"Berhenti, urusan apa Anda kemari lagi, Tuan Muda?" Security menghentikan langkah Aditya yang terburu hendak masuk perusahaan."Ohh, untung kamu ada di sini. Aku ketinggalan ponselku di ruangan Hendra tadi, apa kamu bisa mengambilkannya?" ucap Aditya yakin sang Security tidak akan mau. "Ahh, apa Tuan Muda Hendra tahu Anda kemari lagi, Tuan?" "Ohh shit! Aku kehilangan jejaknya di jalan tadi. Niat ingin meneleponnya guna menanyakan tempat pertemuan kami. Sialnya, baru sadar ponselku sepertinya ketinggalan di ruangan Hendra tadi. Jadi, aku kemari guna mengambilnya dan segera menghubungi Hendra." Panjang lebar dan penuh drama Aditya melancarkan rencananya. Tidak ketinggalan raut wajah seriusnya dia tunjukkan. "Oke baik, silakan."Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya, gegas Aditya masuk, tiba di ruangan Hendra langsung melakukan tujuannya ke sana. Setelah mendapatkannya dia pun meletakkan kembali kunci lemari penyimpanan berkas-berkas penting perusahaan Bramasta, di samping kotak t
"Daddy!" pekik Hendra lantas berdiri, menarik tangan Selena untuk bersembunyi dibalik punggungnya."Ahh, maafkan Daddy yang langsung masuk saja tadi. Hendra, kamu menyusul saja ke hotel ya," ujar Tuan Bramasta membuang pandangan berjalan ke mobilnya."Sial! Harusnya Daddy meneleponku dulu sebelum kemari," gerutu Hendra menggaruk-garuk kepala belakangnya."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak tahu bakal Daddy kemari," ujar Hendra berbalik badan, merapikan rambut Selena yang acak-acakan. Raut wajah Selena masih tampak memerah karena malunya. Bahkan ia yakin Tuan Bramasta bisa melihat miliknya dibalik celana dalam berwarna peach itu. Apalagi tangan kekar Hendra sangat nakal di bagian itu tadi. "Aku jadi malu bertemu Daddy kamu, Kak," kata Selena tertunduk malu. "Kamu juga tadi, Kak tak cukup apa tadi malam," omel Selena memajukan bibirnya kesal."Namanya juga lagi pengen, masa nunggu malam. Habis kamu cantik sekali hari ini," sanjung Hendra menyambar bibir Selena. Tangannya bergerak cepat
"Oke oke, aku tidak memaksamu harus mengakuinya sekarang, Selena. Mungkin kamu takut dengan Hendra, tapi ada yang sangat penting perlu kamu tahu, Selena. Aku tidak mengirimkan surat itu padamu dan Hendra. Aku juga tidak menyogok ayahmu dengan uang satu milyar. Aku hanya di jebak! Bahkan aku tidak pernah bertemu keluargamu!"Selena mendongak, ia ingin tahu lebih dalam soal itu, tapi sama saja membuka identitas dirinya yang sebenarnya. Pun pengakuan ayahnya sudah mengembalikan uang itu ke Aditya.."Apa? Ahkk, aku tidak mengingat apapun, Aditya," jawab Selena kembali menyibukkan dirinya di layar komputer. "Aku tidak tahu soal itu!""Apa susahnya mengakuinya, Selena? Apa itu cara kamu ingin balas dendam padaku? Atau, kamu sengaja melupakannya karena sudah menjadi kekasih Hendra sekarang?" tuduh Aditya memaksa Selena jujur."Bukan kekasih, Aditya! Yang benar aku dan Selena sudah menikah! Harusnya kamu segera sadar sekarang sudah lancang menganggu istri Tuan Muda Hendra Bramasta, Aditya! A
"Kenapa malah kemari?" tanya Aditya pelan hingga hanya dia dan paman Grove yang mendengar, setelah menghampiri dan menyeretnya menjauh dari Hendra."Tapi kamu yang menyuruhku kemari kan?""Iya, tapi bisa menungguku di mansion? Lagi pula siapa yang memberitahu Paman aku di sini?" Paman Grove tertawa kecil, mungkin Aditya lupa telah mengirim chat kepadanya memberitahu di mana dia sekarang. "Aku menunggu sampai urusan kamu selesai dengan dia!" ujar paman Grove memajukan sudut bibirnya ke arah Hendra."Ahh, aku tidak ada masalah di sini, paman Grove. Tunggu saja aku di mansion, pergilah!" Aditya mendorong bahu paman Grove keluar dari parkiran.Sepeninggalan pria tua dan buncit itu, Aditya kembali menghampiri Hendra. Belum membuka suara, Hendra sudah menyela."Wahh, setakut itu padaku sampai membawa body guard!" ejek Hendra tersenyum miring memandangi paman Grove perlahan menjauh. "Jangan berbesar kepala, aku tidak takut siapapun. Tunggu saja, aku akan membuktikan kalau kamu sudah berbo
"Kamu pulanglah, perusahaan Adiguna Jaya membutuhkanmu. Aku bersama orang-orangku segera menyelidiki hubungan Hendra dan Selena. Yang aku butuhkan hanya dua hal, alamat rumah Hendra dan Selena tinggal dan gedung tempat pernikahan mereka sebelumnya!" ujar paman Grove percaya diri. "Hahk! Kalau aku tahu tidak perlu menyuruh orang-orang mu itu menyelidikinya," ketus Aditya menjawab.Paman Grove mendelik, menggeleng-gelengkan kepala guna memfokuskan pikirannya.Ahh, iya. Itu benar! Kalau Aditya bisa melakukannya kenapa meminta tolong padanya. Paman Grove menggaruk-garuk tengkuknya."Aku tetap di sini. Katakan saja ke Tuan Collins aku punya kesibukan di perusahaan Wiguna.""Tuan Collins memintamu ke perusahaan Adiguna Jaya. Akhir minggu ini beliau ke pertemuan bisnis dengan Tuan Barata. Jadi, tidak mungkin Julia yang memegang kendali perusahaan, Aditya.""Julia masih di perusahaan?""Iya, sampai kamu yang menyuruhnya keluar, itu katanya."Aditya terdiam. Dia butuh Selena kembali kepadan
Aditya baru saja tiba di mansion ketika paman Grove baru beranjak dari ranjangnya. Untung orang suruhannya tepat waktu menjemput Aditya ke bandara."Maaf, aku terlalu lelah hingga sulit bangun cepat. Duduk dan segarkan dulu pagimu dengan kopi panas, aku membersihkan badan sebentar," ujar paman Grove meninggalkan Aditya yang berdiri di depan pintu kamarnya."Hmm, cepatlah!" sahut Aditya berpindah ke meja makan.Tangannya meraih gelas berisi kopi dan meneguknya seperempat gelas. Udara dingin karena musim hujan membuat suhu tubuhnya sedikit menggigil. Di luaran memang sangat dingin tadi. "Apa Tuan Collins mengizinkanmu kemari?" tanya paman Grove ikut duduk di samping Aditya."Kakek tidak jadi ke luar kota. Agaknya dia ada sedikit masalah dengan Tuan Barata."Masalah apa? Paman Grove mengerutkan kening. Tidak mungkin Tuan Collins mau melakukan permusuhan dengan Tuan Barata. Dia sangat membutuhkan bantuan Tuan Barata untuk kepentingan bisnisnya. "Kamu bercanda?" tanya paman Grove merasa
Selena memastikan Aditya pergi. Gemuruh dadanya meningkat dan berlari masuk menuju meja makan. Menyambar gelas dan menuang air minum sebelum meneguknya habis. Selena masih berdiri, mencengkram sisi meja menahan tubuhnya yang masih bergetar. Napasnya memburu dengan dada turun naik. "Dari mana dia tahu tempat ini?" gumamnya mulai mengatur napas. Meremas ponsel di genggaman tangannya. Selena segera menemukan kontak Hendra hendak akan menghubunginya, memberitahu kedatangan Aditya tadi.Namun, hanya kembali meletakkannya di atas meja. Ia tahu sekarang Hendra sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Selena mengurungkan niatnya.Selena berjalan ke kamar melihat Baby Lea, dia sedang tertidur pulas di ranjang.Selena kembali keluar berjalan ke ruang depan. Menyibakkan gorden guna menyelidiki Aditya tidak kembali ke sana. Hatinya jadi gelisah dan tidak tenang. Pikirnya, Aditya akan kembali lagi. "Aku ke rumah Mami saja," ujar Selena berbalik ke meja makan. Meraih ponsel hendak menelepon sopir
Paman Grove mengerahkan seluruh orang suruhannya mendapatkan benda untuk keperluan tes DNA yang diminta oleh Aditya."Aku yang akan mendapatkan sampel rambut putriku, paman Grove. Kalian hanya perlu mengawasi Hendra dan keluarga Bramasta saat aku berkepentingan di rumah Selena.""Baik, info sudah aku dapatkan, Tuan Bramasta dan istrinya juga putrinya tengah ke pertemuan mitra bisnis keluar kota, sore nanti baru kembali. Kami hanya akan mengendalikan Hendra selama kamu berkepentingan di rumah Selena."Aditya setuju dan segera bergerak menuju rumah Selena. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan kembali wanita yang jadi cinta pertamanya.Sebenarnya, terlihat konyol bagi seorang Tuan Muda bangsawan mengejar-ngejar wanita yang tidak sederajat dengannya, pun mengemis cinta darinya. Selena di rumahnya. Setelah beberapa lama memastikan Aditya tidak datang lagi, ia mulai berani membuka pintu rumah dan bersantai di teras rumah. Hingga lima belas menit kemudian."Ekkhem!