Hal pertama yang dilakukan Aldo adalah mengangkat kerah pakaian Dimas setinggi mungkin. Dimas sudah dalam keadaan berdiri saat itu, masih sedikit sempoyongan.
“Jawab aku dengan jujur, apa kau juga terlibat dalam komplotan mereka pada saat mereka menjebakku di bar waktu itu?”
Sebenarnya ada sedikit keraguan saat hendak menanyakan ini, karena banyak sekali fakta yang mencuat setelah pengakuan Dimas tadi.
“M-maksudmu? Menjebakmu di bar? Aku nggak ngerti.”
“Jangan berpura-pura, aku nggak segan-segan menghabisimu kalau berani menipuku!”
“Aku serius, aku tidak mengerti apa yang kamu maksud.”
Aldo bisa melihat kejujuran di mata pria itu, sekarang dia mulai agak yakin bahwa Dimas memang tidak terlibat. Namun dia juga tidak mau langsung percaya begitu saja.
“Lalu apa maksudmu memberi pinjaman pada keluarga Dyta tepat di hari keluargaku bangkrut? Pasti semua itu ada hubungannya dengan kejadi
Sekejap ia juga teringat pada Dirly yang juga pernah mengatakan kalimat hampir sama seperti ini terhadapnya, tapi kenyataannya dia justru seorang penjahat besar yang paling dicarinya. Jujur, hal ini membuatnya semakin muak. Ia kembali mengepalkan kedua tangannya dengan sangat kuat sekarang ini, gertakan gigi terjadi di dalam mulutnya. “Tanpa kau minta pun aku memang harus menghabisimu!” lontar Aldo sambil melayangkan tendangan. Namun sebelum tendangannya yang siap diluncurkan berhasil menyentuh sendi rahang Dimas yang terletak di dekat telinga, Aldo sengaja mengincar bagian itu karena merupakan salah satu titik lemah pada manusia, Dave lebih dulu meneriakinya. “Tanyakan dulu tentang kasus peneroran itu, Tuan.” Begitu Dave menambahkan, kaki Aldo masih berada di samping leher Dimas saat ini, membutuhkan waktu selama 4 detik kemudian dia baru rela menurunkan kakinya itu. Sementara Dimas juga membuka lagi matanya. “Peneroran apa? Paling se
Dave yang rasanya belum bisa menerima kepergian Aldo begitu saja tanpa menyentuh Dimas, dia belum rela. Sebelum menyusul langkah Aldo, dia sendiri yang akhirnya menendang pria di hadapannya hingga terjungkal. Baru setelahnya ia berlarian kecil mengejar Aldo yang semakin menjauh.Di dalam perjalanan, mereka membahas banyak hal ….“Dave, menurutmu apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi orang picik ini?”Dave tampak menggaruk-garuk dagu dengan tangannya yang tidak memegang setir. Dia sedang turut merenungkan pertanyaaan yang dilontarkan Aldo. Masalahnya orang ini memang benar-benar licik.“Kita juga tidak ada bukti jika ingin menjebloskan dia kedalam penjara,” ujar Dave.Kalimatnya itu justru memberikan Aldo sebuah ide.“Kau benar, kita memang tidak punya bukti untuk menjeratnya kedalam penjara, tapi kita masih bisa menggunakan cara lain!”“Cara lain … maksud Anda, Tuan?&rdquo
Aldo sungguh mengusap layarnya, mencari nomor Dave untuk dia hubungi segera. Ia akan memarahi asistennya itu sampai kupingnya panas. Dan sialnya lagi, baru kali ini nomor Dave pun tidak dapat dihubungi, pastinya Aldo semakin murka saja.“Sial! Kenapa mereka begitu kompak? Apa sengaja bersekongkol ingin mengerjaiku?”Padahal sebenarnya Aldo tahu sendiri, nomor Dave tidak aktif karena handphonenya lowbat, Dave sempat mengeluhkan hal ini padanya tadi saat perjalanan pulang ke mansion. Dia masih memarahinya, mengatakan Dave begitu lalai tidak membawa powerbank, sama charger.Dave lupa segalanya gara-gara kejadian hari ini yang membuat sakit kepala. Semua peralatannya itu tertinggal di ruangannya tadi. Sedangkan cadangan lain ada di rumah. Dia sebenarnya punya powerbank di mobil, tapi juga dalam keadaan kosong.Namun apapun itu, Aldo tetap tidak terima, ia akan menyalahkan Dave dalam hal ini. “Aku berjanji akan memotong gajimu!” umpatny
“Iya, itu memang nomor Aldo.” Dan pada saat bersamaan, pintu telah terbuka, Aldo membukannya dari luar sebab pintu juga tidak dalam keadaan terkunci. Tatapan Aldo tentu langsung tertuju pada Dyta, lalu beralih pada Tiara, menatap gadis itu dengan tatapan tajam. Soal Tiara jangan ditanyakan lagi, dia tentu seketika menundukkan wajah tak berani menatap Aldo sama sekali. “Heh, apa maksudmu tidak menjawab telepon dariku? Kau juga mematikan handphonemu, kau pikir kau hebat, huh?” Namun sebelum lebih jauh, dia justru melihat ponsel di genggaman Tiara masih menyala layarnya. “Tunggu, tunggu … atau kau sengaja memblokir nomorku?” Ia pun segera mengubah tuduhannya. Sedangkan Tiara sontak mengangkat lagi wajahnya yang tertunduk. “S-saya tidak melakukan itu, Tuan. Hape saya ….” “Jangan berkelit! Kau dan Dave pasti kompak ingin mengerjaiku, iya kan?” “Dave berpura-pura mengatakan hapenya lowbat, jangan bilang kau juga beralasan sam
“Halo ….”Aldo memilih beranjak, menjauh dari Dyta dan Tiara saat menjawab telepon, dia tidak ingin mereka berdua mendengar obrolannya dengan Dave yang mungkin saja memang akan membahas perihal Peter.Untuk awal pembicaraan tentu Aldo mengawali dengan mencaci asistennya itu yang tidak mengaktifkan handphone.“Maafkan saya, Tuan. Setibanya di rumah saya sudah langsung meng-changer handphone saya, tapi tetap tidak keburu saat Tuan menghubungi masih belum menyala.”“Halah! Alasan! Cocok banget kau sama pengawal culun itu! Kayaknya aku perlu mengatur hari baik buat kalian agar menikah.”“Hah? M-maksud Anda?”Aldo nampak menaikkan alis yang tentu tidak dapat dilihat oleh Dave. “Enak aja minta aku jelasin, tanya aja sendiri sama calon istrimu!”Out of topic, Aldo menutup topik tersebut setelahnya, dan mengalihkannya pada bahasan lain segera.“Oh iya … apa
“Tuan …,” panggil Dave. Suaranya terdengar kencang menyerbu kuping Aldo yang barusan melangkah keluar dari kamarnya.Aldo tak langsung menjawab melainkan mengernyitkan wajah seperti sangat terganggu dengan suara asistennya ini yang bahkan tidak disadari Dave. Beberapa detik kemudian dia malah telah membuka lagi mulutnya hendak bersuara kembali, tapi Aldo langsung berdesis.“Ssstt! Pelankan suaramu! Kau ingin membangunkan seisi mansion?” Maki majikannya itu. Saat ini Aldo sendiri sudah berada cukup dekat dengan Dave.“Aku nggak mau Dyta bangun!”Dave tampak terbengong, dan seketika melempar pandangan ke arah lantai atas. Sungguh baginya ucapan Aldo terlalu berlebihan. Suaranya mana mungkin mampu membangunkan Dyta di atas sana? Bahkan berbicara menggunakan toa pun belum tentu berhasil membangunkan perempuan itu.Sebab kamar tidur Dyta kedap suara, semua ruangan di mansion ini kedap suara jadi tidak akan ada
Ketika tiba di Vila, keadaan masih cukup gelap. Baru sekitar pukul 05.00 pagi, apalagi cuaca juga mendung. Namun tentu di vila tidak akan kekurangan cahaya karena terdapat penerangan.Melihat Aldo dan Dave turun dari mobil, beberapa pengawal yang berjaga di depan pintu vila langsung menghampiri mereka. Sebelumnya tentu tempat ini telah disterilkan, tidak boleh ada orang lain yang memasuki kawasan vila ini radius belasan meter karena aksi penyekapan yang terjadi. Aldo memberi perintah agar para pengawal berjaga-jaga di sana.“Selamat pagi, Tuan!” sapa salah satu pengawal yang merupakan pimpinan kawanan mereka.“Pagi, gimana keadaaan tahanan?”“Aman, Tuan. Mari saya antar ke ruang penyekapan.”Aldo menggangguk elegan. Dia dan Dave lalu mengikuti pengawal itu memasuki vila. Setelah tiba di dalam sana, langkah mereka berlanjut menuju sebuah kamar.“Ada di dalam sini, Tuan.” Pengawal tersebut menera
“Kau mau apa dengan benda itu? Jangan!” ucapnya ketakutan.Aldo tak menjawab, melainkan melangkah 2 langkah lagi lebih dekat dengannya. Pisau di tangan Aldo gerakan menelusuri wajah brewok Peter dari atas ke bawah. Ekspresi Peter tentu semakin ketakutan. Sesaat ia mulai bersuara.“Apa maksudmu tentang kejadian di masa lalu? Aku benar-benar menyesal sudah merebut proyek kalian!” Akhirnya dia mengaku dengan sendirinya.Aldo tersenyum sinis mendengar pengakuan tersebut, awal yang sangat apik.“Enak saja sekarang bilang menyesal dengan begitu mudah,” sinis Dave tak tahan untuk tidak ikut nimbrung. Tidak seperti di depan Dimas kemarin, kali ini dia lebih banyak bacot.“Tolong, jangan sakiti aku. Aku benar-benar kalap waktu itu.” Sedangkan Peter masih berusaha marayu Aldo yang belum menjauhkan senjata tajam itu dari area wajahnya.“Kalap atau memang ada niat lain!” bentak Aldo detik ini m