Pernikahan dadakan dari anak pengusaha terkaya di kota ini sangat menarik perhatian para tamu undangan. Terlebih, identitas mempelai pria masih membuat orang bertanya-tanya.
Akan tetapi, rasa penasaran itu seketika berubah menjadi sorotan semua tamu ketika melihat sosok Sandra berjalan dengan mesra bersama Simon.“Siapa pria ini? Bagaimana bisa Sandra memilih menikahi pria sepertinya? Apa dia juga anak konglomerat?” Seseorang yang hadir disana, penasaran dan menyuarakan pikirannya sambil berteriak."Ck! Mana ada anak konglomerat yang pendidikannya bisa berhenti di tengah jalan? Bahkan dia membiarkan ibu dan adiknya tinggal di gubuk lusuh seperti itu.”“Luar biasa!" Ternyata sepasang suami istri yang hadir di acara pernikahan itu adalah orang tua Gerald yang datang tanpa tahu malu, dia menatap Simon sinis dan berupaya membuatnya terpojok.“Aku tak menduga Putri kebanggaan Nyonya Leslie malah menikah dengan keluarga rendahan. Padahal, Sandra dulu memiliki pacarnya yang sekelas dengan model internasional.”Dalam waktu yang tak lama, para tamu pun mulai bergunjing hebat, membuat kegaduhan di acara tersebut.“Apa Sandra telah berselingkuh dan hamil oleh pria itu? Apa karena itulah Gerald tidak hadir disini?” seorang wanita secara mendadak memberi respon atas ucapan orang tua Gerald sambil menutupi mulutnya dengan kipas.Desas-desus itu jelas membuat para tamu tercengang kaget dan tak bisa dicegah, gosip pun menyebar dari mulut ke mulut, hingga tak ada lagi rasa segan untuk mencela Simon dan Sandra, sampai akhirnya semua itu di dengar oleh pihak keluarga Sandra dan Simon sendiri.Dalam suasana yang tegang, Simon tertunduk ke lantai dan bahkan terbata saat mengucapkan perjanjian alad nikah di depan semua orang, hingga akhirnya kata ‘sah’ bergema di telinga semua orang.Keduanya mengangkat wajah dan saling tatap, untuk pertama kalinya Simon memberanikan diri mengecup kening Sandra. Namun orang yang membuat gosip tadi melihat mereka dengan sorot penuh kebencian.Pernikahan mereka memang bukan didasari cinta, tapi itu adalah desakan nyonya empu Felicia, bisa di bilang ini adalah permintaan neneknya yang berusia hampir 75 tahun itu.Sehari sebelumnya, Sandra ingin menolak, namun hal itu terpaksa diurungkan karena sang nenek terlihat mengiba dan mengatakan dirinya sudah berumur.Sandra ingat sebaris kalimat yang dikatakan oleh neneknya sebelum ia memilih Simon. “Setiap hari kamu selalu saja sibuk dengan pekerjaan, kapan kamu akan menikah dan untuk masa depanmu…”Sandra sudah menjelaskan perbuatan keji Gerald, anehnya sang nenek malah gembira mendengar itu karena dari dulu tak menyukai sifat Gerald dan keluarganya, jadi menurutnya bagus kalau Sandra mengambil keputusan itu.Terakhir, yang membuat Sandra mati kutu bahkan ketika ia sudah menjelaskan pada neneknya, namun neneknya malah mengatakan. “Jika kamu tak kunjung menikah, aku tidak mungkin bisa melihat cucu kesayanganku memiliki seorang pendamping, apa tidak ada pria yang lebih layak dan bertanggung jawab pada keluarganya?” saat bertanya wajahnya begitu serius.Sandra kembali menghela napas panjang, "Aku belum siap berkeluarga dan masih ingin mengembangkan usaha keluarga kita."“Kamu tak tertarik bahkan dengan pria seperti Simon?”Deg!Simon tersedak sekaligus kaget mendengar usulan itu, raut wajahnya sangat tidak enak. Orang tua Sandra berdiri dan ingin protes dengan pemikiran Nyonya Felicia. “Tetap di tempat." tegas Felicia."Kamu tetap harus menikah, Sandra. Usiamu sudah 27 tahun. Sampai kapan kamu akan sendiri, kami ingin melihatmu ada yang mengurusi…" suara Felicia sedikit bergetar.Sandra menarik napas panjang dan tak dapat membantah, ia melirik Simon yang sudah tak tenang sampai akhirnya dia meraih tangan Simon. “Nenek benar, kenapa harus mencari, jika pria baik dan bertanggung jawab ada di sekitarku. Simon, ya aku akan menikah dengannya…”Simon tidak mengiyakan, tapi tidak juga menolak, diam seperti patung batu untuk beberapa saat.***Kediaman keluarga Sandra, memiliki rumah makan terkenal di kawasan elit di kota West land, mereka juga memiliki villa dengan lantai dua dengan halaman yang luas dan ditumbuhi banyak pepohonan dan tanaman hias untuk tempat penginapan para pendatang.Usai acara akad nikah, suasana penuh kebahagiaan terpancar dari setiap sudut. Taman yang indah dihiasi dengan lampu-lampu berwarna, sementara meja makan yang panjang dipenuhi dengan hidangan lezat. Sandra dan Simon duduk di ujung meja, tersenyum bahagia satu sama lain.Para tamu menikmati hidangan dan berbincang-bincang dengan riang. Saat acara berlangsung, tiba-tiba nyonya besar Felicia bangkit berdiri dan berkata dengan suara keras. “Sekarang, aku akan mengumumkan satu berita baik!“ Meski umur nyonya besar sudah lebih dari 70 tahun, tetapi ia masih sangat tegas, wibawanya tidak pudar, suaranya bahkan sangat nyaring.Semua orang, memasang pendengaran mereka baik-baik, suasana menghening demi mendengarkan nyonya besar berbicara.Wanita yang Sandra panggil nenek, sengaja menjeda ucapannya agar mereka penasaran, lalu melanjutkan ucapannya. “Pada hari istimewa ini, saya akan memberitahu kalian semua, bahwa cucu saya, Sandra adalah penerus perusahaan 'Elegant Endless Group', jadi dia berhak mengatur semua hal yang berkaitan tentangnya, termasuk menjadikan suaminya sendiri direktur perusahaan."Saat berbicara, bola matanya yang berwarna kecoklatan, memancarkan sinar terang yang menunjukkan kewibawaannya. Kata-katanya sangat mengejutkan!Ruangan yang hening tadi kembali riuh, di antara mereka pihak dari keluarga Simon, sangat senang mendengar hal ini. Para tamu yang berdatangan berdiskusi dengan pendapat mereka masing-masing, sementara seorang tamu, mendatangi ibunda Simon sambil tersenyum menyalaminya. “Selamat buk, dapat menantu kaya, pasti senang dong ya?”Nyonya Mandy tersenyum ketika tetangganya berkomentar. “Alhamdulillah, saya juga bersyukur nyonya Leslie telah mempercayakan putrinya pada Simon. Saya hanya berharap Simon dapat memperlakukan istrinya dengan baik.”Si tetangga tukang kepo ini mengajaknya menjauh dari tempat mereka duduk untuk mengobrol di tempat sepi.Evy, dia terkenal suka ceplas-ceplos, saat itu dia kembali berkomentar. “Kudengar pernikahan ini karena skandal Simon dengan istrinya, Umm, maksudnya Nona Sandra, apa itu benar Bu? Aku dengar dari orang-orang tadi sih gitu."Wanita yang akrab dipanggil Nyonya Mandy hanya geleng-geleng kepala, dan berusaha tetap tersenyum. "Kamu tahu darimana? Lebih baik kita bicara sambil duduk," ucapnya merendah.Evy, duduk di sofa yang sama dan terus mengoceh tanpa berhenti. "Aku juga dengar kalau Simon sengaja melakukannya demi menjadi kaya, benar begitu Bu?""Astaghfirullahalazim!" Mandy dibuat kaget, namun dia tetap menjawab dengan tenang dan lembut, "Maaf, tapi siapa yang mengatakan itu?""Aku." Belum sempat dia menjawab, tiba-tiba, seorang tamu yang tak dikenalnya muncul di antara mereka. "Orang miskin aja belagu, kamu dan anakmu sama saja, memakai cara licik menjadi orang kaya untuk mengelabui semua orang."Mandy lebih kaget lagi ketika komentar tersebut jelas untuk memojokkan keluarganya. Tak jauh dari sana, ternyata orang yang sedang di bicarakan itu sedang berjalan mendatangi mereka. “Ribut sekali disini, ada apa?”Kehebohan wanita setengah baya itu berhenti seketika ketika melihat Simon,Evy tetangganya itu meringis, lalu memaksakan untuk senyum dan menjawab. "Eh, Simon, kalian berdua terlihat begitu bahagia. Selamat ya!""Terima kasih, Bu Evy. Aku sangat senang ibu bisa datang di hari yang istimewa ini."Simon lalu beralih pandang ke arah wanita yang tiba-tiba muncul tadi dengan dahi yang mengernyit."Maaf, apa sebelumnya anda telah mengenal saya? Tadi pembicaraan anda terdengar kurang mengenakkan, prasangka yang anda tuduhkan itu keliru. Saya tidak pernah melakukan hal yang anda katakan tadi, saya memang tak memiliki kekayaan yang melimpah, tapi saya berjanji akan membahagiakan istriku dengan kasih sayang dan kesetiaan, aku juga tetap akan bekerja keras demi mengubah nasib keluargaku. Ingat, aku tetap akan bekerja keras! Lagipula perasaan dan kebahagiaan tidak ditentukan oleh materi.""Itu mustahil, kamu mengandalkan uang dari keluarga Sandra, bukan?" Ternyata dia mencoba mempertahankan pendapatnya.Simon mencibir dan menjawab dengan tegas, "Kehidupan yang baik bukan hanya tentang uang, tapi saya mendasari kebahagiaan keluarga dengan saling pengertian, dan dukungan satu sama lain. Saya akan berusaha untuk menciptakan masa depan yang cerah, jadi bukan bukan berarti saya tinggal menggoyangkan kaki tanpa berusaha.""Nyonya Jeanne, anda juga datang?"Mereka melihat Sandra yang tampaknya tertarik bergabung di obrolan itu. Jadi namanya nyonya Jeanne? sorotan mereka malah berbalik pada wanita setengah baya, tersebut Nyonya Jeanne!Dia diam, entah itu merenungkan kata-kata Simon, atau hanya malu karena telah berani muncul untuk membuat desas-desus buruk tentang keluarga Simon.Kasihan sekali, di hari pertama menikah saja mereka sudah menghadapi tantangan yang tak terduga, demi menjatuhkan kebahagiaan mereka.Hem... Tiba-tiba suara deheman seseorang terdengar bersamaan dengan datangnya Nyonya besar Felicia dan Nyonya Leslie, yang kini resmi menjadi ibu mertua Simon."Jeanne, kamu masih berani berdiri setelah menyebar gosip yang beredar?" Leslie berbicara tegas, hal itu membuat Jeanne jadi gugup. "A-anda sudah mendengarnya?"Leslie melihat pada ibunya, nyonya Felicia. Wanita paruh baya itu sedang memasang tampang serius, bahkan raut wajahnya kini menakutkan. "Aku tak akan membiarkan mereka yang menjelekkan nama baik seseorang dan juga kebahagiaan mereka. Kamu tahu apa yang ku maksud?""I-itu." Jeanne menunduk menahan malunya."Luruskan kembali gosip yang beredar, setelah itu kamu tinggalkan tempat ini!""Sekarang Sandra sudah menjadi istri Simon, aku ingin tahu bagaimana pria itu bertindak jika istrinya di p3rkos4 dan memastikan mereka bercerai. Lalu aku akan melihat Simon keluar dari rumah keluarga Sandra tanpa membawa apa pun!” Gerald tersenyum menyeringai "Gerald, apa kamu gila? Jangan buat kekacauan lagi, mereka sudah berjasa pada keluarga kita dan juga memberikan suntikan dana sebesar 100 miliar untuk perusahaan ayah. Ingat, kita masih punya beberapa supermarket yang akan menjadi sumber penghasilan untuk biaya hidup kita selanjutnya, kuharap kamu tak melupakan jasa mereka yang telah memberi bantuan pada kita." "Diam kamu!" Tegas Gerald pada saudara sulungnya, lalu ia kembali berkata, "Semua yang kamu bilang itu benar, mereka memberi kita 100 miliar, tapi bukannya selama itu kita kita yang bekerja hingga bisa menghasilkan 2 triliun lebih dalam beberapa tahun ini, sementara mereka hanya duduk tanpa melakukan apa pun, bisa di bilang kekayaan keluarga Sandra adalah hasil usaha kit
“Selamat datang, anggap saja rumah sendiri.” Nyonya Felicia tersenyum ramah saat membuka pintu pada sebuah rumah bercat ungu muda, wanita yang berstatus nenek Sandra itu mengajak Simon dan Sandra masuk melihat-lihat keadaan tempat itu. “Nah, ini adalah hadiah pernikahan kalian.”Pasangan suami istri itu lantas mendongakkan kepalanya dan berdecak kagum melihat rumah besar berlantai tiga dengan halaman luas di hadapannya. “Ini lebih luas daripada villa mewah tadi.” desis Simon.Simon dan Sandra sama-sama mengedar pandangan mereka ke setiap sudut yang mewah dan artistik, kemudian mereka beralih menatap Nyonya Felicia lalu tersenyum. “Terima kasih nenek!” Sandra memeluknya dengan erat. “Pergilah beristirahat, kalian pasti lelah.” Sandra mengangguk patuh, sebelum pergi nyonya Felicia kembali berpesan.“Sandra, kini kamu adalah istri dari Simon, jadilah istri yang baik untuknya.” Kata-kata neneknya membuatnya sadar kalau ia sekarang bukan wanita single lagi, kemudian ia melihat pada Simon
“Hei, apa-apaan kamu ini?” Satpam tetap bertindak atas suruhan Sandra di tengah kasak-kusuk mereka, Shania merasa senang telah berhasil mengalihkan fokus semua orang yang ada di sana seakan bersimpati padanya.“Fitnah! Ini fitnah parah! Kamu jangan memutar balikkan fakta Shania, aku tak pernah menyentuhmu sekalipun!” Shania merespon seolah dirinya dalam keadaan terluka. Dia mencoba berbicara sekali lagi membenarkannya. “Aku hanya ingin jujur dengan apa yang terjadi pada malam itu. Aku hanya berharap kamu berterus terang, dan bertanggung jawab padaku.”“Cukup!” teriak Sandra, ia agak terpancing emosi dengan kata-kata memelas yang dia rasa hanya di buat-buat oleh wanita yang sebelumnya juga merebut pacarnya. Wanita itu tampaknya tak peduli, dia terus membual di depan para penjabat eksekutif itu seolah tanpa dosa. “Hentikan, kamu harus mempertanggungjawabkan ucapanmu barusan!” Simon yang tadinya diam, akhirnya berbicara, membuat semua orang yang menyoroti mereka tadi terdiam. "Simon..
"Alessa..." Sandra memekik kegirangan, ia berdiri dan langsung memeluk sahabatnya saat mereka kuliah. "Apa kabar?" Perlahan keduanya melepas pelukan, dan Alessa melihat pada Simon. "Dia..."Sandra beralih menatap pria yang duduk di bangku sebelahnya, lalu dia tersenyum. "Kenalkan dia suamiku, Simon.""Serius? Kalian kapan nikah? Aku jadi kecewa karena aku nggak dikasih undangannya."Alessa memanyunkan bibirnya dibuat seolah sedang kesal, lalu melihat pada Simon.Pria yang berstatus suami Sandra itu mengangguk dan senyum seadanya tanpa berpikir hal lain, dirinya terlihat sibuk dengan dengan makan untuk istrinya, bukan apa-apa tapi kelihatannya Simon tak ingin istrinya makan sembarangan.Akan tetapi sejak tadi Alessa diam-diam mengamatinya, sorot matanya terlihat penuh arti, namun hal itu sama sekali tak disadari oleh Sandra, lagipula dia juga tak memperhatikannya karena fokus dengan kegembiraan yang dia hadapi saat ini.Di meja lingkaran yang mereka tempati, Sandra melihat satu kursi ko
Dua tahun setelahnya...Suara helikopter membuat telinga bising, semua orang melihat ke langit dengan rasa penasaran. Misi pendaratan berlangsung, sampai akhirnya bunyi baling-balingnya berhenti. Seorang lelaki yang tak asing terlihat turun dari helikopter, Tuan muda Simon! Jika dulu dia di katakan pria kampungan, namun sekarang telah berubah 180 derajat. Dia kini benar-benar jauh berbeda, kekayaannya berjumlah miliyaran.Meski sudah memiliki istri, namun dia menjadi pria di kagumi oleh banyak wanita. Simon baru saja kembali ke tanah kelahirannya, matanya melihat ke sekeliling, teringat akan kehidupannya di masa lalu yang penuh dengan kesederhanaan dalam keluarganya.Langkahnya tiba di sebuah rumah mewah, tempat itu dulunya adalah sebuah pondok lapuk yang terbuat dari kayu. Simon masih ingat, dia pernah tinggal di pondok lapuk itu dengan kehidupan yang sederhana. Tapi sepertinya itu takkan terjadi lagi sekarang, suasananya sudah berbeda. Sim
Di tengah perjalanan dering panggilan masuk terdengar, Sofia menjawab panggilan yang ternyata dari Simon kakaknya.“Halo kak, disini macet sebentar lagi kami sampai” Sofia menjawab dengan agak tergesa.Di High Way, Sofia adalah gadis cantik yang cukup terkenal dan terpilih sebagai King and Queen di kotanya. Saat ini, dia begitu sibuk dengan aktivitas barunya dan bergabung dalam sebuah komunitas terkenal hingga orang-orang disekitarnya menjadi iri."Sofia, cepatlah ke rumah sakit, penyakit ibumu kambuh lagi..." Serombongan gadis yang seumuran dengannya, membuka kaca mobil mereka, kemudian berseru dengan nada mengejek pada Sofia yang sedang terburu-buru.Tak peduli bagaimana pun mereka menertawainya, Sofia menyuruh Aslan untuk bergegas menuju rumah sakit. "Nona, aku curiga pada mereka, anda ingat tidak, setelah kita mengelar acara syukuran beberapa waktu lalu?""Nanti saja ceritakan saat di rumah sakit, fokuslah menyetir.""Baik...
"Kasusnya terpecahkan!"Simon baru saja mendapat panggilan dari adiknya langsung terkejut saat mendapati kabar mengejutkan itu. Buru-buru dia bangkit dari tempat tidurnya dan memandangi Sandra sekilas sebelum beranjak menuju kamar mandi. "Aku harus tahu penyebab mimpi buruk yang membuat ibu depresi." Tekad sudah bulat, langkahnya terayun menuju kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dan mulai merasa penasaran yang belum terjawab. Setelahnya, Simon kembali menghampiri istrinya dan membangunkannya dengan kec*pan lembut di dahi. "Sayang, aku harus pergi ke suatu tempat, maaf aku membiarkanmu pergi ke kantor sendirian." Wanita itu menggeliat, entah dia sadar atau tidak, namun tangannya meraih kerah kemeja Simon yang kancingnya yang belum sempat terpasang, saat itu wajah mereka bertemu lantas Sandra langsung membuka matanya. "Kamu mau kemana?" Sebelah alisnya terangkat dan penuh kecurigaan, membuat Simon kembali mengec*up bib*r
"Ah, Sandra..." Sandra tersenyum miring saat dirinya dipanggil, bayang-bayang pertemuan terakhir mereka masih terngiang jelas olehnya, namun dia mencoba bersikap netral mengabaikannya sejenak, demi para staff yang selalu meninggikan posisi dan menghormatinya. Dia menuruni tangga dan tetap bersikap seperti biasanya meski sebenarnya ada rasa jengah. Sandra sedikit memiringkan kepalanya sambil melipat tangan di depan dada, lalu menatap temannya itu dan pura-pura terkejut. “Alessa?"Seperti biasa Alessa berseru dan langsung memeluk Sandra. Namun Sandra terlihat dingin meski dia tetap tersenyum. "Apa yang kamu lakukan sepagi ini disini?" Ekpresi Alessa berubah ketika mendengar jawaban itu dari Sandra. "Ayolah, kenapa kata-katamu dingin sekali? Aku jadi takut menyapamu."Sandra cukup malas melihat sikapnya yang selalu saja bercanda, membuat Sandra sedikit meninggikan suaranya. "Alessa, lima belas menit lagi kami ada pertemuan, apa kamu rela
"Semuanya, Sean, tiba-tiba menghilang!" Saat semua orang masih berada dalam suasana duku, tiba-tiba Alessa muncul di sana dengan membawa kabar buruk. Ini bukan hanya membuat Simon kaget, tapi juga sangat cemas dan panik."Apa? Bagaimana bisa ini terjadi?""Bagaimana kamu menjaganya, Alessa?" "Kita harus segera mencarinya!" seruan mereka yang dilanda panik silih berganti membuatnya kalang kabut.Mereka bergegas keluar ruangan, bergerak cepat mencari keberadaan Sean.Simon di tinggal sendirian dalam keadaan tak berdaya, dirinya bukan hanya kehilangan Sandra, tapi apa ia juga harus menghadapi kehilangan Sean?"Apapun yang terjadi, aku harus menemukan Sean!" ujarnya dengan penuh tekad. Sejujurnya, Simon sangat mencemaskan keselamatan anak itu. Di saat sulit ini, harusnya mereka memperhatikan anak seusia Sean, tapi mereka terlalu lengah dan hampir melupakan anak itu.Di tempat lain, seorang satpam menemukan seorang anak sedang meringkuk sendirian di loteng rumah sakit. Begitu dia mengh
Saat itu, pintu ruangan nomor 134 terbuka dengan keras. Seorang perawat masuk dengan wajah penuh kepanikan. "Ada kecelakaan tak terduga di ruang operasi! Nyonya Sandra..." suaranya terputus saat melihat semua orang menatap dan menanti perkataan selanjutnya.Simon, Alessa dan lainnya merasa detak jantungnya berhenti sejenak. "Apa yang terjadi? dia baik-baik saja kan?"Dari wajah perawat itu, terlihat garis-garis kegundahan. "Sekali lagi mohon maaf, tapi darah yang di sumbangkan sebelumnya, belum bisa membuat keadaan nyonya Sandra stabil. Butuh waktu dan perawatan yang lebih intensif untuk memulihkan keadaannya, kami semua sedang berjuang menyelamatkannya."Mendengar itu, Simon merasa dunianya runtuh. Bahkan Sean yang masih berada dalam pelukan Alessa, mengeratkan pegangannya pada wanita itu. "Tante... bagaimana dengan mommy..."Melihat hal ini, Elsa merasa bersalah, terlebih melihat Sean yang seumuran putranya kini terlihat ketakutan. Apa dia memilih keputusan yang salah? Apa mereka aka
( Elsa, segera ke rumah sakit Williecons, aku akan kirimkan alamat lengkapnya) Elsa menerima pesan teks dari nomor tak di kenal. ‘Siapa ini?’ ia berusaha mengingat-ingat pemilik nomor dengan ujung angka 77, “Yah, aku ingat! Ini kakak, aku sudah lama tak tahu kabarnya, tapi darimana dia dapat nomor baruku…?” Dia menggeleng, ‘Ini tak penting sekarang, lebih baik aku segera menghubunginya…’ Saat itu panggilan langsung tersambung.“Halo, apa ini kamu kak Max?”“Elsa! Syukurlah, ternyata orang itu tak berbohong, akhirnya kita bisa mengobrol juga hari ini.” "Oh ya kak, kamu dimana? Tadi kamu bilang rumah sakit, memangnya siapa yang sakit?" Elsa mengigit bibirnya bawahnya cemas, ‘Semoga saja bukan ibu.’ “Sandra sedang dalam keadaan kritis, pagi ini ada dapat kabar Simon juga masuk rumah sakit karena kecelakaan…”“Ke-kecelakaan?” Sungguh, Elsa kaget saat menerima kabar itu. Untungnya saat itu dia anak kembarnya sudah di antar Antonio pergi ke sekolah, jadi mau teriak sekeras apapun, pali
Tiba-tiba, semua lampu jalan padam, bahkan seluruh bangunan terlihat gelap. Hampir semua detak jantung mereka terdengar berpacu dengan kencang. Simon meraba-raba mencari ponselnya untuk penerangan.Saat ini, ada suara langkah kaki mendekat, membuat ketegangan, sebelum langkah itu sempat mendekat, sebuah cahaya muncul menyilaukan mata. “Sandra … segera kita bawa dia kerumah sakit.” Untungnya Alessa segera menghidupkan senter Flashlight dari ponselnya.Sementara Sean terlihat histeris melihat sang mommy yang berada dalam keadaan kritis. “Mommy… ayah, siapa yang berbuat jahat pada mommy, kenapa kamu hanya diam ketika orang melukainya.” Bocah itu menangis tersedu-sedu.Simon menelan salivanya, dia mencoba menenangkan Sean dengan sabar. Namun, anak seperti putranya ini cukup bermulut pedas, jadi semua perkataan orang dewasa dia lontarkan, tanpa peduli bahwa itu akan menyinggung orang lain, termasuk dirinya sendiri sebagai ayah.“Sean, kita tak tahu siapa orang yang melakukan itu pada mommy-
“Alessa…” Sandra dan Simon buru-buru keluar dari mobil, mereka melihat kerumunan orang di sekitar rumahnya, bahkan ada banyak petugas keamanan dan wartawan yang berkumpul di sekitar area.“Sebenarnya apa yang sedang terjadi?” Di antara kerumunan itu, mereka melihat seorang pria terlihat berjalan menunduk diiringi oleh beberapa petugas keamanan. Wartawan mengambil foto, lalu melakukan wawancara.Simon mengernyitkan dahinya. “Gerald?” Sandra ikut terkejut.“Dia muncul lagi?” Keduanya bergegas mendekati kerumunan karena ingin memastikan keadaan putranya.“Sean…” Sandra berlari menghampiri seorang guru les privat anaknya. Sayangnya, sosok yang di panggil namanya tidak ada di sana. “Dimana Sean? Dia baik-baik saja kan?” Suaranya bergetar.“Nyonya tenang saja, Sean sedang tidur di dalam, tampaknya dia kelelahan. Yang jadi masalah sekarang adalah Ibu Alessa…”Simon menimpali. "Kamu sudah beritahu ini pada polisi?”Belum sempat menjawab, fiba-tiba seorang petugas keamanan mendatangi mereka, "K
"Aku akan berikan salah satu toko butik milik perusahaan Elegant Endless Group' pada Alessa, semoga itu akan cukup." Entah darimana kepercayaan diri ini munculnya, Sandra mengerahkan semua isi hatinya pada Simon yang masih membeku di tempatnya. Meski hatinya penuh keraguan, namun Simon mencoba mencerna semua ucapan istrinya. "Kamu yakin?" ujarnya memastikan. Sandra mengangguk, "Aku percaya, Alessa orang yang jujur, makanya aku memilihnya, kamu jangan cemas dan takut dia akan menipu, yang penting kamu setuju saja itu sudah cukup." Sorot mata Sandra jelas tampak ketulusan, jadi Simon mengikuti saja. "Jika benar begitu, itu tergantung padamu. Aku tidak bisa memaksa ataupun melarang.""Deal!" Elsa mengambil satu keputusan. "Terima kasih dukunganmu, sayang..." Satu kecupan mendarat di pipi Simon, memancing gair4hnya, hingga sebuah adegan Simon mengendong istrinya ke tempat tidur dan menjeratnya dengan gila, menatapnya dengan penuh hasr4t."Aku suka cium4nmu, Simon." Sandra berkata denga
"Kamu tak apa kan?" Alessa senang karena di perhatikan oleh atasan, sekaligus atasannya. "Jangan memaksakan diri, jaga kondisi tubuhmu dengan baik oke?" Obrolan mereka selesai setelah Sandra menyudahi panggilannya.Malamnya, Alessa pulang ke rumah dengan langkah ringan. Rasanya lelah seharian bekerja, tetapi dia tahu bahwa dia harus tetap kuat menjalaninya.Namun, ketika di depan pintu dia terkejut melihat pria yang tidak dikenal berdiri di tengah dengan sebo dan jas hitam. Dia tampak sangat misterius membuat Alessa agak takut."Siapa kamu? Kenapa mengikutiku kemari?" Suara Alessa terdengar bergetar saat ketakutan. Namun, pria itu hanya tersenyum dan mengangkat tangannya, menunjukkan sebuah pistol."Maaf, Alessa. Saya disini hanya di suruh mengambil sesuatu." ucap pria itu dengan tenang. Alessa tak peduli lagi dengan hal itu, ia kebingungan harus meminta bantuan siapa, sedangkan ponselnya kini masti total.'Jika aku berteriak sekarang, Sean pasti akan ketakutan.' Gumamnya pelan. De
Aku terkejut dengan pertanyaan Hani tadi, "Kenapa kamu menanyakan itu?" jawabku sambil balik bertanya. Hani melebarkan bibirnya dengan sedikit senyuman, "Ah, tidak. Aku hanya bertanya saja. Ku kira selama ini kamu masih sering menghubunginya." Benar, aku masih belum sempat menghubungi Juan. Kemarin ponselku tertinggal saat aku sedang pergi bersama Pak Jonas. Ya ampun, kenapa aku begitu bodoh? Aku menepuk kepalaku sendiri.Bisa-bisanya aku melupakan itu... kulihat jam di tanganku. Ini sudah hampir terlambat, aku bahkan belum sarapan sama sekali. Oh, tidak...!Hani geleng-geleng kepala melihat raut wajahku yang seketika berubah muram. Aku bingung, mana yang akan kulakukan lebih dulu. "Aku pergi sekarang, Hani." Aku langsung pergi begitu saja tanpa mendengar jawaban Hani. Kedengarannya, dia tengah memberikan sebuah nasehat untukku, namun kubiarkan saja dia berbicara sendiri di depan pintu."Pak, stop!!" Aku menyetop sebuah taksi yang kebetulan tengah melintas di jalan yang kulewati. Aku m
"Akhirnya sampai juga." Alessa melihat bocah cilik itu tampak tertidur, setelah turun dari mobil, dia melepas sepatu Sean, berencana segera menidurkannya di kamar.Namun, Sean terbangun karena merasa ada tangan yang lembut menyentuhnya. Bocah itu mengusap matanya berulang, sebelum berbicara. "Tante Alessa, apakah kita sudah di rumah?" tanyanya dengan nada polos, Alessa menggangguk, "Benar sayang kita baru sampai..."Sean membuka lebar matanya, lalu berdiri bersiap keluar mobil. " Tante, sejak tadi kamu sudah bekerja keras, apa Moms akan senang dengan hasil kerjamu tadi?"Mendengar suara imut anak itu, Alessa tersenyum, "Aku berharap begitu, Sean. Yang penting aku telah berusaha mengelolanya sesuai dengan selera mommy-mu.""Aku yakin mommy pasti senang, kulihat Tante bahkan juga ulet bekerja, kuharap Tante juga bisa menjadi seperti Mommy, bahkan lebih baik daripadanya."Alessa tersenyum bangga mendengar pujian dari anak itu. "Oh ya Tante, kamu sudah punya pacar?" Saat mereka berdua b