Pagi-pagi Azura telah terbagun dan bersiap untuk pulang. Amar hanya kembali mengangguk meskipun dia tidak paham dan penuh pertanyaan tentang apa sebenarnya yang akan dipersiapkan oleh Azura.Azura pun pulang dengan mengendarai mobilnya kembali. Tapi kali ini dia tidak langsung pulang, dia singgah dahulu ke sebuah toko. Setelah mengobrol sejenak dengan pemilik toko, dia kembali melaju pulang. Tak lama setelah sampai, dia turun. Dia menjadi perhatian beberapa ibu-ibu yang kebetulan sedang mengerumuni tukang sayur.“Lho, itu kan istrinya Amar? Kok pulang sendirian. Kemana Amar?“Eh, iya ya. Jangan-jangan ada apa-apa ini?”Azura tersenyum ke arah mereka.“Lho mbak, mana Amar? Kok sendirian?” Satu orang bertanya pada Azura.“Amar masih di rumah sakit’ bu. Hari ini Bu Umah akan dibawa pulang, jadi aku pulang duluan untuk menyiapkan rumah,”“Lho, apa sudah baikan kok sudah mau pulang?”“Sebenarnya belum, bu. Masih harus dirawat beberapa Hari lagi karena baru kemarin selesai di operasi. Tapi
Sampai di rumah, Azura menyambut dengan sangat senang. Para tim dokter khusus juga dengan sigap menyiapkan segala sesuatunya, dari mulai selang infus yang memang masih harus dipakai oleh bu Umah juga peralatan medis lainnya.Melihat situasi rumah yang hampir semua barangnya telah diganti tentu membuat Amar juga bu Umah terkejut.Amar langsung menarik lengan Azura. “Azura, ini kamu,”“Sudah jangan protes, ini demi kenyamanan Ibu.” Jawab Azura. Tanpa memberi kesempatan untuk Amar berbicara lagi, dia langsung pergi ke kamar Bu Umah.Di luar sana, di pinggir jalan besar, seseorang di dalam mobil yang berhenti sedang menghubungi Edward.“Aku sudah berhasil menemukan Azura. Apa kamu tahu yang terjadi pada Azura belakangan ini?”“Apa? Katakan padaku, apapun informasi yang kamu dapat.” Jawab Edward di sana.“Rupanya, Azura sudah menikah. Dan yang perlu kamu ketahui, dia menikah dengan seorang pria cacat!”“Hah, yang benar saja?”***Saat ini di kota sisi lain,Sebuah Pesta sedang digelar oleh
“Ada apa, Mas? Beritahu aku! Aku janji tidak akan terlalu kepikiran! Tapi tolong beritahu dulu!”Ega lagi-lagi menarik nafas berat. “Azura sudah menikah.”“Apa? Mas, kamu bercanda apa gimana?” Wulan tentu terkejut dan langsung khawatir.Ega menggeleng, lalu pelan-pelan menceritakan semua yang menimpa Azura dari awal.Wulan menangis, sebagai seorang ibu pasti dia menyesal karena baru mengetahui tentang putrinya sekarang.“Harusnya ceritakan saja padaku. Aku ini Ibunya, pasti Azura butuh aku juga untuk memberinya dukungan.”“Maafkan aku, sungguh waktu itu aku belum siap. Baiklah, kapan waktu nanti, kamu bisa mengunjunginya.”Wulan sangat sedih, bukan memikirkan dengan siapa Azura menikah, tapi dia khawatir Azura disana tidak bahagia dan menderita. Pikirannya jadi tidak tenang, bahkan sampai menghadiri pesta Al saja, pikiran Wulan tetap pada Azura.Dia berjanji, besok akan pergi menyusul Azura.Beberapa hari telah berlalu, keadaan Bu Umah sudah membaik dengan perawatan dari Azura juga ko
“Azura, apa kabar kamu, Nak?” Wulan bertanya, masih sambil sesenggukan.“Kabarku baik, Ma. Mama bisa tahu Azura di sini dari siapa?” Tanya Azura yang juga ikut menangis.“Dari papa kamu. Papa sendiri yang mengantar mama ke sini.”“Sekarang papa di mana, Ma. Kenapa papa tidak ikut masuk?”“Papa di luar sana, tapi mama sudah menyuruhnya untuk pergi ke kantor saja.Nanti sore papa akan menjemput mama.”Azura melepaskan pelukannya, Wulan membelai wajahnya beberapa kali, kemudian dia menoleh, melihat seorang pria yang sudah berdiri di samping mereka. Amar melempar senyum dan menunduk hormat pada Wulan.“Azura, apa dia suamimu?” Tanya Wulan, menyeka sisa air matanya.“Iya Ma, kenalkan. Namanya Amar. Papa pasti sudah bercerita tentang pertemuan kami kan?”“Iya, papa kamu sudah bercerita sayang.”Amar terlihat mengulurkan tangannya, Wulan juga menyambut dengan hangat.“Mari, silahkan masuk dulu ke rumah kami, em.. Nyonya.” Amar begitu kaku dan gugup. Dia bingung harus memanggil apa pada ibu
“ Waalaikumsalam.” Bu Umah menjawab. Dia menyerngitkan dahinya, merasa jika perempuan cantik di depannya itu sangat asing baginya. Dia menoleh ke arah Wulan. “Azura, dia siapa?”Wulan kemudian mendekat dan mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Bu Umah dengan lembut, “Perkenalkan, Bu. Nama saya Wulan, saya mamanya Azura.”Bu Umah tersentak, dia langsung terlihat gugup. “Masya Allah! Jadi ibu ini, mamanya Azura? Ya Allah? Maaf ya Bu, maaf. Saya tidak tahu.”“Eh tidak apa-apa, Bu Umah. Aku sengaja datang kesini untuk mengunjungi anakku. Awal mulanya aku tidak tahu ceritanya kalau bukan suamiku yang bercerita. Makanya aku datang ke sini untuk memastikannya. Ternyata benar, anakku sudah mempunyai suami dan sudah menjadi bagian dari keluarga ini.” ujar Wulan.Bu Umah menunduk, matanya berkaca-kaca “Maafkan saya Bu, ini semua salahku. Saya yang telah memaksa anak ibu untuk menikahi anak saya. Sebenarnya kala itu saya hanya sangat khawatir. Saya takut kalau saya tidak selamat dan
Amar tersenyum. “Bukankah tempat tidur kita sudah tidak sempit lagi? Apa yang kamu khawatirkan?” Sambil berkata, Amar sambil menepuk kasur di sampingnya.Entah Kenapa, mendengar ucapan Amar seperti itu, wajah Azura jadi memerah.“Aku tidak akan macam-macam, jangan khawatir. Lagian kakiku seperti ini, mana mungkin kan?” Amar menambahkan lagi, membuat Azura semakin tersipu. Selama menikah, mereka memang belum pernah tidur satu Ranjang bersama.Azura belum juga bergerak, sampai membuat Amar malu hati. “Hem, baiklah. Ayo naik. Aku akan tidur di luar atau di bawah. Kan bisa.”“Eh, jangan!” Azura langsung mencegah.“Kita tidur berdua saja. Lagian kita kan sudah menjadi suami istri. Tidak akan ada yang melarang ini.” Selesai bicara, Azura naik ke atas tempat tidur. Justru sekarang, malah Amar yang terlihat kikuk.“Eh, ayo! Kenapa? Kan? Kamu yang gak mau tidur berdua?” Ledek Azura.“,Eh, siapa bilang. Mau kok.” Meskipun dengan ragu-ragu, Amar akhirnya ikut berbaring. Dia mengatur posisi kakin
Pagi hari, dua orang ini terbangun dengan keadaan yang sama-sama tersenyum. Malu iya, tapi merasa sangat bahagia. Rasanya baru seperti orang berpacaran. Hati dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran, kedua mata berbinar dipenuhi bintang senyuman.“Aku siapin sarapan.” Ujar Amar, kembali kikuk. Entah kenapa, padahal semalam sudah biasa saja, sudah tidak lagi gugup. Tapi pagi ini gugup itu malah datang kembali.Kan aneh! Atau karena teringat yang semalam? Saat sempat romantis-romantisan dengan Azura? Jadi malu?“I,iya. A,aku ke kamar ibu dulu, takut ibu butuh sesuatu.” Yang perempuan juga terlihat gugup lagi, sampai beberapa kali mengatur nafasnya lalu segera berlari ke kamar ibu.Debaran hati mereka masing-masing mengganggu aktivitas mereka hampir sepagi ini. Sampai saat sarapan berdua di meja makan, dua orang ini tak banyak bicara. Hanya saling lirik dan saling melempar senyuman saja.“Amar, hari ini aku mau mulai bekerja. Tidak apa kan kalau nanti aku sibuk dengan laptop?”Amat sedikit t
“Oh begitu ya. Apa karena sekarang kamu sudah menikah?”Azura terbelalak, dia lumayan terkejut. Dari mana Edward bisa tahu?“Kenapa terkejut? Kamu kaget kenapa aku bisa tahu? Aku tahu semuanya tentang kamu, Azura. Kamu sudah menikah dan menikah dengan seorang pria cacat kan?” Edward berkata dengan nada mengejek.“Segitu Frustrasinya kamu, karena putus dariku sampai kamu menikahi pria cacat? Padahal waktu itu kamu sendiri yang memutuskan aku. Ah tapi Azura, jika kamu mau kembali padaku dan meninggalkan pria cacat itu, aku masih mau memaafkanmu. Kembali saja padaku, aku akan berubah. Aku akan segera melamarmu dan kita akan menikah secepatnya.”Entah kenapa, Azura sekarang begitu muak dan jijik melihat Edward. Jangankan untuk menjalin hubungan lagi, dilamar atau menikah dengan Edward, melihatnya saja dia sudah sangat malas. Apalagi saat teringat adegan tumpang tindih Edward dengan sekretarisnya itu ,sungguh Azura ingin muntah rasanya.“Hidup kita sudah masing-masing. Dengan siapapun Aku