Beranda / Romansa / Prime Time Bersama Mas Polisi / 31. Ketegasan Demitrio.

Share

31. Ketegasan Demitrio.

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-21 20:00:07

"Jadi si Rio benar-benar menangkap Ishana, Ki?"

Kiran menjauhkan ponsel dari telinga. Suara Alexa yang berteriak di telinganya, membuat pendengarannya berdengung. Saat ini ia sudah berada di rumah. IPTU Rahman telah mengantarnya pulang sekitar dua jam yang lalu.

"Iya, Mbak. Saya juga tidak menyangka kalau Om Demit bisa bertindak setegas itu," ujar Kiran sambil menghempaskan pinggulnya ke sofa. Setelahnya ia meraih remote dan menyalakan televisi. Jam-jam seperti ini adalah waktunya menonton berita-berita terupdate di televisi. Kelamaan di rumah, Kiran takut intuisinya sebagai seorang jurnalis akan tumpul.

"Saya tadi antara senang, kasihan sama lucu juga melihat Mbak Is digelandang Om Demit ke kantor polisi." Kiran nyengir membayangkan saat Demitrio menangkap Ishana tadi.

"Senang sudah pastilah. Melihat musuh kita kalah itu, level kepuasaannya tidak terkatakan. Lucu juga okelah. Itu bagian dari kepuasan. Cuma kasihannya ini lho. Nggak pada tempatnya, Ki."

"Kasihan karena Mbak Is itu d
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
carsun18106
bab 30 harusnya kejadian di cafe biru ya?
goodnovel comment avatar
Yosefa Wahyu
Bab 30 dan 31 beda judul tapi isinya sama persis....ada apa mb thor??
goodnovel comment avatar
Ziza Ziz S
aikkkk...kan sama dgn yg sblm nih... rugi ahh koin ku šŸ„¹šŸ„¹šŸ„¹šŸ„¹šŸ„¹šŸ„¹
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 32. Petunjuk Baru.

    Kiran menyapu lantai sambil memasang telinga baik-baik. Saat ini Marni tengah bertelepon ria dengan seseorang. Nada suaranya terdengar sangat antusias. "Tidak ada orang di sini kok, Bu. Ibu tidak perlu khawatir. Baiklah, sebentar saya ke kamar dulu." Marni membuka pintu kamar. Setelahnya ia melanjutkan pembicaraan dengan seseorang yang ia panggil dengan sebutan Ibu. Marni tidak sadar kalau pintu kamarnya tidak tertutup dengan sempurna. Sehingga Kiran bisa mendengarnya dengan cukup jelas dari balik pintu."Tenang, Bu. Saya bukan Rani ataupun Lisna yang gampang dikelabuhi oleh Pak Irman. Saya tidak senaif mereka."Berarti Marni tahu kalau Rani dan Lisna diperalat oleh Pak Irman.Kiran semakin merapatkan telinga ke pintu yang sedikit terbuka. "Pokoknya saya akan menjerat Pak Irman dengan segala daya dan pesona. Saya akan merebut semua yang seharusnya menjadi milik saya, dan Ibu harus membantu saya. Setelah puluhan tahun meninggalkan saya di panti asuhan, ini adalah saat yang tepat bagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-21
  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 33. Tugas Dari Tuan Besar.

    Kiran tengah menikmati makan siang saat ponselnya berbunyi. Andika meneleponnya. Jika Andika menghubunginya, pasti ada berita seru yang ingin ia bagikan. "Hallo, Dik. Ada berita seru apa hari ini?""Coba lihat stasiun televisi kita. Ada demo besar-besaran di Polda Metro Jaya."Polda Metro Jaya? Itu berarti tempat Demitrio bertugas."Mereka demo nuntut apa, Dik?" tanya Kiran penasaran. "Lo liat aja sendiri. Gue mau ngeliput." Ponsel pun dimatikan. Kiran membawa ponsel dan piringnya ke ruang tamu. Ia kemudian menghidupkan televisi. Tampak ratusan massa demonstran memenuhi jalan depan Polda Metro Jaya. Massa juga membawa berbagai poster dan mengepung kantor polisi. Mereka bermaksud menemui Irjenpol Suroto Hardiman selaku pimpinan Polda Metro Jaya. Massa menuding kalau kinerja kepolisian lamban dan tidak profesional. Massa menuntut agar kasus tewasnya Bu Yanti kembali diusut, karena mereka tidak percaya kalau Bu Yanti tewas bunuh diri. Selain itu massa dalam jumlah besar yang terdiri

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-21
  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 34. Diintai Saat Bertugas.

    Kiran melambaikan tangan tatkala melihat kehadiran Mega dan Arman di pintu masuk bandara. Ya, Bisma memberinya team Mega dan Arman. Mega yang memiliki nenek berkebangsaan Amerika Latin, mampu berbahasa Soanyol dengan baik. Demi profesionalitas, Kiran menerima teamnya dengan senang hati. Pun akhir-akhir ini sikap Mega dan Arman semakin membaik padanya. Kiran merasa tidak masalah bekerjasama dengan keduanya. Di punggung Mega dan Arman masing-masing menyandang sebuah tas ransel. Tas travel berukuran sedang ada di tangan mereka masing-masing. Bawaan keduanya sama persis dengannya. "Selamat pagi, semuanya," sapa Mega dan Arman sambil berjalan sembari menghampiri Kiran, yang berdiri bersisian dengan ibunya dan Demitrio. Mereka berdua telah melakukan check in online masing-masing sebelum ke bandara. Hanya tinggal melakukan Security Check Point 1 atau pemeriksaan Keamanan 1, check in bagasi, cek paspor imigrasi, dan SCP 2, untuk bisa duduk di ruang tunggu."Pagi," sahut Kiran, Cia dan Demit

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-25
  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 35. Antara Hidup dan Mati.

    "Cuacanya tidak bagus malam ini ya, Mbak?" Sembari berjalan menuju ruang tunggu, Kiran memandang titik-titik hujan di kaca di sepanjang jalan. Malam ini langit tampak kelam. Hujat lebat dibarengi angin bertiup kencang. Sesekali terlihat petir yang memecah gelapnya malam. Saat ini mereka tengah berjalan bersama penumpang lainnya menuju ruang tunggu keberangkatan ke Iquitos. Menurut jadwal yang ia baca di papan kedatangan, sekitar dua puluh menit lagi pesawat mereka akan berangkat."Iya, Ki. Gue sebenernya juga agak ngeri dengan cuaca yang ekstrim begini. Hujan lebat, angin kencang, petir, rasanya kok horor sekali ya?" Mega juga merasakan hal yang sama."Eh lo bawa apaan itu?" Mega melirik Kiran yang memasukkan bungkusan di dalam tas ransel."Ini biskuit dan permen kopi yang saya beli tadi, Mbak. Lumayan buat cemilan di perjalanan," kata Kiran seraya menarik resleting tas ranselnya. "Lo berdua nggak perlu paranoid begitu. Kalo memang penerbangan dianggap berbahaya, pihak maskapai past

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-25
  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 36. Pejuangan di Hutan Hujan.

    Jakarta, Indonesia.Kesibukan tampak di rumah keluarga Bima Sakti Raffardan di pagi buta. Ada enam unit mobil terparkir rapat di halaman rumah, selain dua mobil milik keluarga Raffardan sendiri. Enam unit mobil tamu tersebut masing-masing adalah milik sahabat-sahabat Bima sedari muda. Raven Artharwa Al Rasyid, Airlangga Putra Dewangga, Narendra Ajisaka Prahasta, Radja Halomoan Girsang dan Bayu Saputra. Bayu Saputra selain sahabat, juga merupakan adik iparnya. Bayu menikahi Intan, adik semata wayang Bima. Sementara satu unit mobil lagi adalah milik Demitrio Atmanegara. Demitrio datang bersama dengan kedua orang tuanya. Mereka semua datang untuk mensupport Bima dan Cia. Semalaman mereka tidak bisa memejamkan mata. Kabar bahwa pesawat yang ditumpangi Kiran dan rekan-rekan hilang kontak dengan petugas Air Traffic Controller atau ATC di Lima, membuat Bima dan Cia ketakutan. Belum lagi issue yang menyatakan bahwa kemungkinan pesawat dibajak, membuat kekhawatiran keluarga semakin menjadi-ja

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-29
  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 37. Harapan Terakhir.

    Kiran tidak tahu berapa lama ia tertidur. Yang pasti setelah terbangun ia merasa sangat kehausan. Matahari sudah tinggi. Terhuyung-huyung Kiran melanjutkan perjalanan. Kiran tahu ia harus berpacu dengan waktu. Jikalau sampai malam hari ia belum berhasil keluar dari hutan, ia akan kembali bermalam dengan segala bahayanya. Belum lagi luka-lukanya yang kemungkinan akan infeksi. Saat ini saja lukanya sudah berdenyut-denyut dan suhu tubuhnya memanas. Kiran mulai demam.Kiran memaksakan diri berjalan, hingga langkahnya terhenti tiba-tiba. Beberapa meter di hadapannya tampak patahan kabin dan deretan kursi pesawat. Kiran bergegas mendekat. Siapa tahu ada Mega dan Arman di sana. Saat tiba di deretan kursi pesawat, Kiran membeku. Sebagai seorang jurnalis, is sudah terbiasa melihat mayat dalam keadaan seburuk-buruknya. Namun kali ini tubuhnya bergetar hebat melihat pemandangan yang mengerikan di depan matanya. Ia melihat enam jenazah bergelimpangan di reruntuhan dengan posisi tubuh tidak wajar.

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-06
  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 38. Selamat Datang Kembali!

    Demitrio meremas-remas kedua tangannya. Saat ini sebagian korban kecelakaan Peruvian Airlines telah dibawa ke ruang autopsi. Segera bergiliran pihak keluarga dipanggil untuk proses identifikasi bagi jenazah yang masih utuh. Sedangkan yang hanya berupa potongan-potongan tubuh, akan diidentifikasi pihak rumah sakit terlebih dahulu baru diserahkan pada keluarga."Dios mio. No puedo creer esto!" (Tuhan, aku tidak percaya semua ini!)Sepasang suami istri paruh baya, keluar dari ruang otopsi dengan teriakan histeris. Demitrio menduga, kalau mereka mengenali jenazah yang baru saja ditemukan.Demitrio mendadak mual. Bayangan bahwa ia juga harus mengenali Kiran dalam bentuk jenazah, membuatnya berkeringat dingin.Semoga saja tidak ada Kiran di antara jenazah-jenazah itu. Aamiin.Demitrio memindai sekeliling. Para anggota keluarga korban yang lain, tampak sama nervousnya dengan dirinya. Ada yang menangis, berdoa, atau memandangi photo dalam ponsel. Wajah-wajah mereka memperlihatkan ketakutan se

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-06
  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 39. Berselisih Pendapat.

    "Jadi sudah pasti kalau tiga orang pembajak itu mantan anak buah kakaknya Tangguh ya, Om?" Demitrio berbisik pelan pada Om Bima. Kiran baru saja tertidur setelah menangis histeris saat mengetahui tewasnya Mega dan Arman. Kiran merasa bersalah karena hanya dirinya yang selamat di antara 157 penumpang yang menjadi korban. Untung saja Tante Cia yang sudah menyusul ke Lima, berhasil menenangkan Kiran."Iya, Yo. Tangguh bilang mereka bernama Felipe, Rudolfo dan Hector. Pada mulanya mereka bekerja pada Juan Lopez, paman Geraldo. Setelah Juan Lopez di penjara, mereka bekerja dengan Geraldo. Otomatis mereka pun jadi sering ikut Geraldo yang bolak-balik Mexico Jakarta. Karena Soraya, istri Geraldo berasal dari Jakarta. Lama-lama mereka jadi lumayan fasih berbahasa Indonesia. Tak disangka, ketiga orang ini malah diam-diam memasok Narkob* pada gembong tanah air. Makanya Geraldo memecat ketiganya dua tahun lalu.""Saya garis bawahi kata gembong tanah airnya. Karena itu artinya ada PR besar lagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-11

Bab terbaru

  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 55. Akhir Bahagia ( End).

    Kiran berpegangan erat pada handle mobil, saya laju kendaraan oleng ke kanan dan kiri. Hari ini dirinya dan tim akan melakukan liputan tentang rekontruksi pembunuhan Ryan Pratama. Sejak dua hari lalu dirinya dan tim yang terdiri dari Andika, Mardi, Bang Barry, Bang Husin dan Renny sudah berada di Kalimantan. Pagi ini akan diadakan rekontruksi pembunuhan Ryan oleh dua orang penduduk setempat dan juga Bu Katarina."Kita ini naik mobil atau naik kuda sih, Dik? Tulang gue kayak mencar-mencar dari sendinya karena terpental-pental terus." Kiran meringis. Hujan yang turun semalam telah membuat jalan menjadi licin dan berlumpur. Ditambah kontur tanah yang sulit untuk dilewati, membuat penumpang yang ada di dalam mobil terpental-pental."Ya gimana dong, Ki. Kita 'kan melalui jalan alternatif yang bisa menghemat waktu minimal 40 menit dari jalan normal yang bisa memakan waktu sampai dua jam. Mana kanan kiri jurang lagi. Kalian semua banyak-banyak doa aja." Andika menjawab sembari berkonsentrasi

  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 54. Plotwist Nan Tragis.

    "Klien saya tidak melakukan seperti apa yang kalian tuduhkan pada. Pak Irman tidak pernah punya hubungan apa pun pada Rani. Apalagi memprovokasi Rani agar mencelakai Bu Yanti. Semua yang dituduhkan tidak benar!" Frans Damanik membantah semua tuduhan yang disangkakan pada kliennya."Benar begitu, Pak Irman?" Demitrio memfokuskan pandangan pada Pak Irman tampak nervous."Maaf, bisa diulangi lagi pertanyaannya?" Pak Irman menggosok-gosok kedua telapak tangannya gugup. Benaknya terus berputar memikirkan jawaban demi jawaban yang harus ia berikan."Apa benar Anda tidak punya hubungan apa pun dengan Rani Permata Sari?" Dengan sabar Demitrio mengulangi pertanyaannya."Benar." Pak Irman menjawab singkat."Anda juga tidak pernah memprovokasi Rani untuk mencelakai Bu Yanti?" lanjut Demitrio lagi."Be--nar, Pak." Pak Irman mulai gugup. Ia berkali-kali melirik pengacara di sampingnya. Ia takut memberi jawaban yang salah."Baik. Kalau pengakuan Anda seperti itu, saya akan memperdengarkan sesuatu."

  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 53. Pahitnya Kenyataan.

    "Saya tidak tahu apa-apa soal kejahatan Pak Irman, Pak Polisi. Saya ini cuma seorang pembantu. Mana mungkin saya terlibat dengan semua kejahatan beliau. Tolong lepaskan saya!" Bik Hasni langsung berdiri saat melihat kehadiran Demitrio. Perwira polisi yang satu ini memang bolak-balik menanyainya dalam peristiwa tewasnya Bu Yanti beberapa waktu lalu."Saya menahan Ibu bukan karena masalah Pak Ilham. Tapi perihal tewasnya Bu Yanti. Mengapa Ibu malah membahas soal kejahatan Pak Irman? Apa Ibu ikut terlibat dalam kejahatan itu?" sindir Demitrio."Tidak, Pak Polisi. Saya justru tidal tahu apa-apa. Begitu juga soal tewasnya Bu Yanti. Saya ini pengasuhnya sedari kecil. Mana mungkin saya mencelakakan beliau. Yang menjahati Bu Yanti itu Rani dan Lisna bukan? Kenapa jadi yang dituduh!" Bik Hasni panik. Semuanya jadi kacau sekarang."Duduk kembali, Bu. Anda tidak perlu terburu-buru menjelaskan segala sesuatunya. Kita punya waktu yang sangat lama untuk berbincang-bincang." Demitrio mengangkat tan

  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 52. Cemburu Menguras Hati.

    "Jangan mendorong-dorong saya. Saya bisa jalan sendiri!" Bik Hasni menyikut polisi yang mendorong-dorong bahunya. Matanya liar mengamati sekitar. Ia mencari-cari kehadiran sang putri. Karena tidak menemukan apa yang dicarinya, Bik Hasni mengamuk."Mana Marni?" seru Bik Hasni panik. Ia takut kalau sang putri kenapa-kenapa."Marni berada dalam mobil yang lain. Kalau Anda tidak mau didorong, segera ke dalam mobil!" hardik Demitrio keras. Ramainya warga sekitar yang menonton, membuat mereka tidak leluasa bergerak. Mobil yang dikendarai IPTU Rahman harus membunyikan klakson berulang kali, baru berhasil keluar dari kerumunan."Mengapa Marni tidak ikut di mobil ini saja? Kenapa harus dipisah segala?" Sembari masuk ke dalam mobil, Bik Hasni terus protes."Karena kami ingin mendengarkan keterangan yang valid dari kalian berdua. Makanya kalian berdua harus dipisah. Sekarang duduk yang benar dan jangan banyak tingkah. Paham?" bentak Demitrio lagi.Bik Hasni terdiam. Benaknya berpikir keras untuk

  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 51. Tikus-Tikus Mulai Terjebak.

    Kiran duduk ngelangut di dalam mobil. Ia terkantuk-kantuk kala menunggu Andika yang tengah membeli gorengan di pinggir jalan. Ditambah suara hujan rintik-rintik yang jatuh di kap mobil, membuat mata Kiran semakin redup. Mereka berdua baru saja pulang meliput berita mantan mentri yang terbukti melakukan korupsi dan gratifikasi. Sedari pagi hingga malam, mereka berdua sibuk memburu berita ini. Wajar jikalau saat ini perut mereka berdua keroncongan. Walau sebenarnya Kiran lebih kepingin tidur saja daripada makan."Sepet banget mata gue elah. Kudu diganjel ini biar tetep fokus gue nyetirnya." Demi membuat matanya melek, Kiran bermain ponsel. Siapa tahu dengan mengscroll-scroll media sosial, kantuknya akan hilang. Kiran terkekeh saat mendapati konten gaya panggung artis dangdut lawas yang naik ke atas alat musik di panggung. Sang biduan menyanyikan lagu Gudang Garam dengan suara lantang."Tadi aja lo lelenggutan ngantuk berat. Sekarang lo malah ngakak patah kayak orang gila. Kagak jelas em

  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 50. Kasmaran Tingkat Dewa.

    "Ya tapi kenapa tiba-tiba, Om? Kita baru pacaran dalam hitungan bulan. Eh, si Om udah main lamar aja. Apa Om nggak mau kita saling mempelajari karakter masing-masing dulu?" Kiran meriang karena mendadak akan dilamar. Sungguh, setitik debu pun ia tidak menduga akan dilamar dengan cara sat set begini. "Apalagi yang harus kita pelajari, Ki? Karaktermu? Saya sudah mengenalmu sedari dalam kandungan Tante Cia. Selain kedua orang tuamu, mungkin saya adalah orang yang paling memperhatikan tumbuh kembangmu."Kiran menepuk kening. Demitrio benar. Ia memang sudah sebel pada Demitrio sedari kecil. Ia tumbuh besar dengan kehadiran keluarga Atmanegara. Kedua orang tua mereka bersahabat sejak remaja. Ia juga menyaksikan perubahan Demitrio dari seorang remaja tanggung hingga sedewasa sekarang. Mereka berdua terlalu mengenal satu sama lain."Atau jangan... jangan... kamu tidak bersedia saya lamar ya, Ki?""Bersedia dong, Om. Mau dilamar orang gagah perkasa sakti mandraguna begini kok ya nggak mau? Sa

  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 49. Tebak-Tebak Buah Manggis.

    "Keparat! Jurnalis tukang ikut campur ini tidak ada kapok-kapoknya mencampuri urusanku!" Pak Irman membanting remote televisi. Ia sudah mengusahakan segala cara untuk melenyapkan sang jurnalis. Dimulai dari memanipulasi Lisna, Murni, bahkan meminjam tangan anak buah Juan untuk membajak pesawat. Tapi jurnalis sialan ini masih tetap hidup sampai hari ini. Entah nyawanya ada sembilan atau memang keberuntungannya yang tak habis-habis. Ia kehilangan cara untuk membungkamnya.Di tengah kekesalan, tangis Aldy kembali menggema di seantero ruangan. Dikarenakan rumah kontrakan ini kecil, tangisan Aldy mendominasi satu rumah. Kepala Pak Irman makin pusing karenanya."Bibik bisa tidak mendiamkan Aldy?" Pak Irman meneriaki Bik Hasni. Ia panik karena sepertinya ia tidak akan bisa lolos lagi dari hukuman kali ini. Nasibnya kini bagai telur di ujung tanduk."Sabar, Pak. Namanya juga anak kecil. Mungkin Aldy resah karena orang tuanya terus bermasalah," sindir Bik Hasni kalem."Maksud Bibik apa? Bibik

  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 48. Cinta Memang Gila!

    Konferensi pers baru saja usai. Pihak kepolisian telah memberi keterangan kepada media massa perihal bunuh dirinya Bu Kartika. Mengenai alasannya, pihak kepolisian memperhalus dengan mengatakan bahwa ada persoalan pribadi yang membuat Bu Kartika depresi. Ketika para jurnalis menanyakan apa persoalan pribadi Bu Kartika, pihak kepolisian mengatakan itu adalah hal yang privacy. Semua pihak diminta untuk menghormati keputusan keluarga yang tidak ingin membagi ke publik perihal depresinya Bu Kartika."Gue jadi suudzon ini. Persoalan pribadinya apa ya yang membuat Bu Kartika sampai bunuh diri? Pasti ada hal besar yang kalo tersingkap ke publik bakalan heboh. Lo tahu nggak apa masalahnya, Ki? Kasih gue bocoran dong. Senapsaran gue."Sembari menyimpan peralatan live, Andika ngedumel. Ia paling gedeg jikalau meliput berita yang dinfokan cuma sepotong-sepotong. Jika keponya meronta-ronta."Kita berdua sama-sama ngejogrok di mari dari pagi. Info yang kita berdua dapatkan juga sama kali."Kiran m

  • Prime Time Bersama Mas PolisiĀ Ā Ā 47. Turut Berduka Cita.

    "Saya dan anak-anak izin menangkap Pak Irman besok pagi. Semua berkas dan bukti-bukti pendukung sudah saya siapkan."Demitrio berbicara langsung pada pokok permasalahan saat sang atasan datang. Walau ia sudah berkali-kali mengatakannya pada sang atasan, Demitrio tetap meminta izinnya. Adab harus diutamakan. Istimewa penangkapan ini juga akan menghancurleburkan citra keluarga besar sang atasan. Pak Irman pasti akan bernyanyi seperti ancamannya pada Bu Kartika."Tangkap saja, Yo. Bukti-buktinya sudah valid bukan? Gas lah." Setelah memikirkan semuanya masak-masak, Pak Suroto memutuskan akan bersikap profesional. Ia tahu, pasti akan ada akibat dari penangkapan Irman ini. Sikap diam istrinya adalah salah satu pertanda. Tapi kebenaran tetap harus ditegakkan. Ia sudah bersumpah saat mengemban tugas sebagai penegak hukum."Terima kasih, Pak." Pak Suroto mengucapkan terima kasih saat Pak Amat menghidangkan dua cangkir kopi yang masih mengepul. Walaupun ia baru menghabiskan secangkir kopi di ru

DMCA.com Protection Status