“Jangan dengarkan dia, Dyt. Kita kan udah saling kenal sejak lama, bahkan sebelum ada dia, kamu sama aku udah sahabatan duluan, kamu pasti lebih percaya sama aku, kan?”
Bagi Dyta kalimat Cecep ini justru terdengar aneh, tapi dia tidak ingin menanggapinya, hanya tersenyum canggung saja.
Padahal diam-diam otaknya bekerja keras merenungkan apa yang dikatakan Aldo. Jika memang itu foto lama, lalu bisa muncul lagi sekarang ini, apa sungguh ada hubugannya dengan Cecep?
Namun yang paling menarik perhatian adalah Cecep memang penuh dengan misteri, bukannya dia pria miskin, tapi bagaimana bisa menyewa restoran semewah ini hanya untuk mereka berdua saja. Dyta semakin curiga saja. Mungkin dia perlu menyelidikinya.
Apapun itu, Dyta tetap berlalu dari hadapan Aldo dan Dave yang kemudian ikut meloncat masuk ke dalam restoran. Dia belum akan memaafkan Aldo untuk saat ini, lebih memilih pergi bersama Cecep. Sebelum berlalu dia bahkan sempat menyangkal bahwa a
Tidak tahu kenapa, Aldo merasa sangat tidak nyaman usai kepergian Cecep dan Dyta. Ia tiba-tiba mencemaskan keselamatan Dyta, hingga dia pun mengajak Dave membuntuti mereka. Jika saja dia mengetahui apa yang sedang terjadi dengan mereka saat ini.Dyta masih memberontak di dalam mobil Cecep, “Apa-apaan ini, Cep? Kita bisa celaka! Pelankan mobilmu!”“Tidak masalah, mati bersamamu jauh lebih baik ketimbang melihatmu bersama orang lain.”“What? Kau sudah gila, Cep!”“Iya, aku memang sudah gila! Gila karena kau!”“Kau pasti tidak tau kan betapa menderitanya aku selama ini? Harus melihatmu bersama bajingan itu! Segala cara aku lakukan buat memisahkan kalian, tapi kalian tetap lengket bagaikan perangko dengan amplop.”Kalimat tersebut begitu menarik perhatian Dyta, lalu bergegas menyelidiki apa yang dimaksudkan Cecep. Pria itu kembali terbahak, kali ini sangat keras menggema memenuhi seisi
Jadilah malam itu Dave dan Aldo mengelilingi kota Jakarta untuk mencari keberadaan Cecep dan Dyta, tapi sayang cukup sulit menemukan mereka. Hingga menjelang subuh, tetap tak kunjung ketemu. Keduanya mulai kelelahan.“Tuan, lebih baik kita pulang saja, besok baru cari lagi.”“Ngomong apa kau ini, Dave? Kalau Dyta sampai kenapa-kenapa gimana? Kita harus tetap meneruskan pencarian!”“Tapi, Tuan … ini sudah subuh, lebih baik pulang beristirahat,” anjur Dave tak mengenal kata menyerah dalam membujuk Aldo.Apalagi melihat Aldo bersin-bersin begitu, majikannya ini memiliki alergi dingin, sering kumat jika harus berhadapan dengan cuaca ekstrem di waktu subuh. Dave semakin tidak tega.Namun bukan Aldo Aldo namanya jika tidak memberontak. Dave harus menggunakan trik buat menaklukannya.“Kita sudah berkeliling berjam-jam tetap tidak ketemu, kalau memaksakan diri jelas hanya sia-sia. Setelah terang pasti
“Buruan, Dave! Jangan sampai terlambat!” cecar Aldo. “Kita tidak boleh membiarkan pernikahan itu terjadi!”Di sisi lain Aldo justru memikirkan hal lainnya, sejujurnya begitu keheranan, bagaimana bisa Cecep dan Dyta menikah, padahal jelas-jelas Dyta menolak pria itu semalam.“Apa yang kamu lakukan, Dyt? Apa kau begitu membenciku?” batin Aldo lirih. Memikirkan ini juga membuatnya ragu hendak menggagalkan pernikahan tersebut.Sesaat lalu Dave menghubungi salah satu rekan mereka agar mendapatkan akses masuk ke dalam perumahan elit yang ditempati Cecep, kata orang itu waktu itu,“Wah, kok tidak bilang-bilang mau kemari? Padahal saya harus menghadiri acara pernikahann tetangga kami. Yah, dia juga undangnya mendadak sih.”“Mendadak?” Dave agak ambigu mendengar kata itu, dia pun mempertanyakan hal itu.“Apa orang yang mau menikah itu Cecep?”“Jadi Anda juga kenal sa
“Sekarang gimana?” Aldo meminta pendapat dari Dave.“Kita harus menyelinap, Tuan.”“Iya, tapi gimana caranya?”Mereka mengintip ke dalam gerbang rumah Cecep, pengawasan juga cukup ketat, ada beberapa pengawal berjaga-jaga di depan. Pandangan Aldo terus mengedar berusaha mencari akses masuk aman lainnya. Hingga beberapa menit kemudian, Dave bersuara,“Saya tau jalan mana yang aman!” seru sang asisten tiba-tiba.Aldo tampak menoleh bingung ke arahnya. Rasanya tidak ada cela, bagaimana bisa Dave justru seyakin berkata demikian, seakan dia memiliki cara terbaik dari yang terbaik.“Mari ikut saya, Tuan!” ajaknya kemudian.Bukannya mengarah kedalam rumah Cecep, Dave justru berbalik, jelas semakin membuat Aldo keheranan sekaligus penasaran. Namun Aldo tetap mengikuti Dave tapi mempertanyakan apapun. Hingga cukup menjauh dari rumah Cecep dia baru bertanya disertai aksi protes.
Kini mereka berdua telah berdiri di luar mobil, menatap sejenak bangunan tersebut sambil memikirkan cara menyusup kedalam rumah itu. Pagar di belakang tidak begitu tinggi, seharusnya bisa dengan mudah memasukinya. Dan ada sebuah kabar baik lainnya …."Dave, kita masuk dari jendela saja," saran Aldo yang pandangannya tiba-tiba menangkap sebuah jendela dalam keadaan terbuka.Dave ikut menoleh ke arah yang ditunjuk Aldo, dia menyetujui. Apalagi jendela tersebut juga tidak ada pengaman lain, hanya dilapisi oleh sehelai tirai tipis saja."Ayo, Dave kita bergerak sekarang!" cecar Aldo kemudian.Mereka berdua lalu bergegas mendekati bangunan tersebut sambil mawas diri, mengedarkan pandangan masing-masing menelusuri segala menjuru. Merasa keadaan benar-benar aman, pertama-tama tentu bergegas melompat memasuki pagar, dan kemudian mendekati jendela."Hati-hati, Dave!" pesan Aldo saat asistennya ini mengintip ke dalam melalui cela jendela yang sedikit
Tap … tap ….Setiap tapak terdengar begitu menyeramkan bagi Aldo dan Dave. Bagaimana tidak, bahaya besar memang sedang mengintai. Seumpama berada satu ruangan dengan seekor binatang buas saja yang siap menerkam kapan saja.Suasana semakin mencekam saat Aldo tanpa sengaja menoleh ke arah kiri, dan dia menemukan kaki pembantu tersebut telah berdiri di samping meja makan.Berbeda dengan Dave yang lebih santai walau takut perembunyian mereka diketahui, Aldo justru begitu panik hingga reflek menahan napas seakan hembusan udara yang keluar dari hidungnya ini dapat didengar oleh sang pembantu.Selanjut suara perempuan pekerja masih mendominasi,“Nggak ada siapa-siapa … apa hanya perasaan aku aja ya?”“Atau jangan-jangan, hantu!” Dari nada bicaranya, perempuan ini sepertinya cukup takut dengan makhluk tak kasat mata. Sesaat memang terbukti. “Kok jadi merinding gini, ya. Ihh!” gumamnya le
Aldo dan Dave bergerak gesit menaiki anak tangga, sambil tetap bersikap waspada. Sejenak saja, mereka telah tiba di lantai atas. Beruntung keadaan disana ternyata cukup sepi, tidak ada siapapun yang terlihat.Namun mereka tidak langsung bergerak, berhenti sebentar di depan tangga untuk mengatur strategi.“Dave, kamu kesana, aku periksa yang ini,” ucap Aldo.Dave menanggapi dengan mengangguk.“Ayo cepat, Dave! Sebelum ketahuan.”Mereka berdua lalu bergegas melaksanakan tugas mereka yang telah dibagi, masing-masing memeriksa satu ruangan yang berbeda, kebetulan disana hanya terlihat 2 pintu saja yang seharusnya ada 2 kamar. Satu pintu yang berbeda lainnya lebih menyerupai pintu kamar mandi.Keputusan yang ditentukan adalah Aldo memeriksa kamar pertama, sedangkan Dave kamar kedua di pojok sana.Selama beberapa detik mereka tampak sibuk melakukan kegiatan mereka masing-masing, hingga beberapa detik kedepannya lagi
“Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di sana?”Bukan hanya Dave dan Aldo yang terkesiap, di dalam sana Dyta jauh lebih terkejut serta panik seketika. Dan dia bisa menebak dengan sangat benar siapa perempuan ini.“Gawat! Itu pasti mbak yang tadi! Gimana ini?”Yang dimaksudkan Dyta adalah seorang pelayan di rumah ini yang dikhususkan untuk mengurusinya. Tadi dia pamit keluar sebentar, katanya mau membersihkan sesuatu di kamar mandi luar. Di tampak uring-uringan di dalam mencemaskan keadaan Aldo dan Dave.“Atau kalian mau maling ya?” tuduh perempuan tersebut lebih lanjut. “Tolong! Ada maling di sini!” teriaknya kemudian. Aldo, Dave, dan Dyta semakin syok saja.Namun pastinya kedua pria di luar sana tidak akan tinggal diam, Dave bergerak gesit mendekati perempuan itu dan membungkam mulutnya sebelum bertindak lebih anarkis.Tring ting ting ….Pada saat bersamaan, terdengar suara berd