Home / Romansa / Pria Paling Beruntung / Ketika terbangun...

Share

Ketika terbangun...

Author: Chiavieth
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sandra bangun dengan mata bengkak, kepalanya sangat sakit dan begitu berdenyut. “Ah, semoga saja setelah minum obat pereda nyeri sakit kepalaku hilang.”

Dia bangkit perlahan sambil mengernyitkan keningnya. “Aku akan menggunakan waktu satu hari dari sehari masa perjalanan dinas untuk aku jalan-jalan, jadi besok baru pergi ke kantor.”

Sebagai anak tunggal, saat ini Sandra telah meneruskan perusahaan ayahnya, jika pun tak ke kantor, semua itu tak masalah baginya, namun Sandra cukup disiplin dan tegas. Di kantornya dia sosok yang berwibawa.

Sandra menghibur dirinya dengan bersenandung kecil di kamar mandi. Setelahnya, begitu banyak hal yang ingin ia lakukan. Pembicaraannya dengan sang kekasih semalam, membuatnya begitu trauma. Jadi saat ini yang dilakukannya yaitu, harus move on.

Begitu keluar dari kamar mandi, Sandra mencari stelan terbaiknya, memoles wajah dengan make up tipis. “Aku nggak suka berdandan berlebihan, jika diizinkan, setelah ini aku mau pakai hijab.”

Setelah rapi, Sandra bersiap keluar rumah dan berhenti di depan mobil silver favoritnya. Saat itu Sandra menyalakan ponsel dan melihat banyak pesan baru dari nomor tak di kenal. “Blokir!”

Di detik yang sama, pesan yang lain masuk, dan ini dari nomor yang istimewa. “Balasan dari Simon..."

(Aku akan tunggu di taman pusat kota, see you...)

Sudut bibirnya tersenyum, Sandra segera menyetir dengan sangat cepat, rasa senang membuncah dalam dirinya yang tak sabar untuk bertemu kembali dengan sosok yang baru saja dikenalnya. Ia merasa ada yang berbeda pada Simon, padahal mereka baru satu kali bertemu.

Di sisi lain ia merasa sedih dan kehilangan rasa percaya dirinya sebagai wanita, bahkan juga harga dirinya. Wanita mana yang bisa menerima perselingkuhan?

Bahkan ia melihatnya langsung dengan mata kepala sendiri.

“Ah, sudahlah, memikirkannya membuatku geram. Aku nggak mau terus larut dalam masalah ini!” Sandra membuang jauh pikiran jeleknya, lalu memutar lagu agar rasa gundah dihatinya hilang.

Pukul 08.09 pagi, Sandra tiba di lokasi yang sudah di beritahu sebelumnya. Ia turun dan mengunci kembali mobilnya. Tak jauh dari sana seseorang yang tak asing berdiri menantinya sambil melambai.

Sandra tersenyum, langkahnya di buat secepat mungkin menghampiri pria itu. Pakaian yang digunakannya hari ini cukup simpel, jadi takkan menghambat geraknya.

"Sudah lama nunggu?"

Simon menggeleng, "Ngomong-ngomong kayaknya kafe yang di sana baru buka, kita duduk di sana aja yuk!"

Sandra berpikir sejenak, lalu niat iseng muncul, disertai dengan sedikit senyum terlihat di bibirnya. "Kamu nggak ketinggalan dompet lagi kan?"

Simon menggaruk kepalanya yang tidak gatal, namun ia sama sekali tak tersinggung dan malah menyunggingkan senyumnya. "Kali ini tentu tidak!"

"Aku hanya bercanda, kamu mungkin belum tahu sifatku yang ceplas-ceplos. Ya udah yuk, ayo kita ke sana."

Saat memasuki kafe, Sandra mencium aroma kopi yang yang nikmat memenuhi udara, membangkitkan perasaan yang menghirup aromanya. Mereka mengambil tempat duduk disekitar jendela.

Sandra bukannya langsung duduk, ia malah mengamati setiap inchi ruangan itu.

"Ada apa?" ternyata dari tadi Simon sudah memperhatikan Sandra.

"Ah, tidak. Lagipula kenapa harus terburu-buru? Aku perlu melihat tatanan kafe ini…" gaya bicara Sandra tetap saja penuh wibawa.

Simon mengangguk, dia bisa memahami kriteria wanita seperti Sandra yang sedikit cuek, namun mengingat saat dia menangis, Simon tetap saja melihat sisi terlemah Sandra.

“Jadi, bagaimana dengan kafenya?”

“Tentu saja aku suka.”

Simon senang, ternyata pilihannya tak mengecewakan Sandra. "Black coffe, less sugar." Simon melirik Sandra, “Kamu pesan apa?”

“Aku ikut saja denganmu…”

“Dua gelas black coffe?”

Sandra mengangguk.

Waiter yang baru datang segera menuliskan pesanannya.

"Masih ada yang lain?" tanyanya dengan ramah.

Simon kembali melirik Sandra. "Tidak, mungkin nanti saja."

“Kenapa?”

“Ya, aku bingung mau pesan apa.”

“Baiklah, kalau gitu biar aku pesan, kamu suka pedas?”

Sandra mengangguk cepat.

“Baik tunggu sebentar.” Simon mendekati pelayan dan berbisik. Setelahnya si pelayan berlalu pergi

"Oh ya, ngomong-ngomong kemarin kita ngobrol masih setengah-setengah, aku masih ingin tahu banyak tentangmu, kamu nggak keberatan kan?"

"Tentang apa?"

"Belakangan ini kegiatan kamu apa aja? Um... maksudku aktifitas sehari-hari gitu. Aku takut kamu lagi sibuk-sibuknya kerja, ajakanku malah ganggu kegiatan kamu."

Simon menarik nafas panjang, lalu menggeleng. "Aku nggak kerja, kadang aku hanya melaut. Yah, dapet dikit-dikit lumayanlah bisa dijual..."

"Ikan segar kan? Wah, aku udah lama banget nggak makan ikan bakar. Terakhir aku mencicipinya waktu liburan ke China."

"Sepertinya kamu sering keluar negeri."

Sandra mengangguk, "Semua itu adalah tuntutan pekerjaan. Asal kamu tahu, setiap hari begitu melelahkan, aku ingin menjalani hidup yang lebih damai daripada ini."

Simon mengerutkan dahinya keheranan. "Kenapa? Bukannya bagus punya pekerjaan tetap. Nggak seperti aku yang hidup pengangguran."

Melihat ekspresi Simon, sontak Sandra berkata. "Tidak, kamu bukannya nggak punya kerja, melaut juga pekerjaan bukan? Itu lebih baik daripada meminta pada orang lain."

Simon melihat ke bawah, memperhatikan lantai yang di pijakinya. "Memang, tapi itu bukan pekerjaan tetap. Itu juga tergantung pada cuaca dan keadaan gelombang laut."

"Maksudnya?"

Simon menarik nafas, "Perubahan yang aku maksud itu, gelombang pasang yang membesar."

Sandra menyimak kata-kata itu dengan serius, "Ternyata sesulit itukah menjadi pelaut?"

Sandra lalu diam dan berpikir, keadaan menghening ketika mereka melanjutkan menyesap minumannya masih-masing.

"Simon..." Sandra membuat Simon terkejut.

"Kamu mau bekerja denganku?"

Kali ini Simon menanggapinya serius, ia memang berencana mencari lowongan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Meski terlahir dari keluarga miskin, ia berniat membangkitkan nama keluarganya agar berkehidupan yang layak, bahkan saat ini adiknya yang masih kuliah juga butuh biaya.

"Kamu serius? lowongannya dimana? Tolong kasih tau..." Pemuda itu benar-benar bersemangat, dan sudah tak sabaran. "Kamu tertarik? Emangnya kamu tau kerja apa?"

Semangatnya yang sempat menggebu, perlahan menyusut. Simon mencoba bersikap sedatar mungkin. "Kalau kerja halal ya jelas aku mau."

Sebenarnya sejak dulu, Simon bertekad dan berusaha agar adiknya bisa tamat kuliah meski ia harus terus bekerja, Simon melakukan hal itu agar sang adik tak bernasib sama dengannya. terlalu

Ehhmm... Tiba-tiba suara Sandra kembali terdengar. “Tentu saja ada lowongan, tapi sayangnya kamu harus tinggal di luar kota…”

Ini pilihan yang berat baginya, jika ia setuju, siapkah jauh dari keluarga? Jujur, selama ini Simon tak pernah meninggalkan Ibu dan adik perempuannya. Namun, dia sangat membutuhkan pekerjaan ini agar berpenghasilan tetap.

"Baik, aku setuju..."

***

Sebuah mobil hitam perlahan berhenti di samping pintu komplek perumahan abadi, hal itu menarik perhatian para penghuni rumah yang ada di komplek itu.

Shania turun dari mobil dengan tubuh gemetar, saat itu seseorang berbicara dari dalam mobil, “Sementara ini jangan temui aku dulu, kita cukup berbalas pesan saja.”

Shania diam, ada gurat kekecewaan di wajahnya. “Aku tahu.”

Shania memegang erat tasnya sambil merunggut, sebelah tangannya memegang selembar cek yang nilainya seratus miliar, entah itu asli atau palsu, itu bukan hal penting sekarang.

Perlahan, Shania memasuki komplek dan berhenti di depan rumahnya. Saat membuka pintu, Ibunya melipat tangannya ke atas dada, kemudian berdiri dari sofa dan berjalan menghampiri Shania.

“Darimana saja kamu? kemarin semalaman kamu nggak pulang, bahkan juga nggak kasih kabar lewat telepon, kamu sengaja ingin ibu dan ayahmu cemas sampai mati?”

“Maaf bu, kemarin aku…,” Mata Shania berubah merah, cemas ibunya tidak lebih marah lagi, dia mencari akal agar mengurangi amarah ibunya, “Mungkin, aku harus berbohong.” batinnya.

“Kemarin temanku bikin acara pesta reuni khusus alumni kampus kami dulu.

Acaranya baru selesai, saat malam sudah sangat larut. Aku khawatir nanti di jalan nggak ada bus, kalau pun ada, belum tentu aman jika naik sendirian.”

Shania menjelaskannya dengan terbata.

“Lalu tadi malam kamu tidur dimana?”

“Aku tidur di rumah temanku, dan aku pikir malam itu Ibu dan Ayah mungkin k tidur, makannya aku nggak langsung telepon...”

“Kamu ini sudah besar Shania, kamu harus pintar jaga diri. Di luar sana ada banyak orang yang mengincar keper4wanan gadis sepertimu, lain kali kamu nggak boleh seperti kemarin lagi, kamu mengerti?”

Shania mengangguk seolah sudah benar-benar paham, di balik anggukkannya itu, hatinya malah gelisah karena melanggar nasehat ibunya. “Kenapa masih berdiri disitu? Cepat pergi cuci muka, Ibu baru saja masak sup, buat sarapan.”

Walau sebelumnya sangat emosi, namun melihat putrinya pulang dalam keadaan baik, hatinya mulai lega.

Shania adalah anak satu-satunya, dari pasangan suami istri Leslie dan Baron, hidupnya dengan keluarga Simon sebenarnya tak jauh berbeda, namun Baron adalah seorang pegawai negeri yang bekerja sebagai guru, walau masih golongan rendah, itu cukup lebih baik daripada tak berpenghasilan sama sekali, terlebih Baron tak punya keahlian lain, misalnya melaut seperti yang dilakukan Simon.

Shania masuk ke kamar setelah mandi. Ia menggigit bibirnya ketika mengingat pria yang kini di kencaninya, “Tak boleh ketemu sementara? Kenapa? Karena calon tunangan? Tenang Shania, mereka nggak akan berbaikan, nggak akan pernah!” Shania tersenyum menyeringai di depan cermin.

Setelannya kini telah berganti dengan pakaian kerjanya, matanya melirik pada selembar cek sebentar, dan memasukkannya kembali ke tas, sebelum ia keluar untuk sarapan bersama orangtuanya.

Related chapters

  • Pria Paling Beruntung    Do'akan aku ibu...

    "Ibu, do'akan aku di terima bekerja ya." Simon pamit pada ibunya sebelum meninggalkan rumah. Simon cukup gugup, namun dia tetap mempersiapkan diri untuk bertemu dengan keluarga Sandra. Dia ingat betul yang dikatakan Sandra sore itu, meski dia yang memintanya bekerja, namun setidaknya Simon harus membuat persiapan untuk menghadapinya, terlebih lagi lamaran, serta beberapa dokumen penting sebagai syarat lainnya, sama seperti yang dilakukan para pencari kerja pada umumnya. Mungkin alasan sepele, tapi Simon kini mengerti kenapa Sandra memintanya begitu, Formalitas! Apalagi kalau bukan?"Simon!" teriak seorang dari kejauhan. Simon menoleh kearah suara, sosok Sandra si pemilik kulit putih itu menghampirinya. Melihatnya sudah menunggu lama, Simon jadi sungkan. "Bukannya kemarin sudah kubilang, kamu nggak perlu repot buat jemput aku." Sandra yang kini telah berdiri di sisinya hanya menyengir."Nggak masalah kok, ayo naik!” Simon mengikuti Sandra sampai ke mobil, lalu duduk di sebelahnya.

  • Pria Paling Beruntung    Kontrak kerjasama di putus...

    Di rumahnya Simon sudah mengenakan piama tidur, matanya belum juga terpejam, matanya menatap ke langit-langit kamar, perasaannya begitu gelisah. Pemuda itu sedang berpikir, esok ia mulai bekerja dan meninggalkan adik dan ibunya sementara waktu...Di hari pertama Simon bekerja, Sandra menjemputnya, melihat Simon keningnya sedikit mengeryit, ia sedang berpikir untuk melakukan sesuatu tentang itu. "Hari kamu menyetir, ayo masuk." Sandra meninggalkan kunci sebelum ia masuk ke mobil. Simon sempat terpaku, namun dirinya mulai bekerja dan tak bisa membantah perintah atasannya. Meski gemetar, ia memantapkan langkahnya menuju mobil, kemudian duduk di bangku setir. Ragu-ragu dia menghidupkan mesin mobil dan perlahan berjalan maju seperti siput. Sandra mulai cemas sampai ia melihat ke bawah sambil mengusap wajahnya beberapa kali. Jika begini saja Simon belum bisa mengatasinya, bagaimana dengan tugas selanjutnya?Di sisi lain Sandra mulai khawatir dengan kinerja Simon, namun belum tiga menit be

  • Pria Paling Beruntung    Apa berakhir disini?

    “Apa hari ini aku sungguh-sungguh berakhir? Hmm… siapa yang tak kenal denganku, aku tentu tidak akan membiarkan hal itu terjadi.” Gerald menyalakan mesin mobilnya dan beranjak pergi dari rumah itu, di jalan ia mencoba menelepon Sandra berulang kali, sayangnya tetap tidak terhubung. “Nomorku masih di blokir!” Ponselnya dilempar begitu saja ke kursi mobil, kemudian mempercepat laju mobilnya menemui Sandra. “ini sudah jam istirahat, pasti dia sedang makan siang sekarang.” Di dalam mobilnya, Gerald tak bisa fokus dengan kendaraannya, perasaannya tak menentu antara emosi dan marah. Sampai setengah jam setelahnya, Gerald tiba di depan kantor Ini bukan pertama kalinya Gerald mengunjungi kantor Sandra, namun karena pacarnya sering berpergian ke luar negeri, belakangan dia jarang datang ke perusahaan itu.Saat memasuki pintu utama, ternyata kini setiap sudut ruangan itu telah banyak berubah, bahkan Gerald baru tahu kalau fasilitasnya telah dilengkapi dengan sistem keamanan kelas atas. Ge

  • Pria Paling Beruntung    Ada apa?

    Di mobilnya tiba-tiba Sandra mendengar ponselnya berbunyi, “Mommy…” Enggan rasanya untuk menjawab, namun ia tetap harus menjawab panggilan itu.“Halo Mom,”“Ya, tapi aku masih di jalan, nanti kita lanjut ya, bye Mommy.” Buru-buru Sandra mengakhiri panggilan itu sambil menarik nafas dalam-dalam.Akan tetapi tiba-tiba Simon mendadak mengerem mobilnya. “Ada apa?”“Sepertinya di depan ada kecelakaan,” ujarnya sambil mengamati situasi jalan yang terhalang oleh beberapa motor yang berhenti di depan mereka.“Tak adakah cara lain untuk menembusnya?” Simon menggeleng, “Kayaknya susah, atau sebaiknya kita tunggu sampai mereka bubar?” ia ragu-ragu bertanya, jika memaksa untuk melewatinya, mungkin hal tak di duga terjadi.“Lakukan sesuatu, Simon. Aku tahu pasti ada cara lain.” Simon melihat ekspresi kesal Sandra. “Akan aku coba,” akhirnya Simon menuruti keinginan Sandra, dia baru sadar bahwa ternyata wanita itu begitu keras kepala. Baru saja ia menghidupkan mesin mobilnya, tiba-tiba seorang ib

  • Pria Paling Beruntung    Luruskan gosip itu

    Pernikahan dadakan dari anak pengusaha terkaya di kota ini sangat menarik perhatian para tamu undangan. Terlebih, identitas mempelai pria masih membuat orang bertanya-tanya.Akan tetapi, rasa penasaran itu seketika berubah menjadi sorotan semua tamu ketika melihat sosok Sandra berjalan dengan mesra bersama Simon.“Siapa pria ini? Bagaimana bisa Sandra memilih menikahi pria sepertinya? Apa dia juga anak konglomerat?” Seseorang yang hadir disana, penasaran dan menyuarakan pikirannya sambil berteriak. "Ck! Mana ada anak konglomerat yang pendidikannya bisa berhenti di tengah jalan? Bahkan dia membiarkan ibu dan adiknya tinggal di gubuk lusuh seperti itu.”“Luar biasa!" Ternyata sepasang suami istri yang hadir di acara pernikahan itu adalah orang tua Gerald yang datang tanpa tahu malu, dia menatap Simon sinis dan berupaya membuatnya terpojok.“Aku tak menduga Putri kebanggaan Nyonya Leslie malah menikah dengan keluarga rendahan. Padahal, Sandra dulu memiliki pacarnya yang sekelas dengan m

  • Pria Paling Beruntung    Baik, aku akan pergi

    "Sekarang Sandra sudah menjadi istri Simon, aku ingin tahu bagaimana pria itu bertindak jika istrinya di p3rkos4 dan memastikan mereka bercerai. Lalu aku akan melihat Simon keluar dari rumah keluarga Sandra tanpa membawa apa pun!” Gerald tersenyum menyeringai "Gerald, apa kamu gila? Jangan buat kekacauan lagi, mereka sudah berjasa pada keluarga kita dan juga memberikan suntikan dana sebesar 100 miliar untuk perusahaan ayah. Ingat, kita masih punya beberapa supermarket yang akan menjadi sumber penghasilan untuk biaya hidup kita selanjutnya, kuharap kamu tak melupakan jasa mereka yang telah memberi bantuan pada kita." "Diam kamu!" Tegas Gerald pada saudara sulungnya, lalu ia kembali berkata, "Semua yang kamu bilang itu benar, mereka memberi kita 100 miliar, tapi bukannya selama itu kita kita yang bekerja hingga bisa menghasilkan 2 triliun lebih dalam beberapa tahun ini, sementara mereka hanya duduk tanpa melakukan apa pun, bisa di bilang kekayaan keluarga Sandra adalah hasil usaha kit

  • Pria Paling Beruntung    Datangnya sang mantan

    “Selamat datang, anggap saja rumah sendiri.” Nyonya Felicia tersenyum ramah saat membuka pintu pada sebuah rumah bercat ungu muda, wanita yang berstatus nenek Sandra itu mengajak Simon dan Sandra masuk melihat-lihat keadaan tempat itu. “Nah, ini adalah hadiah pernikahan kalian.”Pasangan suami istri itu lantas mendongakkan kepalanya dan berdecak kagum melihat rumah besar berlantai tiga dengan halaman luas di hadapannya. “Ini lebih luas daripada villa mewah tadi.” desis Simon.Simon dan Sandra sama-sama mengedar pandangan mereka ke setiap sudut yang mewah dan artistik, kemudian mereka beralih menatap Nyonya Felicia lalu tersenyum. “Terima kasih nenek!” Sandra memeluknya dengan erat. “Pergilah beristirahat, kalian pasti lelah.” Sandra mengangguk patuh, sebelum pergi nyonya Felicia kembali berpesan.“Sandra, kini kamu adalah istri dari Simon, jadilah istri yang baik untuknya.” Kata-kata neneknya membuatnya sadar kalau ia sekarang bukan wanita single lagi, kemudian ia melihat pada Simon

  • Pria Paling Beruntung    Fitnah

    “Hei, apa-apaan kamu ini?” Satpam tetap bertindak atas suruhan Sandra di tengah kasak-kusuk mereka, Shania merasa senang telah berhasil mengalihkan fokus semua orang yang ada di sana seakan bersimpati padanya.“Fitnah! Ini fitnah parah! Kamu jangan memutar balikkan fakta Shania, aku tak pernah menyentuhmu sekalipun!” Shania merespon seolah dirinya dalam keadaan terluka. Dia mencoba berbicara sekali lagi membenarkannya. “Aku hanya ingin jujur dengan apa yang terjadi pada malam itu. Aku hanya berharap kamu berterus terang, dan bertanggung jawab padaku.”“Cukup!” teriak Sandra, ia agak terpancing emosi dengan kata-kata memelas yang dia rasa hanya di buat-buat oleh wanita yang sebelumnya juga merebut pacarnya. Wanita itu tampaknya tak peduli, dia terus membual di depan para penjabat eksekutif itu seolah tanpa dosa. “Hentikan, kamu harus mempertanggungjawabkan ucapanmu barusan!” Simon yang tadinya diam, akhirnya berbicara, membuat semua orang yang menyoroti mereka tadi terdiam. "Simon..

Latest chapter

  • Pria Paling Beruntung    Ending...

    "Semuanya, Sean, tiba-tiba menghilang!" Saat semua orang masih berada dalam suasana duku, tiba-tiba Alessa muncul di sana dengan membawa kabar buruk. Ini bukan hanya membuat Simon kaget, tapi juga sangat cemas dan panik."Apa? Bagaimana bisa ini terjadi?""Bagaimana kamu menjaganya, Alessa?" "Kita harus segera mencarinya!" seruan mereka yang dilanda panik silih berganti membuatnya kalang kabut.Mereka bergegas keluar ruangan, bergerak cepat mencari keberadaan Sean.Simon di tinggal sendirian dalam keadaan tak berdaya, dirinya bukan hanya kehilangan Sandra, tapi apa ia juga harus menghadapi kehilangan Sean?"Apapun yang terjadi, aku harus menemukan Sean!" ujarnya dengan penuh tekad. Sejujurnya, Simon sangat mencemaskan keselamatan anak itu. Di saat sulit ini, harusnya mereka memperhatikan anak seusia Sean, tapi mereka terlalu lengah dan hampir melupakan anak itu.Di tempat lain, seorang satpam menemukan seorang anak sedang meringkuk sendirian di loteng rumah sakit. Begitu dia mengh

  • Pria Paling Beruntung    Mommy, aku tak ingin kehilanganmu

    Saat itu, pintu ruangan nomor 134 terbuka dengan keras. Seorang perawat masuk dengan wajah penuh kepanikan. "Ada kecelakaan tak terduga di ruang operasi! Nyonya Sandra..." suaranya terputus saat melihat semua orang menatap dan menanti perkataan selanjutnya.Simon, Alessa dan lainnya merasa detak jantungnya berhenti sejenak. "Apa yang terjadi? dia baik-baik saja kan?"Dari wajah perawat itu, terlihat garis-garis kegundahan. "Sekali lagi mohon maaf, tapi darah yang di sumbangkan sebelumnya, belum bisa membuat keadaan nyonya Sandra stabil. Butuh waktu dan perawatan yang lebih intensif untuk memulihkan keadaannya, kami semua sedang berjuang menyelamatkannya."Mendengar itu, Simon merasa dunianya runtuh. Bahkan Sean yang masih berada dalam pelukan Alessa, mengeratkan pegangannya pada wanita itu. "Tante... bagaimana dengan mommy..."Melihat hal ini, Elsa merasa bersalah, terlebih melihat Sean yang seumuran putranya kini terlihat ketakutan. Apa dia memilih keputusan yang salah? Apa mereka aka

  • Pria Paling Beruntung    segera ke rumah sakit

    ( Elsa, segera ke rumah sakit Williecons, aku akan kirimkan alamat lengkapnya) Elsa menerima pesan teks dari nomor tak di kenal. ‘Siapa ini?’ ia berusaha mengingat-ingat pemilik nomor dengan ujung angka 77, “Yah, aku ingat! Ini kakak, aku sudah lama tak tahu kabarnya, tapi darimana dia dapat nomor baruku…?” Dia menggeleng, ‘Ini tak penting sekarang, lebih baik aku segera menghubunginya…’ Saat itu panggilan langsung tersambung.“Halo, apa ini kamu kak Max?”“Elsa! Syukurlah, ternyata orang itu tak berbohong, akhirnya kita bisa mengobrol juga hari ini.” "Oh ya kak, kamu dimana? Tadi kamu bilang rumah sakit, memangnya siapa yang sakit?" Elsa mengigit bibirnya bawahnya cemas, ‘Semoga saja bukan ibu.’ “Sandra sedang dalam keadaan kritis, pagi ini ada dapat kabar Simon juga masuk rumah sakit karena kecelakaan…”“Ke-kecelakaan?” Sungguh, Elsa kaget saat menerima kabar itu. Untungnya saat itu dia anak kembarnya sudah di antar Antonio pergi ke sekolah, jadi mau teriak sekeras apapun, pali

  • Pria Paling Beruntung    Kritis...

    Tiba-tiba, semua lampu jalan padam, bahkan seluruh bangunan terlihat gelap. Hampir semua detak jantung mereka terdengar berpacu dengan kencang. Simon meraba-raba mencari ponselnya untuk penerangan.Saat ini, ada suara langkah kaki mendekat, membuat ketegangan, sebelum langkah itu sempat mendekat, sebuah cahaya muncul menyilaukan mata. “Sandra … segera kita bawa dia kerumah sakit.” Untungnya Alessa segera menghidupkan senter Flashlight dari ponselnya.Sementara Sean terlihat histeris melihat sang mommy yang berada dalam keadaan kritis. “Mommy… ayah, siapa yang berbuat jahat pada mommy, kenapa kamu hanya diam ketika orang melukainya.” Bocah itu menangis tersedu-sedu.Simon menelan salivanya, dia mencoba menenangkan Sean dengan sabar. Namun, anak seperti putranya ini cukup bermulut pedas, jadi semua perkataan orang dewasa dia lontarkan, tanpa peduli bahwa itu akan menyinggung orang lain, termasuk dirinya sendiri sebagai ayah.“Sean, kita tak tahu siapa orang yang melakukan itu pada mommy-

  • Pria Paling Beruntung    Siapa yang melakukan ini?

    “Alessa…” Sandra dan Simon buru-buru keluar dari mobil, mereka melihat kerumunan orang di sekitar rumahnya, bahkan ada banyak petugas keamanan dan wartawan yang berkumpul di sekitar area.“Sebenarnya apa yang sedang terjadi?” Di antara kerumunan itu, mereka melihat seorang pria terlihat berjalan menunduk diiringi oleh beberapa petugas keamanan. Wartawan mengambil foto, lalu melakukan wawancara.Simon mengernyitkan dahinya. “Gerald?” Sandra ikut terkejut.“Dia muncul lagi?” Keduanya bergegas mendekati kerumunan karena ingin memastikan keadaan putranya.“Sean…” Sandra berlari menghampiri seorang guru les privat anaknya. Sayangnya, sosok yang di panggil namanya tidak ada di sana. “Dimana Sean? Dia baik-baik saja kan?” Suaranya bergetar.“Nyonya tenang saja, Sean sedang tidur di dalam, tampaknya dia kelelahan. Yang jadi masalah sekarang adalah Ibu Alessa…”Simon menimpali. "Kamu sudah beritahu ini pada polisi?”Belum sempat menjawab, fiba-tiba seorang petugas keamanan mendatangi mereka, "K

  • Pria Paling Beruntung    Sangat Ranting..

    "Aku akan berikan salah satu toko butik milik perusahaan Elegant Endless Group' pada Alessa, semoga itu akan cukup." Entah darimana kepercayaan diri ini munculnya, Sandra mengerahkan semua isi hatinya pada Simon yang masih membeku di tempatnya. Meski hatinya penuh keraguan, namun Simon mencoba mencerna semua ucapan istrinya. "Kamu yakin?" ujarnya memastikan. Sandra mengangguk, "Aku percaya, Alessa orang yang jujur, makanya aku memilihnya, kamu jangan cemas dan takut dia akan menipu, yang penting kamu setuju saja itu sudah cukup." Sorot mata Sandra jelas tampak ketulusan, jadi Simon mengikuti saja. "Jika benar begitu, itu tergantung padamu. Aku tidak bisa memaksa ataupun melarang.""Deal!" Elsa mengambil satu keputusan. "Terima kasih dukunganmu, sayang..." Satu kecupan mendarat di pipi Simon, memancing gair4hnya, hingga sebuah adegan Simon mengendong istrinya ke tempat tidur dan menjeratnya dengan gila, menatapnya dengan penuh hasr4t."Aku suka cium4nmu, Simon." Sandra berkata denga

  • Pria Paling Beruntung    Rawan

    "Kamu tak apa kan?" Alessa senang karena di perhatikan oleh atasan, sekaligus atasannya. "Jangan memaksakan diri, jaga kondisi tubuhmu dengan baik oke?" Obrolan mereka selesai setelah Sandra menyudahi panggilannya.Malamnya, Alessa pulang ke rumah dengan langkah ringan. Rasanya lelah seharian bekerja, tetapi dia tahu bahwa dia harus tetap kuat menjalaninya.Namun, ketika di depan pintu dia terkejut melihat pria yang tidak dikenal berdiri di tengah dengan sebo dan jas hitam. Dia tampak sangat misterius membuat Alessa agak takut."Siapa kamu? Kenapa mengikutiku kemari?" Suara Alessa terdengar bergetar saat ketakutan. Namun, pria itu hanya tersenyum dan mengangkat tangannya, menunjukkan sebuah pistol."Maaf, Alessa. Saya disini hanya di suruh mengambil sesuatu." ucap pria itu dengan tenang. Alessa tak peduli lagi dengan hal itu, ia kebingungan harus meminta bantuan siapa, sedangkan ponselnya kini masti total.'Jika aku berteriak sekarang, Sean pasti akan ketakutan.' Gumamnya pelan. De

  • Pria Paling Beruntung    Adik kembar

    Aku terkejut dengan pertanyaan Hani tadi, "Kenapa kamu menanyakan itu?" jawabku sambil balik bertanya. Hani melebarkan bibirnya dengan sedikit senyuman, "Ah, tidak. Aku hanya bertanya saja. Ku kira selama ini kamu masih sering menghubunginya." Benar, aku masih belum sempat menghubungi Juan. Kemarin ponselku tertinggal saat aku sedang pergi bersama Pak Jonas. Ya ampun, kenapa aku begitu bodoh? Aku menepuk kepalaku sendiri.Bisa-bisanya aku melupakan itu... kulihat jam di tanganku. Ini sudah hampir terlambat, aku bahkan belum sarapan sama sekali. Oh, tidak...!Hani geleng-geleng kepala melihat raut wajahku yang seketika berubah muram. Aku bingung, mana yang akan kulakukan lebih dulu. "Aku pergi sekarang, Hani." Aku langsung pergi begitu saja tanpa mendengar jawaban Hani. Kedengarannya, dia tengah memberikan sebuah nasehat untukku, namun kubiarkan saja dia berbicara sendiri di depan pintu."Pak, stop!!" Aku menyetop sebuah taksi yang kebetulan tengah melintas di jalan yang kulewati. Aku m

  • Pria Paling Beruntung    Terserah kamu saja

    "Akhirnya sampai juga." Alessa melihat bocah cilik itu tampak tertidur, setelah turun dari mobil, dia melepas sepatu Sean, berencana segera menidurkannya di kamar.Namun, Sean terbangun karena merasa ada tangan yang lembut menyentuhnya. Bocah itu mengusap matanya berulang, sebelum berbicara. "Tante Alessa, apakah kita sudah di rumah?" tanyanya dengan nada polos, Alessa menggangguk, "Benar sayang kita baru sampai..."Sean membuka lebar matanya, lalu berdiri bersiap keluar mobil. " Tante, sejak tadi kamu sudah bekerja keras, apa Moms akan senang dengan hasil kerjamu tadi?"Mendengar suara imut anak itu, Alessa tersenyum, "Aku berharap begitu, Sean. Yang penting aku telah berusaha mengelolanya sesuai dengan selera mommy-mu.""Aku yakin mommy pasti senang, kulihat Tante bahkan juga ulet bekerja, kuharap Tante juga bisa menjadi seperti Mommy, bahkan lebih baik daripadanya."Alessa tersenyum bangga mendengar pujian dari anak itu. "Oh ya Tante, kamu sudah punya pacar?" Saat mereka berdua b

DMCA.com Protection Status