Ting!
Notifikasi pesan membuyarkan lamunan Aldo, diraihnya lesu ponsel di dashboard. Namun nomor yang terpampang di layar mengubah total ekspresinya. Ternyata Dave yang mengirimkan dia pesan.
Walaupun dia telah menghapus nomor pria itu, tapi tentu dia masih menghafalnya. Belasan tahun Dave mengabdi untuk keluarga Eduard, mana mungkin dia bisa dengan muda melupakan nomor ponselnya.
Aldo mengusap kasar wajahnya, ragu hendak membuka pesan tersebut atau tidak. Awalnya ia ingin menghapus pesan itu, tapi rasa penasarannya membuncah. Lagipula dia juga tidak bisa memungkiri Dave turut membantunya menyelesaikan urusan Royal Morgan.
Entahlah, dia tak ingin mengakui jasa Dave dalam hal itu dengan berpikir yang menemukan keganggalan tersebut adalah papinya, tapi tetap saja ide lambang ajaib berasal dari Dave.
Terbengong beberapa detik menatap lurus pada layar, akhirnya dia tetap membuka pesan tersebut, dan menyimaknya. Isinya justru lebih mencengangkan lagi.
“Hei, Bro … lama tak jumpa kayaknya kamu makin meninggi,” olok Aldo saat melihat sosok Revan yang tinggi jangkung.Revan keturunan blasteran, papanya asli Inggris, sedangkan mamanya asli Indonesia, dia mengikuti gen papanya sehingga bertubuh tinggi semapai.Revan terkekeh mendengar ejekan tersebut, “Sialan lu … dari dulu memang udah setinggi ini!” kilahnya.Kedua sahabat itu kemudian saling berpelukan melepas rindu singkat saja.“Denger-denger kamu udah jadi daddy sekarang? Wuih, keren!” puji Aldo. Revan nampak mesam-mesem.“Gitulah, Bro … waktu itu mau ngundang kamu, tapi nomormu nggak bisa dihubungi. Terus juga nggak tau di mana keberadaanmu. Sorry ya.”“Nggak masalah. Santai aja, Bro.”“Aku turut sedih soal kebangkrutan keluargamu. Pas tau tentang itu, aku pergi mencarimu, tapi rumah kalian udah disita sama bank.”“Santai aja,
“Iya sudah, kalau memang ingin dilanjutkan silahkan! Tapi jangan menyesal karena aku terpaksa harus mengurus semua ini!”“Ayo, Do … kita pergi dari sini!” Tak lupa ia melibatkan Aldo.Ekspresinya itu begitu serius, Aldo tak akan mengira bahwa dia sedang bercanda.Tentu sang pejabat bagai kebakaran jenggot melihat Revan dan Aldo yang sudah beranjak dari tempat duduk, bersiap-siap untuk pergi. Akan tetapi masalahnya dia masih belum rela melepaskan Aldo begitu saja.Jika dia terus berkeras hati juga akan sangat berbahaya. Berhadapan dengan Revan semua urusan akan jadi panjang, bisa-bisa segala kebusukannya selama ini terbongkar, seperti masalah korupsi misalnya … Revan tak akan segan-segan mengungkapnya.“Aish!” Pejabat tersebut nampak memijat kening.Kegelisahan terlihat jelas, mengerutkan wajah, menggigit sudut bibir, lalu pada akhirnya ia harus bersuara segera sebelum kedua pria muda di
Atau ….Kata pepatah, habis gelap terbitlah terang, habis hujan muncul pelangi, seperti inilah yang dialami Aldo. Kejutan besar itu adalah, usai kasus pemalsuan produk yang menyebabkan omset Royal Morgan turun drastis, sekarang justru omset mereka naik pesat. Melambung tinggi 3 kali lipat dari kondisi normal.Luar biasa!Bukan tanpa alasan. Hal ini dipicu oleh kemunculan Aldo di depan publik. Ini merupakan kali pertama Aldo menampakkan diri di depan layar sebagai seorang pemimpin Royal Morgan, akhirnya dunia mengetahui siapa Presdir perusahaan fenomenal tersebut, wajahnya yang tampan menjadi sorotan, khususnya di mata kaum hawa."Duh … kalau pemiliknya ganteng gini, tiap hari makan bakso sama nugget juga nggak apa-apa deh, nggak akan bosen!""Ternyata presdir Royal Morgan seganteng ini, nyesel gue nggak langganan produk mereka sejak dulu. Habis ini beli ah, siapa tau dapat jackpot bisa ketemu langsung sama pemiliknya gitu!"
Semua orang tahu, sedekat apa Dave dengan keluarga Eduard, di hari spesial begini tentu tidak heran jika Erlan mengundangnya. Seharusnya Aldo juga tidak perlu merasa aneh, hanya saja saat ini hubungannya dengan Dave sedang tidak baik, jadi kesannya agak berlebihan saja Erlan mengundang mantan asistennya ini tanpa meminta persetujuan darinya sama sekali.Usai berkata, Erlan mengangguk pada Alya agar membawa Bagas menjauh, Alya tentu mengerti apa artinya itu. Bukan hanya mengajak putranya, tapi Dyta juga.“Kak Dyta, kita ke dapur yuk ketemu mami!”Dyta yang cukup peka segera mengiyakan, mereka bertiga pun berlalu menuju dapur. Kini menyisakan Aldo, Erlan, dan Dave di ruang tamu. Pembicaraan serius pun segera berlangsung.“Duduk, Do!” pinta Erlan sambil merebahkan diri duduk di seberang Dave. “Kamu juga, Dave … tidak perlu sungkan.”“Terima kasih, Tuan.”Namun ia menunggu Aldo duduk lebih d
“Memang, kamu sudah melakukan banyak untuk membantuku, tapi … aku belum bisa mempercayaimu lagi hanya karena semua itu, kecuali ….”Dave memberanikan diri membalas tatapan Aldo detik ini, hingga sepasang manik mereka saling bertemu. Aldo melengkapi kalimatnya segera.“Kamu bisa menyeret orang yang memalsukan produk Royal Morgan ke hadapanku!”“Kalau saya mengatakan saya sudah tau dalangnya siapa, apa Anda akan percaya, Tuan?”Jawaban Dave jelas begitu mengejutkan, Aldo sampai berkedip dan ekspresinya itu … entah bagaimana harus mengartikannya.Bagaimana tidak, sedangkan pihak berwajib saja masih kesulitan dalam mengungkapkan kasus pemalsuan tersebut, tapi Dave dengan serta merta mengatakan dia mengetahui siapa pelakunya. Sungguh luar biasa!Namun, setelah semua yang dilakukan Dave, Aldo juga tidak bisa meremehkan kemampuan mantan asistennya ini. Mungkin dia memang mengetahui semuanya,
“Tapi kalau mau melaporkan juga boleh saja, Tuan … yang terpenting para pengikutnya disikat dulu, Anda kenal dekat siapa mereka ….” Giliran Aldo yang melengkungkan alis, “Jangan bilang Recky dan gengnya!” tebak Aldo menggebu. Satu per satu wajah ketiga mantan sahabatnya itu muncul di kepalanya, bayangan Dirly yang hinggap paling lama. Mungkin karena mereka belum lama ini sempat berinteraksi. Aldo jadi berpikiran jelek, bukankah kejadian keracunan terjadi setelah dia pulang dari Ciwidey, ataukah pendekatan yang dilakukan Dirly hari itu ada hubungannya dengan urusan tersebut? “Kalian tidak akan semudah itu menghancurkanku lagi!” batinnya merasa puas tidak terpancing oleh Dirly waktu itu. Aldo masih menantikan jawaban dari Dave. Namun saat Dave akan membuka mulut menjawab pertanyaannya, Bagas tiba-tiba muncul yang disertai Alya di belakangnya sedang mengejar putranya itu. “Jangan kesana, Bagas … tidak boleh ganggu Om Aldo!” Teriakan Alya terdenga
Kalimat Bagas membuat semua orang saling menoleh satu sama lain, pada akhirnya seisi meja terfokus pada Alya, meneliti ekspresinya seakan ingin meneriakan, “Yang sabar ya, Alya.”Kalimat itu selalu menjadi momok menakutkan bagi keluarga Eduard, akhirnya mereka harus mendengarnya malam ini.Dyta yang duduk paling dekat dengan Alya, di samping kiri ada Bagas, Dyta berada di samping kanannya. Tangan Dyta reflek terangkat mengusap lengan perempuan itu, memberinya kekuatan dalam menghadapi kalimat tersebut.Hening sejenak, masih bagas yang bersuara kembali,“Teman-teman Bagas sering diantar sekolah sama papa mereka, Bagas nggak pernah, Bagas juga mau kayak mereka.”“Ma, papa dimana? Bisa nggak suruh papa pulang ke sini?”Detik ini, air mata Alya sudah tak terbendung lagi. Setetes cairan bening yang dia tahan mati-matian akhirnya mengalir juga dari sudut mata, disekanya segera sekaligus membersihkan seluruh yang
Aldo bisa saja berpikir ingin menghancurkan orang yang telah memperkosa adiknya tercinta, membunuhnya bila perlu, atau menyeret dia ke dalam penjara untuk disiksa dengan kejam seumur hidup, tapi apakah bisa demikian? Bagas sangat menginginkan papanya.“Tidak! Kejahatan ini harus dibalas setimpal! Bila perlu Bagas harus tau siapa ayahnya, biar dia sendiri yang menghakiminya dewasa kelak!” tekan Aldo kemudian.Yah! Kejahatan ini terlalu menyakitkan, dan tidak dapat diberi ampun!Saat ini Aldo sedang menyendiri di luar. Membiarkan dinginnya udara malam menusuk hingga ke dalam tulang, dia tak lagi memedulikannya. Teringat pada kejadian barusan membuatnya begitu terpukul.Ia merebahkan diri duduk pada lantai yang berlapiskan keramik corak kayu di bibir teras rumah sederhana yang ditempati keluarga Eduard sedari awal ketika mereka mampu membeli hunian lagi. Aldo sempat menawarkan rumah mewah di kala ia semakin jaya, tapi Erlan menolak serta merta.