"Riana!" Selena berjingkat menghampirinya. "Apa yang sudah dikatakan Kak Hendra padamu?" tanyanya langsung memucat.Riana mengedikkan kedua bahunya bersamaan, salah satu alisnya sengaja diangkat tinggi."Katanya dia melakukannya denganmu sebelum kamu pindah dari perusahaan Wiguna waktu itu. Yah, kamu menghilang tiba-tiba, Kak Hendra mencari mu dan menemukanmu. Sudah!"Selena meneguk liur kesulitan. Dari mana Hendra bisa membuat cerita mengharukan seperti itu? Bertemu juga ketika ia meminta tanda tangannya di perusahaan Bramasta.Tapi, hatinya tersentuh dengan ketulusan Hendra itu. Padahal sekalipun Hendra tidak pernah menyentuh tubuhnya, tapi sampai-sampai mau berkorban untuk Baby Lea dan dirinya."Riana, tolong bantu aku," pinta Selena menangkup kedua tangannya di dada. "Kamu kenapa?" Heran Riana bertanya, dahinya mengernyit."Tapi kata Hendra kedua orangtuamu belum tahu masalah---""Ohh itu, aku yang memberi tahu mereka duluan. Lalu, Kak Hendra menjelaskan lagi ke Mami dan Papi." S
Selena menyikut kaki Hendra agar segera meralat ucapannya. Agaknya pria tampan ini terlalu bersemangat meyakinkan Tuan Bramasta sampai tidak memikirkan resikonya."Bagaimana denganmu, Selena? Kamu sudah membicarakannya dengan kedua orangtuamu?" tanya Tuan Bramasta menggeser pandangannya ke Selena.Selena kaget, sekilas melirik Hendra di sampingnya. Ia bingung menjawab karena semua ini hanya akal-akalan Hendra saja. "Aku---""Sudah beres, Dad. Kedua orang tua Selena terbuka dengan hubungan kami, justru mereka mengkhawatirkan keluarga Bramasta, Dad," ucap Hendra memotong ucapan Selena."Khawatir bagaimana maksudmu, Hendra? Baby Lea anakmu, harus kamu pertanggung jawabkan, kan?" ujar Tuan Bramasta bertanya."Iya, Dad. Mereka mengkhawatirkan status sosial keluarga Bramasta." Hendra menurunkan nada suaranya, takut Selena tersinggung dengan ucapannya barusan."Miskin kaya itu tidak masalah bagi Papi. Kalau Selena pilihanmu, nikahi dia. Bukan malah seperti sekarang ini keadaannya! Apa yan
Aditya menggeram, dia tidak menyukai sikap tidak sopan Selena. Kemudian kembali masuk ke mobil namun hanya duduk."Kenapa malah bengong?" ketus Selena bertanya."Maumu apa? Siapa yang mengizinkanmu resign?" Aditya memutar badan menghadap Selena yang lantas membuang mukanya."Apa itu perlu? Terserah saya mau resign atau mau lanjut. Satu lagi, saya yakin Anda belum amnesia ucapan Anda di ruang meeting kemarin!""Hahk! Aku tidak benar-benar mengatakannya. Aku cuma kesal saja melihatmu yang tidak bisa menghargai---""Menghargai Julia maksudnya?" sarkas Selena memotong ucapan Aditya. "Ada apa denganmu, Selena?" Bingung Aditya bertanya dengan sikapnya yang ketus. "Aku tidak sedang bicara Julia!"Alih-alih menjawab Selena cuma membisu, kedua tangannya melipat di dada. Harusnya dia tahu apa kesalahannya. Oke, aku tunggu sampai dia meminta maaf atas kesalahan yang tidak termaafkan itu. "Selena?" "Cukup! Saya sudah muak dengan kepura-puraan Anda, pak Aditya!" Aditya mengernyit bingung apa
"Hendra?" desis Selena langsung mendorong Aditya menjauh darinya, kemudian berlari menghampiri Hendra."Siapa yang mengizinkanmu masuk ke perusahaanku?" berang Aditya perlahan menghampiri Hendra."Aku mohon abaikan saja dia, Kak. Ayo kita pulang," kata Selena menarik tangan Hendra sebelum Aditya semakin mendekat."Tunggu sebentar saja, Selena. Aku mau bertanya apa maksudnya mengirimkan surat itu!" ujar Hendra merangkul pundak Selena."Jangan lakukan itu, Kak. Ada Julia di sini, aku takut dia makin salah paham."Hendra terdiam. Benar juga, kalau Julia tahu masalah itu tentu dia tak akan mau menikah dengan Aditya. Lalu, Aditya akan mengotot mengejar Selena alih-alih tanggungjawabnya. "Yah, mungkin lain kali saja aku beri pelajaran!" kata Hendra menarik tangan Selena segera meninggalkan perusahaan."Tunggu, pengecut!" teriak Aditya mengejar Hendra dan Selena ke pintu pusat perusahaan. Namun, Julia langsung menghentikan langkahnya. "Apa yang dilakukan Aditya padamu, Selena?" tanya Hen
"Aditya!" desis Selena kaget, beberapa detik kemudian tampak cuek. Apalagi melihat Julia juga turun dari mobil Aditya."Ayo," ajak Hendra meninggalkan parkiran. Di dalam restoran Hendra duduk di meja kosong di barisan pengunjung ramai. Selena memunggungi meja Aditya yang tidak jauh dari mereka, sempat bersirobok pandangan dengannya. Raut wajah Aditya tampak sangat kesal melihatnya bersama Hendra."Kamu sudah menelepon Ayah?" tanya Hendra merapikan serbet di pangkuan Selena."Sudah, tapi katanya Kakak sudah mengabari mereka," sahut Selena. Pikirnya, siapa lagi yang dimaksud Ayahnya tadi kalau bukan Hendra. "Mm, iya."Tidak kaget lagi namun Selena masih ragu dengan pikirannya yang Hendra mendapatkan nomor ayahnya dengan bantuan Riana. "Apa Riana yang memberikannya ke Kakak?" Selena lebih menuduh ketimbang bertanya."Iya, aku yang menyuruhnya.""Lalu, bagaimana dengan Baby Lea, Kak? Sebenarnya aku belum pernah memberitahu hal itu kepada mereka. Apa aku harus jujur saja, Kak? Tapi aku
Sampai tiba di hotel, Selena dan Hendra tak banyak bicara. Baik setelah di dalam kamar hotel pun , Hendra langsung sibuk dengan laptopnya. Satu keuntungan juga buat Selena bisa lega karena tidak banyak ruang untuk mereka berbincang. "Kamu tidur di kamar saja, Selena. Maaf, aku masih harus menyiapkan ini," ujar Hendra tanpa memalingkan tatapannya dari laptop. Selena menurut berpindah dari sofa ruang tamu ke kamar tidur. Tubuhnya yang terasa lelah seharian mulai mengantuk. Namun, setelah didalam kamar Selena malah tidak bisa memejamkan matanya. Masih saja melotot menatap langit-langit kamar, pikirannya tiba-tiba terganggu dengan kepulangan mereka besok.Sudah tengah malam. Terdengar suara kaki meja yang bergesekan dengan lantai dengan sengaja dari ruang tamu. Beberapa menit kemudian terdengar suara langkah kaki seiring pintu kamar yang dibuka."Selena!"Cepat-cepat Selena menutupi wajahnya dengan selimut, pun berpura-pura tidur. Jantungnya semaki tidak karuan bisa merasakan Hendra
"Kak Hendra!" pekik Selena menutupi tubuh seadanya. "Maaf, aku pikir tadi kamu belum melepas pakaian. Aku mau mengambil ponselku yang ketinggalan," sahut Hendra memutar badan menghadap dinding, tangannya meraih ponsel yang terletak di wastafel."Maafkan aku," ucap Hendra segera keluar dan menutup pintu.Selena terdiam, jelas beberapa detik Hendra bisa melihatnya bertelanjang bulat tadi. Tapi, tidak bisa juga menyalahkannya, ia yang lupa mengunci pintu kamar mandi. Sesaat mendesah pendek sebelum mengguyur tubuhnya dengan shower dengan rasa malu yang besar. Sialnya lagi, karena buru-buru tadi Selena hanya masuk membawa handuk. Ia lupa membawa pakaiannya ke dalam kamar mandi. "Bagaimana ini?" gumamnya melilitkan handuk menutupi separuh tubuhnya. Sejenak hanya berdiri di depan cermin wastafel, matanya bergeser ke pakaiannya yang teronggok di lantai kamar mandi. "Mana mungkin memakainya lagi," desisnya."Sudah selesai, Selena?" Terdengar Hendra memanggil dan mengetuk pintu kamar mand
"Apa-apaan ini? Aku harus membicarakannya dengan Kakek," kata Aditya semakin geram saja. Namun, baru saja berdiri paman Grove menghentikannya dan menyuruh Aditya duduk kembali."Itu tidak akan mengubah keputusan Tuan Collins karena beliau sudah menandatangani kontrak dengan Tuan Barata, Aditya. Sekarang kamu hanya perlu berpura-pura mengikuti semua rencana Tuan Collins sampai aku menemukan cara untuk meyakinkan Selena."Mau tau mau Aditya akhirnya setuju dengan paman Grove. Namun, berpura-pura dekat dengan Julia sudah membuat dirinya sangat tersiksa. Apalagi setiap malam tidak ada malu-malunya Julia mendatangi rumahnya."Paman, katakan kepada Tuan Collins mulai nanti malam aku tinggal di villa," titah Aditya bersiap beranjak dari duduknya."Aku tidak yakin beliau mengizinkan itu, Aditya. Lebih baik tidak usah memberitahunya sampai beliau tahu sendiri dan bertanya. Mungkin nanti kamu bisa pikirkan apa jawaban yang bisa meyakinkan Tuan Collins," usul paman Grove mendahului Aditya kelua