnya. "Ah kagak begitu-begitu amat juga kehebatan saya, Bang. Cuma kebetulan doang." Kiran nyengir. Bang Barry ini berusia jauh di atasnya. Namun sikapnya pada junior patut diacungi jempol. Bang Barry tidak pernah ngebossy apalagi menindas juniornya. Makanya Kiran nyaman berinteraksi dengannya. "Lo emang hebat, Bocah. Kagak usah ngerendah begitu. Terima aja pujian yang memang pantas lo terima." Andika mengacak-acak rambut Kiran. Kiran tersenyum kikuk. Ia risih dipuji-puji orang sekantor. Selain itu ia tidak enak dengan tim-tim dari divisi lain. Khususnya dengan Tim Mega dan Bang Arman. Keduanya tampak memasang muka masam di kubikel masing-masing. Wajar, karena pada saat peliputan di rumah sakit, Mega dan Bang Arman lah yang live report. Namun mereka berdua sama sekali tidak disinggung oleh Pak Herlambang. Pak Jaswin selaku Korlip juga tidak mengata

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-02
  • Prime Time Bersama Mas Polisi   9. Kecelakaan atau Dicelakakan?

    Kiran bernyanyi-nyanyi kecil mengikuti alunan lagu di dalam mobil. Saat berkendara sendirian seperti ini, ia memang senang mendengarkan musik. Hari ini moodnya sedang bagus-bagusnya. Dipuji oleh Pak Jaswin sekaligus Pak Herlambang itu luar biasa langkanya. Andika tadi mengatakan bahwa ia telah menggunakan setahun keberuntungannya khusus untuk hari ini.Sekitar seratus meter di depan, tampak lampu lalu lintas berubah dari kuning ke merah. Itu artinya ia harus menghentikan laju kendaraan. Kiran menginjak pedal rem. Kiran merasa ada sesuatu yang salah, saat pedal rem yang ia injak langsung mencelos ke lantai mobil. Rem mobilnya blong!Kiran panik saat mobilnya meluncur melewati lampu lalu lintas dan langsung menuju empat jalur lalu lintas yang tengah ramai oleh kendaraan. Dalam waktu sepersekian detik, Kiran memutuskan untuk melakukan rem darurat dengan cara menarik rem tangan. Akibat melakukan rem tangan dalam keadaan mobil melaju kencang, ban mobilnya slip dan kehilangan traksi.Mobil

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-02
  • Prime Time Bersama Mas Polisi   10. Harus DiBongkar!

    "Rem saya blong, Om. Makanya saya terpaksa mengerem darurat dengan rem tangan," tukas Kiran apa adanya.Demitrio melirik mobil Kiran yang tergeletak di ujung jalan. Ban depan mobilnya naik hingga ke trotoar. Kiran mengikuti tatapan Demitrio. Mengamati kerusakan mobilnya dan bergidik. Ia telah menabrak begitu keras hingga kerangkanya bengkok menjadi huruf U. Sisi penumpang mobilnya juga rusak parah. Tidak heran kalau kaca mobilnya sampai lepas. Jika bukan karena sabuk pengaman, mungkin ia juga sudah terlempar keluar."Mobilmu kapan terakhir kali diservis?" tanya Demitrio penasaran."Minggu lalu, Om. Saya rajin menservis kendaraan.""Oke, sebentar." Demitrio beranjak. Ia menghampiri mobil Kiran. Setelah melongok ke dalam mobil sebentar, Demitrio merebahkan diri di trotoar. Ia kemudian menyelipkan kepala serta bahunya ke bawah mobil, tepat di belakang ban depan. Kiran bergidik. Ia takut Demitrio terkena pecahan kaca. Apa sebenarnya yang sedang dicari oleh Demitrio?Sejurus kemudian Demit

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-02
  • Prime Time Bersama Mas Polisi   11. Belajar (Sabar) Mencintai.

    Demitrio berdecak saat merasakan ponsel di sakunya bergetar. Pasti ibunya yang menelepon. Demitrio memindai jam di pergelangan tangannya. Pukul sembilan kurang sepuluh menit. Itu artinya janjinya untuk bertemu dengan Bu Ambar dan Ishana, sudah terlambat hampir dua jam lamanya."Ya, Bu?" Demitrio memasang head set karena sedang berkendara. Bersiap-siap mendengar omelan sang ibu. Ibunya telah melakukan panggilan sebanyak enam kali, tanpa ia sempat mengangkatnya. Ia sedang sibuk mengurus Kiran dan korban-korban kecelakaan lainnya pada saat ibunya menelepon."Kamu ini bagaimana sih, Yo? Janji jam tujuh malam. Ini sudah pukul sembilan, kamu belum sampai di rumah. Ibu jadi tidak enak dengan Bu Ambar dan Ishana.""Maaf, Bu. Ada kejadian darurat. Kiran kecelakan--""Hah, Kiran kecelakaan? Bagaimana keadaannya sekarang?""Kiran hanya menderita luka-luka kecil. Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit bersama dengan korban-korban lainnya. Kecelakaan yang Kiran alami ini beruntun. Rio terlambat kar

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-12
  • Prime Time Bersama Mas Polisi   12. Saling Sikut.

    Kiran membolak-balik tubuhnya di ranjang gelisah. Nyaris seminggu tidak melakukan aktivitas apapun dan hanya berbaring di rumah, membuatnya bosan tingkat dewa. Kiran beranjak dari ranjang.Tidak bisa! Ia akan gila kalau terus golek-golek di kamar. Toh luka-lukanya sudah mulai mengering. Memar-memarnya juga telah berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Artinya sudah hampir sembuh seperti sediakala. Ponselnya berdering. Kiran bergegas meraihnya dari nakas. Senyumnya merekah saat memindai Pak Jaswin lah yang meneleponnya."Ya, Pak. Saya siap bertugas!" Kiran menjawab semangat."Saya belum mengatakan apa-apa padamu. Mengapa kamu menjawab siap bertugas saja?"Ya, karena Bapak meneleponlah. Kalau tidak ada tugas, ngapain juga Bapak capek-capek menelepon saya?"Karena saya sekarang memang sudah siap bertugas, Pak." Kiran memberi jawaban yang lebih sopan. Bisa diiris kecil-kecil dirinya kalau berani berbicara sefrontal itu pada Pak Jaswin. "Kamu memang benar-benar anak muda yang bersemang

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-12
  • Prime Time Bersama Mas Polisi   13. Interogasi Tipis-Tipis.

    "Sudah berapa lama Anda menjadi babysitter Aldy?" Demitrio mulai menginterogasi Rani Permata Sari. Ia telah mendapatkan benang merah atas peristiwa tewasnya Irianti Sadikin atau yang kerap disapa Yanti. Kiran berperan penting dalam penyelidikannya kali ini. Karena atas informasi dan barang bukti dari Kiran lah, ia menginterogasi Rani untuk kedua kalinya siang ini."Sekitar tiga setengah tahun yang lalu, Pak," jawab Rani jujur."Tiga setengah tahun. Itu berarti dari sebelum Bu Yanti melahirkan Aldy. Benar tidak?" tanya Demitrio sambil lalu."Benar, Pak," Rani mengangguk mengiyakan."Dari sebelum Bu Yanti kecelakaan mengalami lalu lintas juga ya?" Demitrio mengetuk-ngetukan jemarinya pada meja kaca. Ia ingin memberi kesan santai pada Rani. Dengan demikian diharapkan Rani akan rileks dan kehilangan kewaspadaan."Benar, Pak." Rani kembali mengangguk."Siapa yang Anda asuh tiga tahun yang lalu di sana? Toh Aldy belum lahir sementara Bu Yanti juga masih sehat walafiat? Masa Anda mengasuh P

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-13
  • Prime Time Bersama Mas Polisi   14. Curiga Namun Belum Ada Bukti.

    "Jangan, Pak Polisi. Saya jangan distrum. Saya akan mengaku." Rani ikut berdiri dari kursi. Ia takut distrum seperti adegan di film-film. Rasanya pasti sangat menyakitkan."Bagus. Kalau begitu ceritakan saja yang sebenar-benarnya. Kalau Anda kooperatif, pemeriksaan akan lebih selesai." Demitrio kembali duduk di kursinya. Demikian juga dengan Rani. Setelah berdiam diri sejenak, Rani pun mulai berbicara."Bu Yanti itu manipulatif. Kalau di depan orang banyak, ia selalu bersikap lembut dan baik hati. Padahal sebenarnya galak dan menyebalkan. Saya benci padanya." Rani memulai ceritanya."Lantas Anda mulai membakar apartemen untuk membalas dendam pada Bu Yanti. Begitu?" Demitrio mengubah posisi duduknya. Ia telah mendapatkan motif Rani mencelakai majikannya."Tidak, Pak. Saya tidak seberani itu membakar apartemen." Rani menggeleng."Malam dini hari itu memang terjadi kebakaran. Kami semua tentu saja panik. Saat Bik Hasni mengambil handuk di kamar mandi dan Lisna meminta saya menjaga Bu Yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-13
  • Prime Time Bersama Mas Polisi   15. Kesempatan Dalam Kesempitan.

    "Mbak Mega dan Bang Arman pulang aja duluan. Saya nanti dijemput papa," usul Kiran pada kedua rekan kerjanya. Mega dan Bang Arman memang sudah bersiap-siap untuk pulang."Ngapain papa lo ke sini, Ki? Udah malem lagi ini." Mega memindai jam di pergelangan tangannya. Pukul 19.31 WIB. "Bokapnya 'kan pengacara, Ga. Urusannya ya nggak jauh-jauh dari pengadilan dan kantor polisi." Arman menimpali pertanyaan Mega. "Sebentar, Mbak." Kiran pura-pura mengangkat telepon."Ya, Pa? Papa sudah mau sampai ya? Ya sudah, Kiran tunggu di sini ya?" Kiran menutup ponsel. "Ya udah kalo bokap lo mau dateng. Kami pulang dulu," pungkas Mega. Ia kemudian memberi kode pada Arman untuk melanjutkan perjalanan. Setelah Mega dan Bang Arman berlalu, Kiran kembali mengeluarkan ponselnya. Ia kemudian menekan sebuah nama dikontaknya. Panggilannya tidak langsung dijawab. Setelah menunggu sekian lama dan mengira panggilannya diabaikan, terdengar satu sapaan dingin."Hallo."Alhamdullilah."Om, saya ke tempat Om seka

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-14

Bab terbaru

  • Prime Time Bersama Mas Polisi   55. Akhir Bahagia ( End).

    Kiran berpegangan erat pada handle mobil, saya laju kendaraan oleng ke kanan dan kiri. Hari ini dirinya dan tim akan melakukan liputan tentang rekontruksi pembunuhan Ryan Pratama. Sejak dua hari lalu dirinya dan tim yang terdiri dari Andika, Mardi, Bang Barry, Bang Husin dan Renny sudah berada di Kalimantan. Pagi ini akan diadakan rekontruksi pembunuhan Ryan oleh dua orang penduduk setempat dan juga Bu Katarina."Kita ini naik mobil atau naik kuda sih, Dik? Tulang gue kayak mencar-mencar dari sendinya karena terpental-pental terus." Kiran meringis. Hujan yang turun semalam telah membuat jalan menjadi licin dan berlumpur. Ditambah kontur tanah yang sulit untuk dilewati, membuat penumpang yang ada di dalam mobil terpental-pental."Ya gimana dong, Ki. Kita 'kan melalui jalan alternatif yang bisa menghemat waktu minimal 40 menit dari jalan normal yang bisa memakan waktu sampai dua jam. Mana kanan kiri jurang lagi. Kalian semua banyak-banyak doa aja." Andika menjawab sembari berkonsentrasi

  • Prime Time Bersama Mas Polisi   54. Plotwist Nan Tragis.

    "Klien saya tidak melakukan seperti apa yang kalian tuduhkan pada. Pak Irman tidak pernah punya hubungan apa pun pada Rani. Apalagi memprovokasi Rani agar mencelakai Bu Yanti. Semua yang dituduhkan tidak benar!" Frans Damanik membantah semua tuduhan yang disangkakan pada kliennya."Benar begitu, Pak Irman?" Demitrio memfokuskan pandangan pada Pak Irman tampak nervous."Maaf, bisa diulangi lagi pertanyaannya?" Pak Irman menggosok-gosok kedua telapak tangannya gugup. Benaknya terus berputar memikirkan jawaban demi jawaban yang harus ia berikan."Apa benar Anda tidak punya hubungan apa pun dengan Rani Permata Sari?" Dengan sabar Demitrio mengulangi pertanyaannya."Benar." Pak Irman menjawab singkat."Anda juga tidak pernah memprovokasi Rani untuk mencelakai Bu Yanti?" lanjut Demitrio lagi."Be--nar, Pak." Pak Irman mulai gugup. Ia berkali-kali melirik pengacara di sampingnya. Ia takut memberi jawaban yang salah."Baik. Kalau pengakuan Anda seperti itu, saya akan memperdengarkan sesuatu."

  • Prime Time Bersama Mas Polisi   53. Pahitnya Kenyataan.

    "Saya tidak tahu apa-apa soal kejahatan Pak Irman, Pak Polisi. Saya ini cuma seorang pembantu. Mana mungkin saya terlibat dengan semua kejahatan beliau. Tolong lepaskan saya!" Bik Hasni langsung berdiri saat melihat kehadiran Demitrio. Perwira polisi yang satu ini memang bolak-balik menanyainya dalam peristiwa tewasnya Bu Yanti beberapa waktu lalu."Saya menahan Ibu bukan karena masalah Pak Ilham. Tapi perihal tewasnya Bu Yanti. Mengapa Ibu malah membahas soal kejahatan Pak Irman? Apa Ibu ikut terlibat dalam kejahatan itu?" sindir Demitrio."Tidak, Pak Polisi. Saya justru tidal tahu apa-apa. Begitu juga soal tewasnya Bu Yanti. Saya ini pengasuhnya sedari kecil. Mana mungkin saya mencelakakan beliau. Yang menjahati Bu Yanti itu Rani dan Lisna bukan? Kenapa jadi yang dituduh!" Bik Hasni panik. Semuanya jadi kacau sekarang."Duduk kembali, Bu. Anda tidak perlu terburu-buru menjelaskan segala sesuatunya. Kita punya waktu yang sangat lama untuk berbincang-bincang." Demitrio mengangkat tan

  • Prime Time Bersama Mas Polisi   52. Cemburu Menguras Hati.

    "Jangan mendorong-dorong saya. Saya bisa jalan sendiri!" Bik Hasni menyikut polisi yang mendorong-dorong bahunya. Matanya liar mengamati sekitar. Ia mencari-cari kehadiran sang putri. Karena tidak menemukan apa yang dicarinya, Bik Hasni mengamuk."Mana Marni?" seru Bik Hasni panik. Ia takut kalau sang putri kenapa-kenapa."Marni berada dalam mobil yang lain. Kalau Anda tidak mau didorong, segera ke dalam mobil!" hardik Demitrio keras. Ramainya warga sekitar yang menonton, membuat mereka tidak leluasa bergerak. Mobil yang dikendarai IPTU Rahman harus membunyikan klakson berulang kali, baru berhasil keluar dari kerumunan."Mengapa Marni tidak ikut di mobil ini saja? Kenapa harus dipisah segala?" Sembari masuk ke dalam mobil, Bik Hasni terus protes."Karena kami ingin mendengarkan keterangan yang valid dari kalian berdua. Makanya kalian berdua harus dipisah. Sekarang duduk yang benar dan jangan banyak tingkah. Paham?" bentak Demitrio lagi.Bik Hasni terdiam. Benaknya berpikir keras untuk

  • Prime Time Bersama Mas Polisi   51. Tikus-Tikus Mulai Terjebak.

    Kiran duduk ngelangut di dalam mobil. Ia terkantuk-kantuk kala menunggu Andika yang tengah membeli gorengan di pinggir jalan. Ditambah suara hujan rintik-rintik yang jatuh di kap mobil, membuat mata Kiran semakin redup. Mereka berdua baru saja pulang meliput berita mantan mentri yang terbukti melakukan korupsi dan gratifikasi. Sedari pagi hingga malam, mereka berdua sibuk memburu berita ini. Wajar jikalau saat ini perut mereka berdua keroncongan. Walau sebenarnya Kiran lebih kepingin tidur saja daripada makan."Sepet banget mata gue elah. Kudu diganjel ini biar tetep fokus gue nyetirnya." Demi membuat matanya melek, Kiran bermain ponsel. Siapa tahu dengan mengscroll-scroll media sosial, kantuknya akan hilang. Kiran terkekeh saat mendapati konten gaya panggung artis dangdut lawas yang naik ke atas alat musik di panggung. Sang biduan menyanyikan lagu Gudang Garam dengan suara lantang."Tadi aja lo lelenggutan ngantuk berat. Sekarang lo malah ngakak patah kayak orang gila. Kagak jelas em

  • Prime Time Bersama Mas Polisi   50. Kasmaran Tingkat Dewa.

    "Ya tapi kenapa tiba-tiba, Om? Kita baru pacaran dalam hitungan bulan. Eh, si Om udah main lamar aja. Apa Om nggak mau kita saling mempelajari karakter masing-masing dulu?" Kiran meriang karena mendadak akan dilamar. Sungguh, setitik debu pun ia tidak menduga akan dilamar dengan cara sat set begini. "Apalagi yang harus kita pelajari, Ki? Karaktermu? Saya sudah mengenalmu sedari dalam kandungan Tante Cia. Selain kedua orang tuamu, mungkin saya adalah orang yang paling memperhatikan tumbuh kembangmu."Kiran menepuk kening. Demitrio benar. Ia memang sudah sebel pada Demitrio sedari kecil. Ia tumbuh besar dengan kehadiran keluarga Atmanegara. Kedua orang tua mereka bersahabat sejak remaja. Ia juga menyaksikan perubahan Demitrio dari seorang remaja tanggung hingga sedewasa sekarang. Mereka berdua terlalu mengenal satu sama lain."Atau jangan... jangan... kamu tidak bersedia saya lamar ya, Ki?""Bersedia dong, Om. Mau dilamar orang gagah perkasa sakti mandraguna begini kok ya nggak mau? Sa

  • Prime Time Bersama Mas Polisi   49. Tebak-Tebak Buah Manggis.

    "Keparat! Jurnalis tukang ikut campur ini tidak ada kapok-kapoknya mencampuri urusanku!" Pak Irman membanting remote televisi. Ia sudah mengusahakan segala cara untuk melenyapkan sang jurnalis. Dimulai dari memanipulasi Lisna, Murni, bahkan meminjam tangan anak buah Juan untuk membajak pesawat. Tapi jurnalis sialan ini masih tetap hidup sampai hari ini. Entah nyawanya ada sembilan atau memang keberuntungannya yang tak habis-habis. Ia kehilangan cara untuk membungkamnya.Di tengah kekesalan, tangis Aldy kembali menggema di seantero ruangan. Dikarenakan rumah kontrakan ini kecil, tangisan Aldy mendominasi satu rumah. Kepala Pak Irman makin pusing karenanya."Bibik bisa tidak mendiamkan Aldy?" Pak Irman meneriaki Bik Hasni. Ia panik karena sepertinya ia tidak akan bisa lolos lagi dari hukuman kali ini. Nasibnya kini bagai telur di ujung tanduk."Sabar, Pak. Namanya juga anak kecil. Mungkin Aldy resah karena orang tuanya terus bermasalah," sindir Bik Hasni kalem."Maksud Bibik apa? Bibik

  • Prime Time Bersama Mas Polisi   48. Cinta Memang Gila!

    Konferensi pers baru saja usai. Pihak kepolisian telah memberi keterangan kepada media massa perihal bunuh dirinya Bu Kartika. Mengenai alasannya, pihak kepolisian memperhalus dengan mengatakan bahwa ada persoalan pribadi yang membuat Bu Kartika depresi. Ketika para jurnalis menanyakan apa persoalan pribadi Bu Kartika, pihak kepolisian mengatakan itu adalah hal yang privacy. Semua pihak diminta untuk menghormati keputusan keluarga yang tidak ingin membagi ke publik perihal depresinya Bu Kartika."Gue jadi suudzon ini. Persoalan pribadinya apa ya yang membuat Bu Kartika sampai bunuh diri? Pasti ada hal besar yang kalo tersingkap ke publik bakalan heboh. Lo tahu nggak apa masalahnya, Ki? Kasih gue bocoran dong. Senapsaran gue."Sembari menyimpan peralatan live, Andika ngedumel. Ia paling gedeg jikalau meliput berita yang dinfokan cuma sepotong-sepotong. Jika keponya meronta-ronta."Kita berdua sama-sama ngejogrok di mari dari pagi. Info yang kita berdua dapatkan juga sama kali."Kiran m

  • Prime Time Bersama Mas Polisi   47. Turut Berduka Cita.

    "Saya dan anak-anak izin menangkap Pak Irman besok pagi. Semua berkas dan bukti-bukti pendukung sudah saya siapkan."Demitrio berbicara langsung pada pokok permasalahan saat sang atasan datang. Walau ia sudah berkali-kali mengatakannya pada sang atasan, Demitrio tetap meminta izinnya. Adab harus diutamakan. Istimewa penangkapan ini juga akan menghancurleburkan citra keluarga besar sang atasan. Pak Irman pasti akan bernyanyi seperti ancamannya pada Bu Kartika."Tangkap saja, Yo. Bukti-buktinya sudah valid bukan? Gas lah." Setelah memikirkan semuanya masak-masak, Pak Suroto memutuskan akan bersikap profesional. Ia tahu, pasti akan ada akibat dari penangkapan Irman ini. Sikap diam istrinya adalah salah satu pertanda. Tapi kebenaran tetap harus ditegakkan. Ia sudah bersumpah saat mengemban tugas sebagai penegak hukum."Terima kasih, Pak." Pak Suroto mengucapkan terima kasih saat Pak Amat menghidangkan dua cangkir kopi yang masih mengepul. Walaupun ia baru menghabiskan secangkir kopi di ru

DMCA.com Protection Status