Brian diam, tidak bisa berkata-kata. Dia mengerutkan kening, pikirannya kosong saat mendengar Karina meninggikan suara. Sebenarnya dia tidak tahu kenapa Karina bisa semarah itu dengannya.Yang dia katakan adalah sebuah kebenaran. Dan Brian berharap Karina lebih realistis dan tidak terlalu menggunakan perasaanya. Hal itu cukup merepotkan bagi Brian. Baginya, semua yang tidak masuk akal adalah hal yang tidak perlu diperdebatkan.Karina yang tadi menangis kini menyeka matanya yang memerah “Lebih baik kamu pergi,Brian. Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk kita bicara.” Dia berhasil menenangkan dirinya.Brian terdiam sejenak. Memikirkan sesuatu yang tiba-tiba terlintas di benaknya.“Apa tidak bisa, kita selesaikan ini sekarang?” celetuknya.“Selama ini kamu selalu menghindar,Brian. Padahal kamu tahu aku tidak kemana-mana. Tapi kamu malah memilih mengirim kado untukku lewat kurir.” Karina menarik napas panjang “Lalu kamu bilang, ingin menyelesaikan sekarang? Kenapa tidak 4 bulan la
Acara makan malam yang Karina pikir hanya akan di hadiri oleh beberapa orang malah membuat dia tertegun di ambang pintu.Tampaknya, ada sosok yang membuat kakinya lemas tak berdaya.Brian sedang menyendiri sembari menyesap wine bening berbuih di tangan kanannya.Karina memaksa dirinya masuk kedalam ruang makan milik Jonathan yang sedang ramai.Giginya saling terkatup saat menghampiri Brian dan berdiri di hadapannya.“Sedang apa di sini?” tanya Karina, dia tidak suka dengan sikap Brian yang datang dan pergi sesuka hatinya.Pria itu mendongak, memamerkan senyum khas yang begitu Karina rindukan “Jo mengundangku, kebetulan ada sesuatu yang ingin aku beri tahu kepadamu.”Karina frustasi, dia mengepalkan tangan dan duduk di sebelah Brian. Benar, setidaknya dia harus mendengar semua penjelasan Brian lebih dahulu sebelum marah tidak jelas pada sosok yang terlihat kacau itu.“Aku ingin mengajakmu ikut denganku. Ada sebuah tawaran mengajar satu semester di Singapura. Mereka akan memberikan semu
Setelah melakukan semua itu kepada Karina. Brian hanya mematung di hadapan gadis itu. Pundaknya naik turun memburu udara agar dia bisa bernapas dengan lega.Jantung Karina serasa mencelus setelah mengatakan permintaanya untuk berpisah. Tidak pernah ia bayangkan kalimat itu akan keluar dari mulutnya. Ada perasaan lega sekaligus bersalah yang selama ini terpendam dalam hatinya.Keduanya saling tatap cukup lama, Brian mencondongkan tubuhnya hendak meraih Karina. Namun, wanita itu membuang muka.Rasanya begitu sakit, saat orang yang paling kau sayangi malah tega menyakitimu. Karina berdoa agar semua yang Brian lakukan adalah sebuah ketidak sengajaan.Dia masih yakin, kalau tidak bersamanya, Brian adalah sosok pria yang baik dan berpendirian teguh.Karina mulai mengerti, bahwa dirinyalah yang membuat Brian sampai sejahat ini. Dia yang mengubah Brian. Maka dia wajib bertanggung jawab, bahkan kalau harus merelakan rasa cintanya pada Brian.“Brian, kita memang harus berpisah.” Gumam Karina.B
3 hari setelah pernyataan cinta yang membuat Karina kehabisan kata-kata. Karina menolak pria itu, dia harus menyelesaikan urusannya dengan Brian terlebih dahulu.Untuk saat ini, Karina belum ingin memulai dengan orang lain. Termasuk Nick yang amat spesial untuk Karina.Namun, sikap Nick beda dari yang lain. Dia tidak marah, atau bahkan meninggalkan Karina. Pria itu tetap berjanji akan membantu Karina menyelesaikan masalahnya dengan Brian.Kini Karina duduk di kursi hitam yang memiliki aura menegangkan, di sebelahnya ada Nick yang duduk sambil menautkan jarinya satu sama lain.Mereka menunggu seseorang. Sebenarnya mereka akan bertemu dengan salah satu pengacara perceraian.Karina agak khawatir, semua yang ia jalani kali ini terasa begitu asing dan menakutkan. Dia merapikan kemeja putihnya,kembali menatap Nick seperti minta pertolongan.“Nick, aku benar-benar gugup. Bagaimana kalau aku melakukan kesalahan?” tanya Karina panik.Nick tersenyum dan menepuk punggung tangan Karina pelan “Ini
“Jo,bilang Nick sudah memutuskan tunangannya. Aku mendengar dari Jo dan Ian kalau Nick sempat diumpat oleh gadis itu. Aku tercengang,Karina.” Sarah menceritakan semua itu dengan penuh semangat.Selama ini, Sarah sering mengosipkan soal bagaimana kisah pertunangan Nick yang amburadul hanya dalam waktu semalam.Meski Karina sudah pernah dengar, kalau pertunangan Nick dengan gadis itu adalah sebuah ide dari kakak-kakaknya. Tapi dari sudut pandang Karina, Nick tetap harus bertanggung jawab karena dia sudah pernah memberikan harapan pada gadis malang itu.Sarah menaruh Keenan di box bayi, tangannya mengapai ponsel. Karina sengaja main ke rumah Jonathan dan Sarah karena dia tidak kunjung mendapat respon dari Brian padahal dia sudah mengajukan gugatan cerai secara resmi.Tidak biasanya,Brian akan diam disaat seperti ini.“Sepertinya aku akan pulang,Sarah.” Karina bangkit dari sofa dan mengemasi barangnya.Sarah langsung menaruh lagi ponselnya di nakas “Sebentar lagi Jo akan pulang. Bagaimana
Malam yang berakhir dengan Brian yang memaksa untuk menginap di apartemen Karina. Dia berjanji, tidak ada sentuhan fisik. Hanya ada obrolan antara dua orang dewasa dengan kepala dingin.Gadis itu terpaksa menyetujui. Dia masih ingin berlama-lama dengan Brian. Pria yang akan segera ia lepaskan. Hatinya amat berat saat Brian berbaring di ranjang tepat di sebelahnya.Anehnya, keduanya merasa canggung. Mungkin karena ini pertama kalinya mereka satu ranjang lagi setelah insiden yang terjadi beberapa bulan lalu.Karina tampak menjaga jarak. Smentara, Brian terus saja mendesak agar dia bisa mendekati Karina. Dia rindu dengan semua yang ada di Karina. Aroma tubuhnya,wajahnya,kelembutan kulit Karina yang jelas saja tidak bisa ia tolak.Andai semua bisa terulang dan mereka tidak berakhir seperti ini. Namun, itu hanya sebuah impian. Nasi sudah menjadi bubur, dan tidak akan bisa kembali lagi.Karina merinding saat tangan kokoh itu menelusuri wajahnya yang pucat. Dia sampai harus meremas jemariny
Tidak ada yang bertanya soal perceraiaanya dengan Brian. Termasuk Jonatahan dan Sarah. Mereka lebih memilih untuk memghibur Karina dari pada merusak hari Karina yang sudah terlanjur berat.Tanpa ada yang sadar, Brian sedang berkunjung ke kafe, membawa sebatang bunga mawar merah yang terlihat kesepian.Karina yang menyadari kehadiran pria itu hanya bisa menutup mulutnya “Brian..”Brian nyengir “Aku sudah potong rambut, apa aku terlihat cocok?”Bukan hanya Karina yang kaget, Olivia yang ikut melihat pemandangan ini pun tak kalah terkejut. Brian yang berdiri di depan konter kasir itu kini terlihat seperti Brian yang dulu mereka kenal.Dengan jas berwarna gelap dan tas selempang yang aneh itu. Oh, Karina benar-benar merindukan sosok Brian yang ini.Gadis itu keluar mengitari konter kasir , berdiri di hadapan Brian “Ini Brian yang kukenal.”Brian menyodorkan bunga itu “Aku hanya mampir, kebetulan aku melihat bunga ini.”“Terima kasih.” Karina menerimanya dengan bahagia. Perpisahan ini memb
Ketika Karina memarikir mobilnya, gadis itu cukup dibuat terkejut dengan kehadiran Nick di waktu yang sepagi ini. Karena lupa memberikan kunci kafe pada Olivia, dia harus pulang pada pukul 7 pagi. Saat matahari masih sedikit bersembunyi dan jalanan masih sepi.Nick mendekati mobil Karina, mencondongkan tubuhnya untuk mengetuk kaca jendela mobil yang kini mesinnya bahkan sudah mati.“Hai, ada apa pagi-pagi kemari?” tanya Karina ceria, atau lebih tepatnya dia harus terlihat ceria.Nick memandang sekilas kursi penumpang Karina yang kosong “Bisa pindah kesana?” pria itu menujuk kursi itu.Karina mengigit bibir bawahnya,mengernyit curiga pada Nick “Aku harus membuka kafe. Kalau ada yang perlu dibicarakan. Bicara saja di sini.”Nick berdiri tegak dan melipat tangannya. Bagaimana dia bisa dia meyakinkan Karina kalau perasaanya belum berubah. Sementara Karina terus mendorongnya menjauh.Sekarang dia terdiam sejenak “Begini, aku akan mulai bisnisku di sini. Jadi mungkin kita akan sering bertem
Empat tahun setelah kepergian Karina, banyak hal yang berubah. Misalnya Nick yang memilih untuk tinggal di desa kecil di Toronto. Nick sempat tidak kuat saat tahun pertama kematian Karina. Dia sakit dan tidak memiliki semangat hidup.Akhirnya kedua kakaknya memutuskan untuk membawa Nick kembali ke Toronto.Dean sudah selesai kuliah, dia belum melanjutkan kuliahnya ke tahap S2, dia memilih kerja di perusahaan Brian setelah Brian memutuskan untuk pensiun dini.Jadi ada dua orang yang amat patah hati itu kehilangan arah setelah kehilangan wanita paling mereka cintai. Bagi Nick, Karina adalah segalanya, dunianya. Sementara untuk Brian, Karina adalah masa lalu yang bahkan tidak sempat mendengarkan ucapaan maaf darinya.Dean dan Jasmin memiliki hubungan lebih serius dari sebelumnya. Mereka tinggal bersama di rumah milik kedua orang tuanya. Belum ada pernikahan, karena sekarang Jasmin yang mengelola kafe dan sekarang juga memiliki toko bunga sendiri.Di sisi lain, Diana sedang menjadi dokter
Justin mengantar ibunya ke rumah lalu kembali ke rumah sakit untuk menjalankan tugasnya. Ibuku ngotot untuk bertemu dengan ibu Justin. Kini di rumahku sedang penuh dengan wajah-wajah wanita dewasa.Ibuku bersama dengan kedua kakak ayah yang sepertinya tidak akan pulang dalam waktu dekat ini. Mereka menolak pulang ke Toronto, hanya karena ibuku tidak mau di bawa diajak ke sana.Ibu Justin juga jadi sangat akrab dengan semua wanita di rumahku. Mudah sekali perempuan-perempuan ini mengakrabkan diri. Tidak sampai setengah jam, obrolan mereka sudah menjadi tidak terkontrol.Justin pernah bercerita kalau ibunya membuatkan beberapa kue kering untuk ibuku. Saat mereka membawa ke rumah, semua terkejut dengan kata beberapa dari Justin yang ternyata jumlahnya sangat banyak. Semua orang di rumahku mencobanya, mereka semua suka. Yah, walaupun akhirnya aku juga yang menghabiskan karena ibuku tidak boleh makan terlalu banyak gluten.Aku memejamkan mata di ujung ruang tamu. Suara sahut-sahutan menghi
Aku mendapat tempat magang yang tidak jauh dari rumah. Aku tetap mengambil kesempatan ini karena harus menepati janjiku pada Jasmin. Sebagai laki-laki aku tidak akan pernah ingkar dengan apa yang sudah aku sebutkan.Ibuku sudah tahu, dan dia salah satu orang yang paling mendukungku untuk mengambil keputusan ini. Ayah juga memuji kedewasaanku.Bukan tanpa sebab. Aku berani melakukan ini semua karena sadar bahwa nanti akan tiba saatnya aku yang menjadi kepala keluarga.Ada berapa banyak orang yang akan pada pundakku. Dan kalau aku menunjukan sisi lemahku, aku pasti akan terus berada di tempat dan tidak bisa melangkah lebih maju.Panutanku adalah kedua orang tuaku. Mereka tidak pernah menelantarkan aku dan Diana. Masa kecil kami, di hiasi dengan memori baik dan aku bangga dengan hal itu.Maka dari itu, sekarang moto hidupku adalah. Sedihku tidak boleh lebih lama dari helaan napasku.Aku sedang memindahkan beberapa kotak kardus dari gudang ke ruanganku. Isinya tidak terlalu spesial, tapi
Aku tidak bisa berhadapan dengan ibuku. Setelah, Dean pulang. Aku semakin betah mengurung diri di kamar. Aku hanya keluar untuk ke kampus dan setelah itu aku pulang. Mungkin benar, aku memang tidak tangguh dan kuat. Tapi bagaimana ini, aku benar-benar pengecut.Nyaliku ciut ketika berhadapan dengan ibuku.Dean masuk ke kamarku setelah aku mengambil segelas jus dari kulkas.“Masih tidak mau keluar, huh?”Aku mengangguk, kurebahkan tubuhku di ranjang “Sedang apa di sini?”Rasanya kepalaku mau pecah karena semua penghuni rumah ini mulai memberiku tekanan yang tidak bisa aku tahan lagi.Dean mengetuk-ngetuk meja belajarku “Kami mau mengajak mom foto keluarga. Dan, dad memintaku untuk mengajakmu.”Aku menghela napas panjang. Kutatap cermin yang ada di sebrangku. Dengan wajah ini, aku tidak ingin di foto. Mataku bengkak, dengan warna hitam di bawahnya.“Tunggu lima menit.” ujarku, berdiri dari ranjang.Dean meraih ganggang pintu tapi tidak menekannya “Diana, bisakah kau berhenti bersikap se
Selesai sudah liburan kami, ibu dan ayahku sedang mengemas barang sementara aku dan Jasmin membantu memasukan ke dalam mobil.Adikku yang baik itu sudah pulang lebih dulu dengan pacarnya. Tidak adil.Jasmin mendatangiku setelah selesai memasukan koper terakhir.“Kata mom, kita boleh pulang dulu. Mereka akan pulang nanti sore.” Jelasku pada Jasmin. Dia makin manja setelah tahu aku akan pergi magang.Jasmin mendongak dengan tatapan sendu “Dean, apa kita akan baik-baik saja? Maksudku, aku sudah sangat bergantung padamu. Tidak mudah ternyata melepaskanmu.”Aku memeluk gadis kecil itu kian erat “Tenang. Aku hanya pergi 6 bulan. Semua akan baik-baik saja.”Jasmin akhirnya mengangguk. Dia berjinjit untuk menerima ciumanku.Aku sungguh berharap hubungan kami akan berjalan lancar. Aku rela melakukan apa pun demi gadis ini.*** Beberapa bulan kemudian...Aku pulang ke rumah setelah menghabiskan hampir 4 bulanku di Toronto. Kedua bibiku ikut, mereka terkejut saat aku bercerita soal ibu yang te
Ibu dan ayahku tidak bisa pulang malam ini. Mereka terjebak badai yang tiba-tiba muncul, meski tidak ada peringatan tapi kalau aku lihat memang badai kali ini tidak terlalu parah. Hanya hujan disertai angin yang kencang. Mugkin karena ada di sebelah pantai, angin jadi terasa lebih kencang saat berhembus.Makan malam yang tadi Jasmin buat lebih istimewa dari makan yang aku berikan pada mereka tadi siang. Jasmin membuat beberapa masakan yang aku sendiri tidak tahu namanya. Aku yakin masakan itu cukup rumit.Kata Dean, Jasmin memang suka memasak. Salah satunya makanan manis, dia berjanji akan membuat kue untuk kami semua nanti.Satu hal yang aku sadari, saat kakakku bersama Jasmin. Dean bisa berubah menjadi versi terbaik dirinya. Apa aku juga seperti itu saat bersama Justin? Entahlah, aku hanya bisa merasakan kenyamanan saat bersama Justin.*** Justin menghampiriku di kamar saat dia selesai mandi. Rambutnya masih basah, sampai menetes ke pundaknya. Mata Justin menatapku yang tengurap di
Jasmin masuk ke kamarku setelah Justin keluar. Akhir-akhir ini aku menjadi semakin lengket dengan Jasmin. Dia juga tidak keberatan. Setelah aku menjelaskan kalau aku adalah pria yang penuh dengan kekhawatiran, Jasmin malah mencoba menenangkanku. Dan semua upayanya selalu berhasil.Dia duduk di sebelah ku, ranjang ini terlalu besar untuk kami. Seharusnya aku memakai kamar dengan ranjang yang lebih kecil. Lagian tidak masuk akal, ini bukan kamar utama, tapi kenapa memiliki ranjang king size.“Tadi aku bicara dengan Diana, dia terlihat biasa saja saat aku bilang ingin satu kamar denganmu.” Ucap Jasmin, terdengar jelas kalau dia sedikit terintimidasi dengan adikku.Aku tersenyum dan meraih jari-jarinya yang lentik “Dia memang seperti itu. Tapi percayalah, kalau dia tidak bilang dia membencimu, maka dia tidak begitu.”Jasmin menunduk menatap jemari kami yang saling bertautan “Atau karena aku miskin dan kamu kaya.”“Tidak.” Sahutku, memotong pembicaraanya “Diana tidak seperti itu, begitu ju
Kepalaku bergoyang-goyang ketika mobil Justin memasuki gelangang kapal feri yang masih sepi. Bagaiman tidak, kami berangkat pukul 7 pagi di saat semua orang masih tidur, aku malah harus menyebrangi lautan.Kami akan berlibur, tidak hanya berdua. Ada ibu dan ayahku, Dean dan Jasmin. Mereka sudah berangkat kemarin malam.Ayahku ingin mengajak kami berlibur mumpung ini jadwal libur panjang kuliah. Sebelum kami mulai sibuk sendiri, dia ingin menghabiskan waktu lebih banyak untuk keluarganya.Justin menawarkan diri untuk ikut, setelah hampir 6 bulan berpacaran dengannya. Dia semakin menyatu dengan keluargaku. Terutama ayahku, ayah selalu membanggakan Justin kepada teman-temannya.Apalagi setelah seorang teman ayah diperiksa oleh Justin saat Justin menjaga di rumah sakit.Kalau kalian tanya soal bagaimana hubunganku dengan Justin. Aku tidak bisa bercerita banyak, tapi aku mulai peduli padanya.Justin amat sibuk beberapa bulan ini. Tapi di jam sibuknya, aku selalu menyempatkan mendatanginya
Aku menatap pintu coklat itu setelah tertutup rapat. Mengantar Jasmin sudah menjadi keseharian yang tidak bisa aku hindar. Setelah melawati beberapa kali kencan dengannya. Aku merasa dia wanita yang pantas di lindungi.Jasmin tidak pernah menuntutuku, tidak juga meminta hal yang aneh-aneh meski kondisinya tidak seberuntung orang lain seusianya.Saat ibuku menawarkan pekerjaan sampingan di kafe miliknya, Jasmin langsung menyetujinya tanpa berpikir panjang. Impiannya adalah memiliki toko bunga sendiri.Jasmin juga bercerita dia sudah tidak memiliki ambisi untuk kuliah. Asal hutang kedua orang tuanya lunas, dia sudah cukup puas.Sekarang aku harus ke kampus, aku hampir lupa. Akhir-akhir ini aku benci ke kampus. Berpamitan dengan Jasmin membuatku merasa kekosongan yang tidak ingin kurasakan.Setelah aku sampai kampus, salah seorang dosenku berjalan dengan cepat menghampiriku. Dosen atau lebih terkenal sebagai profesor Brian.Dia meremas pundakku kencang “Apa kamu anak dari Karina?”Sepert