"A-aku tidak menginginkan apapun hadiah pernikahan kita, Kak," ujar Selena tertunduk. "Kakak sudah bertanggungjawab penuh atas Baby Lea dan diriku itu sudah cukup untukku." "Tidak perlu berpikir seperti itu, Selena. Ini ungkapan dari rasa bahagiaku bisa menikahi mu nantinya." Hendra masuk ke kamar, berselang beberapa detik kembali dengan membawakan map berwarna coklat muda di tangannya. "Ini untukmu, Sayang," ujar Hendra merangkul pundak Selena, menariknya ke dalam pelukan hangat dirinya. "Berjanjilah tetap bahagia bersamaku," lanjut Hendra mengecup kening Selena. "Hotel ini aku beli untuk kamu, Sayangku." Seketika sekujur tubuh Selena seolah terbakar, terasa panas bukan karena kecupan lancang Hendra , ataupun hadiah mewah itu namun kata 'janji' tadi. Aku harus berjanji apa padanya? Maafkan aku, Kak belum bisa menjanjikan apapun padamu namun aku berusaha untuk tidak merusak rencanamu. Selena membatin dengan memaksakan senyumnya tanpa menyahuti Hendra. Selena mencengkeram map
"Hentikan, Kak. Aku tidak sanggup menahan tubuh kamu," jerit Selena mencengkram sisi kolam renang. Hentakan tubuh kekar Hendra membuat tubuhnya maju mundur sampai-sampai bokong empuknya membentur pusaka pribadi Hendra yang makin mengeras itu.Wajah Hendra makin memanas, napasnya terus memburu, hanya tidak mengindahkan jeritan Selena. Tangannya berpegangan kuat pada kedua buah dada Selena yang menggantung bebas. Meninggalkan sensasi sentuhan nakal di sana dari jari tangannya."Kak, aku tidak tahan lagi," keluh Selena memegangi pinggangnya yang keram akibat terus-terus dipaksa membungkuk ke depan. "Hmm, sakit? Padahal milikku belum memasuki milik kamu, Sayang," sungut Hendra menunjukkan raut wajah memelas."Bukan di sana, tapi pinggangku ini terasa keram, Kak.""Maafin aku, Sayang," ujar Hendra cepat memindahkan Selena duduk di pangkuannya dengan posisi duduk berhadapan. Sementara Hendra duduk di bantalan tangga kedua kolam renang. Kedua kakinya berada di dalam kolam renang."Sayang
"K-kenapa Kakak bertanya tentang Adi---""Eh bentar, Sayang, ponselku berdering," potong Hendra meraih ponselnya yang terletak di atas meja sisi kolam.'Aditya?' desis Hendra membatin. Sekilas melirik ke Selena yang langsung sibuk memunguti pakaiannya yang berserakan di kolam renang."Sayang, bentar aku mengangkat telepon dari teman bisnis, ya," kata Hendra segera memakaikan kimononya asal. Kemudian tanpa menunggu Selena menyahutinya langsung berlalu dari sana. Selena tidak menaruh curiga, dari dulu Hendra memang punya kesibukan yang padat. Selena keluar dari kolam juga ikutan mengenakan kimono menutupi tubuh polosnya yang menggigil, duduk di kursi sisi kolam menunggu Hendra kembali."Tapi kenapa menerima telepon harus ke dalam?" desis Selena, tidak biasanya Hendra sembunyi-sembunyi bicara di telepon.Tapi ia tidak mau larut memikirkan itu. Selena merebahkan tubuhnya yang lemas di kursi. Lelah usai bercocok tanam tadi matanya jadi sangat mengantuk.Entah sudah berapa lama ia ketidur
"Jangan berbohong padaku, Hendra!" kata Aditya menunjukkan raut wajah tidak senang.Hendra tertawa kecil, sudah menduga kalau Aditya akan mencari Selena ke sana. Pikirnya, untung juga Aditya belum sempat bertemu dengan Selena."Hendra, aku---""Kurang apalagi kekayaan Julia calon istrimu itu, Aditya? Kenapa kamu masih saja mencari-cari Selena! Atau, kurang sakit penghinaan yang kamu lakukan padanya, hakh! Berpikirlah untuk bertemu dengannya, Aditya, alih-alih ingin membujuknya kembali menjadi sekretarismu!" gusar Hendra memotong ucapan Aditya."Ingat satu hal ini, Aditya! Selena masih menyayangkan nyawanya harus mati sia-sia di tangan Kakekmu yang mata duitan itu!" Hendra mengepal tangannya. Mengingat cerita Selena itu timbul dendam membara di hatinya kepada Tuan Collins."Oiya, tidak perlu khawatir kamu telah merebut kenikmatan dari tubuh Selena, aku tetap mencintainya dengan keadaan apapun!" lanjut Hendra menghenyakkan duduknya."Jaga bicaramu, Hendra! Tidak ada yang bisa memiliki
"Berhenti, urusan apa Anda kemari lagi, Tuan Muda?" Security menghentikan langkah Aditya yang terburu hendak masuk perusahaan."Ohh, untung kamu ada di sini. Aku ketinggalan ponselku di ruangan Hendra tadi, apa kamu bisa mengambilkannya?" ucap Aditya yakin sang Security tidak akan mau. "Ahh, apa Tuan Muda Hendra tahu Anda kemari lagi, Tuan?" "Ohh shit! Aku kehilangan jejaknya di jalan tadi. Niat ingin meneleponnya guna menanyakan tempat pertemuan kami. Sialnya, baru sadar ponselku sepertinya ketinggalan di ruangan Hendra tadi. Jadi, aku kemari guna mengambilnya dan segera menghubungi Hendra." Panjang lebar dan penuh drama Aditya melancarkan rencananya. Tidak ketinggalan raut wajah seriusnya dia tunjukkan. "Oke baik, silakan."Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya, gegas Aditya masuk, tiba di ruangan Hendra langsung melakukan tujuannya ke sana. Setelah mendapatkannya dia pun meletakkan kembali kunci lemari penyimpanan berkas-berkas penting perusahaan Bramasta, di samping kotak t
"Daddy!" pekik Hendra lantas berdiri, menarik tangan Selena untuk bersembunyi dibalik punggungnya."Ahh, maafkan Daddy yang langsung masuk saja tadi. Hendra, kamu menyusul saja ke hotel ya," ujar Tuan Bramasta membuang pandangan berjalan ke mobilnya."Sial! Harusnya Daddy meneleponku dulu sebelum kemari," gerutu Hendra menggaruk-garuk kepala belakangnya."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak tahu bakal Daddy kemari," ujar Hendra berbalik badan, merapikan rambut Selena yang acak-acakan. Raut wajah Selena masih tampak memerah karena malunya. Bahkan ia yakin Tuan Bramasta bisa melihat miliknya dibalik celana dalam berwarna peach itu. Apalagi tangan kekar Hendra sangat nakal di bagian itu tadi. "Aku jadi malu bertemu Daddy kamu, Kak," kata Selena tertunduk malu. "Kamu juga tadi, Kak tak cukup apa tadi malam," omel Selena memajukan bibirnya kesal."Namanya juga lagi pengen, masa nunggu malam. Habis kamu cantik sekali hari ini," sanjung Hendra menyambar bibir Selena. Tangannya bergerak cepat
"Oke oke, aku tidak memaksamu harus mengakuinya sekarang, Selena. Mungkin kamu takut dengan Hendra, tapi ada yang sangat penting perlu kamu tahu, Selena. Aku tidak mengirimkan surat itu padamu dan Hendra. Aku juga tidak menyogok ayahmu dengan uang satu milyar. Aku hanya di jebak! Bahkan aku tidak pernah bertemu keluargamu!"Selena mendongak, ia ingin tahu lebih dalam soal itu, tapi sama saja membuka identitas dirinya yang sebenarnya. Pun pengakuan ayahnya sudah mengembalikan uang itu ke Aditya.."Apa? Ahkk, aku tidak mengingat apapun, Aditya," jawab Selena kembali menyibukkan dirinya di layar komputer. "Aku tidak tahu soal itu!""Apa susahnya mengakuinya, Selena? Apa itu cara kamu ingin balas dendam padaku? Atau, kamu sengaja melupakannya karena sudah menjadi kekasih Hendra sekarang?" tuduh Aditya memaksa Selena jujur."Bukan kekasih, Aditya! Yang benar aku dan Selena sudah menikah! Harusnya kamu segera sadar sekarang sudah lancang menganggu istri Tuan Muda Hendra Bramasta, Aditya! A
“Bayar 500 juta untuk semalam!"Selena mungkin sudah gila mengatakan hal tersebut. Namun, ia tidak punya pilihan lain. Uang 500 juta itu harus sudah ada besok, sebagai ganti rugi karena Selena telah memecahkan guci keramik milik bosnya.Pria tua bertubuh gempal yang ditabraknya tak sengaja terlihat berasal dari kalangan orang kaya. Selena pikir, tidak ada salahnya mencoba, meski ia harus mengorbankan harga dirinya.Pria tua itu hanya tertawa kecil. Tampak, ia begitu tertarik pada tubuh molek Selena yang tertutup pakaian kerjanya."975 juta kalau kamu masih bersegel. Tapi jika terbukti tidak perawan lagi, kamu harus mengembalikan uangku tiga kali lipat!"Mulanya, Selena membelo mendengar jumlah fantastis tersebut. Tak berselang lama, barulah ia mengangguk setuju. “A-aku jamin, aku masih perawan.”Pria itu mengangguk dingin, lalu meminta Selena mengikutinya menuju mobil yang terparkir tak jauh dari tempat mereka.Tanpa banyak kata, pria tua yang belum ia ketahui namanya itu membawanya