Kini mereka berdua telah berdiri di luar mobil, menatap sejenak bangunan tersebut sambil memikirkan cara menyusup kedalam rumah itu. Pagar di belakang tidak begitu tinggi, seharusnya bisa dengan mudah memasukinya. Dan ada sebuah kabar baik lainnya ….
"Dave, kita masuk dari jendela saja," saran Aldo yang pandangannya tiba-tiba menangkap sebuah jendela dalam keadaan terbuka.
Dave ikut menoleh ke arah yang ditunjuk Aldo, dia menyetujui. Apalagi jendela tersebut juga tidak ada pengaman lain, hanya dilapisi oleh sehelai tirai tipis saja.
"Ayo, Dave kita bergerak sekarang!" cecar Aldo kemudian.
Mereka berdua lalu bergegas mendekati bangunan tersebut sambil mawas diri, mengedarkan pandangan masing-masing menelusuri segala menjuru. Merasa keadaan benar-benar aman, pertama-tama tentu bergegas melompat memasuki pagar, dan kemudian mendekati jendela.
"Hati-hati, Dave!" pesan Aldo saat asistennya ini mengintip ke dalam melalui cela jendela yang sedikit
Tap … tap ….Setiap tapak terdengar begitu menyeramkan bagi Aldo dan Dave. Bagaimana tidak, bahaya besar memang sedang mengintai. Seumpama berada satu ruangan dengan seekor binatang buas saja yang siap menerkam kapan saja.Suasana semakin mencekam saat Aldo tanpa sengaja menoleh ke arah kiri, dan dia menemukan kaki pembantu tersebut telah berdiri di samping meja makan.Berbeda dengan Dave yang lebih santai walau takut perembunyian mereka diketahui, Aldo justru begitu panik hingga reflek menahan napas seakan hembusan udara yang keluar dari hidungnya ini dapat didengar oleh sang pembantu.Selanjut suara perempuan pekerja masih mendominasi,“Nggak ada siapa-siapa … apa hanya perasaan aku aja ya?”“Atau jangan-jangan, hantu!” Dari nada bicaranya, perempuan ini sepertinya cukup takut dengan makhluk tak kasat mata. Sesaat memang terbukti. “Kok jadi merinding gini, ya. Ihh!” gumamnya le
Aldo dan Dave bergerak gesit menaiki anak tangga, sambil tetap bersikap waspada. Sejenak saja, mereka telah tiba di lantai atas. Beruntung keadaan disana ternyata cukup sepi, tidak ada siapapun yang terlihat.Namun mereka tidak langsung bergerak, berhenti sebentar di depan tangga untuk mengatur strategi.“Dave, kamu kesana, aku periksa yang ini,” ucap Aldo.Dave menanggapi dengan mengangguk.“Ayo cepat, Dave! Sebelum ketahuan.”Mereka berdua lalu bergegas melaksanakan tugas mereka yang telah dibagi, masing-masing memeriksa satu ruangan yang berbeda, kebetulan disana hanya terlihat 2 pintu saja yang seharusnya ada 2 kamar. Satu pintu yang berbeda lainnya lebih menyerupai pintu kamar mandi.Keputusan yang ditentukan adalah Aldo memeriksa kamar pertama, sedangkan Dave kamar kedua di pojok sana.Selama beberapa detik mereka tampak sibuk melakukan kegiatan mereka masing-masing, hingga beberapa detik kedepannya lagi
“Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di sana?”Bukan hanya Dave dan Aldo yang terkesiap, di dalam sana Dyta jauh lebih terkejut serta panik seketika. Dan dia bisa menebak dengan sangat benar siapa perempuan ini.“Gawat! Itu pasti mbak yang tadi! Gimana ini?”Yang dimaksudkan Dyta adalah seorang pelayan di rumah ini yang dikhususkan untuk mengurusinya. Tadi dia pamit keluar sebentar, katanya mau membersihkan sesuatu di kamar mandi luar. Di tampak uring-uringan di dalam mencemaskan keadaan Aldo dan Dave.“Atau kalian mau maling ya?” tuduh perempuan tersebut lebih lanjut. “Tolong! Ada maling di sini!” teriaknya kemudian. Aldo, Dave, dan Dyta semakin syok saja.Namun pastinya kedua pria di luar sana tidak akan tinggal diam, Dave bergerak gesit mendekati perempuan itu dan membungkam mulutnya sebelum bertindak lebih anarkis.Tring ting ting ….Pada saat bersamaan, terdengar suara berd
Aldo mencoba menenangkan Dyta, lalu memberinya aba-aba bagaimana ia harus menanggapi Cecep. Dia pun dengan segera mempraktekkannya sebelum Cecep bersuara sekali lagi.“A-aku baik-baik aja kok,” ujar Dyta agak gugup.“Bener, kamu nggak apa-apa?” tanggap Cecep tampak lega, tapi juga mengandung curiga.“I-iya, aku nggak apa-apa.” Dyta masih saja gugup, entahlah … dia benar-benar lupa caranya bersikap tenang disaat-saat seperti ini.“Kalau begitu cepat buka pintunya,” cecar Cecep kemudian.“Aku nggak bisa buka, pintunya terkunci,” jawan Dyta sesuai arahan Aldo. Kekasihnya itu mengacunginya jempol.Namun kelegaan mereka ini hanya sebentar saja, sampai Cecep melontarkan kalimat berikut,“Baiklah, aku akan membuka pintu dengan kunci cadangan.”Cecep bahkan terdengar meminta kunci pada seseorang di luar sana, dan untungnya orang itu tidak membawanya serta ke
Kegiatan menurunkan Dyta berlangsung dengan sangat berhati-hati, tapi juga cepat. Mereka memang harus bergerak gesit. Bahkan saat ini kunci telah berada di tangan Cecep sebab dia memberitahukan pada Dyta akan segera membuka pintu. Namun, mereka semua bisa bernapas lega karena Dyta telah mendarat dengan selamat di bawah sana.“Buruan, kalian juga turun sekarang!” cecar Yeni.Dia begitu panik, suasana memang benar-benar mencekam. Seharusnya memang tidak akan ada waktu lagi.“Apa kau tidak ikut saja sekalian?” Aldo justru menawarkan hal demikian. Padahal Dave telah memanjat lebih dulu dipinta olehnya.Bagaimanapun orang ini telah menolong mereka, Aldo bukan orang yang suka berhutang budi, apalagi pada orang yang sama sekali tidak dia kenal.“Tidak perlu, Tuan … kalian saja!”“Tapi ….”Aldo masih saja mencecar, padahal keadaan benar-benar mendesak saat ini.“Buruan
Belum lagi tantangan ketika kendaraan mereka akan melewati gerbang, seorang satpam hendak menghadang mobil mereka atas perintah Cecep agar memeriksa setiap mobil yang akan keluar. Cecep mengirimkan foto mereka bertiga pada petugas tersebut dengan pesan jika melihat ketiga orang itu ia harus menahannya.“Dave, kurangi kecepatan! Kau tidak lihat ada orang di depan sana?!” teriak Aldo panik saat Dave tetap melaju dengan kecepatan tinggi seperti tak memedulikan pria di depan yang tak lain adalah satpan itu.“Tenang saja, Tuan … dia pasti akan menyingkir dengan sendirinya.”Ketika posisi mereka hampir mendekat, si satpam ini belum bergerak sama sekali, bahkan merentangkan kedua tangan seakan meminta mereka berhenti.“Dave, dia tidak menyingkir, kayaknya dia minta kita berhenti!” Aldo semakin panik saja. “Kau bisa menabraknya, Dave!”Dyta juga tak kalah paniknya, tapi dia lebih kepada berteriak kecil
Berhasil melarikan diri dari kejaran para musuh, sekarang ini mereka bertiga baru saja keluar dari rumah sewanya Dyta mengambil lagi barang-barangnya, sebab Aldo mengharuskan perempuan itu tinggal di mansionnya lagi.Awalnya Dyta sempat menolak dengan alasan dia masih kesal ditinggal Aldo tanpa kabar apapun waktu itu, sekaligus trauma hal yang sama akan terulang kembali nantinya, tapi setelah dibujuk oleh Aldo dengan sangat, akhirnya dia menyerah juga.“Jadi selama ini kamu balik kesini, Dyt?”“Hem em,” sahut Dyta sambil mengangguk, sedangkan tangannya sibuk memasang sabuk pengaman. “Memangnya tinggal dimana lagi?”“Aku kira kamu tinggal satu apartemen sama bajingan itu.”“Ish, kau kira aku semurahan ini? Dasar menyebalkan!” Dyta tampak kecewa.“Iya deh, maaf. Habisnya waktu itu aku liat kamu masuk ke dalam apartemen bersama bajingan itu.“Kapan?” Dyta bahka
Lain halnya dengan Dave yang segera mengiyakan kalimat Aldo, Dyta justru dibuat terkejut bukan main.“S-sekarang? Kenapa kalian para pria suka sekali seenaknya begini sih?!” rutuk perempuan itu kesal.Bagaimana tidak, barusan menghadapi Cecep yang bertingkah seenak jidat memaksa menikahinya, sekarang giliran Aldo yang melakukan hal serupa.“Kamu kok kayak nggak senang gitu, memangnya kamu keberatan nikah sama aku?”Aldo agak salah mengerti.“Bukan begitu, tapi menikah kan bukan main-main, Do … kita perlu menyiapkannya dengan mateng! Gimana bisa seenaknya aja begini, mau nikah ya nikah aja gitu!”“Kau pikir nggak akan bikin kaget kedua orang tuaku apa? Terus papi sama mami kamu, bisa-bisa mereka jantungan mikirin ide gilamu itu!”Dyta ngambek lagi, ia membuang muka keluar jendela sambil memeluk tangan. Ternyata mereka telah memasuki kawasan mansion Aldo berada.“Oh, ak
“Anda tidak terlihat seperti badut, Nona … tapi sangat cantik, gaun ini benar-benar cocok untuk Anda,” puji si perias. “Ayo Nona kita turun sekarang!”“Tapi aku nggak mungkin berpenampilan begini, apa yang akan dikatakan orang-orang? Di rumah sakit tapi mengenakan pakaian begini.”“Tidak perlu menghiraukan ucapan orang lain, karena mau seperti apapun kita tetap saja akan ada yang nyiyirin hidup kita, kayak saya,” lirih sang perias yang merupakan janda itu. Dia telah menceritakan semuanya pada Dyta selama prosesi berdandan berlangsung, Dyta jadi ikut prihatin.“Mbak benar, jangan dengarkan nyinyiran orang lain, toh mereka juga tidak menghidupimu. Semangat ya, Mbak!”Si perias tersenyum mendengarnya, lain yang dipikirkan Dyta lain pula yang dipikirkan sang perias, “Kalau begitu ayo kita turun sekarang!”Ia bergegas menarik tangan Dyta agar beranjak dari posisi duduk.
Sekuat apapun Aldo berusaha menahan diri untuk tidak terlihat lemah di hadapan Dyta, tetap saja dia tidak dapat melakukannya. Terlalu sulit melewatinya, Aldo tak sanggup. Keadaan Dyta sangat mengkhawatirkan, bagaimana bisa dia menyembunyikan perasaannya itu.Akhirnya tetap meledak, Aldo justru menangis histeris di hadapan Dyta yang terbaring lemah, menangisi kekasihnya itu sambil sesekali melontarkan kalimat berikut secara berulang-ulang."Dyta … kamu nggak boleh ninggalin aku, aku nggak akan bisa hidup tanpamu. Kamu harus bangun, Dyt! Bangun!""Bangunlah, aku mohon, Dyt!"Siapapun jika mengalami kondisi demikian kemungkinan besar akan seperti Aldo pastinya, ini merupakan cobaan paling berat seumur hidupnya, terancam kehilangan separuh napas adalah yang paling menyakitkan. Jika ditinggal selingkuh saja mampu membuat Aldo hampir gila, apalagi ditinggal pergi selamanya, rasanya jauh lebih menyakitkan. Aldo tak siap, dia benar-benar tidak siap.
Para tim medis saja dibuat terkejut bukan main, barusan keadaan Dyta masih stabil, tapi dalam sekejap sudah seperti ini jelas sangat membingungkan.“Gimana, Dok? Apa yang terjadi dengan Dyta?”“Entahlah … tapi kondisinya benar-benar menurun sekarang.”“Sus, tolong pasangkan lagi semua peralatan tadi!” alih sang sang dokter pada timnya.Perasaan Aldo jangan ditanya lagi, ketakutan dan kepanikannya bertambah berkali-kali lipat sekarang ini.“Tolong, Dok … tolong selamatkan Dyta! Lakukan apa saja, yang penting Dyta harus selamat!” cecarnya.“Kami pasti akan melakukan yang terbaik, itu sudah bagian dari tugas kami.”Sang dokter juga memerintahkan agar Aldo keluar dari ruangan tersebut, para tim medis tentu tidak akan dapat bekerja maksimal jika dia terus-terusan bersikap panik seperti tadi. Pasien pun akan merasa terganggu.“Nggak, Dok! Aku harus menema
Tanpa disangka sedikitpun, ternyata Cecep bukanlah lawan yang bisa diremehkan. Kemampuannya melebihi Recky dan Robert, apalagi Aldo sudah sangat kelelahan saat ini jelas membutuhkan perjuangan luar biasa dalam menumbangkan lawannya ini. Aldo sendiri telah babak belur, barulah berhasil menjatuhkan Cecep.“Sekarang terima kematianmu, Bangsat!”Aldo yang awalnya cukup lega berhasil menumbangkan Cecep harus kembali dibuat terkejut, pria itu memang belum mati, Aldo masih harus membereskannya, hanya saja ia membutuhkan jeda untuk mengambil napas. Hal tak terduga lainnya justru terjadi.Pria itu tiba-tiba mendapatkan senjata, dan sedang mengarahkannya ke arah Aldo. Matanya hampir meloncat keluar saking terkejutnya dia. Bagaimana tidak, nyawanya sungguh sedang terancam.Aldo benar-benar kelelahan sampai tidak dapat mengelak saat ini, beranjak dari posisi tersungkur bahkan agak sulit dia lakukan. Dia benar-benar kehabisan tenaga buat menumbangkan Cecep
Suasana di sana saat ini lumayan mengerikan, mayat tergeletak dimana-mana, baik itu anak buah Aldo maupun para musuh, jumlah mereka hampir sama banyaknya. Ada yang tewas karena luka tembak, maupun baku hantam.Aldo pun baru menyadari ternyata yang satu-satunya yang tersisa hanya dia seorang, tentunya cukup mengejutkan dia. Akan tetapi dia tidak akan mundur, satu lawan satu mana mungkin dia akan menyerah.Aldo baru akan melanjutkan langkahnya, suara tembakan membuatnya seketika mundur. Kurang seinci lagi dia hampir tertembak.“Aku seperti mengenal tembakan ini!” batin Aldo agak panik. Ia juga mengingat sesuatu, “Sniper handal itu!”Yah, dia orang yang terlibat pada kejadian di penjara beberapa waktu lalu. Drama penembakan Recky dan Robert saat itu.“Sial! Jadi dia ada disini!Jelas merupakan sebuah kegawatan. Aldo bergegas mencari tempat persembunyian dan bersikap waspada. Namun hal ini tetap tidak akan mengurung
Ketika mereka berdua tiba di hadapannya, Aldo justru berhasil menangkap tangan Robert yang hendak menyerang bagian perut, mematahkan tangannya itu tanpa ampun. Suara erangan mengaum keras.Sementara saat tendangan Recky yang mengincar kepalanya hampir menyentuhnya, Aldo juga dengan gesit menangkap kaki bajingan satu ini, lalu turut melayangkan sebuah tendangan mematikan tepat ke arah junior Recky.Sesaat Robert bangkit lagi, awalnya dia hendak menembak Aldo, tapi segera digagalkan Aldo dengan menendang senjata di tangannya hingga terhempas. Selanjutnya pertarungan sengit sempat menghiasi pertempuran seakan mereka seperti tandingan yang seimbang, hingga Aldo kembali berhasil menjatuhkan lawannya itu. Bagaimanapun dia tidak mungkin menang, dia bukanlah lawan Aldo, apalagi tangannya sedang terluka.Aldo bahkan menghajarnya cukup fatal kali ini, melampiaskan seluruh emosi yang menguasai jiwanya, sampai pria itu tak mampu bangkit lagi.Sambut-menyambut silih b
Perasaan Aldo benar-benar hancur melihat keadaan kekasihnya itu, sedikitpun dia tidak pernah menyangka hal setragis ini akan terjadi terhadap Dyta. Padahal sebentar lagi mereka akan menjadi pasangan paling berbahagia, tapi keadaan justru berbalik seperti ini.Sakit sekali pastinya, Aldo yang tak kuasa menahan diri. Untuk pertama kalinya ia tak memedulikan keadaan sekeliling, tangisannya meledak sudah sambil menggenggam tangan Dyta.“Maafin aku, Dyt … seharusnya aku tidak membiarkan kamu pergi sendirian, aku yang patut disalahkan!”“Dyta, bangunlah! Bangun, Sayang!”Ternyata Aldo sungguh tidak dapat mengontrol dirinya untuk bersikap tenang sehingga dokter harus memperingatkan dia, mengatakan bahwa orang yang sedang koma seharusnya disupport, bukan ditangisi seperti ini. Sebab walau Dyta sedang tak sadar tapi dia bisa mendengar semua yang dikatakan Aldo saat ini.Akhirnya Aldo harus berusaha tegar, menahan emosinya yang
Betapa terkejutnya Aldo mendapatkan kabar yang disampaikan oleh Dave barusan. Tanpa berpikir panjang dia langsung beranjak dari tempat duduknya dan pergi dari ruangan rapat begitu saja. Dia tentu harus menuju rumah sakit saat itu juga.Aldo pergi seorang diri, lagipula Dave harus mengambil alih meneruskan rapat yang sedang berlangsung. Keadaan Aldo tentu sangat tidak stabil, ia mengemudi dengan sangat brutal. Namun keberuntungan selalu memihak padanya di jalanan. Aldo berhasil tiba di rumah sakit dalam keadaan selamat.Usai memarkirkan kendaraannya secara sembarangan tak memedulikan apapun lagi, Aldo bergegas berlarian menuju ke dalam rumah sakit secepat mungkin.Baru saja dia menginjakkan kaki di pintu lift menuju ruangan VVIP, panggilan untuknya telah terdengar karena mobilnya yang parkir seenak jidat itu, tapi Aldo tetap tak menghiraukannya, bukannya kembali ke depan, Aldo justru melangkah memasuki lift.Mau mobilnya itu diderek atau diapapun, dia tak
Lain halnya dengan Dave yang segera mengiyakan kalimat Aldo, Dyta justru dibuat terkejut bukan main.“S-sekarang? Kenapa kalian para pria suka sekali seenaknya begini sih?!” rutuk perempuan itu kesal.Bagaimana tidak, barusan menghadapi Cecep yang bertingkah seenak jidat memaksa menikahinya, sekarang giliran Aldo yang melakukan hal serupa.“Kamu kok kayak nggak senang gitu, memangnya kamu keberatan nikah sama aku?”Aldo agak salah mengerti.“Bukan begitu, tapi menikah kan bukan main-main, Do … kita perlu menyiapkannya dengan mateng! Gimana bisa seenaknya aja begini, mau nikah ya nikah aja gitu!”“Kau pikir nggak akan bikin kaget kedua orang tuaku apa? Terus papi sama mami kamu, bisa-bisa mereka jantungan mikirin ide gilamu itu!”Dyta ngambek lagi, ia membuang muka keluar jendela sambil memeluk tangan. Ternyata mereka telah memasuki kawasan mansion Aldo berada.“Oh, ak