“Di kamarmu saja kalau kamu boleh. Lalu kamu tidur di kamar tamu. Ya nggaklah. Kamu gimana sih. Ibu Sudah bilang Mpok Yanti untuk menyiapkan kamar tamunya. Nanti Maria bisa tidur di situ.”
Perintah mendadak yang sangat tidak aku inginkan. Sebenarnya berat sekali dan ingin menolak tapi situasi sedang tidak bersahabat untuk berdebat dengan ibu. Agar aku bisa segera pulang dan istirahat aku iyakan saja. Kami berpamitan ke ibu dan Pak Herman. Kata ibu ayah sudah terlelap jadi tidak perlu pamit. Lalu kami segera meluncur ke rumah.
Malam semakin larut dan jalanan semakin sepi dari kendaraan. Membuat mobil yang kukendarai melesat lebih cepat. Sementara aku menyetir mobil, Maria yang duduk di sampingku hanya diam dengan wajah sumringahnya. Mungkin ia merasa menang aku berada di pihaknya.
Sejauh ini aku tak pernah membayangkan duduk berduan di dalam mobil bersamanya. Apalagi dia menginap di rumahku dan sedikit banyak akan tahu aktivitasku. Duh! Merepotkan. Ak
“Gadis cantik di samping saya adalah calon tunangan saya pak. Ibu saya yang menyuruh untuk membawa ke rumah karena ayah sedang dirawat di rumah sakit. Jika ingin bukti kebenaran ucapan saya apa perlu saya teleponkan?” Jelasku sambil mengeluarkan handphone untuk menelepon jika diminta. Seketika Pak Sekuriti mengerti dan memaklumi lalu mempersilakan kami langsung masuk kompleks sebelum menitipkan salam pada keluargaku yang sedang ditimpa musibah.Aku toleh Maria yang ekspresi wajahnya berubah lagi. Kali ini ia tersipu malu bercampur wajah bahagia dan berbunga. Pastilah karena ucapanku barusan.“Terima kasih ya Kak sudah menyelamatkanku.”“Itu sudah keahlianku. Biasa saja kali,” responsku pendek. Dalam hati aku sebal kenapa begitu aku beri kesempatan berbicara ia hanya diam saja.“Dan terima kasih sudah menganggapku tunangan Kakak.” Kali ini aku menoleh ke arahnya sekadar memastikan d
Aku menyesal kenapa tadi tidak segera menyalakan lampu terlebih dahulu. Rasa letih bercampur kantuk membuatku alpa. Biasanya aku juga melakukan hal yang sama tapi tidak pernah mendapati kejadian aneh seperti ini. Segera saja aku bangkit dari ranjang dan menyalakan lampu.Aku semakin kaget setelah tahu yang tadi diatas ranjang adalah Maria. Ia yang mendapatiku terkaget segera bangkit sambil menahan malu bercampur rasa kantuknya.“Kenapa kamu di sini? Ini kamarku,” keluhku padanya. Ia malah kebingungan.“Maaf Kak. Aku sungguh tidak tahu. Mpok Yanti yang menyuruhku masuk ke kamar ini.”Duh. Mpok Yanti. Bagaimana sih dia. Bukannya ia sudah tahu kamar tamu dimana. Sontak aku berteriak memanggil namanya.“Mpok Yantiiiiiiiiiiiii!!!!!!!!”Sekali tidak ada suara.“Mpokkkkkkkk Mpok Yantiiiiiiiiiiiii.”Aku tak tahu teriakanku semakin kencang.“Mpokk cepetttt sini..!!!!Mpok
Usai terkejut dengan pengakuan Mpok Yanti, aku langsung bergegas ke kantor. Mobil melesat menyusuri jalanan yang sebentar lagi penuh. Di jalan aku menelpon ibu. Menanyakan kondisi terupdate ayah. Katanya masih sama dan belum ada progres yang signifikan.Kutawarkan apa sore pulang kerja aku perlu ke sana? Ibu bilang tidak perlu jika aku masih sibuk dan capek. Karena kedua Kakakku sudah datang dan akan bergantian berjaga menemani ibu jagain ayah. Aku juga sudah sampaikan kalau Mpok Yanti sudah menyiapkan apa yang ibu minta dan nanti agak siangan Maria akan berangkat ke rumah sakit.Soal masakan tadi. Aku akui masakan Maria benar-benar enak. Tapi karena gengsi aku malu mengakui di depan Maria. Tadi usai Mpok Yanti bilang kalau masakan itu yang masak adalah Maria aku sampai menghampiri Maria ke belakang untuk memastikan kalau ia benar-benar yang memasak. Ia hanya tersenyum dan berterima kasih karena sudah mau memakanan makanan yang sudah dimasak.Jujur aku katakan b
“Orang jatuh cinta itu seperti orang batuk. Meski sekuat apapun ia menahan tapi jika memang waktunya harus dikeluarkan maka akan keluar batuknya,” ia tersenyum sebagai bentuk responsnya atas permintaanku untuk jujur dari mana ia tahu informasi itu.“Tapi tenang Pak. Bukankah selama ini sudah biasa dan saya selalu pandai menyembunyikan rahasia Bapak?”Aku lega dan sempat memujinya. Aku menawarkan bonus dari saku pribadi.“Tidak perlu Pak. I am fine. Gak apa-apa. Aku tulus kok. Lagian kebahagiaan Bapak juga akan berpengaruh pada kinerja Bapak di kantor. Dan di perusahaan siapa yang tidak tahu dengan kualitas kinerja Bapak.”Sekali lagi aku berterima kasih, lalu Sheily undur diri. Ada kerjaan lain yang harus ia selesaikan sebelum siang ini. Di saat yang bersmaan Shopia menelpon. Membuat perasaan malu dan panikku berangsung hilang dan bergantikan dengan perasaan bahagia bisa mendengar suara pujaan hati.Shop
“Bagaimana rasanya Kak, enak tidak?”Lagi-lagi aku kaget. Kenapa ia masih ada di sini? Alasan apalagi yang buat ia tinggal di rumahku lebih lama lagi. Perjodohan yang berhasil? Kalau itu jangan harap.“Kamu?? Kenapa masih disini? Bukannya kamu seharusnya ada di rumah sakit?”“Benar Kak. Seharusnya ada di sana tapi, ibu dan ayah Kakak memaksaku untuk tetap di sini. Tambah lagi ayahku yang mendesak. Tadinya aku sudah tidak mau karena takutnya Kakak kurang nyaman selama aku disini tapi apa boleh buat. Ini bukan permintaanku,” Maria berusaha menjelaskan duduk perkaranya.“Tapi meski tidak permintaanmu tapi ini keinginanmu bukan?” Seketika ia berusaha menyembunyikan wajah malunya yang tetap cantik.“Dari pada kamu berdiri dan bengong di sana mendingan kamu bantu aku deh habisin makanan ini.”“Semua makanan ini buat Kakak. Aku masakin spesial buat Kakak. Karena Kakak letih seharian
Sosok cantik yang tak henti-hentinya dan selalu ada cara untuk mengejarku itu tengah menangis dengan suara tangisan yang membuat iba dan terharu siapapun yang mendengarnya. Aku yang mendengarkannya dengan seksama sampai terhanyut dan terenyuh.Dengan balutan mukena putih di atas sajadah menghadap ke kiblat ia mengadu berdoa dengan isak tangis kepada Tuhan. Begitu aku dengarkan dengan seksama aku paham maksud doa itu. Membuatku berpikir dua kali dan menjadi tidak tega jika harus membatalkan perjodohan itu mengingat perjuangan yang dilakukannya dan kesungguhannya serta ketulusannya mengejarku. Namun logisnya, aku tidak mencintainya. Aku hanya tidak ingin membuatnya nanti semakin menderita karena hidup dan bersama serta mencintai orang yang sama sekali tidak mencintainya.Agar keberadaanku tidak diketahui olehnya aku segera masuk ke kamar dan melanjutkan tidurku yang perlu ditambah. Keesokan harinya seperti biasa aku bersiap berangkat sebelum melakukan rutin
Pada akhirnya aku harus memilih karena hidup adalah pilihan. Pilih yang resikonya paling kecil dan manfaatnya jauh lebih besar. Setidaknya itulah prinsip dalam memilih. Dan pilihanku kali ini pada keluarga. Aku sudah mengorbankan waktu kerjaku untuk menyempatkan ke sini. Jadi jika mundur rasanya sia-sia aku ke sini.Kutelepon ibu untuk menanyakan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Rupanya ayah masih di rumah sakit dan tidak melakukan seperti yang kusangkakan yaitu diam-diam memberi surprise di rumah. Ayah hanya dipindahkan ke ruang lain karena kondisinya sudah membaik. Ibu segera memberitahu kamar yang sekarang. Bergegas aku menuju kesana.Di sana aku disambut hangat oleh semua yang berjaga. Ibu tentu saja, salah satu kakakku yang senang akhirnya bisa bertemu denganku. Aku dirangkulnya sayang. Erat sekali. Pak Herman yang masih setia menunggu dan ayah. Dengan ekspresi bahagianya ia tersenyum dan tampak senang lantaran kehadiranku.Aku menanyakan ke ibu
Alasan kemarahanku begitu tahu pelakunya bukanlah sang pelaku yang memang menjadi dalang. Tapi ini soal memori itu yang sulit dihapuskan. Sebuah penghianatan yang membekas sampai ke relung jiwaku yang dilakukan Lucas. Lucas memang sudah tidak di perusahaan dan kabar terakhir yang kudengar ia tengah menjalani masa hukuman. Tapi saat ia keluar dari perusahaan ia meninggalkan racun yang bisa menggerogoti perusahaan dari dalam.Pelaku dari kekacuan kemarin tak lain dan tak bukan adalah Rafles. Orang terdekat Lucas saat dia masih di sini. Ibarat Andrew denganku maka Rafles dengan Lucas. Sedikit banyak pasti dia menyerap siasat dan strategi licik Lucas yang diimplementasikan untuk menyusup dari dalam lewat projek-projek atau program kerja. Jika tidak jeli maka taktik dan pergerakannya tidak ketahuan.Bagiku ia bermain kurang rapi. Mungkin ia belum lolos menyerap ilmu licik si Lucas yang berakibat ia jatuh terjerumus sendiri. Dan begitu aku mendekatinya rasanya ingin menghaja
“Bapak ibu dan semua tamu undangan. Sebagaimana yang saya sampaikan di depan tadi untuk memberikan keputusan saya atas perkara ini maka,dengan segala kerendahan hati saya, dengan segala pertimbangan yang saya pikirkan matang-matang, dengan segala rasa dan perjalanan yang saya ikhlaskan, memutuskan untuk memberi keputusan Mas David agar kembali mengejar cintanya kepada wanita yang pernah sangat dicintainya, dan wanita yang saking cintanya ke Mas David sampai pernah jatuh sakit berbulan-bulan hanya karena merindu.“Saya ikhlas dan saya tidak apa-apa. Toh semua ini hanya titipan. Soal jodoh urusan Tuhan. Saya merasa yang lebih pantas mendampingi Mas David dalam mengarungi hidup dan bahtera rumah tangga sampai akhir usia adalah wanita itu bukan saya. Maka dari itu mohon keikhlasannya semuanya.“Dan khususnya kepada ayah ibu. Hiks… hiks…. Ini memang sudah jalannya. Maaf selama ini saya tidak terus terang. Tapi yakinlah apa yang kita lepaskan
Entahlah apa maksud Sheily menolah-noleh tadi dengan durasi waktu yang cukup menyita perhatian para audience. Aku tak terlalu peduli. Aku hanya meperhatikan Sheily-ku. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi istriku.Setelah Sheily kembali fokus ke apa yang ingin disampaikan, para tamu undangan kembali tertuju perhatiannya ke Sheily.“Bapak ibu sekalian. Izin untuk sedikit bercerita. Cerita ini bukanlah fiktif. Tapi cerita yang berangkat dari kejadian yang sesunggunya.“Cerita itu bermula saat ada seseorang yang diam-diam mencintai seorang lelaki. Sebut saja namanya Eli. Lelaki ini oleh Eli dianggapnya spesial. Saking spesialnya ia menyembunyikan perasaannya itu hingga bertahun-tahun lamanya. Ia gigih untuk tidak mengutarakan kepada siapapun selain kepada buku catatan yang menemaninya di tiap kali ia merindukan, teringat dan tengah merasakan cintanya terhadap lelaki itu. Sebut saja namanya Afi.“Singkat cerita, Afi dijodohkan den
Ya! Ini bukan mimpi di siang bolong atau dalam tidur. Ini sungguhan yang kupastikan beberapa kali dengan kenyataan yang ada sehingga tak perlu lagi menyimpulkan kalau ini mimpi atau sungguhan.Gadis yang dijebak untuk bertunangan denganku tak lain dan tak bukan adalah Sheily. Mengetahui kalau itu Sheily, bagaimana aku tidak bahagia dan menangis haru? Di saat aku melepaskan dan netral sentral-netralnya, tiba-tiba aku dihadirkan dirinya untuk mewujudkan apa yang menjadi harapanku kemarin.Aku memprediksikan semua ini telah dirancang dan direncanakan dengan sedemikiannya oleh satu orang yang dibantu timnya. Orang itu siapa lagi kalau bukan Pak Komisaris yang mungkin diam-diam meriset keadaan kami dan mengambil celah untuk sebuah kejutan yang memang aku harapkan.Lalu kehadiran teman-teman kantor, keluargaku, persiapan gedung ini, modus seseorang yang menjadi donatur biaya pengobatan ayah Sheily, dan semua yang terlibat untuk acara ini adalah bagian dari rencana Pak
Sekali lagi aku terkejut begitu tahu kalau benar-benar dia yang ada di depanku. Lama tak jumpa setelah kejadian itu. Dan selama tak jumpa itu tak terdengar kabar tentangnya olehku. Secepat itukah dia menjalani proses hukuman? Apa ia dan pengacaranya mengajukan banding atas keringan hukuman sehingga hanya setahun?“Hai Lucas. Apa kabar bro? Sudah bebas nih? Kok ada disini Bro?”“Kabar baik bro. Aku tak menyangka kita akan bertemu lagi. Ya aku sudah terbebas dengan segala pertimbangan yang ribet jika aku ceritakan. Yang jelas selama masa hukuman itu ada banyak hal yang kulalui disana. Soal pergulatan batin, introspeksi diri, penyesalan karena telah mengkhianati orang sebaik dirimu, dan lain-lain.“Ya! Aku sangat menyesal Bro. Karena salahku itu aku merasa tidak berhak mendapatkan apa yang dulu aku dapatkan disini. Meski begitu aku tetap berhak untuk mengunjungi tempat ini yang penuh kenangan dan kerinduanku selama di sel. Dan itulah alasan
Alhasil, setelah semua isi pesan ibu Sheily kubaca, hatiku malah dirundung rasa sedih kembali. Sedetik kemudian, kecewa. Lalu, ngilu rasanya.Kalau saja aku mengetahui isi pesannya demikian, tentu lebih baik aku tidak usah membacanya atau langsung menghapusnya saja. Tapi, karena aku sudah bertekad untuk berdamai dan memaafkan semuanya, perlahan rasa tidak mengenakkan itu luntur dan kembali netral.Dalam pesan itu, ibu Sheily mengabarkan berita tunangan Sheily. Sebelumnya beliau meminta maaf padaku yang sebesar-besarnya. Pembicaraan kemarin saat kunjungan ke rumah Sheily terkait niat baikku melamar Sheily juga sudah diceritakan ke Sheily. Sontak Sheily terkejut, bahagia yang bercampur sedih yang teramat.Sheily juga menyesali kenapa semua ini datang terlambat. Tapi bagaimanapun harus ikhlas menerima. Dan ia berharap aku mendapatkan wanita yang lebih baik darinya.Sheily sudah ikhlaskan aku, ia lepaskan dan biarlah kisah perjalanan cinta dalam diamnya selam
Menyadari suasana menuju tidak nyaman aku berpura-pura izin ke belakang. Aku berpura-pura ingin buang air kecil demi menyelamatkan suasana yang kurang nyaman itu.“Adek. Tolong diantar Mas David ya,” pinta Sheily pada adiknya. Yang diperintah menurut dan mengantarkanku ke belakang. Setidaknya upayaku berhasil membuat keadaan jauh lebih baik. Usai dari belakang aku izin untuk pamit.Saat memasuki mobil aku menatap wajah Sheily yang mengantarku sampai halaman rumah. Kutangkap sekilas pancaran wajahnya yang tidak menunjukkan kecurigaan ia sedang menyimpan sesuatu. Ia malah tersenyum dan berterimakasih atas kehadiranku. Aku balik tersenyum padanya lalu, pada ayah ibunya yang melepas kepulanganku dari depan pintu.Keluarga sederhana yang hangat. Rasanya aku seperti berada di rumah sendiri.Di dalam mobil menuju rumah mataku seketika berkaca-kaca. Tak kuasa aku menanggung beban seperti ini. Padahal tinggal sebentar lagi. Padahal kurang selangk
Sebelum Ibu Sheily menyambut Sheily dan suaminya, ia amankan buku catatan itu agar tidak ketahuan Sheily. Sementara aku tetap di dalam. Berjuang menetralkan keadaan sembari menghapus air mataku dengan tisu.Tak lama kemudian mereka masuk ke dalam. Aku bergegas bangkit dan menyalami ayah Sheily dan juga Sheily yang agak canggung karena tidak biasa saliman kalau di kantor. Sementara Sheily menemaniku, ayahnya izin masuk ke dalam bersama ibunya.“Maaf Pak menunggu lama. Tadi di jalan macet.”“Tidak apa-apa Sheil. Yang penting selamat.” Aku berusaha untuk netral. Sheily tak menaruh curiga padaku namun, ia pandai sekali menyembunyikan masalahnya sampai tak terlihat ia sedang memiliki masalah. Selain itu, ia juga pandai menyembunyikan perasaan terhadap orang yang sangat dicintai selama bertahun-tahun ini.“Oya Pak. Katanya ada yang mau dibicarakan ya?”Benar Sheil. Tapi tidak jadi karena aku sudah tahu semuanya. Tak sa
Tampak dari raut mukanya sepertinya ibu Sheily belum siap dengan kabar bahagia itu. bukannya harusnya senang dan memberi dukungan tapi yang kudapati adalah sikapnya yang seperti menyembunyikan sesuatu.“Bu.. Maaf… apa saya salah mengatakannya?”Saat kuulangi pertanyaanku eh malah menangis. Aku jadi semakin bingung.“Tidak Nak. Kau tidaklah salah untuk mengatakan yang sejujurnya sesuai hatimu.”“Lalu kenapa ibu menangis? Bukannya seharusnya ibu bahagia?”“Benar Mas David. Sudah seharusnya ibu bahagia mendengar itu tapi jika kabar gembira ini datang sebelum kejadian barusan.”“Kejadian barusan maksudnya bu?” Sejenak ibu Sheily terdiam. Sepertinya ia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk disampaikan. Tak lama kemudian beliau mulai bersuara.“Sebenarnya kejadian ini sudah lama Mas David. Karena penyakit yang diderita ayahnya Sheily cukup serius maka disarankan do
“Iya Pak. Maaf ada apa ya pak menelepon?” Tanyaku langsung. Agak kesal karena bacaanku yang keganggu. Namun aku berusaha tetap sopan. Setelah basa-basi menanyakan keadaanku Pak Herman langsung menyampaikan inti tujuan aku ditelponnya.“Jadi begini Nak David. Beberapa hari yang lalu pemuda yang hendak melamar Maria datang ke rumah bersama keluarganya. Di sana kami terkejut dengan apa yang diutarakannya. Ternyata mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan pernikahan itu.”“Ha? Bagaimana bisa Pak?” Sontak aku terkejut.“Jadi entah bagaimana awalnya, Maria diminta jujur ke pemuda itu saat di telepon. Jujur yang dimaksud adalah apakah Maria pernah pacaran atau tidak dan selama ini berhubungan dengan siapa saja soal asmara. Karena Maria sudah terlatih dari kecil untuk tidak berbohong ia akhirnya berbicara sejujurnya dan apa adanya. Ia menceritakan kisahnya denganmu Nak David. Keesokan harinya tiba-tiba mereka datang ke rumah un