Enam tahun lalu, Reynard ada pertemuan dengan klien dari negeri Kangguru untuk proyek baru mereka di sebuah hotel bintang lima. Pertemuan itu berjalan dengan lancar, proyek bernilai puluhan triliun berhasil Reynard dapatkan dan akan mulai berjalan bulan berikutnya.
Tidak lama setelah kliennya pergi, Reynard berniat kembali ke kamar hotelnya untuk istirahat sejenak, sebelum menghadiri pertemuan lagi dengan kliennya yang lain. Tapi seorang pelayan yang ceroboh menubruknya, hingga minuman yang wanita itu bawa membasahi stelan jas mahal Reynard,
"Ma ... Maafkan saya, Tuan. Saya tidak sengaja," ucap pelayan itu sambil mencoba membersihkan jas Reynard dengan tangannya, tapi asisten Reynard yang bernama Marco segera menahan tangan pelayan itu,
"Pergilah, saya bisa mengurusnya!" serunya dengan suara berat, sementara Reynard hanya memberikan tatapan dinginnya pada pelayan itu.
"Se ... Sekali lagi maafkan kecerobohan saya, Tuan," ucap pelayan itu lagi sambil berkali-kali membungkuk di depan Reynard. Dan dengan tangannya yang berkuasa, Reynard meminta wanita itu pergi, tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulut pria itu.
"Sebaiknya anda segera mengganti pakaian anda, Tuan. Kurang dari setengah jam lagi CEO X Group akan segera datang," saran Marco setelah pelayan itu pergi.
Alih-alih kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian sesuai saran asisten pribadinya, Reynard dengan santai melepas jas beserta rompinya yang langsung ia lampirkan di lengan Marco, lalu menyusul kemeja dan celana panjangnya, hingga Reynard hanya mengenakan celana pendek dan kaos polosnya yang sedikit basah itu saja,
"Ambilkan yang baru, saya mau mencari udara segar dulu!" perintah Reynard. Marco yang tidak dapat menolak perintah langsung dari Reynard itu akhirnya mengangguk pelan. Memangnya siapa yang bisa melarang Sang CEO jika sedang ada maunya itu?
Mengabaikan beberapa pasang mata wanita yang menatap penuh minat padanya, Reynard melangkah keluar ruang VVIP restoran mewah yang masih berada di dalam area hotel. dengan santai. Ia tidak perlu mengenakan pakaian mahal untuk memperlihatkan kekayaannya, karena aura yang terpancar dari dallam dirinya saja sudah menampakkan kechaebolannya.
Reynard sendiri tidak masalah dengan penampilannya yang kelewat santai. Karena tidak setiap hari juga ia bisa seperti itu. Jadwalnya yang padat menyebabkan Reynard sedikit memiliki waktu untuk sekedar jalan-jalan sore hanya dengan pakaian santai saja, tanpa adanya bodyguard yang selalu mengawalnya, seperti saat itu.
Namun baru hitungan menit Reynard menghirup udara di dekitar taman, beberapa pria membekuknya. Reynard memang menguasai lebih dari satu ilmu beladiri, tapi lain ceritanya kalau pria lainnya langsung membekap hidung Reynard dengan handuk kecil yang telah dibubuhi obat tidur tanpa memberikan kesempatan pada Reynard untuk melawan, sontak saja kesadaran Reynard perlahan menghilang.
Reynard tersadar di sebuah ruangan yang gelap dengan kedua tangan dan kakinya yang terikat erat. Bahkan hanya sekedar menggerakkan pergelangan tangannya saja ia tidak bisa. Meski demikian, Reynard tetap mengendalikan dirinya untuk tidak langsung panik.
Hembusan pendingin udara yang langsung mengenai kulitnya menyadarkan Reynard kalau saat itu ia tidak mengenakan sehelai benangpun. Otaknya terus mencoba menerka siapa dalang di balik semua ini dan apa tujuan mereka menahannya? Musuh keluarganya kah? Atau saingan bisnisnya yang terlalu pengecut menghadapinya secara gentle?
Siapa dan apapun tujuan mereka menahan Reynard hingga seperti itu, Reynard akan mengirim mereka semua ke neraka. Akan membuat mereka menyesali perbuatan mereka, bahkan mereka akan menyesal telah lahir ke dunia ini.
Terus waspada meski dalam keadaan tak berdaya, mata Reynard tetap terjaga di dalam kegelapan, mencoba beradaptasi dengan minimnya cahaya. Pun demikian dengan telinganya, mencoba menangkap sedikit saja gerakan di sekitarnya. Hingga akhirnya, beberapa pasang langkah kaki terdengar mendekati pintu yang berada tepat di depan ranjang tempat Reynard terbaring dan terikat.
Cahaya dari luar kamar membuat Reynard dapat melihat dengan jelas wajah seorang wanita muda yang melangkah masuk ke dalam kamar dengan ragu-ragu. Ada sosok lainnya di dekat wanita itu, yang dengan pintarnya bersembunyi di balik bayangan hingga Reynard tidak dapat melihatnya sampai pintu itu tertutup kembali.
Hanya raut wajah ketakutan wanita itu saja yang terlihat jelas oleh Reynard. Juga ancaman dari seorang pria pada wanita itu yang membuatnya langsung mendekati Raeynard, dan langsung menanggalkan pakaiannya sebelum mulai menyentuh Reynard dengan gerakan kaku.
Tentu saja Reynard tidak mau bekerjasama dengan wanita yang kemungkinan besar wanita bayaran dari salah satu musuhnya. Tapi wanita itu juga tidak kehabisan akal, ia menghubungi pria sebelumnya yang tidak lama kemudian masuk dan mencekoki Reymond dengan obat perangsang, wanita itu pun meminumnya dengan gelas yang lain.
Malam itu, entah berapa kali mereka mengulangi penyatuan itu, hingga mereka kelelahan dan terbuai ke alam mimpi.
Helaan panjang napas Zevanya menyadarkan Reynard dari lamunannya ke tragedi yang menimpanya enam tahun yang lalu. Tatapan dinginnya kembali tertuju pada Zevanya yang nampak tengah berperang dengan batinnya antara menjawab dengan jujur pertanyaan Reynard barusan, atau memilih untuk menutupinya.
'Jadi, malam itu Zevanya tidak hanya mengambil paksa keperjakaanku, tapi juga menyerahkan keperawanannya padaku? Untuk tujuan apa Zevanya melakukan itu?' Berkali-kali pertanyaan itu terus berulang di benak Reynard selama enam tahun ini.
"Kamu ragu memberikan jawaban dari pertanyaan yang saya ajukan barusan?" ulang Reynard mulai terdengar tidak sabar.
"Ada," jawab Zevanya ragu-ragu.
Akhirnya Reynard akan segera mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang mengusiknya selama enam tahun ini. Ia bersandar santai dikursinya sambil terus menatap lekat-lekat mata Zevanya, juga mulai merencanakan balasan untuk wanita itu.
"Apa?"
Zevanya sangat membutuhkan pekerjaan di perusahaan multinasional itu. Entah apapun posisi yang akan ia dapatkan nantinya, salarynya tetap akan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya, setidaknya itulah yang dijanjikan bagian HRD saat wawancara minggu lalu.
Ia sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk memenuhi kebutuhan Abercio, juga membayar biaya perawatan papanya. Jika ia berhasil menjadi bagian dari Star Group, perekonomiannya akan sedikit terbantu.
Tapi, Zevanya tidak mungkin membuka aibnya sendiri, yang bisa saja malah menjerumuskan Zevanya ke dalam penjara dan ia akan berkahir di sana. Menjadi penyebab hilangnya nyawa suaminya, juga menjadi bagian dari penculikan yang dilakukan Ramon, di malam Vale meninggal, hukuman minimal untuknya pasti penjara seumur hidup.
Demi Abercio, Zevanya harus tetap menyimpan rapat-rapat rahasia terkelam di dalam hidupnya itu. Cukup ia dan keluarganya sajalah yang mengetahuinya. Tidak peduli jika ketidakjujurannya itu akan membuat Zevanya kehilangan kesempatan menjadi salah satu karyawan Star Group.
Jadi, ia pun memberikan jawaban yang teraman untuknya,
"Kesalahan terbesar saya adalah tidak dapat membuat Papa saya bangga. Saya ... Cenderung mengecewakannya."
Zevanya tidak berbohong dalam hal ini. Papanya juga termasuk orang juga kan? Dan ya, ia memang belum bisa membuat Papanya bangga. Mungkin karena itulah papanya masih merasa lebih nyaman berada di bawah alam sadarnya, masih belum mau bangun dari komanya.
"Itu keluargamu. Maksud pertanyaan saya barusan, apa kesalahan terbesar yang pernah kamu lakukan pada orang lain di luar keluargamu?"
Zevanya kembali memutar otaknya untuk mencari jawaban yang dapat memuaskan Reynard. Jawaban yang harus terdengar masuk akal, karena jelas terlihat kulkas empat pintu itu tidak akan mudah dibohongi.
"Terlalu percaya pada orang lain, yang akhirnya membuat hidup saya dan keluarga saya berantakan," aku Zevanya. Semoga saja kali ini Reynard puas dengan jawabannya. Karena itulah salah satu alasan papanya masih terbaring di rumah sakit hingga sekarang ini.
"Hmmm, begitu ya?"
Zevanya mulai merasa gelisah, karena tatapan Reynard tidak pernah teralihkan sama sekali darinya. Ada sesuatu di dalam diri pria itu yang membuat Zevanya takut, meski ia tidak tahu apa tepatnya. Mungkin saja karena warna mata itu sama dengan warna mata Vale, hingga Zevanya kembali teringat dosanya pada mendiang suaminya itu.
"Saya serius dengan ucapan saya, Tuan Reynard." Suara Zevanya terdengar sedikit gugup saat menegaskannya, karena saat itu Insting Zevanya memerintahnya untuk segera pergi menjauh dari Reynard, dan membatalkan niatnya menjadi bagian dari perusahaan pria itu.
"Yang meragukan ucapanmu siapa? Apa saya menyiratkan kalau saya tidak percaya padamu?"
"Maafkan atas ketidaksopanan saya, Tuan Reynard." Zevanya menggigit lidahnya sendiri. Mungkin diam dan menenangkan dirinya jauh lebih baik untuknya.
"Temui bagian HRD, mereka yang akan menjelaskan job deskmu, juga salary yang akan kamu dapatkan nantinya!"
"Ja ... Jadi saya diterima?"
"Apa saya akan memintamu menemui bagian HRD kalau kamu tidak diterima di perusahaan ini?"
"Baik, Tuan Reynard. Maaf, karena saya terlalu antusias mendengarnya. A ... Apa saya harus ke HRD sekarang?"
Reynard hanya menjawabnya dengan anggukan samar, sebelum keluar dari ruangan itu. Seketika Zevanya merasa ruangan terasa lega saat Reynard tidak berada lagi di sana. Sebelumnya, bahkan untuk bernapas saja Zevanya sulit, seolah pria itu sudah menyedot semua udara di ruangan itu.
Tanpa buang waktu lagi, Zevanya segera menuju ke bagian HRD sesuai dengan perintah Reynard tadi. Mulai hari ini, perekonomiannya akan berangsur membaik. Ya, semoga saja.
Reynard menjatuhkan dirinya ke kursi kebesarannya, ia memutar kursi itu hingga dapat menikmati pemandangan kota besar yang dipenuhi dengan gedung-gedung bertingkat yang saling berlomba mencakar langit."Bagaimana? Wanita itu mau bicara jujur, Tuan Reynard?" tanya Marco sambil menyerahkan beberapa lembar dokumen yang harus Raymond tandatangani."Seperti dugaan saya. Wanita itu terlalu pengecut untuk mengakuinya. Bahkan dia tidak mengenali saya sama sekali! Bisa kau bayangkan itu? Siapa yang bisa dengan mudah melupakan wajah saya? Tidak ada sebelumnya!" jawab Reynard dengan dongkol. Sepanjang pertemuannya dengan Zevanya tadi, berkali-kali Reynard harus menahan dirinya untuk tidak mencekik leher jenjang wanita itu. Atau mengguncang bahunya untuk memaksanya mengakui semua kejahatannya pada Reynard lima tahun yang lalu.Tapi, kalau Reynard memberitahunya lebih awal, rencana balas dendamnya pastinya tidak akan berjalan sesuai dengan rencananya. Bisa dipastikan Zevanya akan langsung melarik
Tiga puluh menit sebelum jam tujuh, Zevanya sudah sampai di Star Group. Ia langsung menuju lantai teratas gedung itu tempat ruang kerja Reynard berada, sesuai dengan arahan staff recruitment kemarin.Tidak tahu harus memulai darimana, Zevanya memutuskan membersihkan ruang kerja Reynard lebih dulu. Ia cukup terpana melihat betapa besar dan mewahnya ruangan itu, hingga ia merasa kerdil saat memasukinya, atau merasa tertelan di ruangan yang super luas itu.Tidak berselang lama, Reynard masuk bersama dengan Marco, asisten pribadi yang tidak kalah cakapnya dengan Reynard. langkah kedua pria itu terhenti saat melihat Zevanya yang sudah ada lebih dulu di ruang kerja Reynard sebelum mereka.Tatapan mengeritik Reynard dan Marco pun tertuju padanya,"Tidak adakah yang memberitahumu mengenai peraturan di perusahaan, kalau tidak ada satupun karyawan yang diperkenankan masuk ke ruangan ini tanpa adanya Tuan Reynard di dalamnya?" Marco yang menegurnya lebih dulu. Sementara si kulkas empat pintu han
"Bagaimana pekerjaan barumu? Menyenangkan?" tanya Dira sesaat setelah Zevanya sampai rumah, sahabatnya itu menghangatkan lauk-pauk untuk Zevanya makan. Menyenangkan apanya? Di hari pertama Zevanya kerja saja sudah banyak tuntutan untuknya. Meski demikian, Zevanya tidak mengatakan itu pada Dira, ia tidak mau kekhawatiran Dira padanya bertambah. "Umm lumayan." Hanya itu jawaban yang Zevanya berikan pada Dira. Ia merenggangkan tubuhnya, sementara matanya mencari sosok kecil yang biasanya selalu menyambutnya pulang, "Di mana Cio?" tayanya. "Sudah tidur. Kamu pulang melewati jam tidurnya," jawab Dira. Zevanya melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia tidak bisa pulang tepat waktu karena Reynard baru meninggalkan ruang kerjanya jam setengah sepuluh. Dan selama menunggu Reynard pulang, pekerjaan seolah tiada hentinya diberikan padanya. Bahkan waktu istirahat Zevanya hanya lima belas menit saja untuk makan. Tubuhnya benar-benar remuk sekarang. Ia harus berendam air
Untungnya Reynard hanya bermain di driving range, area yang hanya dikhususkan untuk para pemula melatih pukulan, memantapkan ayunan, hingga membiasakan diri mereka dengan stik golf, sebelum akhirnya bermain di lapangan yang sesungguhnya.Setiap kali Reynard selesai memukul bola sebanyak lima puluh kali, Zevanya harus memunguti bola-bola itu dan memasukkannya kembali ke dalam keranjang. Ia harus mengingat ke mana saja bola Reynard mendarat, karena Reynard tahu kalau bola itu bukan miliknya. Entah bagaimana cara mengetahuinya, yang pasti Zevanya harus mencarinya hingga ketemu.Zevanya pernah berlatih golf seperti ini bersama dengan papanya, dan ia tahu betul setiap bola yang telah dipukul tidak harus diambil lagi, karena ada staf khusus yang bertugas mengambili bola-bola itu. Tapi entah kenapa Reynard malah meminta Zevanya memunguti bola-bola itu hingga ia menjadi perhatian pengunjung lainnya. Juga cekikikan para wanita termasuk para caddy golf.Dari cara Reynard memegang stik dan meng
Zevanya tahu kehidupan ini tidak akan mudah, terutama bagi yang memiliki dosa masa lalu seperti dirinya. Hampir setiap malam Zevanya bermimpi dirinya berada di dalam penjara, dengan bayangan wajah Vale yang tengah menertawakannya. Tapi, rasanya sungguh menyesakkan saat Zevanya baru saja berhasil mendapatkan pekerjaan yang tidak bisa dibilang bagus, tapi salarynya dapat memperbaiki perekonomiannya, ia harus bersiap melepaskannya.Zevanya menatap pantulan dirinya di cermin. Dulu, ia menjadi salah satu wanita tercantik di kotanya, primadona di sekolahnya. Tapi beban hidup selama enam tahun ini membuatnya tidak bisa lagi merawat dirinya sendiri. Sesuai dengan cibiran Nada saat berada di dining room tadi, Zevanya memang terlihat lusuh, sama sekali tidak menarik.Namun, bukan penampilannya yang lusuh lah yang membuat Zevanya sedih, tapi karena Nada telah mengetahui dimana Zevanya bekerja sekarang. Pastinya Nada akan langsung memberitahu Ramon perihal ini. Kakak tirinya itu pasti akan menda
"Zevanya, kamu sudah menandatangani kontrak kerjamu dalam keadaan sadar, ya kan?" tanya Nila keesokan harinya. Staff recruitment yang mewawancarai Zevanya selama proses penerimaan karyawan itu menatapnya dengan intens."Iya, tapi saya tidak mengira kalau kontrak ini akan berlaku selama seumur hidup. Tidak mungkin juga kan saat saya tua renta nanti saya masih bekerja di Star Group?" desah Zevanya."Mungkin kedepannya akan ada kebijakan baru lagi untukmu. Tapi untuk saat ini, kami tidak bisa menerima surat pengunduruan dirimu. Kecuali, kamu mau menerima segala konsekuensinya."Barusan Zevanya membaca seluruh isi kontrak kerjanya itu. Jadi Zevanya tahu konsekuensi seperti apa yang Nila maksud. Selain akan mendapatkan tuntutan secara hukum dengan nominal yang sangat fantastis, Zevanya juga akan dipastikan menganggur selamanya karena ia akan di black list Star Group.Jika sudah masuk ke dalam daftar hitam Star Group, bisa dipastikan tidak akan ada satupun perusahaan yang akan menerimanya.
Dengan secangkir kopi Reynard di tangan kanannya, Zevanya mengetuk pintu ruang kerja Reynard dengan tangan kirinya. Ia telah mempersiapkan dirinya atas pertanyaan Reynard tentang alasannya mengundurkan diri dari Star Group.Itu pun kalau bagian HRD memang memberitahu Reynard perihal niat pengunduran dirinya barusan. Karena tadi Zevanya memohon pada Nila agar tidak memberitahunya pada Reynard maupun Marco. Ia tidak mau mendapatkan banyak pertanyaan karenanya.Setelah berkali-kali mengetuk, pintu itu akhirnya mengayun terbuka dengan Marco yang berdiri menjulang di depan Zevanya, pria itu melipat kedua tangannya di depan dadanya. Jantung Zevanya pun berdegup kencang, mungkinkah pada akhirnya Nila memberitahu Marcodan Reynard?Seketika otak Zevanya menjadi beku. Jawaban yang telah ia persiapkan pada apapun pertanyaan yang diajukan Reynard mengenai pengunduran dirinya nanti menghilang begitu saja. Ia seperti anak playgroup yang tidak tahu harus melakukan apa di hari pertamanya sekolah."Ke
Zevanya duduk menatap makan siangnya dengan tatapan kosong di lantai. Ia tidak menyentuh makanan itu sama sekali, bukan karena ia tidak lapar, tapi karena tangannya terlalu sakit untuk digerakkan.Setelah nyaris dua jam jongkok saat membersihkan seluruh lantai ruang kerja Reynard dengan sikat gigi, seluruh tubuh Zevanya menjadi luar biasa sakit, terutama kedua pahanya. Rasa nyerinya semakin menusuk tiap kali Zevanya melangkah.Sementara saat Zevanya duduk, punggungnya yang berdenyut nyeri. Ia butuh merebahkan dirinya untuk membuat otot-ototnya kembali rileks, namun bahkan mencari tempat duduk untuk makan di pantry saja tidak ada, apalagi sofa empuk untuk berbaring. Tidak mungkin ia berbaring di ruang kerja Reynard kan?Alhasil Zevanya hanya duduk bersila di lantai, hingga membuat punggungnya terasa semakin panas.'Ada analgesik di tasmu, aku memasukkannya saat kamu tidur semalam. Minum saja kalau kamu tiba-tiba pusing atau kelelahan seperti kemarin.'Ucapan Dira pagi tadi terngiang di
Mata Reynard tak pernah lepas dari kobaran api yang melahap sebuah bangunan tua di salah satu pondok berburu dengan seluruh keluarga tiri Evelyn, beserta dengan pengikut mereka berada di dalamnya, hingga bangunan tua itu rata dengan tanah."Aman, Tuan. Apa anda mau pulang sekarang?" tanya Marco yang baru saja berdiri tepat di sisi Reynard setelah memastikan target mereka juga sudah menjadi debu. "turunkan beritanya besok, beserta dengan daftar kejahatan mereka!" tegas Reynard. Ia akan membersihkan sepenuhnya nama Evelyn dari spekulasi yang mulai beredar kalau istri tercintanya itu telah membunuh Vale. Rupanya Ramon telah meminta salah satu anak buahnya yang masih setia padanya untuk menyebarkan rumor itu. Dan sekarang berita picisan itu mulai menyebar luas di berbagai media, dan sudah bisa dipastikan banyaknya ujaran kebencian yang ditujukan pada Evelyn, dan ucapan simpati pada Reynard karena telah menjadi target wanita itu selanjutnya. "Mengenai konferensi pers ... " "Adakan juga
"Sepertinya aku belum bisa pulang ke rumah sekarang. Aku mau menyelesaikan semua masalah yang disebabkan keluarga tirimu itu," desah Reynard.Evelyn memindahkan ponselnya ke lengan dan telinga krinya saat akan membuka handle pintu kamar Abercio. Ia memastikan Abercio benar telah terbuai ke alam mimpinya lebih dulu sebelum memadamkan lampu dan menutup kembali pintu kamar putranya itu. Hari ini, dua malam sudah Reynard tidak pulang akibat masalah itu. 'Aku ingin menuntaskan hingga ke akar-akarnya demi masa depan kita yang tenang!' tegas Reynard sebelum pergi bersama dengan Marco."Tidak apa-apa, Sayang. Aku mengerti," balas Evelyn setengah berbisik, ia takut suaranya akan mengganggu tidur Abercio.Malam ini, Evelyn memutuskan tidur dengan Abercio untuk melepaskan kerinduannya pada Abercio. Sejak Reynard memasukkannya ke dalam penjara, Evelyn sudah tidak pernah tidur dengan putranya itu lagi."Maafkan aku, karena masalah ini bulan madu kita jadi harus dipersingkat.""Rey, aku sungguh ti
Reynard mengacak rambutnya dengan kasar, memperlihatkan seberapa frustasinya ia saat itu. Dan saat matanya terkunci dengan mata Evelyn, bermacam campuran emosi terlihat jelas di sana. Hati Evelyn semakin tak karuan, masalahnya pasti jauh lebih besar dari perkiraannya."Nada hamil, Ly. Anakku ... " aku Reynard dengan suara parau. Ia telah bersiap dengan menerima apa pun bentuk kemarahan dan kekecewaan Evelyn padanya. Namun setelah lama Reynard menunggu reaksi Evelyn, alih-alih meluapkan emosinya, wanita itu malah menghela napas lega,"Syukurlah, aku kira ada masalah besar apa."Sontak saja Reynard luar biasa bingung dibuatnya, ia mengguncang bahu Evelyn untuk menyadarkan istrinya itu,"Ly. Apa yang kamu syukuri? Aku memiliki anak dari wanita lain? Kamu bersyukur dengan berita itu? Atau akan menjadikannya sebagai alibi untuk mengakhiri rumah tangga kita?" cecarnya."Siapa yang memberitahumu kalau Nada sedang mengandung? Marco? Sipir penjara?""Nada, Marco dan Ibu sambungmu tidak berada
Perjalanan Evelyn dan Reynard ke Sopot dan Gdynia tertunda harus setelah Reynard menerima email penting. Setidaknya itulah alasan yang Reynard berikan pada Evelyn, sesaat sebelum pria itu fokus pada layar monitor laptopnya. Sepertinya email itu memang berisi pesan penting. Karena sebelum berangkat Reynard telah menegaskan pada Marco untuk tidak menghubunginya sama sekali, kecuali untuk masalah darurat.Apa sekarang perusahaan Reynard sedang dalam masalah?Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terbersit di benak Evelyn hingga dua jam sudah berlalu, dan Evelyn mulai merasa bosan menunggu perhatian Reynard kembali tertuju padanya. Seraya mendesah, Evelyn berdiri dari kursinya. Ia melampirkan long coatnya di sandaran kursi dengan hati-hati, tidak ingin menimbulkan suara sedikit pun yang bisa memecah konsentrasi Reynard.Melalui jendela kamarnya, Evelyn memusatkan perhatiannya pada Laut Baltik, tepatnya pada pelabuhan yang seolah tidak pernah terlihat sepi itu. "Maaf sudah membuatmu me
Gdansk, sebuah kota pelabuhan yang terletak di pantai utara Polandia. Sebuah kota tua yang memiliki arsitektur klasik Eropa terbaik, yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara yang ingin menyelami lebih jauh lagi mengenai sejarah dan kebudayaan Polandia.Hotel yang Evelyn dan Reynard pun terletak tidak jauh dari pelabuhan terbesar Polandia tersebut. Hotel mewah tepi pantai yang berhadapan langsung dengan laut Baltik. Dan kebetulan sekali Evelyn sangat menyukai apa pun yang berbau pantai.Selama Evelyn menatap bermacam kapal yang hilir-mudik di pelabuhan tersebut, Reynard terus merangkul pinggangnya, bersama mereka memandangi kesibukan itu dari balkon kamar mereka."kamu tahu kalau kota ini menjadi salah satu dari Tiga Kota atau yang biasa disebut dengan Tricity, atau dalam bahasa Poland dikenal dengan sebutan Trójmiasto?" tanya Reynard. Ia memiliki kegemaran baru, yaitu mengenalkan dunia baru pada Evelyn."Ya, aku pernah mendengarnya. Hanya saja tidak terlintas sama sekali di dalam
Evelyn pikir, destinasi bulan madunya bersama Reynard akan ke Eropa barat, tapi ternyata pilihan antimainstream Reynard tertuju pada Eropa Tengah. Gdansk Polandia yang menjadi tujuan pertama bulan madu mereka. Memang biasanya Gdansk menjadi destinasi bulan madu yang sangat sempurna untuk pengantin baru yang ingin bersenang-senag dan menikmati masa-masa awal pernikahan mereka. Meski suasananya cenderung terlihat lebih santai dibandingkan dengan Eropa Barat, namun kota Gdansk juga memiliki tempat-tempat wisata yang indah, akomodasi mewah dengan latar bangunan abad ke tujuh belas. Sekarang ini, dengan lengan Reynard yang merangkul pinggangnya, mereka menyusuri jalanan berbatu dan sempit di antara bangunan katedral dan monumen. "Kamu lebih menyukai ketenangan ya?" tebak Evelyn. "Kamu sudah memahami salah satu kebiasaanku, Sayang," jawab Reynard. Lengannya yang melingkar di lengan Evelyn menarik Evelyn saat seseorang yang tengah jalan terburu-buru nyaris menabraknya. "Mudah sekali men
"Kamu yang ngajarin dia ya?" tukasnya."Astaga, tentu saja tidak, Sayang. Ini murni keinginan putra kita sendiri. Kamu bisa bertanya langsung padanya," sangkal Reynard. Ia bersikap seolah-olah terluka oleh tuduhan Evelyn itu, hingga balik badan meninggalkan Evelyn dengan perasaan bersalahnya.Sesuai dengan harapannya, Evelyn pun bergegas mengejarnya, "Rey, tunggu!"Tepat saat Evelyn meletakkan tangannya di lengan Reynard. Reynard langsung balik badan dan menekan Evelyn hingga punggung wanita itu bersentuhan dengan dinding,"Kamu tidak marah, 'kan?" tanya Evelyn."Marah? Sekarang aku tidak bisa marah lagi padamu, Sayang. Tadi aku hanya menggodamu saja, ingin tahu seperti apa reaksimu saat aku merajuk," kekeh Reynard, ia tertawa lebar saat Evelyn memukul dadanya dengan kepalan tangannya,"Kamu jahat! Tadi aku takut sudah membuatmu marah dan sakit hati.""Marah dan sakit hati? Itu dua hal yang tidak akan terjadi padaku, setidaknya jika menyangkut dirimu, Sayang. Jadi, jangan pernah meng
Reynard menatap geli Evelyn yang seolah tenggelam di dalam balutan selimutnya itu,"Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang?" tanyanya."Aku mau ke kamar mandi," jawab Evelyn, sengaja hanya menatap mata Reynard saja, bukan ke tubuhnya yang lain.Seolah ingin terus menyiksa Evelyn dengan gairahnya, Reynard sengaja bersandar di daun pintu kamar mandi sambil melipat kedua tangannya, dengan tatapannya yang menggoda."Lepaskan saja selimut konyol kamu itu, memangnya apa yang mau kamu sembunyikan dariku, Sayang?""Aku tidak menyembunyikan apa pun?""Apa kamu yakin?""Astaga, Rey ... Kamu mengira aku mencuri?" tanya Evelyn dengan nada tidak percaya, sebelah alis Reynard pun terangkat tinggi,"Yang bilang kamu mencuri siapa?""Kamu menuduhku menyembunyikan sesuatu di balik selimut ini!" Evelyn menyipitkan kedua matanya saat tawa Reynard pecah. Belakangan ini, wajah pria itu selalu terlihat ceria dengan senyumannya yang memikat, atau tawa lepasnya yang menular seperti sekarang ini. Bagaimana Ev
Leguhan kenikmatan mengalir begitu saja dari mulut Evelyn saat Reynard memainkan lidahnya di bawah sana. Gerakan yang mengirimkan gelenyar kenikmatan ke seluruh tubuh Evelyn, yang juga membangunkan seluruh saraf Evelyn, hingga rasanya Evelyn akan mati karena kenikmatan."Rey ... Aahh please ... " racau Evelyn. Ia tidak tahu permohonan apa yang ingin ia ucapkan. Meminta Reynard terus melakukan yang tengah pria itu lakukan sekarang? Atau meminta Reynard segera menyatukan diri mereka?Evelyn bahkan tidak menyadari kapan Reynard melepaskan satu-satunya pakaian dalam yang tersisa pada dirinya. Atau Reynard merobeknya? Entahlah.Alih-alih segera mewujudkan keinginan Evelyn untuk mneyatukan tubuh mereka, tangan Reynard malah bergerak naik ke atas, untuk menangkup salah satu bukit kenikmatan Evelyn, sementara lidah pria itu masih bermain-main di bawah sana, yang semakin membuat Evelyn meleguh penuh kenikmatan, sebelum akhirnya pinggulnya terangkat tinggi saat mencapai puncaknya."Rey!" teriak