Sontak benturan yang membuat kaca mobil bagian depan retak itu membuat Maria bertriak. Untung hanya retak dan tidak sampai pecah sehingga akan membahayakan kami khususnya Maria yang ada di dalam. Aku memintanya untuk berpindah ke belakang dan mencari posisi yang aman.
Tanpa berpikir panjang aku tancap gas dengan kecepatan hampir penuh dan sontak siapapun di depan sana tertabrak jika tidak segera minggir. Karena mereka kalah gesit dengan kecepatan mobilku yang mengamuk, beberapa di antara mereka kesempret dan terpental. Aku tidak peduli. Mereka yang cari gara-gara maka mereka yang harus menerima konsekuensinya.
Mobil kulajukan dengan cepat ke lokasi proyek. Tak beberapa lama tibalah di sana dan segera kuberi kode petugas yang segera menghampiriku dengan menyalakan sirene. Seketika semua pekerja menginggalkan pekerjaannya dan tahu apa yang mereka harus lakukan. Aku minta Maria yang baru saja keluar dari mobil untuk bersembunyi di tempat yang aman karena sebentar lagi mer
Aku mengatur siasat dan membaca situasinya dengan cepat lalu memutuskan langkah yang harus dilakukan. “Oke..oke.. Kami tidak melawan. Tapi lepaskan dia yang tidak bersalah.” “Tidak semudah itu goblokkkk!!!!! Lakukan dulu apa yang kuperintahkan!” bentaknya keras. Sementara Maria hanya menangis mengharap bantuan. Membuat hatiku teriris rasanya. “Baik. Apa perintahnya? Cepat katakan!” “Sediakan satu mobil dan bawa ke sini. Jangan bertindak melawan sampai aku keluar dari sini. Jika tidak kuhabisi gadis ini.” Shopia meronta-ronta mendapati dirinya merasa terancam. “Tapi kapan gadis itu diserahkan?” “Gampang! Mobilnya bawa sini. Cepat!!!!!! Atau aku habisi dia sekarang!!” Ia mengancam dan didekatkannya pisau belati itu ke leher Shopia dengan posisi yang mengerikan. Sekali sayatan saja di posisi itu entah Shopia akan tertolong atau tidak sebelum sampai di rumah sakit terdekat sekalipun. Aku segera memerintahkan salah satu petu
Agar tidak penasaran berat serta agar persoalan cemburu ini tidak berlarut menyiksa hati, aku akan beranikan untuk menanyakan siapa yang menelponnya.Tak membutuhkan waktu tunggu yang lama sampai mobilku selesai diperbaiki bagian kaca depannya. Kami segera melanjutkan perjalanan. Usai Shopia bertelpon petugas bengkel menginformasikan kalau mobilnya sudah selesai diperbaiki. Jadi belum sempat menanyakan ke Shopia siapa orang yang menelponnya tadi.Saat di jalan aku memberanikan diri untuk bertanya.“Bu.. Serius banget tadi ngobrolnya?”“Iya Pak David.. Kangen soalnya. Lama tidak ketemu karena semenjak proyek ini berjalan, aku sering tidak ada waktu weekend karena sering dimintai tolong Pak Antonio soal dokumen.” Sampai disini Shopia belum memberitahu siapa orangnya. Aku mencoba untuk bertanya lebih lanjut.“Teman spesial ya?”“Maksud Pak David spesial?” Aku dibikin kikuk oleh pertanyaan
Sontak hal itu membuatku shock. Shopia reflek menatapku. Sementara aku masih kaget dengan pernyataan Pak Komisaris barusan. Ada apa gerangan? Bukankah selama ini baik-baik saja dan tidak ada masalah? Bukankah ia yang banyak berkontribusi agar akulah pengendali proyek itu? Apa gara-gara aku terlalu banyak menghabiskan waktu bersama Shopia selama proyek? Tapi jika dihitung-hitung tidak juga. Atau karena fisikku sehabis sakit dirasa tidak mampu menghandle proyek itu? Aku segera butuh klarifikasi dari Pak Komisaris. Sejak pertama bekerja di perusahaan ini hingga sekarang sepertinya baru kali ini Pak Komisaris yang sudah kuanggap orang tua sendiri memberi keputusan sepihak dan mengagetkan. Kenapa aku dinonaktifkan dari proyek yang jauh-jauh hari diriku dipersiapkan untuk itu? Bisakah ia jelaskan sekarang? “Emmm Kalau boleh tahu kenapa ya Pak? Rasanya mendadak dan sepihak sekali. Maaf..” Ia tak langsung menjawab tapi malah menoleh ke Pak Antonio. Pak Anton
Shopia berjalan lemas menghampiriku dengan wajah putus asa. Sepertinya harapanku untuk bersenang ria bersamanya di Paris pupus sudah.“Bagaimana Bu. Apakah dizinkan?”Shopia hanya menggeleng sedih. Wajah jelitanya muram karena persoalan ini namun tetap saja cantik. Begitu mendapat konfirmasi darinya melalui gelengan kepala kiranya Fix! Ia tidak diizinkan terbang ke Paris bersamaku. Seketika hatiku kacau. Sedih dan gundah menyerbu tanpa ampun. Rasanya ingin membatalkan saja kepergianku ke Paris untuk urusan apapun disana jika tanpa keikutsertaan Maria.“Benar Bu, tidak ada kesempatan untuk dibolehkan?”“Benar pak. Tapi…..”“Tapi apa bu..? Apa yang membuat tapi?”“Tapi boong….” Sontak aku senang dengan kabar itu. Hampir saja ia kupeluk tapi, ia segera menyadarkanku kalau sekarang sedang di kantor. Rupanya ia hanya menge-prank-ku.Agenda keberangk
Teriakan Shopia begitu kencang sampai membuat orang-orang di sekitar menoleh. Aku sendiri perlu beberapa detik untuk menetralkan keadaan sehabis tersungkur. Setelah stabil, bergegas aku mengejar penjahat itu dengan gesit. Karena jalannya sangat cepat aku ketinggalan banyak. Membuatku khawatir jika hapenya tak terselamatkan.Namun kabar baiknya ada orang baik menolong kami. Begitu teriakan Shopia terdengar di sekitar kejadian, dua orang sigap untuk mengejar pencurinya dari berbagai arah. Dari kejauhan sempat kulihat mereka sedang rebutan hapenya dan saling adu jotos. Beruntung hapenya selamat namun pencurinya kabur.Shopia menghampiriku yang berlari menuju orang baik yang menolong tadi. Mereka memberikannya langsung padaku begitu aku tiba di depan mereka. Aku sangat berterima kasih atas bantuan mereka dan sebagai imbalannya kami berikan tips untuknya. Namun, mereka menolak lembut dan menasihati kami untuk lebih berhati-hati di tempat umum. Karena kejahatan datang bukan
Setelah kehabisan akal dan ide aku bergegas menuju pos sekuriti setempat untuk menanyakan ketersediaan fasilitas yang kumaksud.Malam ini pemandangannya menakjubkan. Banyak muda mudi berduaan. Sebagiannya berfoto. Ada yang hanya sekadar jalan-jalan. Ramai sekali sampai membuatku sulit mencari Shopia. Kemegahan Eiffel yang menakjubkan hati. Dan bintang gemintang dilangit beserta rembulan yang cantik menambah keindahan malam ini di kota yang kata kebanyakan adalah kota paling romantis sedunia tapi, mungkin malam ini tak menjadi seromantis itu karena Shopia entah dimana keberadaanya.Saat aku berjalan menuju pos sekuriti tiba-tiba seseorang mengagetkanku dan langsung memelukku erat.“Shopia?”Karena saking kagetnya aku langsung panggil nama. Membuat wajahnya terlihat seperti menerima.“Kau ke mana saja tadi? Aku khawatir sekali.”“Kau juga di mana? Aku mencari kesana-sini tapi tidak juga ketemu.”Dalam
Aku dan Shopia saling berpandangan dan saling menanyakan tapi masing-masing kami tak ada jawaban. Namun tatapan kami mencoba untuk saling menguatkan. Setelah tiba di ruangan interogasi, kami menjadi tahu alasan kami ditahan.Rupanya ini ada kaitannya dengan kejadian di hari pertama kami di sini. Yaitu pencurian hape Shopia yang gagal. Melalui laporan yang diterima, polisi segera menyelidiki kasusnya dan mencari pelakunya. Sampai sekarang pelakunya masih dalam buronan. Sambil menunggu penangkapan, pihak polisi membutuhkan keterangan dari pihak terkait, yaitu kami sebagai korban, tepat sebelum kami meninggalkan negara mereka.Setelah mendapat keterangan yang cukup, kamipun dizinkan untuk melanjutkan check in. Kami lega dan Shopia memelukku senang karena masalah terselesaikan. Kami bergandengan menuju tempat check in sambil membawa koper di samping.Usai check in dan menunggu pesawat datang kami masuk ke pesawat jurusan Tanah Air. Di dala
Shopia masih belum menjawab pertanyaanku. Entah di sana sedang apa atau dia belum siap dengan jawaban itu.“Halo? Shopia? Shopia sayang…”Beberapa kali aku memanggilnya tapi belum ada panggilan padahal ini di bagian inti dan terpenting dari pembicaraan malam ini. Tapi sesaat setelah itu kudengar suara dari seberang yang juga beberapa kali bilang halo.“Halo iya halo .. Maaf sayang tadi masih balas chat dari ayah. Sekadar ngabari saja kalau malam ini tidak bisa pulang karena urusan bisnis yang belum kelar di luar kota. Mungkin besok sore atau malam baru bisa pulang. Mungkin ayah kangen sama aku. Sudah semingguan belum ketemu. Tadi pagi begitu aku sampai di rumah, ayah sudah berangkat ke kantor.”Sampai disini aku tahu kalau jawaban dari ayahnya belum bisa kudengar.“Iya Sayang tidak apa-apa. Jadi.. Soal ayah setuju atau tidak belum tahu ya, karena ayah tidak sedang di rumah.”“Benar Sa