“Sekarang gimana?” Aldo meminta pendapat dari Dave.
“Kita harus menyelinap, Tuan.”
“Iya, tapi gimana caranya?”
Mereka mengintip ke dalam gerbang rumah Cecep, pengawasan juga cukup ketat, ada beberapa pengawal berjaga-jaga di depan. Pandangan Aldo terus mengedar berusaha mencari akses masuk aman lainnya. Hingga beberapa menit kemudian, Dave bersuara,
“Saya tau jalan mana yang aman!” seru sang asisten tiba-tiba.
Aldo tampak menoleh bingung ke arahnya. Rasanya tidak ada cela, bagaimana bisa Dave justru seyakin berkata demikian, seakan dia memiliki cara terbaik dari yang terbaik.
“Mari ikut saya, Tuan!” ajaknya kemudian.
Bukannya mengarah kedalam rumah Cecep, Dave justru berbalik, jelas semakin membuat Aldo keheranan sekaligus penasaran. Namun Aldo tetap mengikuti Dave tapi mempertanyakan apapun. Hingga cukup menjauh dari rumah Cecep dia baru bertanya disertai aksi protes.
Kini mereka berdua telah berdiri di luar mobil, menatap sejenak bangunan tersebut sambil memikirkan cara menyusup kedalam rumah itu. Pagar di belakang tidak begitu tinggi, seharusnya bisa dengan mudah memasukinya. Dan ada sebuah kabar baik lainnya …."Dave, kita masuk dari jendela saja," saran Aldo yang pandangannya tiba-tiba menangkap sebuah jendela dalam keadaan terbuka.Dave ikut menoleh ke arah yang ditunjuk Aldo, dia menyetujui. Apalagi jendela tersebut juga tidak ada pengaman lain, hanya dilapisi oleh sehelai tirai tipis saja."Ayo, Dave kita bergerak sekarang!" cecar Aldo kemudian.Mereka berdua lalu bergegas mendekati bangunan tersebut sambil mawas diri, mengedarkan pandangan masing-masing menelusuri segala menjuru. Merasa keadaan benar-benar aman, pertama-tama tentu bergegas melompat memasuki pagar, dan kemudian mendekati jendela."Hati-hati, Dave!" pesan Aldo saat asistennya ini mengintip ke dalam melalui cela jendela yang sedikit
Tap … tap ….Setiap tapak terdengar begitu menyeramkan bagi Aldo dan Dave. Bagaimana tidak, bahaya besar memang sedang mengintai. Seumpama berada satu ruangan dengan seekor binatang buas saja yang siap menerkam kapan saja.Suasana semakin mencekam saat Aldo tanpa sengaja menoleh ke arah kiri, dan dia menemukan kaki pembantu tersebut telah berdiri di samping meja makan.Berbeda dengan Dave yang lebih santai walau takut perembunyian mereka diketahui, Aldo justru begitu panik hingga reflek menahan napas seakan hembusan udara yang keluar dari hidungnya ini dapat didengar oleh sang pembantu.Selanjut suara perempuan pekerja masih mendominasi,“Nggak ada siapa-siapa … apa hanya perasaan aku aja ya?”“Atau jangan-jangan, hantu!” Dari nada bicaranya, perempuan ini sepertinya cukup takut dengan makhluk tak kasat mata. Sesaat memang terbukti. “Kok jadi merinding gini, ya. Ihh!” gumamnya le
Aldo dan Dave bergerak gesit menaiki anak tangga, sambil tetap bersikap waspada. Sejenak saja, mereka telah tiba di lantai atas. Beruntung keadaan disana ternyata cukup sepi, tidak ada siapapun yang terlihat.Namun mereka tidak langsung bergerak, berhenti sebentar di depan tangga untuk mengatur strategi.“Dave, kamu kesana, aku periksa yang ini,” ucap Aldo.Dave menanggapi dengan mengangguk.“Ayo cepat, Dave! Sebelum ketahuan.”Mereka berdua lalu bergegas melaksanakan tugas mereka yang telah dibagi, masing-masing memeriksa satu ruangan yang berbeda, kebetulan disana hanya terlihat 2 pintu saja yang seharusnya ada 2 kamar. Satu pintu yang berbeda lainnya lebih menyerupai pintu kamar mandi.Keputusan yang ditentukan adalah Aldo memeriksa kamar pertama, sedangkan Dave kamar kedua di pojok sana.Selama beberapa detik mereka tampak sibuk melakukan kegiatan mereka masing-masing, hingga beberapa detik kedepannya lagi
“Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di sana?”Bukan hanya Dave dan Aldo yang terkesiap, di dalam sana Dyta jauh lebih terkejut serta panik seketika. Dan dia bisa menebak dengan sangat benar siapa perempuan ini.“Gawat! Itu pasti mbak yang tadi! Gimana ini?”Yang dimaksudkan Dyta adalah seorang pelayan di rumah ini yang dikhususkan untuk mengurusinya. Tadi dia pamit keluar sebentar, katanya mau membersihkan sesuatu di kamar mandi luar. Di tampak uring-uringan di dalam mencemaskan keadaan Aldo dan Dave.“Atau kalian mau maling ya?” tuduh perempuan tersebut lebih lanjut. “Tolong! Ada maling di sini!” teriaknya kemudian. Aldo, Dave, dan Dyta semakin syok saja.Namun pastinya kedua pria di luar sana tidak akan tinggal diam, Dave bergerak gesit mendekati perempuan itu dan membungkam mulutnya sebelum bertindak lebih anarkis.Tring ting ting ….Pada saat bersamaan, terdengar suara berd
Aldo mencoba menenangkan Dyta, lalu memberinya aba-aba bagaimana ia harus menanggapi Cecep. Dia pun dengan segera mempraktekkannya sebelum Cecep bersuara sekali lagi.“A-aku baik-baik aja kok,” ujar Dyta agak gugup.“Bener, kamu nggak apa-apa?” tanggap Cecep tampak lega, tapi juga mengandung curiga.“I-iya, aku nggak apa-apa.” Dyta masih saja gugup, entahlah … dia benar-benar lupa caranya bersikap tenang disaat-saat seperti ini.“Kalau begitu cepat buka pintunya,” cecar Cecep kemudian.“Aku nggak bisa buka, pintunya terkunci,” jawan Dyta sesuai arahan Aldo. Kekasihnya itu mengacunginya jempol.Namun kelegaan mereka ini hanya sebentar saja, sampai Cecep melontarkan kalimat berikut,“Baiklah, aku akan membuka pintu dengan kunci cadangan.”Cecep bahkan terdengar meminta kunci pada seseorang di luar sana, dan untungnya orang itu tidak membawanya serta ke
Kegiatan menurunkan Dyta berlangsung dengan sangat berhati-hati, tapi juga cepat. Mereka memang harus bergerak gesit. Bahkan saat ini kunci telah berada di tangan Cecep sebab dia memberitahukan pada Dyta akan segera membuka pintu. Namun, mereka semua bisa bernapas lega karena Dyta telah mendarat dengan selamat di bawah sana.“Buruan, kalian juga turun sekarang!” cecar Yeni.Dia begitu panik, suasana memang benar-benar mencekam. Seharusnya memang tidak akan ada waktu lagi.“Apa kau tidak ikut saja sekalian?” Aldo justru menawarkan hal demikian. Padahal Dave telah memanjat lebih dulu dipinta olehnya.Bagaimanapun orang ini telah menolong mereka, Aldo bukan orang yang suka berhutang budi, apalagi pada orang yang sama sekali tidak dia kenal.“Tidak perlu, Tuan … kalian saja!”“Tapi ….”Aldo masih saja mencecar, padahal keadaan benar-benar mendesak saat ini.“Buruan
Belum lagi tantangan ketika kendaraan mereka akan melewati gerbang, seorang satpam hendak menghadang mobil mereka atas perintah Cecep agar memeriksa setiap mobil yang akan keluar. Cecep mengirimkan foto mereka bertiga pada petugas tersebut dengan pesan jika melihat ketiga orang itu ia harus menahannya.“Dave, kurangi kecepatan! Kau tidak lihat ada orang di depan sana?!” teriak Aldo panik saat Dave tetap melaju dengan kecepatan tinggi seperti tak memedulikan pria di depan yang tak lain adalah satpan itu.“Tenang saja, Tuan … dia pasti akan menyingkir dengan sendirinya.”Ketika posisi mereka hampir mendekat, si satpam ini belum bergerak sama sekali, bahkan merentangkan kedua tangan seakan meminta mereka berhenti.“Dave, dia tidak menyingkir, kayaknya dia minta kita berhenti!” Aldo semakin panik saja. “Kau bisa menabraknya, Dave!”Dyta juga tak kalah paniknya, tapi dia lebih kepada berteriak kecil
Berhasil melarikan diri dari kejaran para musuh, sekarang ini mereka bertiga baru saja keluar dari rumah sewanya Dyta mengambil lagi barang-barangnya, sebab Aldo mengharuskan perempuan itu tinggal di mansionnya lagi.Awalnya Dyta sempat menolak dengan alasan dia masih kesal ditinggal Aldo tanpa kabar apapun waktu itu, sekaligus trauma hal yang sama akan terulang kembali nantinya, tapi setelah dibujuk oleh Aldo dengan sangat, akhirnya dia menyerah juga.“Jadi selama ini kamu balik kesini, Dyt?”“Hem em,” sahut Dyta sambil mengangguk, sedangkan tangannya sibuk memasang sabuk pengaman. “Memangnya tinggal dimana lagi?”“Aku kira kamu tinggal satu apartemen sama bajingan itu.”“Ish, kau kira aku semurahan ini? Dasar menyebalkan!” Dyta tampak kecewa.“Iya deh, maaf. Habisnya waktu itu aku liat kamu masuk ke dalam apartemen bersama bajingan itu.“Kapan?” Dyta bahka