Untungnya Reynard hanya bermain di driving range, area yang hanya dikhususkan untuk para pemula melatih pukulan, memantapkan ayunan, hingga membiasakan diri mereka dengan stik golf, sebelum akhirnya bermain di lapangan yang sesungguhnya.
Setiap kali Reynard selesai memukul bola sebanyak lima puluh kali, Zevanya harus memunguti bola-bola itu dan memasukkannya kembali ke dalam keranjang. Ia harus mengingat ke mana saja bola Reynard mendarat, karena Reynard tahu kalau bola itu bukan miliknya. Entah bagaimana cara mengetahuinya, yang pasti Zevanya harus mencarinya hingga ketemu.
Zevanya pernah berlatih golf seperti ini bersama dengan papanya, dan ia tahu betul setiap bola yang telah dipukul tidak harus diambil lagi, karena ada staf khusus yang bertugas mengambili bola-bola itu.
Tapi entah kenapa Reynard malah meminta Zevanya memunguti bola-bola itu hingga ia menjadi perhatian pengunjung lainnya. Juga cekikikan para wanita termasuk para caddy golf.
Dari cara Reynard memegang stik dan mengayunkannya, Zevanya tahu pria itu sudah sangat terampil. Tapi kenapa malah memilih main di driving range? Bertambah satu lagi kelakuan aneh Reynard yang Zevanya ketahui. Tapi memang begitulah keanehan kalangan atas kalau sedang memiliki waktu luang.
Mengabaikan Zevanya yang sudah banjir keringat dan napasnya pun mulai tersengal saat meletakkan keranjang bola di sampingnya, Reynard kembali memukul bola golf itu hingga melayang lebih jauh lagi dari yang sebelumnya.
Ia mendengar desahan napas Zevanya tiap kali bolanya mendarat lebih jauh dari bola sebelumnya. Dan lebih bersemangat untuk memukul bola selanjutnya lebih jauh lagi, ia belum puas melihat penderitaan wanita itu.
"Kenapa diam saja? Cepat ambil bola-bola itu! Dan pastikan tidak ada yang tertukar!" perintah Reynard setelah menyelesaikan lima puluh pukulannya.
Wajah pucat Zevanya terlihat luar biasa lelah, dan Reynard sama sekali tidak merasa kasihan padanya. Itu tidak sebanding dengan apa yang sudah wanita itu lakukan padanya enam tahun lalu.
Dan wanita itu melupakannya! Itulah yang membuat harga diri Reynard semakin terluka.
"Rey, maaf aku datang terlambat," ucap seorang wanita di belakangnya. Reynard tahu pemilik suara itu, yang tak lain adalah wanita yang kakek Nicolai jodohkan padanya, Nada.
Reynard memang meminta Nada datang ke Golf Club itu, untuk melihat reaksi Zevanya ketika bertemu dengan saudari tirinya. Karena di curriculum vitaenya, Zevanya tidak menulis nama anggota keluarganya, wanita itu seperti hidup seorang diri.
"Duduklah, kamu pasti lelah!" perintah Reynard tanpa mengalihkan perhatiannya dari Zevanya, yang masih memunguti satu-persatu bola Reynard dan memasukkannya ke dalam keranjang.
"Kenapa di sini? Kamu tidak punya lawan main di lapangan?" tanya Nada sambil berdiri di samping Reynard, alih-alih duduk sesuai dengan perintah Reynard. Dan Reynard sangat membenci siapapun yang tidak mematuhi perintahnya.
"Aku bilang duduk!" desis Reynard dengan sorot mata tajamnya, barulah Nada mendengarkannya. Wanita itu menghentakkan kedua kakinya dengan kesal sebelum duduk.
Selama ini, Reynard sangat menghindari wanita kalangan atas yang manja seperti Nada. Entah apa yang dilihat kakek Nicolai dari wanita itu, hingga menginginkannya menjadi cucu menantunya.
Tatapan menusuk Reynard berpindah dari Nada ke Zevanya. Wanita itu tengah menyeka keringat di keningnya dengan punggung tangannya, kulitnya bahkan sudah mulai terbakar matahari, Dan Reynard memutuskan hukuman untuk wanita itu hari ini sudah selesai. Besok ia akan mencari cara lain lagi untuk menghukumnya.
"Marco, makan siang sudah siap?" tanya Reynard tanpa menoleh ke arah Marco.
"Sudah, Tuan."
Tanpa berkata apa-apa lagi, Reynard bergegas meninggalkan area driving range menuju ruang VVIPnya, yang telah tersedia pantry beserta dining roomnya. Nada berusaha menyamakan langkahnya dengan langkah panjang Reynard, dan Marco mengekor di belakang mereka.
"Bagaimana dengan Zevanya, Tuan?" bisik Marco saat menuang segelas minuman untuk Reynard.
"Kalau sudah selesai melakukan tugasnya, bawa wanita itu ke sini!"
"Baik, Tuan."
"Wanita siapa, Rey? Kamu ke tempat ini bersama dengan wanita lain?" cecar Nasa setelah Marco meninggalkan mereka.
"Hanya salah satu karyawanku," jawab Reynard dengan santai sambil memotong rib eyenya.
"Oh, tadi aku tidak melihatnya."
"Nanti kau juga akan bertemu dengannya."
Tidak lama kemudian Marco sudah kembali bersama dengan Zevanya. Reynard dapat melihat raut wajah terkejut Nasa saat melihat kedatangan Zevanya, pun demikian dengan Zevanya, mungkin wanita itu tidak akan mengira kalau bertemu dengan saudari tirinya di sana.
Namun tidak ada satupun dari kedua wanita itu yang mulai menegur. Mereka bersikap seolah tidak saling mengenal dan Zevanya justru dengan santainya meletakkan tas golf milik Reynard di area living room, sebelum berdiri diam saat menunggu intruksi Reynard selanjutnya.
"Dia karyawanmu, Rey? Kenapa penampilannya lusuh sekali?" akhirnya Nasa bersuara, wanita itu memberikan tatapan jijiknya pada Zevanya.
Keluarga seperti apa mereka itu sebenarnya?
Tapi ada baiknya juga untuk Reynard. Dengan demikian, ia dapat memberikan alasan bagus pada kakek Nicolai, untuk menggagalkan rencana pertunangannya dengan Nada.
"Ya, apa kau mengenalnya?"
"Sama sekali tidak. Bagaimana mungkin aku kenal dengan karyawan rendahan seperti itu, Rey. Aku hanya akan menjadi bahan tertawaan teman-temanku," sangkal Nada.
Dari sudut matanya, Reynard dapat melihat tatapan mengancam yang Nada tujukan pada Zevanya, meski raut wajah Zevanya tetap terlihat datar dan kelelahan tentunya.
"Basuh wajahmu lebih dulu, setelah itu makanlah!" seru Reynard.
Setelah mengangguk pelan, Zevanya melangkah ke toilet, ia memang akan membasuh wajahnya, kalau perlu tubuhnya yang sudah bermandikan keringat.
Zevanya bersandar pada daun pintu setelah menutupnya, ia tidak mengira akan bertemu dengan Nada. Ternyata adik tirinya itu kenal dengan Reynard. Apa mereka sepasang kekasih?
Mulai saat ini, keluarga tirinya itu pasti akan semakin mengejek Zevanya, mereka akan semakin menginjak-injak harga dirinya, apalagi kalau sampai Nada berhasil menikah dengan Reynard, salah satu bujangan paling diminati sejagat raya.
Sebaiknya Zevanya mulai mencari pekerjaan baru lagi. Rasanya ia pun tidak sanggup kalau harus mengikuti hobby aneh Reynard. Baru dua hari bekerja dengan pria itu saja, semua tulang-belulang Zevanya terasa mau patah. Punggungnya bahkan luar biasa sakit. Tidak pernah sebelumnya Zevanya merasa kelelahan hingga seperti itu.
Zevanya baru saja membasuh wajahnya ketika pintu toilet terbuka, dan Nada langsung menyudutkannya ke dinding,
"Kenapa bisa kamu bekerja dengan calon tunanganku?" tanyanya, Zevanya menepis tangan Nada yang mencengkram bahunya,
"Mana aku tahu kalau perusahaan itu milik kekasihmu?"
"Sebaiknya kamu tetap bersikap seperti tadi, teruslah berpura-pura tidak mengenaliku! Aku tidak mau pertunanganku dengan Rey batal hanya karena memiliki hubungan keluarga denganmu!" ancam Nada.
"Kita tidak memiliki hubungan apapun lagi, sejak kalian mengusirku dan Cio tanpa sepeserpun uang setelah kalian berhasil mengangkangi harta Vale!"
Masih dengan tatapan mengejeknya, Nada melipat kedua tangannya di depan dadanya,
"Bagus! Kau, hanyalah anak dari wanita simpanan Papa! Membusuklah kalian semua di neraka!"
Zevanya tahu kehidupan ini tidak akan mudah, terutama bagi yang memiliki dosa masa lalu seperti dirinya. Hampir setiap malam Zevanya bermimpi dirinya berada di dalam penjara, dengan bayangan wajah Vale yang tengah menertawakannya. Tapi, rasanya sungguh menyesakkan saat Zevanya baru saja berhasil mendapatkan pekerjaan yang tidak bisa dibilang bagus, tapi salarynya dapat memperbaiki perekonomiannya, ia harus bersiap melepaskannya.Zevanya menatap pantulan dirinya di cermin. Dulu, ia menjadi salah satu wanita tercantik di kotanya, primadona di sekolahnya. Tapi beban hidup selama enam tahun ini membuatnya tidak bisa lagi merawat dirinya sendiri. Sesuai dengan cibiran Nada saat berada di dining room tadi, Zevanya memang terlihat lusuh, sama sekali tidak menarik.Namun, bukan penampilannya yang lusuh lah yang membuat Zevanya sedih, tapi karena Nada telah mengetahui dimana Zevanya bekerja sekarang. Pastinya Nada akan langsung memberitahu Ramon perihal ini. Kakak tirinya itu pasti akan menda
"Zevanya, kamu sudah menandatangani kontrak kerjamu dalam keadaan sadar, ya kan?" tanya Nila keesokan harinya. Staff recruitment yang mewawancarai Zevanya selama proses penerimaan karyawan itu menatapnya dengan intens."Iya, tapi saya tidak mengira kalau kontrak ini akan berlaku selama seumur hidup. Tidak mungkin juga kan saat saya tua renta nanti saya masih bekerja di Star Group?" desah Zevanya."Mungkin kedepannya akan ada kebijakan baru lagi untukmu. Tapi untuk saat ini, kami tidak bisa menerima surat pengunduruan dirimu. Kecuali, kamu mau menerima segala konsekuensinya."Barusan Zevanya membaca seluruh isi kontrak kerjanya itu. Jadi Zevanya tahu konsekuensi seperti apa yang Nila maksud. Selain akan mendapatkan tuntutan secara hukum dengan nominal yang sangat fantastis, Zevanya juga akan dipastikan menganggur selamanya karena ia akan di black list Star Group.Jika sudah masuk ke dalam daftar hitam Star Group, bisa dipastikan tidak akan ada satupun perusahaan yang akan menerimanya.
Dengan secangkir kopi Reynard di tangan kanannya, Zevanya mengetuk pintu ruang kerja Reynard dengan tangan kirinya. Ia telah mempersiapkan dirinya atas pertanyaan Reynard tentang alasannya mengundurkan diri dari Star Group.Itu pun kalau bagian HRD memang memberitahu Reynard perihal niat pengunduran dirinya barusan. Karena tadi Zevanya memohon pada Nila agar tidak memberitahunya pada Reynard maupun Marco. Ia tidak mau mendapatkan banyak pertanyaan karenanya.Setelah berkali-kali mengetuk, pintu itu akhirnya mengayun terbuka dengan Marco yang berdiri menjulang di depan Zevanya, pria itu melipat kedua tangannya di depan dadanya. Jantung Zevanya pun berdegup kencang, mungkinkah pada akhirnya Nila memberitahu Marcodan Reynard?Seketika otak Zevanya menjadi beku. Jawaban yang telah ia persiapkan pada apapun pertanyaan yang diajukan Reynard mengenai pengunduran dirinya nanti menghilang begitu saja. Ia seperti anak playgroup yang tidak tahu harus melakukan apa di hari pertamanya sekolah."Ke
Zevanya duduk menatap makan siangnya dengan tatapan kosong di lantai. Ia tidak menyentuh makanan itu sama sekali, bukan karena ia tidak lapar, tapi karena tangannya terlalu sakit untuk digerakkan.Setelah nyaris dua jam jongkok saat membersihkan seluruh lantai ruang kerja Reynard dengan sikat gigi, seluruh tubuh Zevanya menjadi luar biasa sakit, terutama kedua pahanya. Rasa nyerinya semakin menusuk tiap kali Zevanya melangkah.Sementara saat Zevanya duduk, punggungnya yang berdenyut nyeri. Ia butuh merebahkan dirinya untuk membuat otot-ototnya kembali rileks, namun bahkan mencari tempat duduk untuk makan di pantry saja tidak ada, apalagi sofa empuk untuk berbaring. Tidak mungkin ia berbaring di ruang kerja Reynard kan?Alhasil Zevanya hanya duduk bersila di lantai, hingga membuat punggungnya terasa semakin panas.'Ada analgesik di tasmu, aku memasukkannya saat kamu tidur semalam. Minum saja kalau kamu tiba-tiba pusing atau kelelahan seperti kemarin.'Ucapan Dira pagi tadi terngiang di
"Itulah kenyataannya, Tuan. Saya hanya menjawab sejujurnya, terlepas anda mau mempercayainya atau tidak."Zevanya tidak sepenuhnya jujur. Kenapa wanita itu beralasan tersandung karpet alih-alih kaki Nada?Ya, Reynard tahu penyebab sebenarnya Zevanya kehilangan keseimbangan, bukan karena wanita itu ceroboh, tapi karena kaki Nada yang sengaja menjegal kaki Zevanya, dan Reynard pun memanfaatkan insiden tadi untuk mengusir Nada beserta mama Lila, namun tetap menyalahkan Zevanya atas luka bakar yang ia terima itu.Reynard akan memanfaatkan kesalahan Zevanya itu untuk menghukumnya, sekaligus memancing ingatan Zevanya pada kejahatannya enam tahun yang lalu.Perlahan, Reynard melepaskan jasnya, lalu menyusul rompinya, dan terakhir kemejanya. Matanya terus tertuju pada Zevanya yang langsung memalingkan wajahnya sejak Reynard menanggalkan jasnya. Niat Reynard untuk menghukum Zevanya semakin kuat karenanya,"Kau lihat ini? Mau disengaja atau pun tidak, kau telah menyebabkan luka ini padaku!"Zeva
Zevanya luar biasa takut saat Reynard mengungkungnya, hingga tidak ada sedikit pun ruang bagi Zevanya untuk bergerak menghindar. Ketakutannya menjadi berkali lipat saat jari Reynard mengapit dagu Zevanya agar menatap wajahnya, karena bagian wajah Reynard yang pertama Zevanya lihat adalah matanya. Mata yang mengingatkannya pada Vale dan juga pria pengganti yang Ramon carikan untuknya.Berapa banyak pria bermata biru di dunia ini hingga Zevanya harus bertemu dengan salah satu dari mereka? Mengingatkan Zevanya saja pada dosanya enam tahun lalu.Dan saat ibu jari Reynard mengusap lembut bibirnya, napas Zevanya seketika tercekat, ketakutan semakin mencekamnya. Reynard pun terlihat tidak percaya dengan apa yang barusan pria itu lakukan. Tapi alih-alih menjauhkan dirinya, Reynard malah mendaratkan bibirnya di atas bibir Zevanya.Untuk sepersekian detik, jantung Zevanya seolah berhenti berdetak, sebelum akhirnya berdegup kencang, dan aliran darahnya mengalir dengan desiran menggelitik, tidak
Sulit sekali membuat Zevanya teringat pada dosanya enam tahun yang lalu. Sementara Reynard hanya ingin Zevanya mengingatnya sendiri. Tapi sepertinya wanita itu sudah benar-benar melupakannya. Harga diri Reynard semakin terluka saja dibuatnya.Reynard terus menatap Zevanya selama wanita itu mengompres lukanya. Sampai saat ini, sosok pria yang telah menyekap Reynard dan memberinya obat perangsang belum ditemukan juga. Banyak informasi simpang siur yang anak buah Reynard terima selama proses pencarian, yang hanya mengarahkan mereka pada orang yang salah.Siapapun pria itu, pastinya telah terbiasa melakukan kejahatan, bukannya pelaku kejahatan amatiran. Sekarang ini, Zevanya lah yang menjadi kuncinya. Kalau Zevanya telah mengingatnya nanti, barulah Reynard menanyakan identitas pria itu, juga alasan perbuatan jahat mereka padanya."Apa yang kau lakukan?" tanya Reynard sambil sedikit beringsut di kursinya saat Zevanya meniup lukanya."Supaya cepat kering, Tuan. Supaya saat Pak Marco datang
"Mommy!" pekik Abercio saat Zevanya baru saja membuka pagar rumah Dira."Jangan lari, Sayang. Nanti kamu jatuh!' cegah Zevanya, melihat Abercio sekencang itu membuat perutnya seketika mencelos. Tapi putranya itu tetap lari ke arahnya, hingga tubuh Zevanya terdorong ke belakang ketika tubuh kecil Abercio menubruk dan memeluk kakinya,"Mommy tumben pulang cepat?" tanya putranya itu sambil mendongak untuk menatap wajah Abercio.Zevanya perlahan jongkok hingga wajahnya sejajar dengan wajah Abercio. Senyum lembut penuh kasih tercurahkan pada putranya yang memiliki netra mata sama dengan Reynard. Untung saja wajah Abercio lebih mirip dengan Zevanya alih-alih Reynard.'Mommy sudah menemukan Daddymu, Sayang,' batinnya lirih. Ia tidak dapat memberitahu Abercio mengenai ayah kandungnya itu, sama seperti ia tidak bisa memberitahu Reynard kalau malam itu telah menghasilkan Abercio, meski untuk alasan yang berbeda.Zevanya menguatkan dirinya untuk tetap terlihat ceria di depan Abercio. Ia bertanya
Mata Reynard tak pernah lepas dari kobaran api yang melahap sebuah bangunan tua di salah satu pondok berburu dengan seluruh keluarga tiri Evelyn, beserta dengan pengikut mereka berada di dalamnya, hingga bangunan tua itu rata dengan tanah."Aman, Tuan. Apa anda mau pulang sekarang?" tanya Marco yang baru saja berdiri tepat di sisi Reynard setelah memastikan target mereka juga sudah menjadi debu. "turunkan beritanya besok, beserta dengan daftar kejahatan mereka!" tegas Reynard. Ia akan membersihkan sepenuhnya nama Evelyn dari spekulasi yang mulai beredar kalau istri tercintanya itu telah membunuh Vale. Rupanya Ramon telah meminta salah satu anak buahnya yang masih setia padanya untuk menyebarkan rumor itu. Dan sekarang berita picisan itu mulai menyebar luas di berbagai media, dan sudah bisa dipastikan banyaknya ujaran kebencian yang ditujukan pada Evelyn, dan ucapan simpati pada Reynard karena telah menjadi target wanita itu selanjutnya. "Mengenai konferensi pers ... " "Adakan juga
"Sepertinya aku belum bisa pulang ke rumah sekarang. Aku mau menyelesaikan semua masalah yang disebabkan keluarga tirimu itu," desah Reynard.Evelyn memindahkan ponselnya ke lengan dan telinga krinya saat akan membuka handle pintu kamar Abercio. Ia memastikan Abercio benar telah terbuai ke alam mimpinya lebih dulu sebelum memadamkan lampu dan menutup kembali pintu kamar putranya itu. Hari ini, dua malam sudah Reynard tidak pulang akibat masalah itu. 'Aku ingin menuntaskan hingga ke akar-akarnya demi masa depan kita yang tenang!' tegas Reynard sebelum pergi bersama dengan Marco."Tidak apa-apa, Sayang. Aku mengerti," balas Evelyn setengah berbisik, ia takut suaranya akan mengganggu tidur Abercio.Malam ini, Evelyn memutuskan tidur dengan Abercio untuk melepaskan kerinduannya pada Abercio. Sejak Reynard memasukkannya ke dalam penjara, Evelyn sudah tidak pernah tidur dengan putranya itu lagi."Maafkan aku, karena masalah ini bulan madu kita jadi harus dipersingkat.""Rey, aku sungguh ti
Reynard mengacak rambutnya dengan kasar, memperlihatkan seberapa frustasinya ia saat itu. Dan saat matanya terkunci dengan mata Evelyn, bermacam campuran emosi terlihat jelas di sana. Hati Evelyn semakin tak karuan, masalahnya pasti jauh lebih besar dari perkiraannya."Nada hamil, Ly. Anakku ... " aku Reynard dengan suara parau. Ia telah bersiap dengan menerima apa pun bentuk kemarahan dan kekecewaan Evelyn padanya. Namun setelah lama Reynard menunggu reaksi Evelyn, alih-alih meluapkan emosinya, wanita itu malah menghela napas lega,"Syukurlah, aku kira ada masalah besar apa."Sontak saja Reynard luar biasa bingung dibuatnya, ia mengguncang bahu Evelyn untuk menyadarkan istrinya itu,"Ly. Apa yang kamu syukuri? Aku memiliki anak dari wanita lain? Kamu bersyukur dengan berita itu? Atau akan menjadikannya sebagai alibi untuk mengakhiri rumah tangga kita?" cecarnya."Siapa yang memberitahumu kalau Nada sedang mengandung? Marco? Sipir penjara?""Nada, Marco dan Ibu sambungmu tidak berada
Perjalanan Evelyn dan Reynard ke Sopot dan Gdynia tertunda harus setelah Reynard menerima email penting. Setidaknya itulah alasan yang Reynard berikan pada Evelyn, sesaat sebelum pria itu fokus pada layar monitor laptopnya. Sepertinya email itu memang berisi pesan penting. Karena sebelum berangkat Reynard telah menegaskan pada Marco untuk tidak menghubunginya sama sekali, kecuali untuk masalah darurat.Apa sekarang perusahaan Reynard sedang dalam masalah?Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terbersit di benak Evelyn hingga dua jam sudah berlalu, dan Evelyn mulai merasa bosan menunggu perhatian Reynard kembali tertuju padanya. Seraya mendesah, Evelyn berdiri dari kursinya. Ia melampirkan long coatnya di sandaran kursi dengan hati-hati, tidak ingin menimbulkan suara sedikit pun yang bisa memecah konsentrasi Reynard.Melalui jendela kamarnya, Evelyn memusatkan perhatiannya pada Laut Baltik, tepatnya pada pelabuhan yang seolah tidak pernah terlihat sepi itu. "Maaf sudah membuatmu me
Gdansk, sebuah kota pelabuhan yang terletak di pantai utara Polandia. Sebuah kota tua yang memiliki arsitektur klasik Eropa terbaik, yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara yang ingin menyelami lebih jauh lagi mengenai sejarah dan kebudayaan Polandia.Hotel yang Evelyn dan Reynard pun terletak tidak jauh dari pelabuhan terbesar Polandia tersebut. Hotel mewah tepi pantai yang berhadapan langsung dengan laut Baltik. Dan kebetulan sekali Evelyn sangat menyukai apa pun yang berbau pantai.Selama Evelyn menatap bermacam kapal yang hilir-mudik di pelabuhan tersebut, Reynard terus merangkul pinggangnya, bersama mereka memandangi kesibukan itu dari balkon kamar mereka."kamu tahu kalau kota ini menjadi salah satu dari Tiga Kota atau yang biasa disebut dengan Tricity, atau dalam bahasa Poland dikenal dengan sebutan Trójmiasto?" tanya Reynard. Ia memiliki kegemaran baru, yaitu mengenalkan dunia baru pada Evelyn."Ya, aku pernah mendengarnya. Hanya saja tidak terlintas sama sekali di dalam
Evelyn pikir, destinasi bulan madunya bersama Reynard akan ke Eropa barat, tapi ternyata pilihan antimainstream Reynard tertuju pada Eropa Tengah. Gdansk Polandia yang menjadi tujuan pertama bulan madu mereka. Memang biasanya Gdansk menjadi destinasi bulan madu yang sangat sempurna untuk pengantin baru yang ingin bersenang-senag dan menikmati masa-masa awal pernikahan mereka. Meski suasananya cenderung terlihat lebih santai dibandingkan dengan Eropa Barat, namun kota Gdansk juga memiliki tempat-tempat wisata yang indah, akomodasi mewah dengan latar bangunan abad ke tujuh belas. Sekarang ini, dengan lengan Reynard yang merangkul pinggangnya, mereka menyusuri jalanan berbatu dan sempit di antara bangunan katedral dan monumen. "Kamu lebih menyukai ketenangan ya?" tebak Evelyn. "Kamu sudah memahami salah satu kebiasaanku, Sayang," jawab Reynard. Lengannya yang melingkar di lengan Evelyn menarik Evelyn saat seseorang yang tengah jalan terburu-buru nyaris menabraknya. "Mudah sekali men
"Kamu yang ngajarin dia ya?" tukasnya."Astaga, tentu saja tidak, Sayang. Ini murni keinginan putra kita sendiri. Kamu bisa bertanya langsung padanya," sangkal Reynard. Ia bersikap seolah-olah terluka oleh tuduhan Evelyn itu, hingga balik badan meninggalkan Evelyn dengan perasaan bersalahnya.Sesuai dengan harapannya, Evelyn pun bergegas mengejarnya, "Rey, tunggu!"Tepat saat Evelyn meletakkan tangannya di lengan Reynard. Reynard langsung balik badan dan menekan Evelyn hingga punggung wanita itu bersentuhan dengan dinding,"Kamu tidak marah, 'kan?" tanya Evelyn."Marah? Sekarang aku tidak bisa marah lagi padamu, Sayang. Tadi aku hanya menggodamu saja, ingin tahu seperti apa reaksimu saat aku merajuk," kekeh Reynard, ia tertawa lebar saat Evelyn memukul dadanya dengan kepalan tangannya,"Kamu jahat! Tadi aku takut sudah membuatmu marah dan sakit hati.""Marah dan sakit hati? Itu dua hal yang tidak akan terjadi padaku, setidaknya jika menyangkut dirimu, Sayang. Jadi, jangan pernah meng
Reynard menatap geli Evelyn yang seolah tenggelam di dalam balutan selimutnya itu,"Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang?" tanyanya."Aku mau ke kamar mandi," jawab Evelyn, sengaja hanya menatap mata Reynard saja, bukan ke tubuhnya yang lain.Seolah ingin terus menyiksa Evelyn dengan gairahnya, Reynard sengaja bersandar di daun pintu kamar mandi sambil melipat kedua tangannya, dengan tatapannya yang menggoda."Lepaskan saja selimut konyol kamu itu, memangnya apa yang mau kamu sembunyikan dariku, Sayang?""Aku tidak menyembunyikan apa pun?""Apa kamu yakin?""Astaga, Rey ... Kamu mengira aku mencuri?" tanya Evelyn dengan nada tidak percaya, sebelah alis Reynard pun terangkat tinggi,"Yang bilang kamu mencuri siapa?""Kamu menuduhku menyembunyikan sesuatu di balik selimut ini!" Evelyn menyipitkan kedua matanya saat tawa Reynard pecah. Belakangan ini, wajah pria itu selalu terlihat ceria dengan senyumannya yang memikat, atau tawa lepasnya yang menular seperti sekarang ini. Bagaimana Ev
Leguhan kenikmatan mengalir begitu saja dari mulut Evelyn saat Reynard memainkan lidahnya di bawah sana. Gerakan yang mengirimkan gelenyar kenikmatan ke seluruh tubuh Evelyn, yang juga membangunkan seluruh saraf Evelyn, hingga rasanya Evelyn akan mati karena kenikmatan."Rey ... Aahh please ... " racau Evelyn. Ia tidak tahu permohonan apa yang ingin ia ucapkan. Meminta Reynard terus melakukan yang tengah pria itu lakukan sekarang? Atau meminta Reynard segera menyatukan diri mereka?Evelyn bahkan tidak menyadari kapan Reynard melepaskan satu-satunya pakaian dalam yang tersisa pada dirinya. Atau Reynard merobeknya? Entahlah.Alih-alih segera mewujudkan keinginan Evelyn untuk mneyatukan tubuh mereka, tangan Reynard malah bergerak naik ke atas, untuk menangkup salah satu bukit kenikmatan Evelyn, sementara lidah pria itu masih bermain-main di bawah sana, yang semakin membuat Evelyn meleguh penuh kenikmatan, sebelum akhirnya pinggulnya terangkat tinggi saat mencapai puncaknya."Rey!" teriak