Jelas ia ingat, pria tua yang membawanya masuk ke kamar hotel Reno waktu itu paman Grove.Menjebak Selena katanya? Memang, ia tidak sengaja menubruk paman Grove waktu itu. Pria tua itu tiba-tiba saja muncul ke arahnya yang berjalan menunduk. Atau ... jangan-jangan ini yang dimaksud paman Grove, sudah merencanakan itu sebelumnya? Karena bisa saja dia menghindar agar aku tidak menubruknya kala itu. Selena melotot tajam hampir-hampir biji matanya melompat keluar, kalau paman Grove tidak mendorong dahinya dengan ujung pulpen di tangannya."Kenapa melotot begitu? Baru sadar punya Bos tidak bernyali ya, Selena?" celetuk paman Grove tertawa kecil. Pria tua itu tidak tahu apa yang ada dipikirannya sekarang.Tersadar, Selena menarik pandangannya, sejenak tertunduk guna menetralkan jantungnya yang berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.Apalagi yang ku ragukan? Benar, Aditya-lah pria misterius itu.Diawal juga sempat berpikir seperti itu namun ditepisnya karena tak ada bukti-bukti ku
Ahk! Kwitansi pembelian postinur waktu itu! Aku kan membelinya setelah keluar hotel hari itu! Pikirnya."Aku ingat, aku masih menyimpannya di dompet garis-garis coklat itu!" Selena gegas keluar dari dalam hotel, ia tidak sabar memastikan melihat hari dan tanggal di kwitansi apotik ia membelinya.Sekarang ia hanya harus meninggalkan hotel Reno sebelum Aditya melihatnya di sana. Selena mengeluarkan ponsel dari tasnya. Namun, seseorang menarik tangannya yang bersiap lari ke pangkalan ojek on-line di depan hotel Reno.Selena refleks menoleh ke belakang."Pak Aditya?" pekiknya langsung memucat. Pikirannya tertuju ke Aditya yang ia lihat di ruangan pengawasan cctv tadi. 'Apa dia melihatku dari cctv tadi?' batinnya tiba-tiba gugup dan kaku. "Kenapa kamu di sini, Selena?" tanya Aditya menariknya merapat, tatapannya tidak senang."S-saya mengantar kak Sharon ke restoran di dalam tadi, Pak." Refleks Selena menjawab, mengarahkan jari telunjuknya ke dalam hotel.Sial! Kenapa jadi membawa-bawa
Bella tertawa cekikikan seraya menutup mulutnya. Selena menatap tidak senang diikuti mendecak kesal berpaling muka."Yah, seumur-umur bekerja di sini, pak Aditya tidak pernah bicara intens dengan pegawai wanita! Alih-alih menginjakkan kakinya di sini cuma memanggil sekretarisnya," tutur Bella mewakili rasa penasaran pegawai lainnya yang melihat Aditya kemarin."Yah, aku tidak tahu!" Cuek Selena menjawab, mengedikkan kedua bahunya. "Kalau perlu sekali, nanti coba aku tanyakan ke pak Aditya, " lanjutnya menghabiskan isi gelasnya."Ehh, jangan!" buru Bella menarik tangan Selena yang beranjak dari kursinya. "Tidak perlu, Selena." Bella menggaruk-garuk pelipisnya salah tingkah. Selena menyipit menelisik di wajah Bella, kemudian bertanya, "Lalu?""Mmm, tapi janji jangan marah ya!" Selena yang tiba-tiba penasaran cuma mengangguk patuh, memelototi pipi cabi di depannya."Atau jangan-jangan pak Aditya menyukaimu, Selena? Karena selama aku bekerja di sini, pak Aditya tidak pernah mau punya se
Meski merasa tidak perlu mengulanginya namun tatapan pria berusia hampir sebaya dengan paman Grove itu, seolah memaksa Selena memperjelasnya lagi. "Benar, Tuan. Saya Selena, sekretaris pribadi pak Aditya," sahut Selena sangat gugup dan kaku.Meski terbiasa dekat dengan orang besar seperti Tuan Collins, Hendra dan Aditya, tapi berbicara langsung dengan Alberto, pria pemilik hotel bintang lima itu terasa kaku.Aditya menarik tangan Selena agar duduk, kemudian memiringkan kepalanya ke arah Selena. "Tidak perlu disahuti, memang kebiasaannya begitu," bisik Aditya, di angguk-i Selena. Raut wajah Aditya tampak masam melirik paman Alberto tak senang.Selena bingung memposisikan dirinya diantara ketiga orang tersebut. Entah kenapa Aditya harus membawanya ke sana. Iapun yakin tidak ada hubungan pertemuan itu dengan dirinya. 'Sial! Andai aku bisa pergi saja!' Mendecak pelan. 'Kurasa Aditya hanya tidak berani bertemu dengan Tuan Collins maka memaksaku harus ikut.' Dalam pikiran Selena."Hmm, seb
Kedua mata Selena membulat sempurna. Ia tak bermaksud menuduh Tuan Collins berbohong, atau mengarang cerita. Ia hanya belum bisa yakin Hendra tega melakukan itu."Maafkan saya, Tuan. Saya tidak bermaksud seperti itu," ujarnya jadi merasa kurang nyaman."Yah, aku paham, Selena. Nanti aku bicarakan lagi dengan Hendra. Atau, bila perlu kamu juga ikut bicara dengannya nanti," ucap Tuan Collins manggut-manggut."Tidak bisa, Kek. Selena tidak perlu bertemu apalagi bicara dengan Hendra. Jelas tadi Selena sudah mengakui tidak memiliki hubungan apapun dengan Hendra. Nanti aku saja yang bicara pada Hendra," sela Aditya dengan wajah lantas memerah dan menegang, hatinya lantas terbakar api cemburu. "Ada apa denganmu, Aditya? Kamu mau memerintah ku? Jelas Selena punya kepentingan bicara dengan Hendra! Kamu? Cukup menghandle perusahaan saja selama Selena ikut denganku, paham!" berang Tuan Collins mengangkat tongkatnya ke atas meja. Mengulurkannya ke arah Aditya, hingga ujung tongkatnya hampir men
Lantas menoleh ke samping, menunggu respon Aditya. Tapi, sang Bos hanya diam tak berkutik. Selena sulit mengetahui Aditya setuju gaknya dengan persyaratan Tuan Collins tadi."Jawab!" titah Tuan Collins lekas menarik tongkat di samping kursinya, kemudian mengulurkannya ke arah Aditya namun tidak sampai menyentuh dada bidang Aditya.Selena terusik dengan sikap tidak ramah Tuan Collins itu, menurutnya tidak harus memaksa Aditya harus mengiyakan keinginannya."Pak Aditya, Anda jawab saja pertanyaan Tuan Collins. Kalau tidak mau tinggal bilang tidak mau saja," bisik Selena merapatkan bibirnya ke daun telinga Aditya."Aku jelas tidak maulah! Aku tak mau tahu dengan gadis yang mau di jodohkan," sahut Aditya juga berbisik dengan menempelkan bibirnya di telinga belakang Selena."Benar. Anda bilang saja masih akan mencari kekasih dan anak Anda itu. Mungkin dengan begitu Tuan Collins tidak memaksa." Kemudian Selena menarik tubuhnya menjaga jarak dengan Aditya."Aku tidak mau dijodohkan, Kek. Aku
"A-apa? Kenapa Ayah mau-mau saja menerimanya?" gusar Selena mendengus kesal."Ayah tidak mau, Selena. Namun, belum lagi menyentuh cek yang diletakkannya di atas meja, mereka sudah pergi. Gini saja, kamu saja lah yang mengembalikannya ke Aditya itu, Selena," ujar sang Ayah bingung juga untuk apa diberikan uang sebanyak itu."Ayah jadi takut ada niat lain Aditya padamu dengan cek itu nanti, Selena.""Iya, Yah. Tapi aku tidak bisa mengembalikannya, Yah. Aku sudah tidak pernah bertemu dengannya lagi, bahkan nomor teleponnya saja tak ada lagi aku simpan.""Nomornya nanti aku suruh adikmu kirimkan, ya. Tolong kamu kembalikan saja cek itu padanya. Besok setelah adikmu mencairkannya langsung ditransfernya padamu.""Tapi aku---""Udah dulu ya, Selena. Kebetulan Kang Sujono mengajak Ayah ke desa sebelah tadi. Dia sudah menunggu di depan."Seiring sambungan ponsel langsung terputus. Selena menggeram kesal, entah marah kepada siapa sekarang.Beberapa menit hanya mematung sebelum menjatuhkan tubu
Setengah memaksa, paman Grove mendorong bahu Selena masuk, kemudian cepat-cepat menutup pintu kamar.Sial! Harus terkurung di ruangan neraka ini lagi. Maunya mereka ini apa sebenarnya? Selena menggerutu dalam hati."Pak Aditya," panggil Selena dengan menekan nada suaranya, melihat Aditya rebahan di ranjang, sekujur tubuhnya hampir tertutup selimut.Karena tidak mendengar sahutan, Selena pun mendekatinya. Tampak Aditya seperti tertidur pulas saja. Dalam hati langsung menggerutu kesal, sampai mengutuki dirinya yang mau-mau saja di manfaatkan."Pak Aditya, untuk keperluan apa Anda menyuruh saya tengah malam kemari?" Selena bertanya ketus, membuang muka."Ahhh, Selena. Aku mohon jangan pergi!"Selena menoleh cepat. Astaga, dia bisa memahami kata-kataku tadi gak seh? Orang bertanya kenapa di suruh kemari, malah dijawab lain! Selena menarik salah satu sudut bibirnya. "Saya bertanya---""Selena, aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku berjanji tidak akan bersikap kasar, asal kamu segera mening
"Semua sudah beres. Tinggal membawa Selena sekarang bertemu Tuan Collins, Aditya! Tapi tunggu aba-aba dariku!""Bagaimana dengan Tuan Barata? Apa Paman sudah menunjukkan bukti-bukti itu?" "Tenang saja. Semuanya sudah aman," jawab paman Grove meninggalkan perusahaan Barata. Sekarang dia hanya melakukan tugas terakhirnya sebelum Aditya tiba di rumah sakit. "Semua sudah beres?" Paman Grove menyambungkan ponselnya ke orang suruhannya di rumah sakit."Beres. Tuan Collins tampaknya sedikit syok dan tidak mengatakan apapun dengan bukti-bukti itu." "Oke, tugas kalian sudah selesai. Sekarang kalian bisa bebas. Katakan ke semua anggota, sampai kapanpun hal ini tidak bisa bocor! Ingat! Kalian berhadapan dengan Aditya!""Siap, Bos! Aman terkendali.""Oke, pergilah bersenang-senang. Bonus kalian sudah di transfer."Paman Grove mendahului Aditya ke rumah sakit, beberapa menit yang lalu Tuan Collins memintanya datang. Mungkin ingin menanyakan kebenaran bukti yang diberikan asisten pribadinya.
Tuan Collins menunjukkan senyum smirk-nya. Dia memang menanyakan Aditya ke paman Grove. Sudah seminggu ini Julia mencari-carinya ke rumah sakit. Dari Julia jugalah Tuan Collins tahu Aditya tidak lagi tinggal di rumahnya. Namun, Tuan Collins tidak ingin membahasnya."Apa kamu sudah mengurus pernikahanmu dengan Julia?" tanya Tuan Collins membetulkan letak selang infus yang melilit di tangannya."Pernikahan? Aku memang sedang merencanakan pernikahan, tapi tidak dengan Julia, Kek." Aditya melipat kedua tangannya di dada.Ucapannya itu menarik atensi Tuan Collins dan menaikkan pandangannya. "Apa maksudmu, Aditya? Kamu mau menggagalkan rencanaku dengan Barata?" berangnya melotot tajam."Rencana mengakuisi perusahaan milik Tuan Abeth dan Viktor? Sepertinya Kakek tidak tahu jika Tuan Bramasta sudah bergerak lebih cepat." Aditya menarik punggungnya yang menempel di dinding kamar rumah sakit. "Tidak bisa di salahkan juga Tuan Bramasta. Kalian saja yang tidak bergerak cepat. Yah, kalian sibuk
Selena terbangun setelah mendengar bunyi alarm dari ponselnya. Sedikit kaget mendapati dirinya tertidur di ruang tamu. Punggungnya terasa mau patah karena semalaman tidur membungkuk di sofa kecil.Selena meregangkan otot tubuhnya sebelum berjalan ke kamar Baby Lea. Pun cepat-cepat membersihkan diri sebelum Aditya datang ke sana.Namun, belum selesai berkutat dengan Baby Lea, terdengar suara bell. "Iya, bentar," serunya berlari kecil ke depan. Tampak Aditya menunggu di depan pagar."Masuklah, aku belum selesai," ujar Selena memberikan Baby Lea kepada Aditya.Ia tidak tahu mengapa senyaman itu memperlakukan Aditya. Bahkan tubuhnya yang cuma terbungkus daster basah tidak merasa malu. "Selena," panggil Aditya melihatnya terburu masuk."Tunggu sebentar aku mandi," serunya menghilang di balik pintu kamar.Sengaja atau tidaknya, pintu kamar jelas tidak menutup sempurna. Aditya meletakkan Baby Lea di ruang bermain, niatnya ingin menutup pintu kamar. Aditya tidak yakin bisa menguasai dirin
Setelah beberapa lama berbincang, Aditya berpamitan pulang. "Kamu pulang saja dulu, Selena. Mumpung ada Aditya yang bisa mengantarmu ke rumah," ujar Mami kasihan melihat Selena terus-terus di sana. "Mami saja yang pulang. Aku---""Biar Mami dan Riana di sini malam ini. Kamu dan Baby Lea pulanglah. Pun ada Papi juga di sini," potong Mami memaksa Selena pulang."Aditya, tolong antarkan Selena ke rumah ya.""Baik, Nyonya." Aditya meraih Baby Lea dari pangkuan Selena. Membawanya keluar mendahului Selena.'Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semua sesuai dengan rencana. Sekarang tinggal menunggu giliran Kakek tua itu!' batin Aditya tertawa kecil. "Maaf merepotkan kamu," kata Selena menarik Baby Lea dari pangkuan Aditya dan mendudukkannya di kursi belakang.Aditya bergumam dalam hati, itu semua sudah direncanakan. Sekarang dia hanya ingin membuat Selena merasa dirinya malaikat penolong."Tidak apa-apa. Lupakan saja yang lalu-lalu, fokus dengan kesehatan Hendra dulu.""Tapi ... kata dokter Kak H
Di kediaman keluarga Bramasta tidak lantas membuat Selena tenang. Pikirannya tentang Aditya semakin kuat saja. "Hei, malah bengong." Riana yang baru tiba menepuk pundak Selena. Selena mengangkat kepala lemah. Melihat Riana jadi timbul niatnya keluar ingin menemui Aditya. Ia harus mengakui semuanya ke Aditya dan meminta Aditya untuk melupakannya dan Baby Lea.Selena tidak ingin jika Tuan Collins sampai tahu ia memiliki keturunan keluarga Collins. Ancaman pria tua itu belum bisa hilang dari pikirannya."Malah bengong," omel Riana menyikut bahu Selena."Iya, aku kelelahan seharian menjaga Baby Lea," sahut Selena tertawa kecil. "Elleh, kan Mami sudah langsung pulang. Sekarang kamu bisa bersantai juga."Benar juga. Ini kesempatannya bisa keluar dengan mengajak Riana yang doyan belanja-belanja dan salon."Hmm, kamu mau mengajakku keluar?" pancing Selena mengedipkan sebelah matanya menggoda calon iparnya.Benar saja, mendengar kata keluar, Riana mencampakkan tas belanjaannya ke dalam kam
Paman Grove mengerahkan seluruh orang suruhannya mendapatkan benda untuk keperluan tes DNA yang diminta oleh Aditya."Aku yang akan mendapatkan sampel rambut putriku, paman Grove. Kalian hanya perlu mengawasi Hendra dan keluarga Bramasta saat aku berkepentingan di rumah Selena.""Baik, info sudah aku dapatkan, Tuan Bramasta dan istrinya juga putrinya tengah ke pertemuan mitra bisnis keluar kota, sore nanti baru kembali. Kami hanya akan mengendalikan Hendra selama kamu berkepentingan di rumah Selena."Aditya setuju dan segera bergerak menuju rumah Selena. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan kembali wanita yang jadi cinta pertamanya.Sebenarnya, terlihat konyol bagi seorang Tuan Muda bangsawan mengejar-ngejar wanita yang tidak sederajat dengannya, pun mengemis cinta darinya. Selena di rumahnya. Setelah beberapa lama memastikan Aditya tidak datang lagi, ia mulai berani membuka pintu rumah dan bersantai di teras rumah. Hingga lima belas menit kemudian."Ekkhem!
Selena memastikan Aditya pergi. Gemuruh dadanya meningkat dan berlari masuk menuju meja makan. Menyambar gelas dan menuang air minum sebelum meneguknya habis. Selena masih berdiri, mencengkram sisi meja menahan tubuhnya yang masih bergetar. Napasnya memburu dengan dada turun naik. "Dari mana dia tahu tempat ini?" gumamnya mulai mengatur napas. Meremas ponsel di genggaman tangannya. Selena segera menemukan kontak Hendra hendak akan menghubunginya, memberitahu kedatangan Aditya tadi.Namun, hanya kembali meletakkannya di atas meja. Ia tahu sekarang Hendra sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Selena mengurungkan niatnya.Selena berjalan ke kamar melihat Baby Lea, dia sedang tertidur pulas di ranjang.Selena kembali keluar berjalan ke ruang depan. Menyibakkan gorden guna menyelidiki Aditya tidak kembali ke sana. Hatinya jadi gelisah dan tidak tenang. Pikirnya, Aditya akan kembali lagi. "Aku ke rumah Mami saja," ujar Selena berbalik ke meja makan. Meraih ponsel hendak menelepon sopir
Aditya baru saja tiba di mansion ketika paman Grove baru beranjak dari ranjangnya. Untung orang suruhannya tepat waktu menjemput Aditya ke bandara."Maaf, aku terlalu lelah hingga sulit bangun cepat. Duduk dan segarkan dulu pagimu dengan kopi panas, aku membersihkan badan sebentar," ujar paman Grove meninggalkan Aditya yang berdiri di depan pintu kamarnya."Hmm, cepatlah!" sahut Aditya berpindah ke meja makan.Tangannya meraih gelas berisi kopi dan meneguknya seperempat gelas. Udara dingin karena musim hujan membuat suhu tubuhnya sedikit menggigil. Di luaran memang sangat dingin tadi. "Apa Tuan Collins mengizinkanmu kemari?" tanya paman Grove ikut duduk di samping Aditya."Kakek tidak jadi ke luar kota. Agaknya dia ada sedikit masalah dengan Tuan Barata."Masalah apa? Paman Grove mengerutkan kening. Tidak mungkin Tuan Collins mau melakukan permusuhan dengan Tuan Barata. Dia sangat membutuhkan bantuan Tuan Barata untuk kepentingan bisnisnya. "Kamu bercanda?" tanya paman Grove merasa
"Kamu pulanglah, perusahaan Adiguna Jaya membutuhkanmu. Aku bersama orang-orangku segera menyelidiki hubungan Hendra dan Selena. Yang aku butuhkan hanya dua hal, alamat rumah Hendra dan Selena tinggal dan gedung tempat pernikahan mereka sebelumnya!" ujar paman Grove percaya diri. "Hahk! Kalau aku tahu tidak perlu menyuruh orang-orang mu itu menyelidikinya," ketus Aditya menjawab.Paman Grove mendelik, menggeleng-gelengkan kepala guna memfokuskan pikirannya.Ahh, iya. Itu benar! Kalau Aditya bisa melakukannya kenapa meminta tolong padanya. Paman Grove menggaruk-garuk tengkuknya."Aku tetap di sini. Katakan saja ke Tuan Collins aku punya kesibukan di perusahaan Wiguna.""Tuan Collins memintamu ke perusahaan Adiguna Jaya. Akhir minggu ini beliau ke pertemuan bisnis dengan Tuan Barata. Jadi, tidak mungkin Julia yang memegang kendali perusahaan, Aditya.""Julia masih di perusahaan?""Iya, sampai kamu yang menyuruhnya keluar, itu katanya."Aditya terdiam. Dia butuh Selena kembali kepadan