Pada akhirnya aku harus memilih karena hidup adalah pilihan. Pilih yang resikonya paling kecil dan manfaatnya jauh lebih besar. Setidaknya itulah prinsip dalam memilih. Dan pilihanku kali ini pada keluarga. Aku sudah mengorbankan waktu kerjaku untuk menyempatkan ke sini. Jadi jika mundur rasanya sia-sia aku ke sini.
Kutelepon ibu untuk menanyakan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Rupanya ayah masih di rumah sakit dan tidak melakukan seperti yang kusangkakan yaitu diam-diam memberi surprise di rumah. Ayah hanya dipindahkan ke ruang lain karena kondisinya sudah membaik. Ibu segera memberitahu kamar yang sekarang. Bergegas aku menuju kesana.
Di sana aku disambut hangat oleh semua yang berjaga. Ibu tentu saja, salah satu kakakku yang senang akhirnya bisa bertemu denganku. Aku dirangkulnya sayang. Erat sekali. Pak Herman yang masih setia menunggu dan ayah. Dengan ekspresi bahagianya ia tersenyum dan tampak senang lantaran kehadiranku.
Aku menanyakan ke ibu
Alasan kemarahanku begitu tahu pelakunya bukanlah sang pelaku yang memang menjadi dalang. Tapi ini soal memori itu yang sulit dihapuskan. Sebuah penghianatan yang membekas sampai ke relung jiwaku yang dilakukan Lucas. Lucas memang sudah tidak di perusahaan dan kabar terakhir yang kudengar ia tengah menjalani masa hukuman. Tapi saat ia keluar dari perusahaan ia meninggalkan racun yang bisa menggerogoti perusahaan dari dalam.Pelaku dari kekacuan kemarin tak lain dan tak bukan adalah Rafles. Orang terdekat Lucas saat dia masih di sini. Ibarat Andrew denganku maka Rafles dengan Lucas. Sedikit banyak pasti dia menyerap siasat dan strategi licik Lucas yang diimplementasikan untuk menyusup dari dalam lewat projek-projek atau program kerja. Jika tidak jeli maka taktik dan pergerakannya tidak ketahuan.Bagiku ia bermain kurang rapi. Mungkin ia belum lolos menyerap ilmu licik si Lucas yang berakibat ia jatuh terjerumus sendiri. Dan begitu aku mendekatinya rasanya ingin menghaja
Berbeda rasanya saat aku menemui Rafles pagi tadi yang dipenuhi perasaan emosi dan marah. Kali ini kebalikannya. Bahkan mendengar namanya saja disebut aku sudah sangat bahagia. Baru saja berpisah dan bersedih hati karenanya eh sekarang berjumpa. Tak ada perasaan lain yang mewakili selain bahagia.Aku menjumpai Bapak Komisaris berikut beberapa yang hadir. Kebanyakan memang tak kukenali tapi, aku tahu Pak Antonio ada di antara mereka dan gadis cantik jelita yang saat ini menjadi alasanku untuk bahagia juga ada di sana. Aku hanya menatap sekilas sekadar memberi isyarat alasan keberadaannya disini.Usai aku menyalami orang yang ada di meja itu satu persatu, Pak Komisaris memperkenalkan mereka satu persatu selain pak Antonio dan Shopia. Lalu sebaliknya, aku diperkenalkan ke mereka. Tak lama kemudian kami membahas hal-hal yang memang perlu dibahas.Singkatnya pertemuan itu adalah momen penting pertemuan antara pihak investor dan pemegang proyek. Pantas aku dan Shopia
Malam melarut. Tidak seperti di rumah yang diramaikan oleh binatang malam. Disini tenang dan sepi. Hanya satu dua petugas yang berjaga dan sesekali mondar-mandir entah apa yang dilakukan. Dari atas gedung, melalui jendela kaca aku sempat melihat keluar. Pemandangan kota di malam hari yang indah dan eksotik. Kerlap kerlip lampu kendaraan di tengah cahaya yang bersinar dari gedung-gedung dan lampu kota menambah keindahan malam di kota metropolitan ini.“Kok tidak pulang Bu? Menginap juga kah?” Tanyaku langsung.“Mungkin karena seharian kita belum banyak berbincang kali ya jadi saya memiliki firasat harus ke sini, eh ketemu. Atau jangan-jangan kita berjodoh? Hahahaha. Ah hanya bercanda jangan dimasukkan ke hati.”Aku tahu semua yang diucapkan hanya gurauan saja. Tapi gurauan itu terlanjur masuk ke hatiku. Dalam banget sampai-sampai aku ingin balik merespons dengan serius. Kalaupun jodoh tidak apa-apa, Sayang. Begitu kira-kira. Namun
Begitu terbangun aku melihat jam dinding dan sudah jam empat pagi. Aku mendapati tubuhku berselimut tebal dan kain kompres di jidatku. Lalu saat aku bangkit dan duduk di samping ranjang, mataku terbelalak kaget dengan pemandangan haru di depanku. Maria tertidur pulas menyamping di atas lantai dengan bantal tangan sekenanya. Kepalaku tidak sepusing sebelumnya namun badanku masih lemas dan energi seperti terkuras.Aku masih ingat dengan kejadian sebelum aku ambruk dan pingsan. Marialah satu-satunya orang yang ada di sampingku. Sudah tidak diragukan lagi ialah yang memakaikan selimut untukku dan kain dan air kompres itu. Lalu di meja dekat ranjang ada minuman dan beberapa obat tergeletak di samping gelas. Seinisiatif dan sepeduli itu ia terhadapku, tapi aku masih saja berusaha menyakitinya. Karena tak tega membangunkan dan melihat keadaannya yang memprihatinkan, aku raih selimut yang tadi kukenakan untuk menyelimut Maria.Aku memperhatikan rona indah wajahnya saa
Dengan pelan-pelan Shopia berusaha menjelaskan duduk perkaranya.“Beberapa menit setelah mendapat konfirmasi dari Pak David terkait acara lunch kita, Pak Antony mengajak saya untuk menemui investor yang kebetulan akan berkunjung ke sini. Sontak saya bingung untuk menentukan apakah saya harus menerimanya atau tidak.Karena saya sudah punya janji dengan Pak David di waktu yang bersamaan. Tapi mengingat ini adalah urusan penting yang juga melibatkan pemilik modal secara langsung, sementara acara kita bisa di tunda nanti-nanti saja, akhirnya saya putuskan untuk mengiyakan saja Pak David.”Sekarang jelas sudah. Bukan soal jelasnya ia beralasan sebagaimana yang disampaikan. Tapi sudah jelas aku bukan menjadi prioritasnya. Shopia belum menganggapku spesial seperti aku padanya. Tapi tunggu. Bukankah selama ini yang terjadi di permukaan memang demikian. Bukankah perasaanku belum aku utarakan pada Shopia, maka wajarlah jika Shopia tidak menganggapku s
“Jika lunch siang ini kita ganti menjadi dinner malam ini, bersediakan? Kita bisa mengobrol panjang sampai larut jika mau. Anggap saja ini sebagai ganti lunch hari ini yang gagal.”Mendadak hatiku berbunga-bunga. Dan bahagia yang seketika datang itu mampu menghilangkan rasa lemas yang tadi membuatku berat sekali berdiri. Apakah ini kesempatan yang lebih baik sebagaimana yang kusampaikan ke Shopia setiba di kantor tadi?Aku bingung harus meresponsnya bagaimana. Menerima atau menolak. Jika ditolak sayang sekali. Bukankah satu-satunya alasan aku tidak ambil cuti sakit hari ini dan memaksakan diriku kerja adalah pertemuanku dengan Shopia untuk lunch bareng?Meski tadi siang gagal tapi ia beritikad baik dengan menggantinya dengan dinner. Namun jika menerima, itu sama halnya aku mempermainkan Pak Komisaris. Lalu orang yang paling aku repotkan dan kecewakan adalah Maria yang sekarang tengah menuju ke ruangan ini
Shopia kikuk. Bingung harus bagaimana bersikap. Ragu mau menyuapiku kali kesekian atau membiarkanku meneruskannya sendiri. Sementara Maria yang masih terbengong dengan shock-nya melihat kejadian itu menatap kami aneh. Mungkin di dalam sana hatinya tengah bergejolak. Api cemburu sedang membakara dinding-dinding pertahanannya. Sementara Mpok Yanti bingung sendiri melihat pemandangan itu.“Permisi. Maaf mau lewat,” ucap Maria sopan dan bergegas menyalami Shopia tanpa menunjukkan sikap ketidakterimaannya. Shopia yang tadinya duduk, reflek bangkit begitu diajak bersalaman. Aku juga bangkit berdiri dan memperkenalkan keduanya.“Maria. Ini mitra kerjaku di kantor. Bu Shopia.”Maria menatap dengan tersenyum ke Shopia. Shopia membalas serupa.“Dan Shopia. Ini Maria. Adik sepupuku yang kebetulan main ke sini.”Shopia menatap Maria dan tersenyum tapi Maria terlihat memaksakan senyumannya sambil merunduk ke bawah. A
Tanpa diminta dan tanpa dipaksa Maria menawarkan sesuatu ke Shopia yang membuat Shopia semakin sungkan untuk berlama-lama di rumah.“Bu Shopia, apa tidak sebaiknya berteduh terlebih dahulu?”Shopia menolak halus dan bilang sedang buru-buru karena harus ke lapangan sekarang. “Bu Shopia tidak sendiri kan ke sana?” tanyaku memastikan.“Tentulah Pak. Selain Jarak ke lokasi lumayan jauh saya butuh tim untuk mengeksekusi banyak hal ketika di sana nanti. Saya mampir kantor terlebih dahulu untuk kemudian bersama-sama ke lokasi proyek,” paparnya.“Kalau memang harus berangkat sekarang sebentar saya ambilkan payung.” Maria bergegas ke belakang mengambil payung yang kami centelkan di dinding dekat dapur dan mudah dilihat. Beberapa saat kemudian Maria datang membawa payung dan menyerahkan ke Shopia untuk dikenakan menuju mobilnya.Shopia berterima kasih sungkan namun menjadi tidak enak hati jika menolak. Melihat
“Bapak ibu dan semua tamu undangan. Sebagaimana yang saya sampaikan di depan tadi untuk memberikan keputusan saya atas perkara ini maka,dengan segala kerendahan hati saya, dengan segala pertimbangan yang saya pikirkan matang-matang, dengan segala rasa dan perjalanan yang saya ikhlaskan, memutuskan untuk memberi keputusan Mas David agar kembali mengejar cintanya kepada wanita yang pernah sangat dicintainya, dan wanita yang saking cintanya ke Mas David sampai pernah jatuh sakit berbulan-bulan hanya karena merindu.“Saya ikhlas dan saya tidak apa-apa. Toh semua ini hanya titipan. Soal jodoh urusan Tuhan. Saya merasa yang lebih pantas mendampingi Mas David dalam mengarungi hidup dan bahtera rumah tangga sampai akhir usia adalah wanita itu bukan saya. Maka dari itu mohon keikhlasannya semuanya.“Dan khususnya kepada ayah ibu. Hiks… hiks…. Ini memang sudah jalannya. Maaf selama ini saya tidak terus terang. Tapi yakinlah apa yang kita lepaskan
Entahlah apa maksud Sheily menolah-noleh tadi dengan durasi waktu yang cukup menyita perhatian para audience. Aku tak terlalu peduli. Aku hanya meperhatikan Sheily-ku. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi istriku.Setelah Sheily kembali fokus ke apa yang ingin disampaikan, para tamu undangan kembali tertuju perhatiannya ke Sheily.“Bapak ibu sekalian. Izin untuk sedikit bercerita. Cerita ini bukanlah fiktif. Tapi cerita yang berangkat dari kejadian yang sesunggunya.“Cerita itu bermula saat ada seseorang yang diam-diam mencintai seorang lelaki. Sebut saja namanya Eli. Lelaki ini oleh Eli dianggapnya spesial. Saking spesialnya ia menyembunyikan perasaannya itu hingga bertahun-tahun lamanya. Ia gigih untuk tidak mengutarakan kepada siapapun selain kepada buku catatan yang menemaninya di tiap kali ia merindukan, teringat dan tengah merasakan cintanya terhadap lelaki itu. Sebut saja namanya Afi.“Singkat cerita, Afi dijodohkan den
Ya! Ini bukan mimpi di siang bolong atau dalam tidur. Ini sungguhan yang kupastikan beberapa kali dengan kenyataan yang ada sehingga tak perlu lagi menyimpulkan kalau ini mimpi atau sungguhan.Gadis yang dijebak untuk bertunangan denganku tak lain dan tak bukan adalah Sheily. Mengetahui kalau itu Sheily, bagaimana aku tidak bahagia dan menangis haru? Di saat aku melepaskan dan netral sentral-netralnya, tiba-tiba aku dihadirkan dirinya untuk mewujudkan apa yang menjadi harapanku kemarin.Aku memprediksikan semua ini telah dirancang dan direncanakan dengan sedemikiannya oleh satu orang yang dibantu timnya. Orang itu siapa lagi kalau bukan Pak Komisaris yang mungkin diam-diam meriset keadaan kami dan mengambil celah untuk sebuah kejutan yang memang aku harapkan.Lalu kehadiran teman-teman kantor, keluargaku, persiapan gedung ini, modus seseorang yang menjadi donatur biaya pengobatan ayah Sheily, dan semua yang terlibat untuk acara ini adalah bagian dari rencana Pak
Sekali lagi aku terkejut begitu tahu kalau benar-benar dia yang ada di depanku. Lama tak jumpa setelah kejadian itu. Dan selama tak jumpa itu tak terdengar kabar tentangnya olehku. Secepat itukah dia menjalani proses hukuman? Apa ia dan pengacaranya mengajukan banding atas keringan hukuman sehingga hanya setahun?“Hai Lucas. Apa kabar bro? Sudah bebas nih? Kok ada disini Bro?”“Kabar baik bro. Aku tak menyangka kita akan bertemu lagi. Ya aku sudah terbebas dengan segala pertimbangan yang ribet jika aku ceritakan. Yang jelas selama masa hukuman itu ada banyak hal yang kulalui disana. Soal pergulatan batin, introspeksi diri, penyesalan karena telah mengkhianati orang sebaik dirimu, dan lain-lain.“Ya! Aku sangat menyesal Bro. Karena salahku itu aku merasa tidak berhak mendapatkan apa yang dulu aku dapatkan disini. Meski begitu aku tetap berhak untuk mengunjungi tempat ini yang penuh kenangan dan kerinduanku selama di sel. Dan itulah alasan
Alhasil, setelah semua isi pesan ibu Sheily kubaca, hatiku malah dirundung rasa sedih kembali. Sedetik kemudian, kecewa. Lalu, ngilu rasanya.Kalau saja aku mengetahui isi pesannya demikian, tentu lebih baik aku tidak usah membacanya atau langsung menghapusnya saja. Tapi, karena aku sudah bertekad untuk berdamai dan memaafkan semuanya, perlahan rasa tidak mengenakkan itu luntur dan kembali netral.Dalam pesan itu, ibu Sheily mengabarkan berita tunangan Sheily. Sebelumnya beliau meminta maaf padaku yang sebesar-besarnya. Pembicaraan kemarin saat kunjungan ke rumah Sheily terkait niat baikku melamar Sheily juga sudah diceritakan ke Sheily. Sontak Sheily terkejut, bahagia yang bercampur sedih yang teramat.Sheily juga menyesali kenapa semua ini datang terlambat. Tapi bagaimanapun harus ikhlas menerima. Dan ia berharap aku mendapatkan wanita yang lebih baik darinya.Sheily sudah ikhlaskan aku, ia lepaskan dan biarlah kisah perjalanan cinta dalam diamnya selam
Menyadari suasana menuju tidak nyaman aku berpura-pura izin ke belakang. Aku berpura-pura ingin buang air kecil demi menyelamatkan suasana yang kurang nyaman itu.“Adek. Tolong diantar Mas David ya,” pinta Sheily pada adiknya. Yang diperintah menurut dan mengantarkanku ke belakang. Setidaknya upayaku berhasil membuat keadaan jauh lebih baik. Usai dari belakang aku izin untuk pamit.Saat memasuki mobil aku menatap wajah Sheily yang mengantarku sampai halaman rumah. Kutangkap sekilas pancaran wajahnya yang tidak menunjukkan kecurigaan ia sedang menyimpan sesuatu. Ia malah tersenyum dan berterimakasih atas kehadiranku. Aku balik tersenyum padanya lalu, pada ayah ibunya yang melepas kepulanganku dari depan pintu.Keluarga sederhana yang hangat. Rasanya aku seperti berada di rumah sendiri.Di dalam mobil menuju rumah mataku seketika berkaca-kaca. Tak kuasa aku menanggung beban seperti ini. Padahal tinggal sebentar lagi. Padahal kurang selangk
Sebelum Ibu Sheily menyambut Sheily dan suaminya, ia amankan buku catatan itu agar tidak ketahuan Sheily. Sementara aku tetap di dalam. Berjuang menetralkan keadaan sembari menghapus air mataku dengan tisu.Tak lama kemudian mereka masuk ke dalam. Aku bergegas bangkit dan menyalami ayah Sheily dan juga Sheily yang agak canggung karena tidak biasa saliman kalau di kantor. Sementara Sheily menemaniku, ayahnya izin masuk ke dalam bersama ibunya.“Maaf Pak menunggu lama. Tadi di jalan macet.”“Tidak apa-apa Sheil. Yang penting selamat.” Aku berusaha untuk netral. Sheily tak menaruh curiga padaku namun, ia pandai sekali menyembunyikan masalahnya sampai tak terlihat ia sedang memiliki masalah. Selain itu, ia juga pandai menyembunyikan perasaan terhadap orang yang sangat dicintai selama bertahun-tahun ini.“Oya Pak. Katanya ada yang mau dibicarakan ya?”Benar Sheil. Tapi tidak jadi karena aku sudah tahu semuanya. Tak sa
Tampak dari raut mukanya sepertinya ibu Sheily belum siap dengan kabar bahagia itu. bukannya harusnya senang dan memberi dukungan tapi yang kudapati adalah sikapnya yang seperti menyembunyikan sesuatu.“Bu.. Maaf… apa saya salah mengatakannya?”Saat kuulangi pertanyaanku eh malah menangis. Aku jadi semakin bingung.“Tidak Nak. Kau tidaklah salah untuk mengatakan yang sejujurnya sesuai hatimu.”“Lalu kenapa ibu menangis? Bukannya seharusnya ibu bahagia?”“Benar Mas David. Sudah seharusnya ibu bahagia mendengar itu tapi jika kabar gembira ini datang sebelum kejadian barusan.”“Kejadian barusan maksudnya bu?” Sejenak ibu Sheily terdiam. Sepertinya ia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk disampaikan. Tak lama kemudian beliau mulai bersuara.“Sebenarnya kejadian ini sudah lama Mas David. Karena penyakit yang diderita ayahnya Sheily cukup serius maka disarankan do
“Iya Pak. Maaf ada apa ya pak menelepon?” Tanyaku langsung. Agak kesal karena bacaanku yang keganggu. Namun aku berusaha tetap sopan. Setelah basa-basi menanyakan keadaanku Pak Herman langsung menyampaikan inti tujuan aku ditelponnya.“Jadi begini Nak David. Beberapa hari yang lalu pemuda yang hendak melamar Maria datang ke rumah bersama keluarganya. Di sana kami terkejut dengan apa yang diutarakannya. Ternyata mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan pernikahan itu.”“Ha? Bagaimana bisa Pak?” Sontak aku terkejut.“Jadi entah bagaimana awalnya, Maria diminta jujur ke pemuda itu saat di telepon. Jujur yang dimaksud adalah apakah Maria pernah pacaran atau tidak dan selama ini berhubungan dengan siapa saja soal asmara. Karena Maria sudah terlatih dari kecil untuk tidak berbohong ia akhirnya berbicara sejujurnya dan apa adanya. Ia menceritakan kisahnya denganmu Nak David. Keesokan harinya tiba-tiba mereka datang ke rumah un