Waktu berjalan begitu cecpat. Tidak terasa, kini kehamilan Karina sudah masuk ke bulan ke delapan. Karina masih menjalani harinya seperti biasa, namun kini dia sangat menjaga tubuh karena sewaktu-waktu anaknya bisa lahir ke bumi.Nick menjadi orang paling tegang. Dia tidak pernah keluar rumah tanpa gadis itu, sudah sebulan dia hanya bekerja di rumah.Kalau pun harus keluar, dia tidak akan berhenti mengecek ponsel atau CCTV saat istrinya tidak memberikan kabar lebih dari 5 menit.Hari yang masih pagi ini, Karina sedang membuat sarapan untuk Nick. Atau lebih tepatnya dia memanaskan makanan yang semalam mereka beli.Hanya beberapa potong ayam panggan, dan beberapa roti bakar yang sekarang sudah masuk microwave.Nick keluar dari kamarnya dan langsung mendatangi Karina. Memeluk singkat gadis itu sembari mencium pelipisnya.“Selamat pagi..” sapa Nick yang terlihat lelah. Tadi malam dia begadang karena banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan.“Selamat pagi.” Balas Karina, dia memindahkan b
Kehadirian Dean dalam hidup Karina dan Nick membuat keduanya tak bisa berpuas diri.Karina tidak pernah merasa bosan dengan Dean. Belum pernah Karina mengluh saat membesarkan anaknya. Apa lagi, Dean termasuk anak yang amat tenang.Sementara itu, Nick juga ingin selalu membanggakan Dean ke siapa pun yang ia kenal. Setiap bekerja, Nick akan meminta sang istri untuk selalu memberikan foto Dean. Meski kadang fotonya hampir sama. Tapi, Nick tidak peduli, baginya Dean adalah anak paling sempurna.Jonathan dan Sarah menyesal karena tidak bisa melihat anak pertama Karina dengan Nick. Karina sangat mengerti soal hal itu. Jarak antara Boston dan Paris tidaklah dekat.Padahal, Sarah juga belum lama ini baru melahirkan anak keduanya yang berjenis kelamin perempuan. Karina malah akan merasa sungkan kalau Sarah memaksakan diri untuk menemuinya.Sekarang sudah ada video call, jadi rasa rindu mereka bisa tersampaikan dengan mudah.Kesha adalah nama anak kedua Sarah dan Jonathan, dia sudah beberapa b
Nick datang untuk menjemput Dean dan Karina. Pria itu terlihat murung, tidak seperti biasanya. Bagaimana tidak, semua pekerjaanya kacau dan tidak ada satu pun yang bisa ia selesaikan.Saat melihat anak dan istrinya, Nick berlari kecil, langsung memeluk Karina yang sedang menyusui Dean.“Hari ini aku sangat lelah. Banyak sekali barang yang terlambat datang. Yang lebih parahnya, festival untuk bulan depan juga mempercayakan aku untuk memberikan rekomendasi alat musik.” Gerutu Nick sembari menyadarkan kepalana di pundak Karina “Aku ingin hiburan malam ini.”Karina menggerutkan kening dalam-dalam “Maksudmu?”“Kita sudah lama tidak melakukan itu, Karina.”Karina langsung paham “Tapi aku sedang masa subur. Resiko kita memberikan adik bagi Dean akan terbuka lebar.”“Itu bukan resiko. Dean akan menjadi kakak yang baik. Percaya padaku.” Goda Nick, dia melepas pelukannya dan mencium pipi Karina dan Dean bergantian.Karina terkikik melihat kelakuan Nick yang kadang terlihat seperti anak kecil se
Inilah hari di mana Karina dan Nick harus menjemput Mary di bandara, suami Mary sudah berangkat bekerja kemarin lusa. Jadi kakak kedua Nick baru datang menyusul hari ini.Dean bermain dengan mainannya di dalam stroler bersama Karina. sementara Nick menunggu di barisan paling depan agar Mary melihatnya.Beberapa orang mendekati Karina untuk menyapa Dean. Karina masih tidak terbiasa dengan semua perhatian yang Dean dapatkan.Dean menangis, Karina buru-buru menggendong anaknya .“Kamu haus ya, Dean? Sebentar, mom hangatkan susumu.” Karina berbicara pada anaknya. Dia mengambil botol susu yang ada di dalam tas ransel.Tangis Dean langsung hilang ketika ia meminum susu dari botolnya.“Dean, nanti akan ada Mary. Dia kakak kedua Dad. Kamu jangan rewel. Mom mohon.” Karina kembali bicara pada anaknya, seolah-olah Dean sudah paham.Tak lama kemudian, Nick datang dengan Mary di sebelahnya. Wanita itu mendorong koper hitam yang berukuran cukup besar.Karina menelan ludahnya, belum apa-apa dia suda
“Aku hamil lagi.” Berita itu seperti angin segar bagi Nick yang baru saja pulang. Tidak pernah ia bayangkan Karina akan hamil lagi dalam waktu dekat ini.Seingat Nick, dia selalu berhati-hati saat berhubungan dengan Karina. Satu yang ia sadari, bahwa memiliki anak ada di luar kuasanya.Butuh sepuluh detik sampai akhirnya dia bisa merespon ucapan Karina barusan.“Benarkah?”Karina mengangguk, memberikan senyumannya pada Nick “19 minggu.”“Astaga. Bulan depan Dean 1 tahun, dan sebentar lagi dia akan menjadi kakak.” Kata Nick, dia lantas menarik pingang Karina dan memeluk wanita itu dengan sepenuh hati.Dia sangat bahagia. Membuat keluarga besar adalah satu keinginannya, dan semua itu tampak semakin nyata. Dengan Karina, Nick seolah bisa melakukan segala.Dari awal pernikahan hingga sekarang, rasa cinta Nick pada Karina malah terus menambah. Tidak pernah berkurang.*** Setelah melewati beberapa bulan yang terasa lebih panjang dari biasanya. Semua itu karena kehamilan kali ini berjalan
Menjadi seorang Dean Ocean Brook adalah hal yang tidak pernah membuatku menyesal.Di kelilingi orang-orang yang menyangi dan mendukungku. Membuatku tidak ingin mengalami hal yang tidak menyenangkan.Ibuku, Karina. Dia benar-benar sangat jago dalam membesarkan anak. Aku dan adikku yang hanya berjarak setahun, tidak pernah merasakan diskriminasi.Hanya kadang, ayahku yang bernama Nick membuat aku kurang nyaman. Dia sedikit aneh dengan adikku, Diana.Kini usiaku 19 tahun, aku masuk ke salah satu universitas di Boston. Dan tebak, aku mengambil jurusan Kimia. Itu seperti sebuah keajaiban, setelah mendaftar kedua jurusan yang amat berbeda. Awalnya aku tidak percaya kalau aku malah lulus di jurusan kimia dan gagal di jurusan olahraga.Mengingat aku sangat aktif dan memiliki segudang prestasi di bidang olahraga. Nyatanya, itu tidak cukup bagi orang lain. Tetap saja aku puas dengan diriku yang sekarang.Salah satu kelas favoritku adalah kelas dasar meracik obat milik dosenku yang bernama Brian
Ada seseoranng yang datang di rumahku tanpa diundangan. Setahuku, gadis itu adalah teman kakakku. Aku tidak tahu namanya, aku hanya benci saat ada orang lain yang memakai bajuku.Dan sekarang, tamu itu sedang memakai baju tidurku. Baju yang dibelikan oleh ibuku. Sungguh menyebalkan.Setelah aku berusia 15 tahun. Tanpa sengaja aku mendengar cerita tentang ibuku yang kehilangan rahim saat melahirkanku.Semenjak saat itu, aku sangat merasa bersalah dan dihantui mimpi buruk.Yang lebih membuatku kesal. Kenapa ibuku tidak pernah memperlakukanku dengan buruk. Dia malah memanjakanku, padahal aku tidak pantas mendapat perlakuan baik saat kelahirku hampir membuatnya kehilangan nyawa.Setiap mengingat hal itu, dadaku merasa sesak. Rasa bersalah yang akan selalu menggerogoti hatiku tidak akan hilang dengan mudah.Maka dari itu, aku selalu berharap bisa segera keluar dari rumah ini. Aku ingin bebas dari rasa bersalah.“Diana, ke sini.” Panggil Dean saat aku hendak masu ke kamarku. Aku menoleh dan
Aku dan Luna akhirnya sarapan bersama. Hanya berdua, di ruang makan dengannya tertnyata tidak terlalu menyenangkan. Semua nafsu makanku lenyap. Ternyata Luna lebih santai dari yang aku duga. Selama kenal dengan Luna, aku memang selalu sengaja membuat jarak dengannya.Bagaimana aku menjelaskannya. Luna yang mendekatiku lebih dulu, dan aku merasa dia baik. Sampai hari ini, dia membuat keseharianku jadi berantakan.Dia menyantap roti isi yang ayahku buat sebelum berangkat kerja. Ayahku tidak mengucapkan apa pun sebelum berangkat. Dimana pula adik dan ibuku, apa aku sudah diasingkan karena membawa orang asing bermasalah masauk ke rumah.“Kamu tidak makan sandwichmu, Dean?” tanya Luna yang baru saja menyelesaikan makannya.Aku menggeleng, rupanya akulah terganggu dengan kehadirannya. Sayangnya, Luna tidak sepeka itu. Aku benci keadaan rumahku yang jadi aneh hanya karena Luna yang menceritakan soal kekerasan yang ia dapat. Padahal aku tidak tahu, cerita itu fakta atau bukan.“Luna, sebenarn
Empat tahun setelah kepergian Karina, banyak hal yang berubah. Misalnya Nick yang memilih untuk tinggal di desa kecil di Toronto. Nick sempat tidak kuat saat tahun pertama kematian Karina. Dia sakit dan tidak memiliki semangat hidup.Akhirnya kedua kakaknya memutuskan untuk membawa Nick kembali ke Toronto.Dean sudah selesai kuliah, dia belum melanjutkan kuliahnya ke tahap S2, dia memilih kerja di perusahaan Brian setelah Brian memutuskan untuk pensiun dini.Jadi ada dua orang yang amat patah hati itu kehilangan arah setelah kehilangan wanita paling mereka cintai. Bagi Nick, Karina adalah segalanya, dunianya. Sementara untuk Brian, Karina adalah masa lalu yang bahkan tidak sempat mendengarkan ucapaan maaf darinya.Dean dan Jasmin memiliki hubungan lebih serius dari sebelumnya. Mereka tinggal bersama di rumah milik kedua orang tuanya. Belum ada pernikahan, karena sekarang Jasmin yang mengelola kafe dan sekarang juga memiliki toko bunga sendiri.Di sisi lain, Diana sedang menjadi dokter
Justin mengantar ibunya ke rumah lalu kembali ke rumah sakit untuk menjalankan tugasnya. Ibuku ngotot untuk bertemu dengan ibu Justin. Kini di rumahku sedang penuh dengan wajah-wajah wanita dewasa.Ibuku bersama dengan kedua kakak ayah yang sepertinya tidak akan pulang dalam waktu dekat ini. Mereka menolak pulang ke Toronto, hanya karena ibuku tidak mau di bawa diajak ke sana.Ibu Justin juga jadi sangat akrab dengan semua wanita di rumahku. Mudah sekali perempuan-perempuan ini mengakrabkan diri. Tidak sampai setengah jam, obrolan mereka sudah menjadi tidak terkontrol.Justin pernah bercerita kalau ibunya membuatkan beberapa kue kering untuk ibuku. Saat mereka membawa ke rumah, semua terkejut dengan kata beberapa dari Justin yang ternyata jumlahnya sangat banyak. Semua orang di rumahku mencobanya, mereka semua suka. Yah, walaupun akhirnya aku juga yang menghabiskan karena ibuku tidak boleh makan terlalu banyak gluten.Aku memejamkan mata di ujung ruang tamu. Suara sahut-sahutan menghi
Aku mendapat tempat magang yang tidak jauh dari rumah. Aku tetap mengambil kesempatan ini karena harus menepati janjiku pada Jasmin. Sebagai laki-laki aku tidak akan pernah ingkar dengan apa yang sudah aku sebutkan.Ibuku sudah tahu, dan dia salah satu orang yang paling mendukungku untuk mengambil keputusan ini. Ayah juga memuji kedewasaanku.Bukan tanpa sebab. Aku berani melakukan ini semua karena sadar bahwa nanti akan tiba saatnya aku yang menjadi kepala keluarga.Ada berapa banyak orang yang akan pada pundakku. Dan kalau aku menunjukan sisi lemahku, aku pasti akan terus berada di tempat dan tidak bisa melangkah lebih maju.Panutanku adalah kedua orang tuaku. Mereka tidak pernah menelantarkan aku dan Diana. Masa kecil kami, di hiasi dengan memori baik dan aku bangga dengan hal itu.Maka dari itu, sekarang moto hidupku adalah. Sedihku tidak boleh lebih lama dari helaan napasku.Aku sedang memindahkan beberapa kotak kardus dari gudang ke ruanganku. Isinya tidak terlalu spesial, tapi
Aku tidak bisa berhadapan dengan ibuku. Setelah, Dean pulang. Aku semakin betah mengurung diri di kamar. Aku hanya keluar untuk ke kampus dan setelah itu aku pulang. Mungkin benar, aku memang tidak tangguh dan kuat. Tapi bagaimana ini, aku benar-benar pengecut.Nyaliku ciut ketika berhadapan dengan ibuku.Dean masuk ke kamarku setelah aku mengambil segelas jus dari kulkas.“Masih tidak mau keluar, huh?”Aku mengangguk, kurebahkan tubuhku di ranjang “Sedang apa di sini?”Rasanya kepalaku mau pecah karena semua penghuni rumah ini mulai memberiku tekanan yang tidak bisa aku tahan lagi.Dean mengetuk-ngetuk meja belajarku “Kami mau mengajak mom foto keluarga. Dan, dad memintaku untuk mengajakmu.”Aku menghela napas panjang. Kutatap cermin yang ada di sebrangku. Dengan wajah ini, aku tidak ingin di foto. Mataku bengkak, dengan warna hitam di bawahnya.“Tunggu lima menit.” ujarku, berdiri dari ranjang.Dean meraih ganggang pintu tapi tidak menekannya “Diana, bisakah kau berhenti bersikap se
Selesai sudah liburan kami, ibu dan ayahku sedang mengemas barang sementara aku dan Jasmin membantu memasukan ke dalam mobil.Adikku yang baik itu sudah pulang lebih dulu dengan pacarnya. Tidak adil.Jasmin mendatangiku setelah selesai memasukan koper terakhir.“Kata mom, kita boleh pulang dulu. Mereka akan pulang nanti sore.” Jelasku pada Jasmin. Dia makin manja setelah tahu aku akan pergi magang.Jasmin mendongak dengan tatapan sendu “Dean, apa kita akan baik-baik saja? Maksudku, aku sudah sangat bergantung padamu. Tidak mudah ternyata melepaskanmu.”Aku memeluk gadis kecil itu kian erat “Tenang. Aku hanya pergi 6 bulan. Semua akan baik-baik saja.”Jasmin akhirnya mengangguk. Dia berjinjit untuk menerima ciumanku.Aku sungguh berharap hubungan kami akan berjalan lancar. Aku rela melakukan apa pun demi gadis ini.*** Beberapa bulan kemudian...Aku pulang ke rumah setelah menghabiskan hampir 4 bulanku di Toronto. Kedua bibiku ikut, mereka terkejut saat aku bercerita soal ibu yang te
Ibu dan ayahku tidak bisa pulang malam ini. Mereka terjebak badai yang tiba-tiba muncul, meski tidak ada peringatan tapi kalau aku lihat memang badai kali ini tidak terlalu parah. Hanya hujan disertai angin yang kencang. Mugkin karena ada di sebelah pantai, angin jadi terasa lebih kencang saat berhembus.Makan malam yang tadi Jasmin buat lebih istimewa dari makan yang aku berikan pada mereka tadi siang. Jasmin membuat beberapa masakan yang aku sendiri tidak tahu namanya. Aku yakin masakan itu cukup rumit.Kata Dean, Jasmin memang suka memasak. Salah satunya makanan manis, dia berjanji akan membuat kue untuk kami semua nanti.Satu hal yang aku sadari, saat kakakku bersama Jasmin. Dean bisa berubah menjadi versi terbaik dirinya. Apa aku juga seperti itu saat bersama Justin? Entahlah, aku hanya bisa merasakan kenyamanan saat bersama Justin.*** Justin menghampiriku di kamar saat dia selesai mandi. Rambutnya masih basah, sampai menetes ke pundaknya. Mata Justin menatapku yang tengurap di
Jasmin masuk ke kamarku setelah Justin keluar. Akhir-akhir ini aku menjadi semakin lengket dengan Jasmin. Dia juga tidak keberatan. Setelah aku menjelaskan kalau aku adalah pria yang penuh dengan kekhawatiran, Jasmin malah mencoba menenangkanku. Dan semua upayanya selalu berhasil.Dia duduk di sebelah ku, ranjang ini terlalu besar untuk kami. Seharusnya aku memakai kamar dengan ranjang yang lebih kecil. Lagian tidak masuk akal, ini bukan kamar utama, tapi kenapa memiliki ranjang king size.“Tadi aku bicara dengan Diana, dia terlihat biasa saja saat aku bilang ingin satu kamar denganmu.” Ucap Jasmin, terdengar jelas kalau dia sedikit terintimidasi dengan adikku.Aku tersenyum dan meraih jari-jarinya yang lentik “Dia memang seperti itu. Tapi percayalah, kalau dia tidak bilang dia membencimu, maka dia tidak begitu.”Jasmin menunduk menatap jemari kami yang saling bertautan “Atau karena aku miskin dan kamu kaya.”“Tidak.” Sahutku, memotong pembicaraanya “Diana tidak seperti itu, begitu ju
Kepalaku bergoyang-goyang ketika mobil Justin memasuki gelangang kapal feri yang masih sepi. Bagaiman tidak, kami berangkat pukul 7 pagi di saat semua orang masih tidur, aku malah harus menyebrangi lautan.Kami akan berlibur, tidak hanya berdua. Ada ibu dan ayahku, Dean dan Jasmin. Mereka sudah berangkat kemarin malam.Ayahku ingin mengajak kami berlibur mumpung ini jadwal libur panjang kuliah. Sebelum kami mulai sibuk sendiri, dia ingin menghabiskan waktu lebih banyak untuk keluarganya.Justin menawarkan diri untuk ikut, setelah hampir 6 bulan berpacaran dengannya. Dia semakin menyatu dengan keluargaku. Terutama ayahku, ayah selalu membanggakan Justin kepada teman-temannya.Apalagi setelah seorang teman ayah diperiksa oleh Justin saat Justin menjaga di rumah sakit.Kalau kalian tanya soal bagaimana hubunganku dengan Justin. Aku tidak bisa bercerita banyak, tapi aku mulai peduli padanya.Justin amat sibuk beberapa bulan ini. Tapi di jam sibuknya, aku selalu menyempatkan mendatanginya
Aku menatap pintu coklat itu setelah tertutup rapat. Mengantar Jasmin sudah menjadi keseharian yang tidak bisa aku hindar. Setelah melawati beberapa kali kencan dengannya. Aku merasa dia wanita yang pantas di lindungi.Jasmin tidak pernah menuntutuku, tidak juga meminta hal yang aneh-aneh meski kondisinya tidak seberuntung orang lain seusianya.Saat ibuku menawarkan pekerjaan sampingan di kafe miliknya, Jasmin langsung menyetujinya tanpa berpikir panjang. Impiannya adalah memiliki toko bunga sendiri.Jasmin juga bercerita dia sudah tidak memiliki ambisi untuk kuliah. Asal hutang kedua orang tuanya lunas, dia sudah cukup puas.Sekarang aku harus ke kampus, aku hampir lupa. Akhir-akhir ini aku benci ke kampus. Berpamitan dengan Jasmin membuatku merasa kekosongan yang tidak ingin kurasakan.Setelah aku sampai kampus, salah seorang dosenku berjalan dengan cepat menghampiriku. Dosen atau lebih terkenal sebagai profesor Brian.Dia meremas pundakku kencang “Apa kamu anak dari Karina?”Sepert