Brakkk....
Papa memukul meja makan yang ada di hadapan aku dan mama.Trang-tang....Sendok dan garpu yang ada di meja makan pun ikut berbunyi.Aku terkejut melihat emosi papa yang meledak, dan mata merah papa yang lagi menatapku. Wajah papa menampakkan kemarahan. Meja makan yang berisi sarapan pagi kami hari ini berserakan. Aku melihat mama yang sama terkejutnya denganku."Pokoknya aku tidak mau menikah dengan pria tua itu". Aku bahkan masih membantah permintaan papa."Clara...".Papa memanggilku yang sudah berlari melangkahkan kakiku ke kamar. Aku sungguh tidak perduli. Mimpi apa aku tadi malam hingga harus mendengarkan hal konyol di pagi hari di saat hari ulang tahunku.------20 Desember 2022Hari ini tepat hari ulang tahunku.Aku berumur dua puluh satu tahun.Dan itu artinya, aku bebas dan sudah dewasa serta bisa menentukan semua keputusan untuk hidupku. Aku berkata kepada diriku sendiri.Aku menatap diriku di depan kaca.Kemudian membalikkan badanku ke kanan dan ke kiri. Aku ingin melihat apakah gaun yang kupakai ini cocok untuk kupakai ke pesta ulang tahunku malam ini. Aku mengoleskan lipstik merah kemudian menempelkan kedua bibirku rapat agar lipstik merah yang kupakai sempurna."Oke, aku sudah selesai". Aku berkata dengan yakin.Iya, aku mengadakan pesta sederhana bersama teman-teman ku di sebuah restoran pinggir pantai. Aku yang cantik seperti ini, masih muda, punya bodi yang nggak kalah aduhai dengan model catwalk, masa harus menikah dengan orang tua itu. Jangan-jangan duda punya anak lagi. Aku berdecak pelan.Harusnya kalau mama ingin menjodohkan aku dengan seorang pria harus dilihat umurnya dong. Yang lebih utama harus yang perjaka ting ting. Mana mau aku dijodohkan dengan pria tua.Dimana akal sehat mama dan papa ketika mengatakan itu tadi pagi, aku menggelengkan kepala ketika mengingat pembicaraan kami."Clara, selamat ulang tahun, nak"."Terima kasih, ma pa".Aku memeluk mama dan papa karena telah memberikan surprise ulang tahun di pagi hari ini. Aku terbangun karena dikejutkan oleh suara terompet yang ditiupkan oleh papa.Aku menyadari bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku pun meniup lilin yang berada di atas kue ulang tahunku yang berwarna merah jambu itu. Ada manekin gadis cantik berambut panjang mirip seperti diriku."Kue ulang tahun yang cantik untuk anak kami yang cantik". Kata papa kepadaku.Aku pun tersenyum."Sana kamu mandi dulu, kamu bau, Clara"."Hehe.. ".Aku hanya terkekeh."Kalau sudah mandi kita sarapan bareng ya. Ada yang mama dan papa ingin bicarakan denganmu"."Baik, pa. Clara mandi dulu".Aku pun segera mandi. Aku begitu bahagia hari ini karena hari ini adalah hari ulang tahunku dan lebih bahagia karena aku sudah berumur dua puluh satu tahun. Yes, aku sudah dewasa, pikirku.Tetapi apa yang sebenarnya ingin papa dan mama bicarakan kepadaku, aku penasaran.Kini kami sedang duduk bertiga di meja makan. Mama menyiapkan semua masakan kesukaan aku. Kata mama, anggap saja perayaan kecil-kecilan di rumah ini.Aku mencium pipi mama, "Terima kasih ma sudah memasakkan semua ini".Aku pun mengedarkan mataku di sekeliling meja makan. Ada ayam goreng tepung, cumi saus tiram, sambal udang, sayur kol dan wortel tumis. Aku sudah tidak sabar memakan ini semua."Makanlah Clara, makan yang banyak, ya"."Nggak mama, aku tidak mau gendut"."Kamu mau sekurus apalagi, badan kamu itu udah kayak lidi, mama lihat"."Benar, kata mama kamu itu"."Tuh, kan. Papa juga bilang yang sama dengan mama"."Kamu jangan terlalu berpusat dengan tubuh kamu. Kalau kamu menikah, berat badan kamu juga akan naik, nak"."Menikah, itu masih lama papa, aku kan baru berumur dua puluh satu tahun. Dan itu baru satu hari, hari ini".Aku pun langsung menggigit paha ayam."Enak ma ayamnya, krispi banget"."Kamu ini, Clara. Papa ingin bicara serius"."Iya, pa. Ada apa?"."Kamu akan segera papa dan mama nikahkan dengan seorang laki-laki yang sudah kami pilihkan untukmu".Aku yang mendengar itu pun terkejut."Uhuk... Uhuk...".Aku pun terbatuk karena merasa ada daging ayam yang tersangkut di tenggorokanku. Mama buru-buru memberikan segelas air putih untuk aku minum."Pelan-pelan minumnya, nak"."Apa, menikah pa. Aku tidak salah dengar kan, pa?"."Kamu tidak salah dengar, Clara"."Ma, papa gak lagi bercanda kan, ma"?.Aku pun berusaha meminta kepastian dari mama tentang apa yang barusan aku dengar dari papa. Mama seakan mengiyakan dan menganggukkan kepalanya."Benar, Clara. Kami sepakat untuk menjodohkan kamu dan segera akan menikahkan kamu dengannya"."Aku nggak mau, ma"."Kamu nggak bisa menolak, nak. Yakinlah, ini semua untuk kebaikan kamu dan keluarga kita"."Clara nggak mau ma. Clara masih muda, masih ingin kuliah"."Mama ingin kamu jangan membantah keinginan papa kamu, Clara"."Ini calon suamimu".Kemudian Papa menyodorkan kepadaku selembar poto seorang lelaki dewasa. Aku yang melihat poto tersebut, membelalakkan mata."Ini calon suami Clara, pa?"."Iya, Clara. Dia adalah atasan baru papa di kantor cabang ini"."Apa karena dia atasan papa sehingga papa menjodohkan pria tua ini kepada Clara, pa?"."Jaga bicaramu, Clara. Pak Yoga bukan pria tua, umurnya masih tiga puluh sembilan tahun"."Oh, jadi namanya pak Yoga. Apa bedanya papa?".Aku berdecak kesal ketika papa dengan entengnya mengatakan umur pria tua itu. Aku melanjutkan kata-kataku."Tiga puluh sembilan tahun umurnya papa bilang?. Tahun depan setelah menikah dengan Clara, umurnya empat puluh tahun, pa".Aku tegas. Aku benar-benar menolak rencana pernikahan ini."Jadi, mau kamu apa, Clara?"."Hanya satu pa, Clara belum mau menikah".Papa dan mama pun hanya diam setelah mendengar penolakan keras dariku mengenai perjodohan ini. Aku melihat raut sedih di wajah mereka berdua. Ah, aku tidak perduli.Setelah mengatakan itu, aku pergi meninggalkan meja makan. Selera makanku menjadi hilang. Aku kembali masuk ke kamar.Sebaiknya, aku mengadakan pesta ulang tahun bersama dengan teman-temanku. Aku tidak mau memikirkan pernikahan itu. Yang benar saja.-----Di sebuah restoran pinggir pantai.Happy Birthday, Clara......Begitulah kalimat berulang aku dengar dari semua temanku yang berjumlah sepuluh orang yang hadir untuk merayakan hari ulang tahunku pada malam ini. Aku menyewa salah satu bagian VIP di restoran ini.Ruangan VIP ini berkonsep terbuka, sehingga bisa melihat pemandangan langsung pantai di malam hari. Kami pun bisa merasakan sejuknya angin pantai di malam hari.Tidak sulit bagiku untuk menyewa ruangan ini, papa adalah salah satu pejabat penting di kantornya saat ini. Lagi pula, aku adalah anak tunggal di keluarga kami.Papa begitu menyayangiku sehingga pengeluaran yang aku habiskan beberapa pun, papa tidak pernah komentar. Walaupun begitu aku cukup bijak dalam mengatur keuangan dan pengeluaran yang kuhabiskan untukku sendiri.Seperti kali ini, aku tidak berpikir dua kali untuk mengadakan pesta ulang tahun ini. Besok saja pikirku untuk memberitahukan kepada mama dan papa. Mereka pasti setuju sama seperti tahun-tahun yang lalu."Asal kamu bahagia, Clara". Begitulah setiap kali jawaban papa bila aku menghabiskan beberapa uang di kartu debitku.Mama dan papa bilang, asal aku bahagia mereka tidak akan melarang. Selagi tidak ke arah yang negatif dan merugikan diri sendiri dan keluarga.Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Bagus sekali pemandangan di restoran ini.Kemudian, mataku secara tidak sengaja bertemu dengan tatapan seorang mata pria yang bagiku seperti tidak asing. Laki-laki itu sepertinya sedang mengawasi diriku."Aku seperti mengenalnya", pikirku."Apa?".Dia adalah pak Yoga.Aku menajamkan penglihatan, aku sepertinya tidak salah lihat. Cahaya restoran yang agak redup apalagi keadaan malam hari ini sedikit menyulitkanku untuk memastikan orang itu adalah pak Yoga.Ah, aku yakin itu pak Yoga.Lalu, kenapa dia ada disini. Terserah deh aku ngga mau perduli sedang apa dia disini. Yang aku ingin tahu, kenapa dia seolah mengawasiku. Apakah dia sedang memata-matai aku?Dasar pria tua genit.Baiklah, aku akan mengikuti permainanmu.Aku yang sudah kesal dari pagi, semakin menjadi kesal karena pria yang ingin aku nikahi itu mengawasi aku. Aku akan meminta bantuan temanku saja."Andri.....".Aku mendekati Andri dan membisikkan untuk membantuku sebentar. Tetapi, bila dilihat dari arah pak Yoga. Dia akan mengira aku mencium Andri.Aku tertawa puas.Aku lantas menggandeng lengan Andri untuk sedikit berdansa mengikuti irama lagu romantis yang sedang di putar. Kami berpura-pura seperti pasangan yang sedang dilanda cinta. Lihatlah semua ini, pak Yoga. Apa setelah ini, kamu masih ingin menikahiku. Dia pasti ragu.Aku melirik sedikit, pak Yoga masih memperhatikan aku. Astaga, benar-benar, apa dia ngga ada urusan lain apa? Kenapa lagi masih disini.Sepertinya drama cinta yang sedang aku permainkan sekarang ini akan berlanjut lebih lama. Aku mengajak Andri untuk duduk berdampingan denganku. Kami mengobrol mesra layaknya orang pacaran."Andri, ak.....Aku menyuruh Andri untuk membuka mulutnya. Aku menyuapkan satu buah anggur merah. Andri berperan dengan sangat baik.Andri pun kemudian berpura-pura membenarkan helaian rambutku yang terbang ditiup angin malam. Kemudian sedikit membelai lembut wajahku.Aku melotot kepada Andri agar menghentikan aksinya. Aku tidak mau, Andri seakan menyelam sambil minum air. Enak saja. Aku tidak mau disentuh sembarangan."Andri..."."Apa Clara?"."Bisa ambilkan aku minuman lagi, gelasku sudah kosong"."Oke, tunggu sebentar ya".Aku hanya tersenyum kaku. Rencanaku berhasil, sengaja aku menyuruh Andri pergi karena aku sudah melihat kalau pak Yoga telah pergi dari tempat dia mengawasiku tadi.Aku lantas kembali bergabung dengan teman-temanku untuk merayakan pesta ulang tahunku yang ke delapan belas.Sungguh hari ini begitu panjang, pikirku.Sejenak akan aku lupakan, setidaknya aku akan menikmati pesta ini.-----Sekitar jam sepuluh malam aku telah sampai di rumah.Aku kaget ketika membuka pintu rumah, mama dan papa sudah menunggu aku di ruang tamu. Aku melihat papa begitu marah dan mama seolah sedang meredakan kemarahan papa yang seakan siap meledak."Darimana saja kamu, Clara"."Dari Birthday Party Clara, pa"."Kamu ya, Clara".Aku tersentak, dan mundur selangkah dari tempat berdiriku. Aku melihat papa dengan raut gelisah, tidak pernah sekalipun papa marah seperti tadi.Clara menatap papa dan mamanya bergantian."Ada apa, pa? Setiap tahun kan Clara mengadakan pesta seperti ini".Papa lalu menyodorkan selembar kertas kecil. Aku meraihnya dan melihat bahwa itu adalah bukti tagihan kartu kreditku."Ini apa, pa?"."Kenapa kamu begitu boros, Clara?"."Boros gimana, pa. Ini saja belum sampai limit seratus juta, pa".Papa yang mendengarkan itu langsung menghembuskan nafas kasar. Aku bingung apa yang telah terjadi. Sebaiknya, aku menanyakan pada mama."Papa kenapa sih, ma?".Aku yang sejak tadi berdiri, akhirnya duduk di depan mama papa yang gelisah. Aku sungguh penasaran, apa yang telah terjadi."Kita harus segera berhemat, Clara. Maaf, seharusnya kami bilang kepadamu sejak awal pertengahan tahun ini"."Iya, memang apa yang terjadi, Ma, Pa?"."Aku hanya memakai total tujuh puluh juta untuk bulan ini. Mama dan papa kan hanya membatasi pengeluaran aku di angka seratus juta".Aku seolah membela diri."Papa kalah dalam investasi saham, sehingga aset kita pun te
Frengky, salah satu anak buah kepercayaannya pergi dengan memegang sebuah poto gadis cantik. Dia mempunyai tugas penting saat ini. Tuannya sedang mengincar seorang gadis, pikir Frengky.Frengky bahkan agak terkejut dengan permintaan tuannya kali ini. Biasanya, tugas yang dia terima adalah menyingkirkan para gadis-gadis sexy yang berkerumunan seperti lalat di sekitar Yoga. Sekarang, Frengky malah mencari informasi gadis muda cantik yang bahkan belum berumur dua puluh tahun. Apakah gadis cantik ini yang akan mengubah pemikiran Yoga untuk merubah statusnya, pikir Frengky lagi."Apa yang istimewa dari gadis ini?". Frengky bicara sendiri sambil menunjuk-nunjuk poto Clara.Frengky tidak ada waktu untuk memikirkannya. Dia harus bergerak cepat, dia yakin tuannya ingin mendapatkan informasi ini secepatnya. Tuannya tidak ingin punya anak buah yang mengecewakan.Setelah Frengki pergi, Yoga kembali memikirkan rencana perjodohan itu. Yoga merasa begitu penasaran seperti apa gadis itu. "Clara....
-----Seminggu kemudian"Tuan, nanti malam ada meeting di Restoran Flora". Frengky memberitahu Yoga mengenai jadwal hari ini. Yoga mendelik tak suka dengan cara bicara Frengky yang masih tetap saja memanggilnya dengan sebutan, Tuan. Yoga bersikap seperti demikian bukan karena tak ada sebab.Frengky dan Yoga adalah teman sedari masa sekolah menengah atas. Karena ketidakmampuan Frengky untuk berkuliah disebabkan keterbatasan biaya, membuat Yoga menawarkan kepadanya jabatan pengawal pribadi kepadanya. Frengky yang bingung akan masa depan dia dan keluarganya, akhirnya setuju mengikuti kemauan sahabatnya tersebut. Yoga yang sedang sibuk kuliah dan Frengky yang sibuk dengan pelatihan militer khusus. Semua itu diberikan oleh Yoga untuk membuat Frengky mempunyai keahlian membela diri. Tujuannya hanya satu, melindungi Yoga."Apakah kita akan berangkat, Tuan". Frengky kembali bertanya kepada sahabatnya itu."Nanti aku pertimbangkan".Frengky dan Yoga. Ada satu hal yang mencolok dari mereka be
Oma Ayu adalah ibu dari ayahnya yang telah meninggal. Setelah ayahnya meninggal, oma Ayu dan Ibu Yoga saja yang merawat Yoga dari umur sepuluh tahun. Yoga tidak ingin menentang oma ataupun mengikuti perintahnya.Begitupun mama, Yoga tahu mama juga selalu sependapat dengan oma. Mama tidak punya kuasa di rumah itu, karena mama hanyalah seorang menantu oma. Yoga pun tak bisa juga menyalahkan mamanya yang tidak mendukungnya."Yoga, tentukan pilihanmu. Oma tidak mau mendengar apapun alasanmu lagi"."Tapi, Oma?"."Yoga, kamu itu sudah tua. Tahun depan sudah berumur empat puluh tahun. Kapan kamu memberikan oma cicit"."Apa salahnya dengan umur Yoga, Oma?"."Kamu ini. Kalau dibilangin masih saja banyak alasannya. Oma mau segera ada penerus di keluarga ini"."Eh..". Yoga salah tingkah kalau membahas penerus keluarga. Yoga tahu dialah satu-satunya generasi terakhir keluarga ini. Tidak salah, Oma selalu mendesakny untuk segera menikah."Sekarang oma mau mendengar pilihanmu sekarang juga"."Yoga
Frengky yang melihat adegan di depannya pun nampak terkejut. Dia hampir saja lalai karena merasa Clara patuh untuk ikut dengannya. Frengky pun dengan cepat membukakan pintu mobil untuk Yoga dan Clara.Clara yang tertangkap basah hanya diam dan begitu malu karena perbuatannya yang ingin melarikan diri diketahui oleh Yoga. Tidak ada yang bisa Clara lakukan lagi. Clara pun kali ini patuh untuk masuk ke mobil."Kamu memang remaja yang labil".Yoga pun membuka pembicaraan dengan Clara, calon istrinya itu."Apa maksud anda, Tuan?"."Oh, kamu ingin bersikap formal ya, seakan-akan saya memang orang tua".Clara tersenyum tipis, ternyata lawannya pandai juga menafsirkan arti dari perkataannya."Jangan bicara padaku, jika kamu menganggapku sebagai orang tua". "Siapa juga yang mau bicara padamu". Jawab Clara.Yoga menggelengkan kepala. Tidak seharusnya dia menyetujui pernikahan ini. Disampingnya, bukan seorang wanita yang siap menikah tetapi hanya anak remaja yang bisanya membuat onar. Yoga tid
Clara memandangi satu per satu gaun berwarna putih yang ada di depannya. Clara takjub akan keindahannya, berlian swarovski bertabur mengelilingi setiap helaian gaun tersebut. Ada beberapa model Clara perhatikan, ada yang sexy, tertutup tapi belahan kakinya sampai ke atas dan ada yang menerawang.Benar-benar gaun pengantin yang indah untuk dipandang mata. Clara berdecak kagum. Seandainya dia bisa menggunakan gaun pengantin ini dan menikah dengan kekasih hatinya pasti akan lebih berbeda suasana hatiku saat ini.Tapi takdir berkata lain. Apapun yang terjadi Clara tetap akan menikah dengan Yoga. Seorang laki-laki tua baginya.Akhirnya Clara memilih satu. "Baiklah, aku akan coba yang ini saja"."Baik, nona, akan kami bantu memakaikannya".Pegawai butik pun dengan sigap mengambil gaun pengantin yang telah dipilih oleh Clara dan membawanya ke ruang ganti. Model gaun pengantin tersebut sangat glamour dengan belahan dada yang gak terlalu rendah serta bertabur berlian yang berkilauan. Pilihan y
"Ternyata kamu wanita yang mata duitan juga ya, Clara?"."Apa???".Aku yang baru saja duduk dan memposisikan tempat nyaman di kursi belakang mobil, terlonjak kaget. "Wanita mata duitan" dan seperkian detik kemudian memahami apa yang dimaksud yoga. Ternyata, taktikku kena juga. Aku tersenyum lebar."Kamu baru tahu kalau aku mata duitan". Aku berkata seraya mengibaskan rambut panjangku seolah itu bukan masalah."Benar dugaanku kamu sama seperti wanita yang ada di luar sana"."Terus, apa itu masalah?"."Clara..."."Kalau kamu gak suka gampang, Yoga. Kenapa harus repot-repot memberitahukan aku"."Apa maksudmu?"."Iya, kalau kamu gak suka wanita mata duitan tinggalin aja, gampang kan?"."Jaga bicaramu!"."Aku hanya mengatakan sebenarnya". Balas Clara.Yoga menggelengkan kepala. Dia merasa wanita yang didepannya ini agak berbeda. Bukannya berkelit saat dituduh malah mengakui dengan terang-terangan kalau dia adalah wanita yang matre."Apa jangan-jangan, dia ingin menipuku lagi agar tidak meni
"Ada Yoga datang tuh". Mama menunjuk ke arah ruang tamu."Apa, ma. Yoga datang?". Aku kaget dengan mulut yang melongo."Udah jangan melongo begitu, cepat temuin sana". Mama pun menyuruhku ke ruang tamu."Eh, iya ma". Aku jadi malu di depan mama seperti itu tadi.Tya yang ada di dalam kamar segera berlari ke arahku. Sepertinya ia mendengar apa yang dibicarakan oleh Mama. "Boleh aku lihat Yoga, Clara?"."Lihatlah sepuasmu, Tya". Aku kemudian berjalan ke arah ruang tamu untuk menemui Yoga. Tya mengekor aku dari belakang. Aku menggelengkan kepala. Benar-benar hari yang melelahkan untukku.Aku melihat Yoga berdiri dengan membelakangi kami. Ia sedang memandangi poto keluarga kami yang terpajang rapi di dinding ruang tamu. Aku yang melihat Yoga seperti itu, merasa dia merupakan manekin Tuhan yang sempurna.Aura menawan saja sudah bisa Yoga keluarkan dari sosok tubuh bagian belakangnya. Apabila melihat dari sosok depan, apa tidak mungkin membuat para wanita mengidolakannya. Hanya satu hal
"Aww... ". Gumamku pelan. Aku terbangun dan merasa seluruh badanku pegal, aku sedikit menggeliat pelan. Deg, aku seperti menyentuh tubuh seseorang, aku pun menoleh ke samping.Aku kaget, karena yang kulihat adalah seseorang. Dan itu adalah Yoga. Kejadian seperti ini mengingatkan aku pada malam pertamaku bersama Yoga juga, dan ini malam keduaku. Aku kini menyadari apa yang telah terjadi dan apa yang sudah kami lakukan tadi malam."Apa karena aktifitas kami tadi malam yang membuat badanku pegal seperti ini". Aku berkata pelan takut mengganggu tidur Yoga. Ditambah dengan perpindahan kami ke rumah hari ini membuat tubuhku terasa begitu lelah. Sama seperti sebelumnya, aku tersenyum dan rasanya tidak mau bangun dari tempat tidur ini. Aku ingin lebih lama berada di samping suamiku ini. Dulu, pagi hari itu adalah hari yang sudah lama berlalu, dan hari ini harus aku tunggu dengan begitu lamanya. Lalu, aku melingkarkan tanganku di pinggangnya. Aku mengamati tiap guratan wajah tampan Yoga, p
"Janji yang mana? ".''Memeluk mama. Tapi papa ingin melakukannya tidak di dapur seperti yang tadi, tapi ditempat yang mama suka". Yoga membuat aku kembali menerka dan membuat aku kembali penasaran. "Mama suka lagi? Tempat yang mana? "'Makanya cepat selesaikan makannya. Biar mama juga tahu?!".Aku melihat Yoga kini mengerling dengan nakal, ia menggodaku. Detak jantungku berbunyi dengan kuat, kenapa aku malah menjadi gugup seperti ini. Untuk memasukkan satu sendok nasi ke mulut pun rasanya urung aku lakukan. Pikiranku pun sudah traveling kemana-mana. "Aish, apalah yang aku pikirkan ini". "Aku akan setia menunggu". Sambung Yoga yang membuat aku semakin menelan ludahku sendiri. Lima menit kemudian. Aku melirik dengan ekor mataku bahwa Yoga yang masih setia menungguku dengan duduk di meja makan. Aku baru saja menyelesaikan makanku dan kini sedang mencuci piring kami berdua dan peralatan memasak tadi. Aku sengaja melambatkannya karena gugup dengan apa yang akan Yoga lakukan setelah i
"Kalau mau dimaafkan harus ada syaratnya? ". Yoga memberiku satu syarat entah apa itu. "Apa syaratnya? ". Tanyaku dengan penasaran. Awas saja jika syaratnya aneh-aneh, aku tidak mau melakukannya. "Syaratnya sangat gampang kok, pasti mama suka"."Mama suka? A-apa, pa? "."Iya mama pasti suka dengan syarat yang akan papa ajukan". Yoga kembali mengulangi perkataanya dengan intonasi pelan agar aku mengerti apa maksud dan tujuannya. Aku kembali memutar otakku menerka apa syarat yang dimaksud oleh suami tuaku itu. Aku jadi ingin tertawa, sudah lama aku tak mengatai Yoga pria tua. Awal pernikahan dulu, aku sering memanggilnya sebagai pria tua. Hal itu aku lakukan karena membenci Yoga. Siapa juga yang tidak akan membenci seseorang yang tiba-tiba hadir didalam kehidupan kita dengan mendadak. Lagipula dulu aku merasa kehadirannya tidak menyenangkan bagiku. Aku yang masih remaja harus menikah dengan seorang pria berumur empat puluh tahun. "Kenapa kamu malah tertawa? ".Sontak pertanyaan dar
"Mau kemana, mama Revan? ".Aku melototkan mata terkejut karena Yoga ternyata tidak tidur. "Eh, ka-kamu tidak tidur?". Tanyaku dengan suara terbata karena terkejut."Mana bisa aku tidur jika kamu tidak ada di sampingku, Clara". Mendengarkan gombalan Yoga pipiku terasa bersemu merah. Aku menjadi salah tingkah saat ini. "Kapan Revan tidur? ". Tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan."Baru saja, tadi kami asyik bermain namun sepertinya dia mengantuk. Aku bawa saja ke kamar dan tak lama setelah minum susu, revan tertidur"."Oh, pasti kecapekan". Ucapku mengiyakan. "Kamu juga tidak capek? ". Yoga bertanya kepadaku.Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Yoga. Aku bahkan seperti merenggangkan otot tangan dan pinggangku agar lebih nyaman. "Sini aku pijitin, biar agak enakan badannya". Tawar Yoga kepadaku seraya menarik tubuhku biar berdekatan dengannya. Yoga pun bangun dari tidurnya dan duduk disampingku. Jantungku berdebar kencang saat ini karena jarak kami yang begitu dekat. Aku m
"Maafkan saya pak Rakha. Sepertinya saya harus berhenti bekerja". Ucapku pada akhirnya. Hufft.... Aku bisa menghembuskan nafas lega karena sudah berhasil mengeluarkan kata-kata yang tersangkut berat di tenggorokanku. "A-apa? Aku tidak salah dengar kan Clara? ". Ucap Yoga seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan. "Namun, saya akan tetap bekerja hingga satu bulan ke depan". Sambungku lagi. "Apa?"."Iya pak Rakha saya akan berhenti bekerja. Saya akan memberikan surat pengunduran diri saya satu bulan kemudian". Ucapku menjelaskan keinginanku. "Kenapa tiba-tiba seperti ini Clara? Apakah ada yang salah? ". Jawab Rakha seolah tidak percaya. Rakha pun meletakkan sendoknya di atas piring dan memilih tidak melanjutkan suapan selanjutnya. Kabar mengenai pengunduran diri Clara masih teringat di pikirannya. Kini ia sendiri di meja makan ini, Clara sudah meninggalkan dirinya beberapa menit yang lalu. Rakha teringat kembali dengan perkataan Clara yang menjelaskan kenapa ia harus berhent
"Kamu yakin Clara sudah mempertimbangkan semuanya dan mau memberikan aku jawabannya? ". Ucapku kembali bertanya untuk menyakinkan dengan lebih lagi kepada Clara. "Iya, aku yakin. Seratus persen yakin dengan keputusan yang akan aku ambil"."Baiklah, apapun itu aku harap semua untuk kebahagiaan dan kebaikan untuk aku, kamu dab baby Revan". Ucapku dengan penuh penekanan.Clara mengangguk dan mantap akan menjawabnya. Aku malah gugup dan berharap dengan cemas. Sungguh aku takut dan tak bisa memprediksi dengan jelas apa jawaban yang akan Clara katakan. "Aku akan berhenti bekerja dan mulai menjalani hidup sepenuhnya menjadi istrimu dan ibu dari anak kita". Aku menatap Clara dengan binar penuh kebahagiaan karena mendengar jawaban yang memang sesuai dengan harapanku. "Tapi aku punya satu syarat? ". Lanjut Clara memyambung lagi. "Apapun syaratnya jika tidak bertentangan dengan kebaikan kita akan aku penuhi". Ucapku dengan serius dan penuh keyakinan."Syaratnya cuma ada satu, Yoga. Aku hara
"Aku akan menunggu".Aku pun mengetikkan pesan itu dan mengirimkannya kepada Clara. Aku sudah bertekad untuk menunggu dan menanti disini. Rindu yang aku rasakan terlalu berat untuk aku pikul dan aku bawa kembali kerumah. Aku harus menuntaskan rindu ini malam ini juga. Cukup lama aku menunggu dan akhirnya aku berhasil bertemu dengan Clara. Rasa senang dan bahagia sungguh sangat indah saat ini. Namun, ada satu hal yang mengganjal di dalam hatiku saat ini. Akankah bakal ada lagi hari-hari yang akan Clara lewatkan sampai larut malam seperti ini. Meninggalkan baby Revan seharian dirumah bersama seorang pengasuh. "Apakah kamu bisa berhenti bekerja? ". Tanyaku kepada Clara. Sontak sejak saat aku mengajukan pertanyaan tersebut suasana menjadi kaku dan hening. Aku tak bisa menahan untuk tidak mengatakan hal tersebut kepada Clara. Aku ingin dia menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Sepertinya Clara tidak menyukai sikapku. Mungkin sekarang ia berpikir aku mulai mengekang dunianya. Baru saja ka
Aku tak menyangka bahwa wanita yang sedang memegang lenganku adalah Clara. Aku terjatuh saat berusaha melatih otot kakiku untuk bisa berjalan. Sudah dua puluh menit berlalu mungkin itu yang menyebabkan kekuatanku semakin melemah. "Kau disini? ". Itulah kalimat yang aku ucapkan saat aku terkejut melihat ia memegangi tubuhku d n kini berada di depanku. Aku lihat netra mata Clara yang berembun dengan tatapan yang tak bisa aku artikan. Clara juga tak menjawab pertanyaanku. Alih-alih menjawab, Clara malah langsung memeluk tubuh lemahku yang sedang terjatuh. Saat memelukku itulah, aku merasakan ada buliran air hangat jatuh ke lenganku. Aku pun melihat sudah begitu banyak air mata yang mengalir di kedua pipi Clara."Kenapa semuanya kamu tanggung sendiri, Yoga? "."Kenapa selama ini kamu menghilang dan menyembunyikan ini semua dariku? "."Kenapa? Kenapa Yoga? ".Pertanyaan demi pertanyaan Clara lontarkan kepadaku dengan tanpa melepaskan pelukanku lagi. Clara bahkan menangis semakin menjadi
Penasaran mengenai tentang apa itu, aku memutuskan untuk mengikuti arahan tangannya yang menyuruh aku untuk duduk di dekatnya. "Apakah ini mengenai masalah pekerjaan, kamu masih ingin menyuruhku untuk berhenti bekerja?". Tanyaku langsung kepada Yoga saat aku telah duduk di kursi. "Bukan. Bukan hal itu yang ingin aku bicarakan kepadamu, Clara? "."Lalu? ""Kembalilah kerumah kita, mari kita tinggal bersama seperti dahulu".Aku mengarahkan tatapan mataku ke wajah Yoga. Dari ekspresi yang ia berikan, aku tahu dia mengatakannya dengan sangat serius. Aku cukup terkejut akan pembahasan pembicaraan mengenai ini dan tidak menyangka."Bagaimana, kamu setuju kan Clara? "."A-apa? ". Ucapku terbata, aku belum mengetahui jawaban apa yang harus aku katakan. "Kamu bisa mempertimbangkan nanti. Sekarang baby Revan sudah tidur, sebaiknya aku juga pulang".Aku juga tampak bingung dan tak tahu harus mengatakan apa. Diam kembali menyelimuti beberapa saat di antara kami. "Kamu tidak mau makan dulu, bi