Keadaan Aldo saat ini benar-benar panik, dia tidak begitu memperhatikan jalan saat berlari, bahkan tak peduli seberapa jauh tempat yang akan dia datangi. Juga tanpa niat mencari taksi atau kembali ke mobilnya, kemudian menuju kesana dengan menggunakan mobil saja ….
Alasannya karena keadaan jalanan sekarang ini sedang sangat ramai, dia tidak ingin terjebak macet, jadinya lebih memilih berlari.
Dan lagi, tentu berlarian dalam keadaan seperti ini cukup membahayakan dirinya, Aldo juga seolah tak mementingkan keselamatannya, terbukti ia beberapa kali hampir tertabrak kendaraan roda empat maupun dua saat menyeberangi jalan sebab tidak begitu memperhatikan jalanan dalam keadaan benar-benar aman untuk menyeberang atau tidak.
Seperti kejadian barusan, seorang pemuda yang mengayuh sepeda sampai masuk selokan demi menghindarinya. Bahkan kendaraan tak bermotor tidak luput dari kekacauan yang ditimbulkannya. Kejadian ini berhasil menghentikan lari Aldo.
D
“Kalau kamu nggak di sini, kemana lagi aku harus mencarimu Dyt? Tolong, jangan bikin aku lebih cemas dari ini lagi!”Menatap kilas dari luar, dia bergegas memasuki taman, menuju kursi dimana mereka duduk malam itu usai mengurusi urusan sepasang suami istri yang bermasalah. Aldo tetap melakukan dengan berlari pastinya bahkan lebih gesit lagi masuk ke dalam taman.“Dyt … Dyta ….” Aldo berlari sambil berteriak sekarang. “Dyt, apa kamu di sini? Jawab aku!”Sesekali dia menghentikan larinya, berputar di tempat mencari sosok Dyta atau berharap mendapat sahutan darinya.Beberapa detik, karena belum ada tanda-tanda apapun sahutan dari Dyta atau menemukan sosok yang dicarinya, ia lanjut lagi berlari. Mungkin Dyta memang berada di kursi tempat mereka pernah duduk waktu itu, sekarang dia merasa perlu mencari kesana saja ketimbang semakin menghabiskan waktu. Apalagi hari hampir gelap.Sedikit lagi, tinggal mele
Zaman secanggih ini, mencari orang hilang jika nomornya masih aktif tentu tidak akan terlalu sulit. Hanya saja kepanikan sering kali membuat seseorang lupa segalanya. Bukan hanya Aldo, semua orang melupakan hal ini termasuk pihak kepolisian sekalipun. Mungkin saking paniknya mereka semua mengingat siapa Aldo.Apalagi bagi Aldo, dia bahkan tidak membutuhkan melacak Dyta melalui nomor ponselnya, cukup satu kali klik pada salah satu icon spesial di layarnya saja.Ponselnya itu dirancang khusus oleh seorang alih teknologi tidak dijual dimanapun, dia memesannya khusus dari anak dalam negeri yang sangat berbakat beberapa bulan lalu. Begitupun milik Dyta adalah sepasang dengan kepunyaannya, kedua alat komunikasi itu saling terkoneksi satu sama lain asal syaratnya handphone mereka sama-sama menyala maka akan dengan mudah dilacak.Usai mengeluarkan benda pipih dari dalam saku, Aldo bergegas mencari menu pelacak tersebut, mendapatkannya ia lalu menekan icon pengaktifan se
Sikap Aldo dinilai Dyta agak berlebihan, tepatnya dia juga merasa risih Aldo mendekapnya begini erat.“Kamu kenapa sih, Do? Ngomong ngawur gitu juga,” protesnya tanpa rasa berdosa sambil menggerak-gerakkan badan berniat melepaskan diri, tapi Aldo sepertinya tidak peka, malah mempererat dekapannya.“Kamu masih nanya kenapa? Kamu menghilang dari siang sampai jam segini tak ada kabar!”Setelah mendengar kalimat Aldo, Dyta seakan baru tersadar dengan kesalahannya, pergi dari rumah tanpa sepengetahuan siapapun, mana hari mulai gelap lagi, dia benar-benar ceroboh. Dia sampai menggigit sudut bibir.“Oh, m-maaf.”“Kamu ditelepon juga tidak diangkat.” Detik ini Aldo melepaskan pelukannya.“Kamu nelepon aku memang? Kapan?”Dyta merogoh sakunya mengeluarkan ponselnya dari dalam sana. Dia cukup terkejut melihat banyaknya panggilan tak terjawab pada layar. Semuanya dari Aldo.&ldqu
Aldo dan Dyta telah kembali ke mansion saat ini, mereka sedang mengobrol santai di ruang tengah. “Oh, jadi kalian beneran ke taman itu? Aku tadinya nyari kesana, tapi tidak ada.” “Oh iya? Kami duduk di kursi waktu itu, sambil makan es krim.” “Jadi tadi cup es krim kalian?” “Kamu kesana juga?” “Tentu, Dyt. Aku panggil-panggil tapi tidak ada yang jawab.” “Berarti pas kami balik kamu dateng.” Aldo mengangguk-angguk, dia jadi teringat pada pemuda yang mengayuh sepeda tadi membuatnya agak kesal. “Kalau bukan karena dia mungkin aku bakal datang lebih cepat,” gumamnya. “Dia … maksudmu?” “Oh ….” Aldo lalu menceritakan tentang pemuda bersepeda tersebut yang masuk selokan gara-gara dia dan segala kronologisnya. Dyta terkekeh singkat. “Dasar kamu ini! Masih menyalahkan orang padahal kamu juga salah!” “Tepatnya kamu yang salah udah membuatku secemas itu!” “Baiklah, aku yang salah. Aku minta maaf.” Un
“Apa maksudnya, Tuan? Jadi Anda mengenal Tiara?”“Tiara? Oh … jadi namanya Tiara?”“Iya, Tuan … dia yang mau saya rekomendasikan menjadi pengawal nona.”Pernyataan Dave tentu membuat Aldo terkesiap.“Apa?”Mata Aldo sampai membulat besar sekali.“A-aku nggak salah denger Dave? Maksudmu dia jadi pengawal Dyta?” Dia bahkan harus mengulangi kalimat asistennya ini.”“Benar, Tuan. Tiara pengawal yang hebat. Ilmu beladirinya di atas rata-rata, Tuan.”Hachi!Aldo tiba-tiba bersin kencang sekali, mengejutkan perempuan bernama Tiara.“Atau dia alergi sama aku?” begitu batin Tiara.Sebenarnya bukan suara bersin Aldo juga, tapi lebih kepada tatapan Aldo yang penuh arti membuat dia gemetaran.Diam hingga tiga puluhan detik kemudian, Aldo baru memberi tanggapan."Coba tunjukkan apa kehebatanmu," titahnya
Pada saat mereka bertiga keluar dari ruangan kerja Aldo, ternyata Dyta sudah bangun dan sedang duduk di ruang santai sedang menonton televisi.Ruang santai berhadapan dengan ruang kerja Aldo, mereka tentu langsung melihat sosok Dyta, begitupun dengan kekasih Aldo ini yang sontak menoleh ke arah mereka saat mendengar suara pintu terbuka.“Eh, kamu udah bangun?”“Ternyata kamu di sana?"Aldo dan Dyta berucap bersamaan dengan kalimat yang berbeda.“Aku cari ke kamarmu nggak ada, aku kira udah berangkat kerja.” Dyta melanjutkan tanpa menjawab pertanyaan Aldo yang memang terdengar tidak membutuhkan jawaban. “Ternyata kamu sama Dave di dalam.”Sesaat tentu mata Dyta tertuju pada Tiara, perempuan itu nampak tersenyum tipis padanya yang juga dibalasnya dengan tersenyum balik.“Dia—siapa?” kepo Dyta akhirnya. Ia bertanya sambil menoleh ke arah Aldo pastinya.Detik ini ketiga or
Sekian detik kemudian, Dyta yang menyadari semua orang sedang menunggunya segera memberi jawaban.“Aku terima Tiara jadi pengawalku.”Dyta memang meragukan kemampuan Tiara, dia menerimanya bukan karena kehebatan perempuan itu tapi lebih kepada rasa kasihan. Lagipula siapa yang akan melukainya, Aldo yang terlalu banyak pikir. Hal paling penting, setelah ada pengawal dia bisa bergerak bebas.Sementara tentunya cukup Aldo terkejut dengan keputusan Dyta, dia agak tak menyangka Dyta akan menjawab demikian sebab sedari awal dia sangat yakin Dyta akan menolak, tapi kenyataannya … pastinya dia tidak akan terima begitu saja.“Maksudmu tidak akan terima, kan? Pasti kamu salah ucap,” lurusnya segera.“Nggak kok, aku nggak salah ucap. Aku memang terima dia.”“Tapi ….”“Tapi apa? Bukannya kamu minta keputusanku? Aku udah terima dia, sebagai seorang pria sejati tentu kau tak boleh
Tepatnya Aldo menyeret Dave mengikutinya, bukan lagi mengajak dengan baik-baik. Itu karena dia hendak berbicara sama Dave tadinya, melontarkan kalimat ancaman tadi itu.“Ke kantor dengan pakaian begitu?” Pertanyaan tersebut terlontar dari mulut Tiara yang seketika langsung menyentuh mulutnya yang tidak bisa dikontrol. Untungnya tidak ada kalimatnya memang sangat pelan itu tidak menarik perhatian siapapun. Hanya Dyta yang mendengarnya.Jika Dyta, tentu tidak akan mempertanyakan hal ini, sebab dia sudah paham dengan seorang Aldo. Jangankan t-shirt serta celana hawai yang dia kenakan sekarang, lebih parah dari itupun pernah ia pakai buat ke kantor. Namun dia melontarkan kalimat lain ….“Nggak sarapan dulu?”“Nggak, di kantor aja.” Satu detik kedepan Aldo menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Dyta, dan menambahkan lagi. “Kamu nggak apa-apa kan sarapan sendiri? Ada urusan penting yang harus aku urus soa