Frengky yang melihat adegan di depannya pun nampak terkejut. Dia hampir saja lalai karena merasa Clara patuh untuk ikut dengannya. Frengky pun dengan cepat membukakan pintu mobil untuk Yoga dan Clara.
Clara yang tertangkap basah hanya diam dan begitu malu karena perbuatannya yang ingin melarikan diri diketahui oleh Yoga. Tidak ada yang bisa Clara lakukan lagi. Clara pun kali ini patuh untuk masuk ke mobil."Kamu memang remaja yang labil".Yoga pun membuka pembicaraan dengan Clara, calon istrinya itu."Apa maksud anda, Tuan?"."Oh, kamu ingin bersikap formal ya, seakan-akan saya memang orang tua".Clara tersenyum tipis, ternyata lawannya pandai juga menafsirkan arti dari perkataannya."Jangan bicara padaku, jika kamu menganggapku sebagai orang tua"."Siapa juga yang mau bicara padamu". Jawab Clara.Yoga menggelengkan kepala.Tidak seharusnya dia menyetujui pernikahan ini. Disampingnya, bukan seorang wanita yang siap menikah tetapi hanya anak remaja yang bisanya membuat onar. Yoga tidak punya pilihan lain.Kemarin, Oma Ayu, memberikan pilihan kepadanya. Menikahi wanita yang sudah oma pilihkan untuknya atau Yoga sendiri yang membawakan wanita pilihannya ke rumah. Perintah Oma tidak pernah bisa Yoga bantah."Apa?"."Kenapa, Clara? Apakah kamu yang tidak mau menikahi cucu oma yang ganteng ini?".Oma malah seperti mempromosikan diri Yoga. Clara yang berharap Oma mempunyai kesan negatif pada dirinya malah berbalik arah."Tidak, Oma. Clara mencintai Yoga. Siapa wanita di dunia ini yang bisa menolak cucu oma".Yoga berkata dalam hati, "Benar-benar pintar akting anak ini".Mama yoga yang sedari tadi hanya diam. Akhirnya ikut juga bicara."Mama senang jika kalian saling mencintai. Mama harap pernikahan kalian akan bahagia"."Benar, Oma juga tidak sabar mengendong cucu dari kalian".Yoga dan Clara pun hanya saling melirik. Mereka tahu mereka akan menghadapi masalah baru."Jadi, kalian sudah mempersiapkan hari pernikahan kalian?". Lanjut mama."Sudah, Ma. Setelah ini, kami pergi ke butik dan akan mencoba gaun pengantin Clara serta jas buat Yoga"."Oh, baguslah kalau begitu. Pernikahan kalian tinggal beberapa hari lagi. Persiapkan juga diri kalian sendiri untuk pernikahan kalian"."Iya, Ma"."Ya sudah, sekarang kita makan siang dulu, ayo Yoga ajak Clara ke meja makan kita"."Baik, Oma".Oma, Mama, Yoga dan Clara pun segera menuju ruang makan. Di meja makan sudah tersedia bermacam-macam lauk pauk. Oma sengaja memasak lebih banyak karena datangnya Yoga dan calon istri Yoga.Aku melihat di meja ada ayam bakar kecap, daging tumis saos, udang sambal, sayur tumis, buah dan susu. Clara tak menyangka bahwa makanan di keluarga ini cukup sederhana. Tidak seperti masakan barat. Ah, sepertinya keluarga ini memang menyukai masakan Indonesia."Kamu suka makan apa, Clara?"."Clara suka semuanya, Oma"."Oh begitu, oma suka kamu tidak pilih makanan. Kalau begitu semua yang oma siapkan ini harus kamu makan, Clara"."Maaf Oma, tapi Clara lagi diet"."Kamu gak usah diet, bentar lagi juga akan menikah dan hamil, harus banyak makan biar tubuh kamu punya nutrisi yang banyak"."Benar itu kata mama yoga, kamu harus punya nutrisi agar bisa mengandung cucu oma".Clara yang melihat oma dan mama yoga seolah setuju dengan pernikahan ini. Alih-alih menolak dirinya malah memaksa segera memberikan cucu. Clara menjadi sakit kepala."Baik, Oma. Tenang saja"."Uhuk... Uhuk....".Yoga tersedak mendengar perkataan Clara dan buru-buru mengambil gelas yang ada dihadapannya. Yoga tidak percaya, Clara malah mengiyakan perkataan mama dan omanya."Kamu, Yoga. Gak sabar lagi, apa?'.Yoga menggelengkan kepala. Oma bahkan meledekku sekarang. Clara kamu benar-benar pembuat masalah. Perbuatanmu tidak bisa aku prediksi."Udah makan yang pelan, nanti setelah kalian berdua kenyang baru pergi ke butik"."Iya, Oma". Yoga menjawab oma."Iya, Oma". Aku pun menjawab dengan senyuman termanisku.Aku sedikit melirik ke arah Yoga. Bagaimana aktingku, pak Yoga? Apa kamu menyukainya?. Clara berbicara dalam hati seakan mengejek Yoga. Ini baru permulaan, Clara pun tersenyum lagi.------Setelah acara makan siang dengan keluarga Yoga, Clara dan Yoga pun segera pergi meninggalkan rumah mewah itu. Jalan raya yang dilalui oleh sepasang calon pengantin ini tidak terlalu rame. Mobil pun bisa melesat dengan kencang. Setelah hampir dua puluh menit berlalu, Frengky pun berhasil mengantarkan Yoga dan Clara ke sebuah butik.Clara melihat dari kaca mobil, tertulis di papan depan toko "Butik Glory". Clara tahu butik ini adalah salah satu butik yang terkenal di kota ini. Bahkan, semua koleksi butik ini harganya sangat mahal. Walaupun harga selangit, namun kualitas yang dijual pun tidak akan mengecewakan para pelanggan yang membelinya.Clara sempat tidak percaya, karena jarak antara perkenalan dan pernikahan mereka hanya seminggu. Ah, Clara lupa betapa kaya dan berkuasanya keluarga Yoga. Apa yang tidak bisa dapatkan. Aku saja dipaksa menikah dengan Yoga."Clara, kamu ingin tetap di mobil?".Pertanyaan Yoga menghentikan lamunan Clara."Kalau aku tetap di mobil, emang boleh?"."Kamu mau aku tarik paksa, iya?"."Galak amat sih, Dasar...."."Dasar apa....?".Clara yang belum sempat menyelesaikan bicaranya hanya melengos kesal. Clara takut akan aura Yoga yang ada di depannya ini. Clara gak mau, Yoga benar-benar menariknya."Aku akan turun". Clara mencoba menjadi anak baik.Yoga dan Clara pun memasuki butik Glory. Para pegawai dengan sigap melayani mereka. Entah berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan Yoga untuk merevarasi janji untuk fitting di butik Glory. Clara tahu, sangat sulit untuk memesan gaun pengantin disini.Clara pernah membeli salah satu gaun, itupun harus mengantri memesan karena banyaknya permintaan pelanggan dimana-mana. Clara bahkan tidak tahu jika mereka akan ke butik ini. Clara mendengar bisik-bisik pegawai butik tersebut."Apa laki-laki itu yang namanya, Yoga?"."Aku dengar, tubuhnya atletis banget"."Iya, dia juga orang yang paling kaya di kota ini"."Sudah kaya, ganteng lagi"."Beruntung banget wanita yang menikahinya"."Mana masih lajang lagi"."Eh, apa remaja itu gadis beruntung itu?".Clara yang mendengar itu tak sengaja tersenyum. Clara tahu, gadis beruntung itu adalah dirinya. Tetapi, detik berikutnya Clara malah menjadi kesal."Masa iya, selera Yoga seperti itu, anak remaja lagi"."Aku kira wanita dewasa yang sexy, apakah remaja itu bisa memuaskan Yoga?".Astaga. Clara hampir saja emosi mendengarkan mereka berkata buruk tentang dirinya. Apa tidak ada hal lain selain urusan ranjang yang dibahas?."Hmmm... hmmm....".Deheman agak keras dari Yoga membuat para pegawai itu membungkam mulut mereka."Bisa ambilkan semua gaun pengantin yang terbaik di butik ini?".Yoga pun memerintahkan pegawai untuk melayaninya. Yoga sudah bertindak sebagai raja, bukankah pembeli adalah raja. Yoga benar-benar memanfaatkan kalimat itu."Baik, tuan. Tunggu sebentar".Aku yang melihat Yoga sedang duduk dengan menaikkan sebelah kakinya itu merasa Yoga begitu kharismatik. Pria dewasa itu begitu menawan. Memang pantas para wanita mengidolakannnya."Kamu lihat apa?".Aku menggelengkan kepala, "Tidak, aku tidak melihat apa-apa".Aku pun pura-pura memegang salah satu gaun pengantin yang di pajang dan sedikit melihat-lihat. Hampir saja aku ketahuan sedang memperhatikannya. Malu banget.Srek.... Srek....Mataku pun beralih karena mendengar bunyi kereta yang didorong. Aku melihat dua pegawai sedang membawa puluhan gaun pengantin yang berderet cantik. Aku terpukau dengan hanya melihat sekilas."Ini semua gaun pengantin yang terbaik di butik Glory, tuan".Salah satu pegawai berbicara dengan manis kepada Yoga. Clara yang melihatnya ingin sekali mencibirnya. Berbicara sok manis dan sengaja melembutkan suaranya. Clara tahu wanita di depannya ini ingin mencoba menarik perhatian Yoga."Baiklah. Sekarang coba kalian pakaian satu per satu kepada gadis itu".Aku mendelik tidak percaya dengan perkataan laki-laki itu. Enak saja dia bilang "gadis itu" aku mempunyai nama. Clara namaku. Aku benar-benar bisa naik darah bila lama-lama berada disini."Clara...".Aku menoleh dengan malas ke arah Yoga."Apa?"."Kamu tidak dengar, apa?"."Dengar apa?"."Kamu tidak dengar saya menyuruh kamu untuk mencoba semua gaun pengantin ini?"."Aku". Clara menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuknya."Siapa lagi, Clara"."Kamu bilang gadis itu, disini banyak gadis, aku tidak tahu gadis yang mana yang ingin kamu suruh mencoba semua itu".Yoga memegang pelipis dan menekannya pelan. Dia seakan sudah hampir kehilangan kesabarannya. Clara yang melihat itu masa bodoh."Clara..."."Iya, ada apa, tuan Yoga"."Kamu ingin menguji kesabaranku ya?"."Tidak". Clara bertingkah cuek."Lalu selain kamu, siapa lagi yang akan aku nikahi?"."Mungkin banyak yang mau, pegawai disini juga bersedia sepertinya".Clara berkata sambil mengedarkan pandangannya ke beberapa pegawai yang ada disana. Semuanya tersenyum seolah bersedia setiap saat untuk dinikahi Yoga. Clara senang bisa sedikit mempermainkan emosi calon suaminya tersebut."Baiklah. Clara coba kamu pakai gaun pengantin itu. Aku ingin melihat mana yang cocok"."Oke".Clara kali ini menurutinya karena Yoga telah memanggil namanya. Clara pun mengikuti dua pegawai yang sedang mendorong deretan gaun pengantin. Mereka menuju kamar ganti di ujung ruangan."Tenang saja pak Yoga, semua ini akan cocok denganku".Clara pun sengaja bicara ketika melewati Yoga seakan ingin membuat Yoga kesal. Yoga yang mendengar hal itu, mengembuskan nafas kasar. Clara melihat itu, tersenyum senang.Clara memandangi satu per satu gaun berwarna putih yang ada di depannya. Clara takjub akan keindahannya, berlian swarovski bertabur mengelilingi setiap helaian gaun tersebut. Ada beberapa model Clara perhatikan, ada yang sexy, tertutup tapi belahan kakinya sampai ke atas dan ada yang menerawang.Benar-benar gaun pengantin yang indah untuk dipandang mata. Clara berdecak kagum. Seandainya dia bisa menggunakan gaun pengantin ini dan menikah dengan kekasih hatinya pasti akan lebih berbeda suasana hatiku saat ini.Tapi takdir berkata lain. Apapun yang terjadi Clara tetap akan menikah dengan Yoga. Seorang laki-laki tua baginya.Akhirnya Clara memilih satu. "Baiklah, aku akan coba yang ini saja"."Baik, nona, akan kami bantu memakaikannya".Pegawai butik pun dengan sigap mengambil gaun pengantin yang telah dipilih oleh Clara dan membawanya ke ruang ganti. Model gaun pengantin tersebut sangat glamour dengan belahan dada yang gak terlalu rendah serta bertabur berlian yang berkilauan. Pilihan y
"Ternyata kamu wanita yang mata duitan juga ya, Clara?"."Apa???".Aku yang baru saja duduk dan memposisikan tempat nyaman di kursi belakang mobil, terlonjak kaget. "Wanita mata duitan" dan seperkian detik kemudian memahami apa yang dimaksud yoga. Ternyata, taktikku kena juga. Aku tersenyum lebar."Kamu baru tahu kalau aku mata duitan". Aku berkata seraya mengibaskan rambut panjangku seolah itu bukan masalah."Benar dugaanku kamu sama seperti wanita yang ada di luar sana"."Terus, apa itu masalah?"."Clara..."."Kalau kamu gak suka gampang, Yoga. Kenapa harus repot-repot memberitahukan aku"."Apa maksudmu?"."Iya, kalau kamu gak suka wanita mata duitan tinggalin aja, gampang kan?"."Jaga bicaramu!"."Aku hanya mengatakan sebenarnya". Balas Clara.Yoga menggelengkan kepala. Dia merasa wanita yang didepannya ini agak berbeda. Bukannya berkelit saat dituduh malah mengakui dengan terang-terangan kalau dia adalah wanita yang matre."Apa jangan-jangan, dia ingin menipuku lagi agar tidak meni
"Ada Yoga datang tuh". Mama menunjuk ke arah ruang tamu."Apa, ma. Yoga datang?". Aku kaget dengan mulut yang melongo."Udah jangan melongo begitu, cepat temuin sana". Mama pun menyuruhku ke ruang tamu."Eh, iya ma". Aku jadi malu di depan mama seperti itu tadi.Tya yang ada di dalam kamar segera berlari ke arahku. Sepertinya ia mendengar apa yang dibicarakan oleh Mama. "Boleh aku lihat Yoga, Clara?"."Lihatlah sepuasmu, Tya". Aku kemudian berjalan ke arah ruang tamu untuk menemui Yoga. Tya mengekor aku dari belakang. Aku menggelengkan kepala. Benar-benar hari yang melelahkan untukku.Aku melihat Yoga berdiri dengan membelakangi kami. Ia sedang memandangi poto keluarga kami yang terpajang rapi di dinding ruang tamu. Aku yang melihat Yoga seperti itu, merasa dia merupakan manekin Tuhan yang sempurna.Aura menawan saja sudah bisa Yoga keluarkan dari sosok tubuh bagian belakangnya. Apabila melihat dari sosok depan, apa tidak mungkin membuat para wanita mengidolakannya. Hanya satu hal
Papa mengerem mendadak karena tiba-tiba ada mobil yang menyalip dari belakang dan berhenti tepat di depan mobil kami. Aku melihat beberapa orang keluar dari mobil. Mereka berjumlah empat orang, bertubuh kekar dan sangar memakai pakaian serba hitam. Aku merasakan detak jantungku mulai meninggi melihat apa yang terjadi di hadapan kami.Mereka pun berjalan dengan tergesa-gesa menghampiri mobil kami dan berteriak-teriak menyuruh untuk kami keluar. Papa dan Mama begitu shock begitupun aku dan Indah. Kami tidak tahu harus berbuat apa."Buka, cepat buka!". Salah satu dari mereka menggedor dan berusaha membuka paksa pintu mobil kami."Buka, kalau tidak, jangan salahkan kami bila kalian terluka". Mereka bahkan mencoba untuk memecahkan kaca apabila kami tidak membukakan pintu.Buka, cepat buka!". Sekali lagi mereka memaksa kami."Baik, kami akan buka". Papa mematuhi mereka karena takut mereka akan melukai kami."Jangan, pa. Jangan dibuka!". Aku berteriak ketika papa membuka pintu samping kanann
"Yoga...". Aku mengucapkan satu kata yang muncul di kepalaku saat melihat laki-laki yang sedang duduk berjongkok di hadapanku itu."Maafkan aku, Clara. Aku tidak tahu ini akan terjadi". Yoga kemudian memegang tanganku."Aku....". Itulah kata terakhir yang aku ucapkan setelahnya gelap yang kulihat lagi.------Dret... Dret.... Dret....Bunyi handphone memecahkan kesunyian di ruang pengantin di gedung pernikahan Yoga dan Frengky. Frengky lantas merogoh saku celana sebelah kanannya. Nama "Tya" tertampil di layar kaca benda pipih tersebut, dahi Frengky mengernyit."Kenapa Tya menelepon". Frengky berkata dalam hati sambil berpikir kemungkinan yang terjadi. Tidak mau berpikir yang tidak-tidak, Frengky langsung menekan tombol hijau untuk menerima panggilan dari Tya."Halo, Frengky ada masalah?". Suara Tya mengejutkan aku."Masalah apa, Tya?". Aku lantas berjalan menjauhi Yoga yang sedang bersiap memakai baju pengantin."Ketika kami sedang menuju gedung pernikahan, Clara di culik. Mobil kami
"Siapa di balik penculikan Clara, apakah kamu mengetahui sesuatu?". Yoga kembali membuka suara ketika mereka berdua sudah di tempat yang aman dan sepi dari orang yang lalu lalang."Laura, Yoga". Frengky bicara dengan yakin."Apa, Laura?". Yoga seperti mengenal nama itu."Laura Cyhntia". Frengky menyebutkan dengan hati-hati agar tidak menyinggung hati Yoga.Yoga mengernyitkan dahinya, bingung. Sejak kapan Laura ada di Indonesia. Setahu Yoga, wanita matre itu sudah lama berada di luar negeri menjadi simpanan seorang laki-laki beristri.Lalu, untuk apa dia melakukan ini semua. Dia yang meninggalkan aku begitu saja dan pergi bersama laki-laki lain. Sekarang seenaknya saja mengganggu kehidupan aku. "Kamu yakin, Frengky bahwa dia Laura?". Yoga merasa tak percaya."Iya, Yoga. Saya tak sengaja melihatnya di tempat Clara di sekap tadi. Dia kabur bersama salah satu penculik". Frengky menjelaskan alasan keyakinannya."Mau apalagi wanita gila itu melakukan ini?". Yoga menjadi kesal dan marah."M
"Ah...". Aku berteriak sedikit ketika benar-benar akan jatuh.Tapi, aku malah merasakan lengan kekar yang memelukku dari samping. Aku membukakan mataku karena tidak juga merasakan sakit. Dan malah menemukan dua bola mata di depanku yang juga sedang menatapku. Yoga, mata itu milik Yoga. Aku mengerjapkan kelopak mataku sekali lagi. Dan tetap melihat kedua bola mata Yoga yang masih menatapku intens. Aku kini juga sedang berada dipelukkannya. Kemudian, aku sadar dengan posisi kami sekarang yang berdekatan."Iih... Lepasin". Kemudian aku menggeliat pelan di dalam pelukannya Yoga dan sedikit mendorongnya menjauh dariku."Apaan sih, kamu tadi mau jatuh". Yoga membela dirinya."Iya ya udah, gak usah pegang-pegang juga kali". Aku lantas bangun dan berdiri agak sempoyongan."Tuh kan, kamu masih sempoyongan". Yoga juga tegak dan refleks mendekatiku berusaha memegang tanganku."Gak, jangan sentuh aku". Aku bersikeras menolak bantuan Yoga."Oke". Yoga patuh seraya menaikkan kedua tangannya ke ar
Pemikiranku mengenai sepasang dua sejoli itu berhenti dikarenakan ada notifikasi masuk dari benda pipih yang masih ku pegang ini. Aku membaca judul yang terpampang di layar smartphoneku."Laura Chyntia akan kembali ke dunia entertainment setelah beberapa tahun vakum"."Apa?". Aku terlonjak kaget. Laura Chyntia mantan tunangan Yoga ada di Indonesia? Lalu, apakah benar dia wanita yang menculikku hari ini?. Aku sungguh yakin, itu pasti dia.Aku pun langsung mengklik tautan yang masih terpampang di depanku itu. Ada sebuah video wawancara yang diambil satu jam yang lalu. Aku langsung menonton video tersebut."Hai, saya Laura Chyntia. Saya akan kembali mengisi layar kaca anda dengan wajah saya. Gak sabar menunggu kan?".Klik.Aku langsung mematikan video tersebut. Jantungku berpacu cepat. Benar, suara di video itu sama persis dengan suara wanita yang menculikku. Aku yakin.Trut.. Trut...Aku menerima sebuah pesan dari sebuah nomor tak dikenal. Aku mengernyitkan dahiku, penasaran siapa dan
"Aww... ". Gumamku pelan. Aku terbangun dan merasa seluruh badanku pegal, aku sedikit menggeliat pelan. Deg, aku seperti menyentuh tubuh seseorang, aku pun menoleh ke samping.Aku kaget, karena yang kulihat adalah seseorang. Dan itu adalah Yoga. Kejadian seperti ini mengingatkan aku pada malam pertamaku bersama Yoga juga, dan ini malam keduaku. Aku kini menyadari apa yang telah terjadi dan apa yang sudah kami lakukan tadi malam."Apa karena aktifitas kami tadi malam yang membuat badanku pegal seperti ini". Aku berkata pelan takut mengganggu tidur Yoga. Ditambah dengan perpindahan kami ke rumah hari ini membuat tubuhku terasa begitu lelah. Sama seperti sebelumnya, aku tersenyum dan rasanya tidak mau bangun dari tempat tidur ini. Aku ingin lebih lama berada di samping suamiku ini. Dulu, pagi hari itu adalah hari yang sudah lama berlalu, dan hari ini harus aku tunggu dengan begitu lamanya. Lalu, aku melingkarkan tanganku di pinggangnya. Aku mengamati tiap guratan wajah tampan Yoga, p
"Janji yang mana? ".''Memeluk mama. Tapi papa ingin melakukannya tidak di dapur seperti yang tadi, tapi ditempat yang mama suka". Yoga membuat aku kembali menerka dan membuat aku kembali penasaran. "Mama suka lagi? Tempat yang mana? "'Makanya cepat selesaikan makannya. Biar mama juga tahu?!".Aku melihat Yoga kini mengerling dengan nakal, ia menggodaku. Detak jantungku berbunyi dengan kuat, kenapa aku malah menjadi gugup seperti ini. Untuk memasukkan satu sendok nasi ke mulut pun rasanya urung aku lakukan. Pikiranku pun sudah traveling kemana-mana. "Aish, apalah yang aku pikirkan ini". "Aku akan setia menunggu". Sambung Yoga yang membuat aku semakin menelan ludahku sendiri. Lima menit kemudian. Aku melirik dengan ekor mataku bahwa Yoga yang masih setia menungguku dengan duduk di meja makan. Aku baru saja menyelesaikan makanku dan kini sedang mencuci piring kami berdua dan peralatan memasak tadi. Aku sengaja melambatkannya karena gugup dengan apa yang akan Yoga lakukan setelah i
"Kalau mau dimaafkan harus ada syaratnya? ". Yoga memberiku satu syarat entah apa itu. "Apa syaratnya? ". Tanyaku dengan penasaran. Awas saja jika syaratnya aneh-aneh, aku tidak mau melakukannya. "Syaratnya sangat gampang kok, pasti mama suka"."Mama suka? A-apa, pa? "."Iya mama pasti suka dengan syarat yang akan papa ajukan". Yoga kembali mengulangi perkataanya dengan intonasi pelan agar aku mengerti apa maksud dan tujuannya. Aku kembali memutar otakku menerka apa syarat yang dimaksud oleh suami tuaku itu. Aku jadi ingin tertawa, sudah lama aku tak mengatai Yoga pria tua. Awal pernikahan dulu, aku sering memanggilnya sebagai pria tua. Hal itu aku lakukan karena membenci Yoga. Siapa juga yang tidak akan membenci seseorang yang tiba-tiba hadir didalam kehidupan kita dengan mendadak. Lagipula dulu aku merasa kehadirannya tidak menyenangkan bagiku. Aku yang masih remaja harus menikah dengan seorang pria berumur empat puluh tahun. "Kenapa kamu malah tertawa? ".Sontak pertanyaan dar
"Mau kemana, mama Revan? ".Aku melototkan mata terkejut karena Yoga ternyata tidak tidur. "Eh, ka-kamu tidak tidur?". Tanyaku dengan suara terbata karena terkejut."Mana bisa aku tidur jika kamu tidak ada di sampingku, Clara". Mendengarkan gombalan Yoga pipiku terasa bersemu merah. Aku menjadi salah tingkah saat ini. "Kapan Revan tidur? ". Tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan."Baru saja, tadi kami asyik bermain namun sepertinya dia mengantuk. Aku bawa saja ke kamar dan tak lama setelah minum susu, revan tertidur"."Oh, pasti kecapekan". Ucapku mengiyakan. "Kamu juga tidak capek? ". Yoga bertanya kepadaku.Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Yoga. Aku bahkan seperti merenggangkan otot tangan dan pinggangku agar lebih nyaman. "Sini aku pijitin, biar agak enakan badannya". Tawar Yoga kepadaku seraya menarik tubuhku biar berdekatan dengannya. Yoga pun bangun dari tidurnya dan duduk disampingku. Jantungku berdebar kencang saat ini karena jarak kami yang begitu dekat. Aku m
"Maafkan saya pak Rakha. Sepertinya saya harus berhenti bekerja". Ucapku pada akhirnya. Hufft.... Aku bisa menghembuskan nafas lega karena sudah berhasil mengeluarkan kata-kata yang tersangkut berat di tenggorokanku. "A-apa? Aku tidak salah dengar kan Clara? ". Ucap Yoga seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan. "Namun, saya akan tetap bekerja hingga satu bulan ke depan". Sambungku lagi. "Apa?"."Iya pak Rakha saya akan berhenti bekerja. Saya akan memberikan surat pengunduran diri saya satu bulan kemudian". Ucapku menjelaskan keinginanku. "Kenapa tiba-tiba seperti ini Clara? Apakah ada yang salah? ". Jawab Rakha seolah tidak percaya. Rakha pun meletakkan sendoknya di atas piring dan memilih tidak melanjutkan suapan selanjutnya. Kabar mengenai pengunduran diri Clara masih teringat di pikirannya. Kini ia sendiri di meja makan ini, Clara sudah meninggalkan dirinya beberapa menit yang lalu. Rakha teringat kembali dengan perkataan Clara yang menjelaskan kenapa ia harus berhent
"Kamu yakin Clara sudah mempertimbangkan semuanya dan mau memberikan aku jawabannya? ". Ucapku kembali bertanya untuk menyakinkan dengan lebih lagi kepada Clara. "Iya, aku yakin. Seratus persen yakin dengan keputusan yang akan aku ambil"."Baiklah, apapun itu aku harap semua untuk kebahagiaan dan kebaikan untuk aku, kamu dab baby Revan". Ucapku dengan penuh penekanan.Clara mengangguk dan mantap akan menjawabnya. Aku malah gugup dan berharap dengan cemas. Sungguh aku takut dan tak bisa memprediksi dengan jelas apa jawaban yang akan Clara katakan. "Aku akan berhenti bekerja dan mulai menjalani hidup sepenuhnya menjadi istrimu dan ibu dari anak kita". Aku menatap Clara dengan binar penuh kebahagiaan karena mendengar jawaban yang memang sesuai dengan harapanku. "Tapi aku punya satu syarat? ". Lanjut Clara memyambung lagi. "Apapun syaratnya jika tidak bertentangan dengan kebaikan kita akan aku penuhi". Ucapku dengan serius dan penuh keyakinan."Syaratnya cuma ada satu, Yoga. Aku hara
"Aku akan menunggu".Aku pun mengetikkan pesan itu dan mengirimkannya kepada Clara. Aku sudah bertekad untuk menunggu dan menanti disini. Rindu yang aku rasakan terlalu berat untuk aku pikul dan aku bawa kembali kerumah. Aku harus menuntaskan rindu ini malam ini juga. Cukup lama aku menunggu dan akhirnya aku berhasil bertemu dengan Clara. Rasa senang dan bahagia sungguh sangat indah saat ini. Namun, ada satu hal yang mengganjal di dalam hatiku saat ini. Akankah bakal ada lagi hari-hari yang akan Clara lewatkan sampai larut malam seperti ini. Meninggalkan baby Revan seharian dirumah bersama seorang pengasuh. "Apakah kamu bisa berhenti bekerja? ". Tanyaku kepada Clara. Sontak sejak saat aku mengajukan pertanyaan tersebut suasana menjadi kaku dan hening. Aku tak bisa menahan untuk tidak mengatakan hal tersebut kepada Clara. Aku ingin dia menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Sepertinya Clara tidak menyukai sikapku. Mungkin sekarang ia berpikir aku mulai mengekang dunianya. Baru saja ka
Aku tak menyangka bahwa wanita yang sedang memegang lenganku adalah Clara. Aku terjatuh saat berusaha melatih otot kakiku untuk bisa berjalan. Sudah dua puluh menit berlalu mungkin itu yang menyebabkan kekuatanku semakin melemah. "Kau disini? ". Itulah kalimat yang aku ucapkan saat aku terkejut melihat ia memegangi tubuhku d n kini berada di depanku. Aku lihat netra mata Clara yang berembun dengan tatapan yang tak bisa aku artikan. Clara juga tak menjawab pertanyaanku. Alih-alih menjawab, Clara malah langsung memeluk tubuh lemahku yang sedang terjatuh. Saat memelukku itulah, aku merasakan ada buliran air hangat jatuh ke lenganku. Aku pun melihat sudah begitu banyak air mata yang mengalir di kedua pipi Clara."Kenapa semuanya kamu tanggung sendiri, Yoga? "."Kenapa selama ini kamu menghilang dan menyembunyikan ini semua dariku? "."Kenapa? Kenapa Yoga? ".Pertanyaan demi pertanyaan Clara lontarkan kepadaku dengan tanpa melepaskan pelukanku lagi. Clara bahkan menangis semakin menjadi
Penasaran mengenai tentang apa itu, aku memutuskan untuk mengikuti arahan tangannya yang menyuruh aku untuk duduk di dekatnya. "Apakah ini mengenai masalah pekerjaan, kamu masih ingin menyuruhku untuk berhenti bekerja?". Tanyaku langsung kepada Yoga saat aku telah duduk di kursi. "Bukan. Bukan hal itu yang ingin aku bicarakan kepadamu, Clara? "."Lalu? ""Kembalilah kerumah kita, mari kita tinggal bersama seperti dahulu".Aku mengarahkan tatapan mataku ke wajah Yoga. Dari ekspresi yang ia berikan, aku tahu dia mengatakannya dengan sangat serius. Aku cukup terkejut akan pembahasan pembicaraan mengenai ini dan tidak menyangka."Bagaimana, kamu setuju kan Clara? "."A-apa? ". Ucapku terbata, aku belum mengetahui jawaban apa yang harus aku katakan. "Kamu bisa mempertimbangkan nanti. Sekarang baby Revan sudah tidur, sebaiknya aku juga pulang".Aku juga tampak bingung dan tak tahu harus mengatakan apa. Diam kembali menyelimuti beberapa saat di antara kami. "Kamu tidak mau makan dulu, bi