Aku kembali menghambur ke teman-teman kantor yang asyik mengobrol. Belum genap semenit satu orang menagkap sikapku yang tidak biasa.
“Pak David? Are you okay?” Pertanyaan salah satu karyawan mengagetkanku.
“Ya.. ya.. I`m fine. It`s totally fine. Don’t worry.” Aku mencoba meyakinkan mereka kalau situasinya setidak apa-apa itu. Tapi belum genap aku melanjutkan hape yang saat itu kutaruh di atas meja memekik. Dari layar keluar satu nama yang tak lain dan tak bukan adalah nama ibu. Ibu menelepon lagi setelah tadi kututup paksa. Mendengar dering telepon yang semua bisa mendengarnya semua pandangan menuju ke arahku. Andrew yang duduk di sebelahku menangkap sesuatu setelah mengetahui ternyata ibuku yang menelepon.
“Jika itu penting sekali, tidak apa-apa Bapak duluan saja. Kami tidak apa-apa di sini.” Saran Andrew. Yang lain menyepakati dan mendorong agar aku tidak berlarut-larut dalam ketidaknyamanan ini.
“Maaf kak, jadi ngagetin,” ujar Maria. “Iya, gak apa-apa,” aku hanya membalas singkat. “Boleh aku duduk di tempat yang kelihatannya sangat nyaman ini?” Ia meminta izin. “Iya,” jawabku masih singkat dan dingin. “Sepertinya kakak tidak menghendaki perjodohan ini,” ia langsung to the point. Aku belum siap dengan jawaban itu. Segera kualihkan ke pembahasan lain. “Oya, kenapa kamu kesini? Bukannya di dalam sedang membahas hal penting.” “Ibu kakak yang menyuruhku menemani kakak. Barangkali kakak butuh ditemani.” “Tidak. Aku sedang ingin sendiri. Kamu kalau mau masuk lagi juga gak apa-apa,” jawabanku makin ketus. Ia tidak menyerah. “Gak ah. Enakan disini. Biar.. saling akrab dan mencoba mengenal lebih dekat. Bukankah sebentar lagi kita akan…” Belum genap melanjutkan aku segera memotong. “Akan apa? Kamu serius ya dengan perjodohan ini? Kamu mau saja dijodohin? Kamu memang tahu aku pria baik-baik?
Ayah benar-benar membawaku pada situasi hati serumit ini. Tapi cepat atau lambat aku harus katakan sejujurnya. Meski itu pahit dan meluaki dan meskipun aku akan dibenci, dicaci atau dihindari. Aku tak peduli jika ini sudah menyangkut hati dan prinsip. Hanya tinggal waktu baiknya untuk katakan sejujurnya.Tapi setelah kupertimbangkan kembali rasanya aku perlu menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya.Aku tak begitu menggubris sindirian mereka. Aku izin masuk duluan karena sudah terlalu lama di luar meski alasan sesungguhnya adalah menghindari mereka.Tak beberapa lama kemudian kami kembali ke dalam. Kali ini kami melanjutkan obrolan di ruang tengah karena sudah selesai makan-makan.“Bapak lihat kalian sudah semakin dekat ya. Semoga kalian cocoklah dan disegerakan.”Pak Herman membuka obrolan itu dengan mengatakan sesuai perspektifnya saja tanpa melihat dari sudut pandang kami.“Iya benar. Semakin akrab. Tidak salah nih
Ini bukan zaman Siti Nurbaya yang sarat akan perjodohan. Ini zaman sudah modern dan tidak semetisnya disamakan dengan zaman dahulu. Soal cinta adalah urusan hati dan tidak bisa dipaksakan. Aku tidak bisa membayangkan hidup berdua tanpa cinta di hati. Bagaimana bisa para orang tua yang menjodohkan anaknya tanpa mempertimbangkan perasaan keduanya? Dan bagaimana bisa mereka tetap mempertahankan egonya tanpa terlebih dahulu meminta izin kepada anak-anaknya?Sekali lagi ini bukan zaman dulu yang bisa seenaknya menjodohkan anaknya dan anaknya harus mau. Zaman sudah berubah. Pola pikir dan perilaku manusia pun berubah. Dalam hal apapun khususnya jodoh. Biarlah anak memilih siapa jodoh terbaiknya dan orang tua cukup mendoakannya saja jika tidak mau mendukungnya.Tidak perlu dipaksa dan memang tidak semetisnya terjadi pemaksaan dalam urusan jodoh ini. Banyak kasus terjadi di luaran sana. Terpaksa menerima perjodohan tapi berujung kandas karena terjadi ketidak cocokan. Memang ad
Di dalam ruangan kerjaku dimana kebetulan Sheily ada di dalam saat mengantarkan berkas yang harus kutandatangani, aku dah Sheily berbincang ringan.“Bapak terlihat sangat gugup saat bertemu Bu Shopia barusan. Seperti tidak sewajarnya gitu.”“Maksudnya Sheil?”“Maaf jika lancang bertanya Pak. Bukankah selama ini kepada client atau partner kerja yang lain bapak selalu tampil profesional dan tidak segugup itu?”“Memang tadi aku tidak profesional dan segugup itu Sheil?”“Jika sempat kurekam dan dibolehkan tentu itu jawaban yang tepat untuk pertanyaan Bapak.”Pertanyaan Sheily sepagi ini membuatku sadar kalau aku bertingkah tidak sewajarnya. Memang cinta bisa mengubah apapun menjadi apapun yang lainnya. Benci menjadi suka, panas menjadi dingin, pahit menjadi manis, susah menjadi mudah dan seterusnya. Lalu, sikapku yang tak kusadari tadi ternyata efek dari mencinta dan j
Hatiku berdebar-debar seketika. Terlebih lagi saat sekali lagi tak sengaja kami saling bertatapan untuk konfirmasi kalau grup yang dipasangkan itu tidak salah nama. Ia tersenyum ramah namun manis sekali sementara hatiku tak karuan mendebarnya di kedalaman sana. Namun, aku harus ingat satu hal sebagaimana yang ia lakukan padaku profesional!Kami berangkat ke lokasi bersama-sama. Meski grup sudah dibagi kami berangkat bersama dengan mobil masing-masing anggota tim dari perusahaan masing-masing. Karena hal ini aku jadi sedih karena tidak bisa satu mobil dengan Shopia. Sebenarnya bisa saja aku meminta satu mobil dengannya tapi hal itu akan membuat kecurigaan. Lagi dan lagi aku harus tetap pada prinsip profesional.Setelah menempuh perjalanan dengan segala hiruk pikuk keramaiannya kami tiba di lokasi. Setibanya disana baru kami bertemu dengan grup yang sudah dibagi. Seperti magnet yang saling di dekatkan, masing-masing dari kami mencari sendiri-sendiri pasangan grupnya. Dan
Aku memutuskan untuk berhenti dan menghadapi pemilik suara itu yang ternyata ada 6 orang berpakaian preman. Shopia terpaksa mengikuti dan mencari perlindungan di belakangku.“Maaf, siapa kalian semua? Dan kenapa berteriak tak jelas ke kami?”“Kalian yang siapa? Dan kenapa kalian ke sini?”“Kami hanya menjalankan tugas dan tidak ada urusannya dengan kalian.”“Persetan dengan tugas kalian. Yang jelas kehadiran kalian mengancam kenyamanan dan ketentraman lokasi kekuasaan kami. Dan siapapun yang mengusik tempat ini maka mereka akan berhadapan dengan kami semua dan saya khususnya.”“Kami tidak ada niat untuk mengusik abang-abang semua. Kami hanya menjalankan prosedur dan tempat ini sudah dilegalkan secara hukum untuk digarap.”“Dan itu masalahnya. Pemerintah selalu tidak kooperatif untuk hal dasar begini. Sikapnya terkesan egois dan lebih mementingkan golongan sebelah. Ini tidak
Mau tidak mau suka tidak suka aku hadapi mereka. Secepat yang kubisa lakukan aku amankan Shopia dengan membawanya agak menjauh meski dengan berlari di tengah jalanan becek sehingga sepatu dan celana kami penuh dengan bercak tanah basah. Dan tahap selanjutnya adalah memulai pertarungan itu.Dengan kemampuan bela diri yang pernah kupelajari dan kecepatan gerakan yang pernah kufokus dalami membuat pukulan mereka kalah cepat dengan pukulanku yang mendarat di beberapa bagian fatal tubuh mereka satu satu. Serta merta mereka sempoyongan dan dari mereka ada yang langsung ambruk.Segera kuhajar satu persatu di bagian fatal yang lain sehingga mereka sulit bergerak dengan masing-masing tinju mengepal mengenai wajah mereka. Dengan durasi yang singkat aku berhasil melumpuhkan mereka. Tepat saat semua ambruk tak berdaya kawan-kawan tim yang terdiri dari beberapa grup berbondong-bondong menghampiri kami.“Are you okay Pak? Are you okay Bu?&ldquo
Ibu menceritakan soal Renata yang meskipun aku sangat malas membahas itu lagi. Ibu memintaku untuk mendengarkannya dengan begitu aku bisa semakin bulat mengambil sikapku. Hubungan baik dan kedekatan ibu dengan Renata tempo lalu membuat ibu merasa tidak enak jika tidak mengatakan itu padaku.Intinya Renata sangat menyesali perbuatannya. Dengan isak tangis yang menderu ia menyampaikan permintaan maafnya dan memohon agar menyampaikannya padaku karena sejak kejadian itu aku memblokir nomornya. Sepanjang di telepon Renata, ibu tidak banyak berkomentar selain meminta Renata untuk sabar dan ikhlas sekaligus menasihati untuk mencari lelaki yang lebih baik. Ibu tahu sikap dan karakterku bagaimana dan rasanya sangat sulit jika harus balik dengan Renata apalagi dipaksa.Aku berterimakasih pada ibu yang sangat kooperatif. Lalu ibu sedikit membahas soal ayah. Ibu mengaku kalau ayah sudah tahu soal pembicaraan aku dan ibu semalam. Karena momennya pas ibu sekaligus membujuk ayah untu
“Bapak ibu dan semua tamu undangan. Sebagaimana yang saya sampaikan di depan tadi untuk memberikan keputusan saya atas perkara ini maka,dengan segala kerendahan hati saya, dengan segala pertimbangan yang saya pikirkan matang-matang, dengan segala rasa dan perjalanan yang saya ikhlaskan, memutuskan untuk memberi keputusan Mas David agar kembali mengejar cintanya kepada wanita yang pernah sangat dicintainya, dan wanita yang saking cintanya ke Mas David sampai pernah jatuh sakit berbulan-bulan hanya karena merindu.“Saya ikhlas dan saya tidak apa-apa. Toh semua ini hanya titipan. Soal jodoh urusan Tuhan. Saya merasa yang lebih pantas mendampingi Mas David dalam mengarungi hidup dan bahtera rumah tangga sampai akhir usia adalah wanita itu bukan saya. Maka dari itu mohon keikhlasannya semuanya.“Dan khususnya kepada ayah ibu. Hiks… hiks…. Ini memang sudah jalannya. Maaf selama ini saya tidak terus terang. Tapi yakinlah apa yang kita lepaskan
Entahlah apa maksud Sheily menolah-noleh tadi dengan durasi waktu yang cukup menyita perhatian para audience. Aku tak terlalu peduli. Aku hanya meperhatikan Sheily-ku. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi istriku.Setelah Sheily kembali fokus ke apa yang ingin disampaikan, para tamu undangan kembali tertuju perhatiannya ke Sheily.“Bapak ibu sekalian. Izin untuk sedikit bercerita. Cerita ini bukanlah fiktif. Tapi cerita yang berangkat dari kejadian yang sesunggunya.“Cerita itu bermula saat ada seseorang yang diam-diam mencintai seorang lelaki. Sebut saja namanya Eli. Lelaki ini oleh Eli dianggapnya spesial. Saking spesialnya ia menyembunyikan perasaannya itu hingga bertahun-tahun lamanya. Ia gigih untuk tidak mengutarakan kepada siapapun selain kepada buku catatan yang menemaninya di tiap kali ia merindukan, teringat dan tengah merasakan cintanya terhadap lelaki itu. Sebut saja namanya Afi.“Singkat cerita, Afi dijodohkan den
Ya! Ini bukan mimpi di siang bolong atau dalam tidur. Ini sungguhan yang kupastikan beberapa kali dengan kenyataan yang ada sehingga tak perlu lagi menyimpulkan kalau ini mimpi atau sungguhan.Gadis yang dijebak untuk bertunangan denganku tak lain dan tak bukan adalah Sheily. Mengetahui kalau itu Sheily, bagaimana aku tidak bahagia dan menangis haru? Di saat aku melepaskan dan netral sentral-netralnya, tiba-tiba aku dihadirkan dirinya untuk mewujudkan apa yang menjadi harapanku kemarin.Aku memprediksikan semua ini telah dirancang dan direncanakan dengan sedemikiannya oleh satu orang yang dibantu timnya. Orang itu siapa lagi kalau bukan Pak Komisaris yang mungkin diam-diam meriset keadaan kami dan mengambil celah untuk sebuah kejutan yang memang aku harapkan.Lalu kehadiran teman-teman kantor, keluargaku, persiapan gedung ini, modus seseorang yang menjadi donatur biaya pengobatan ayah Sheily, dan semua yang terlibat untuk acara ini adalah bagian dari rencana Pak
Sekali lagi aku terkejut begitu tahu kalau benar-benar dia yang ada di depanku. Lama tak jumpa setelah kejadian itu. Dan selama tak jumpa itu tak terdengar kabar tentangnya olehku. Secepat itukah dia menjalani proses hukuman? Apa ia dan pengacaranya mengajukan banding atas keringan hukuman sehingga hanya setahun?“Hai Lucas. Apa kabar bro? Sudah bebas nih? Kok ada disini Bro?”“Kabar baik bro. Aku tak menyangka kita akan bertemu lagi. Ya aku sudah terbebas dengan segala pertimbangan yang ribet jika aku ceritakan. Yang jelas selama masa hukuman itu ada banyak hal yang kulalui disana. Soal pergulatan batin, introspeksi diri, penyesalan karena telah mengkhianati orang sebaik dirimu, dan lain-lain.“Ya! Aku sangat menyesal Bro. Karena salahku itu aku merasa tidak berhak mendapatkan apa yang dulu aku dapatkan disini. Meski begitu aku tetap berhak untuk mengunjungi tempat ini yang penuh kenangan dan kerinduanku selama di sel. Dan itulah alasan
Alhasil, setelah semua isi pesan ibu Sheily kubaca, hatiku malah dirundung rasa sedih kembali. Sedetik kemudian, kecewa. Lalu, ngilu rasanya.Kalau saja aku mengetahui isi pesannya demikian, tentu lebih baik aku tidak usah membacanya atau langsung menghapusnya saja. Tapi, karena aku sudah bertekad untuk berdamai dan memaafkan semuanya, perlahan rasa tidak mengenakkan itu luntur dan kembali netral.Dalam pesan itu, ibu Sheily mengabarkan berita tunangan Sheily. Sebelumnya beliau meminta maaf padaku yang sebesar-besarnya. Pembicaraan kemarin saat kunjungan ke rumah Sheily terkait niat baikku melamar Sheily juga sudah diceritakan ke Sheily. Sontak Sheily terkejut, bahagia yang bercampur sedih yang teramat.Sheily juga menyesali kenapa semua ini datang terlambat. Tapi bagaimanapun harus ikhlas menerima. Dan ia berharap aku mendapatkan wanita yang lebih baik darinya.Sheily sudah ikhlaskan aku, ia lepaskan dan biarlah kisah perjalanan cinta dalam diamnya selam
Menyadari suasana menuju tidak nyaman aku berpura-pura izin ke belakang. Aku berpura-pura ingin buang air kecil demi menyelamatkan suasana yang kurang nyaman itu.“Adek. Tolong diantar Mas David ya,” pinta Sheily pada adiknya. Yang diperintah menurut dan mengantarkanku ke belakang. Setidaknya upayaku berhasil membuat keadaan jauh lebih baik. Usai dari belakang aku izin untuk pamit.Saat memasuki mobil aku menatap wajah Sheily yang mengantarku sampai halaman rumah. Kutangkap sekilas pancaran wajahnya yang tidak menunjukkan kecurigaan ia sedang menyimpan sesuatu. Ia malah tersenyum dan berterimakasih atas kehadiranku. Aku balik tersenyum padanya lalu, pada ayah ibunya yang melepas kepulanganku dari depan pintu.Keluarga sederhana yang hangat. Rasanya aku seperti berada di rumah sendiri.Di dalam mobil menuju rumah mataku seketika berkaca-kaca. Tak kuasa aku menanggung beban seperti ini. Padahal tinggal sebentar lagi. Padahal kurang selangk
Sebelum Ibu Sheily menyambut Sheily dan suaminya, ia amankan buku catatan itu agar tidak ketahuan Sheily. Sementara aku tetap di dalam. Berjuang menetralkan keadaan sembari menghapus air mataku dengan tisu.Tak lama kemudian mereka masuk ke dalam. Aku bergegas bangkit dan menyalami ayah Sheily dan juga Sheily yang agak canggung karena tidak biasa saliman kalau di kantor. Sementara Sheily menemaniku, ayahnya izin masuk ke dalam bersama ibunya.“Maaf Pak menunggu lama. Tadi di jalan macet.”“Tidak apa-apa Sheil. Yang penting selamat.” Aku berusaha untuk netral. Sheily tak menaruh curiga padaku namun, ia pandai sekali menyembunyikan masalahnya sampai tak terlihat ia sedang memiliki masalah. Selain itu, ia juga pandai menyembunyikan perasaan terhadap orang yang sangat dicintai selama bertahun-tahun ini.“Oya Pak. Katanya ada yang mau dibicarakan ya?”Benar Sheil. Tapi tidak jadi karena aku sudah tahu semuanya. Tak sa
Tampak dari raut mukanya sepertinya ibu Sheily belum siap dengan kabar bahagia itu. bukannya harusnya senang dan memberi dukungan tapi yang kudapati adalah sikapnya yang seperti menyembunyikan sesuatu.“Bu.. Maaf… apa saya salah mengatakannya?”Saat kuulangi pertanyaanku eh malah menangis. Aku jadi semakin bingung.“Tidak Nak. Kau tidaklah salah untuk mengatakan yang sejujurnya sesuai hatimu.”“Lalu kenapa ibu menangis? Bukannya seharusnya ibu bahagia?”“Benar Mas David. Sudah seharusnya ibu bahagia mendengar itu tapi jika kabar gembira ini datang sebelum kejadian barusan.”“Kejadian barusan maksudnya bu?” Sejenak ibu Sheily terdiam. Sepertinya ia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk disampaikan. Tak lama kemudian beliau mulai bersuara.“Sebenarnya kejadian ini sudah lama Mas David. Karena penyakit yang diderita ayahnya Sheily cukup serius maka disarankan do
“Iya Pak. Maaf ada apa ya pak menelepon?” Tanyaku langsung. Agak kesal karena bacaanku yang keganggu. Namun aku berusaha tetap sopan. Setelah basa-basi menanyakan keadaanku Pak Herman langsung menyampaikan inti tujuan aku ditelponnya.“Jadi begini Nak David. Beberapa hari yang lalu pemuda yang hendak melamar Maria datang ke rumah bersama keluarganya. Di sana kami terkejut dengan apa yang diutarakannya. Ternyata mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan pernikahan itu.”“Ha? Bagaimana bisa Pak?” Sontak aku terkejut.“Jadi entah bagaimana awalnya, Maria diminta jujur ke pemuda itu saat di telepon. Jujur yang dimaksud adalah apakah Maria pernah pacaran atau tidak dan selama ini berhubungan dengan siapa saja soal asmara. Karena Maria sudah terlatih dari kecil untuk tidak berbohong ia akhirnya berbicara sejujurnya dan apa adanya. Ia menceritakan kisahnya denganmu Nak David. Keesokan harinya tiba-tiba mereka datang ke rumah un