Brak!Matteo menutup pintu taksi. Dia telah sampai di rumah keluarga Opulent. Melihat tidak ada pergerakan dari para penjaga, Matteo berteriak, "Heh, buka gerbang sekarang!"Gerbang besar di kediaman keluarga Opulent tidak mungkin tidak tahu kalau Matteo telah pulang, kan?Gerbang kecil terbuka. Seorang penjaga pos depan berlari ke arah Matteo. "Tuan Matteo, Anda ngapain di sini?" tanya penjaga, santai."Dimana sopan santun kamu?" tegur Matteo, merasa tidak senang. "Kalian nggak denger taksi bunyikan klakson berulang kali, hah?! Cepat buka gerbangnya! Taksi mau masuk nganterin saya sampai ke dalam."Ketika Matteo hendak berbalik, penjaga tadi berteriak, "Tunggu, Tuan!"Matteo tidak berminat sama sekali untuk berlama-lama di luar gerbang. Matteo mengabaikan panggilan penjaga. Dia terus berjalan menuju taksi yang menunggunya. Dengan terpaksa, penjaga berteriak lagi, "Tuan Matteo, Anda nggak diizinkan masuk ke mansion ini!"Apa?! Tidak diizinkan masuk ke mansion keluarga Opulent?! Ko
"Apa-apaan ini?!" Rindy mengikuti langkah Matteo menuju ruang tengah. "Ngapain kamu bawa-bawa koper?! Jangan bilang kalo kamuー"Langkah Matteo melambat. Dia memberikan kopernya kepada Nanik. Matteo mengangguk saat pelayan itu menatapnya. "Bawa ke kamar!" perintah Matteo. Nanik tidak bergerak. Dia justru menatap Rindy.Matteo berdecak kesal. "Kenapa diem aja?" tegurnya. Usai Rindy mengangguk, Nanik pun pergi. "Dia, pelayanku. Wajar aja kalau dia nunggu instruksi dariku," kata Rindy, ketus.Bukannya mendengarkan penjelasan Rindy, Matteo melangkahkan kakinya ke sofa di ruang tengah dengan acuh tak acuh. Dia duduk di sana seolah tuan rumah.Rindy semakin tidak mengerti. Dia bergegas mendekati Matteo."Matteo, aku butuh penjelasan." Rindy duduk di sofa single yang berhadapan dengan Matteo. Dia menyilangkan kakinya. "Huhh," Matteo mendesah. "Iya, aku diusir."Rindy duduk tegak, menatap suaminya. Dia melotot."Apa?! Diusir?!" Rindy histeris. "Kok bisa?!"Jika Matteo telah diusir dari r
Pagi hari berikutnya di Dellas Village, Moco. Matteo dan Rindy sudah berada di ruang makan bersama Nanik."Di mana Finn?" tanya Matteo. 'Aku harus pastiin Finn ikutin semua kemauanku. Karena gimana pun juga, dia bisa masuk ke Sagari Tower karena aku. Dia harus balas budi.'Semua itu adalah kata hati Matteo. Dia menyeringai sebelum kembali mengunyah. Rindy menoleh kepada Nanik. "Finn semalem pulang, nggak?"Nanik mengisi penuh air mineral di gelas Rindy. Kemudian, Nanik berdiri di sisi kiri Rindy. "Tuan Finn pulang udah lewat tengah malem, Nyonya. Mau saya panggilkan?"Rindy menghela napas. "Anak itu pasti pergi buang-buang uang lagi," keluhnya, putus asa. "Dia masihー" Rindy mendengar suara langkah kaki dari arah pembatas ruangan. Dia dan semua orang menoleh dan melihat Finn berjalan dengan santai."Aku nggak buang-buang uang, Ma." Dia mencium pipi Rindy. Kemudian, duduk di sebelah ibu kandungnya. "Aku cuma mencari kesenangan aja."Raut cemas terukir di wajah Rindy. Dia menggeser
Matteo mencondongkan badan ke depan. Dia menatap Finn sambil tersenyum lebar. "Kamu yakin, sanggup beli rumah di kota Moco?"Sebagai ibukota negara Nephila, biaya hidup di kota Moco terlampau tinggi. Dengan upah minimum regional mencapai Rp 8 juta, terlalu mustahil bisa memiliki rumah mewah impian di pusat kota. Wajah Rindy dan Finn seketika memucat. Mereka berdua sama-sama tahu bahwa perkataan Matteo benar adanya."Ta-tapi, Matteoー" Rindy tergagap. "Aku nggak bermaksud ngerendahin Finn. Yaa, penghasilan Finn sebagai Presdir Sagari memang lebih dari cukup. Tapi, kamu tau harga tanah dan rumah di Dellas Village, kan?"Rata-rata penghuni Dellas Village adalah keluarga konglomerat dan pebisnis. Mereka hidup sederhana. T-shirt polos tanpa gambar, celana pendek dan sepatu kets menjadi pilihan gaya para pria kaya. Sedangkan para wanita kerap tampil sederhana. Mereka disebut-sebut sebagai old money kota Moco, termasuk keluarga Opulent. "Biasanya, old money nggak menghamburkan uang. Merek
Sementara itu di Bukit Aston Village.Jay berdiri di sisi kiri Leroy. Dia menunduk dan berbisik, "Tuan Muda, Anda udah terhubung dengan Gensler."Pagi ini, Leroy sudah duduk di ruang kerja rumahnya bersama Jay dan Assad. Meeting online bersama Gensler akan dimulai sebentar lagi. Gensler adalah firma arsitektur internasional yang mendesain Sagari Tower melalui tangan kreatif dan otak cemerlang seorang arsitektur Armand Delacroix.Leroy mengangguk saat menatap wajah-wajah tegang di layar laptop. Dia tidak mengenali ketiga wajah itu.Seorang pria kurus di layar laptop mulai menyapa Leroy. "Selamat pagi, Tuan Muda. Suatu kebanggaan tersendiri dan kehormatan besar bagi Gensler bisa bertatap muka dengan Anda pada meeting online ini."Pria itu gugup, tetapi masih bisa tersenyum. Dia luar biasa hebat mengontrol dirinya agar tidak mengecewakan Leroy."Saya, Louis PastelleーPresdir Gensler," ujar si pria memperkenalkan diri. Seorang Presdir ikut turun tangan melayani Leroy. Apakah tidak terden
Jay membawakan dokumen dan menyerahkannya kepada Leroy. "Tuan, ini daftar yang dikirim Paman Adipati. Saya udah print semuanya.""Ini dokumen apa, Jay?" Assad bertanya karena rasa penasarannya. "Kok tebal banget gini?"Meeting online dengan Gensler sudah selesai. Namun, Leroy masih berada di dalam ruang kerjanya bersama Jay dan Assad. "Ini daftar semua aset atas nama Nyonya Niken yang sekarang ada di tangan Tuan Matteo dan Nyonya Rindy." Jay menjawab dengan mantap. "Termasuk daftar pulau pribadi Nyonya Niken yang dikuasai oleh Nyonya Rindy dan daftar kartu kredit maupun debit.""Astaga!" pekik Assad. "Apa semua kartunya udah dibekukan?" Sesuai rencana Leroy sebelumnya, dia akan mengambil kembali semua harta mendiang ibunya dari tangan Matteo dan Rindy. "Udah, Tuan. Pagi ini, Paman Adipati bekukan semua kartu Nyonya Rindy Buana," sahut Jay. Assad angguk-angguk. Dia menghela napas. "Segitu beratnya hidup kamu, Roy. Mental kamu bener-bener terlatih."Jay melihat Leroy mengambil dokum
Saat Faisal membuka pintu kamar utama, dia melihat Rindy sudah selesai mandi. Tubuh seksi Rindy dibalut handuk putih. Sambil mengeringkan rambutnya, Rindy bertanya, "Kamu dari mana?" Awalnya, Faisal gugup. Namun siapa sangka, dia sudah berlatih untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan rasa takut ataupun gugup!Faisal tahu, satu kesalahan kecil mampu membongkar penyamarannya. Selain itu, akan membahayakan nyawa Faisal dan keluarganya. Selanjutnya, Faisal menyusun cerita palsu tentang dirinya.Faisal memeluk Rindy dari belakang. "Nyonya, rumah Anda besar dan mewah banget!"Rindy merasa tersanjung. Dia tersenyum lebar sambil meletakkan alat pengering rambut di atas meja rias.Rindy penasaran dengan tujuan Faisal memuji rumahnya. "Terus?" Faisal memasang ekspresi serius di wajahnya. "Jujur aja, aku lagi nyari kerjaan sampingan. Ibuku ngeluh kekurangan uang." Faisal berharap, cerita palsu ini akan membuat posisinya aman dan lebih mudah diterima oleh Rindy.Faisal membuka ikatan handuk
Wajah Matteo berubah frustasi. Dia langsung menempelkan jari telunjuknya di bibir. "Sssttt!" Matteo celingukan. "Jangan ngomong sembarangan lagi! Nanti ada yang nguping, Rindy."Rindy mengatupkan mulutnya detik itu juga. Dia tegang untuk sesaat.Rindy mencondongkan badan. Dia berbisik, "Maafin sikap ceroboh ku. Tapi, rumah ini bebas dari biang gosip."Matteo menatap istrinya tanpa berkedip. "Kamu yakin? Aku baru kali ini tinggal di sini. Aku nggak tau karakter pelayan-pelayan kamu." Rindy mengangguk. "Nggak akan ada, Matteo."Nanik hanya terdiam. Dia mengira, Matteo sedang menyinggungnya.***Setelah makan malam, Finn kembali. Dia dan Matteo berada di ruang kerja tanpa Rindy.Matteo duduk dengan gelisah di sofa panjang. Finn duduk di meja kerja mengaktifkan komputer. "Finn, kamu jadi bantu saya, kan?" Matteo bertanya dengan penuh harap kepada anak tirinya.Finn menjawab, "Iya. Tenang aja, Pak Matteo! Aku akan bantu Anda sesuai dengan janjiku tadi pagi."Finn memutuskan untuk tetap