Thomas memberikan sebuah cincin berlian pada Shania, kedua mata wanita itu berkaca-kaca saat menerimanya. Thomas mencintainya! Pikir Shania.
"Kamu duduk di sini sebentar, jika kamu ingin menikmati hidangannya lebih dulu, maka nikmatilah, aku harus ke toilet sebentar," kata Thomas. Sejak tadi ponsel miliknya terus bergetar di dalam saku, dan ia tahu siapa yang begitu tidak sabar menghubunginya. Donna! Sudah pasti wanita yang selama beberapa bulan ini menggantikan Shania memberikan kehangatan dan juga kepuasan di atas ranjang.Shania menurut, ia membiarkan Thomas berlalu dari hadapannya.Pria itu pun segera mengeluarkan ponselnya lalu mengangkat panggilan telepon yang sejak tadi ia abaikan karena merasa tidak enak hati jika harus mengangkatnya di hadapan Shania.
"Ada apa? Ya, aku akan segera keluar menemuimu, ya ... ya, Shania ada bersamaku, aku akan memberitahukannya hari ini mengenai hubunganmu denganku, Donna. Bersabarlah!" ketus Thomas. Kesal karena wanita itu selalu saja tidak pernah bisa merasa sabar.Ternyata, Donna sudah menunggunya di luar.“Bagaimana?” tanya Donna pada Thomas, wajah Donna terlihat sangat bahagia, karena bisa dipastikan malam ini Shania akan menerima rasa pahit yang berkepanjangan. Sudah lama ia ingin membuat Shania merasakan kekalahan yang pernah dirasakan dulu sewaktu wanita itu—menurut Donna—merebut Thomas dari dirinya.Donna ingin memiliki Thomas sepenuhnya, seperti yang sudah dia katakan, sepenuhnya yang berarti dia tidak akan membagi pria itu dengan yang lain!"Aku rasanya ... tidak bisa mengatakan keinginanku untuk bercerai darinya, Donna. Aku seperti seorang bajingan, dia benar-benar mencintaiku, dia begitu bahagia karena aku mengajaknya keluar malam ini merayakan hari jadi pernikahan kami, yang sebetulnya akan menjadi hari perpisahan kami berdua." Thomas menunduk, 12 tahun bukan lah waktu yang sebentar.Hari ini adalah anniversary dirinya dengan Shania, dan dia akan memberikan sebuah hadiah yang sangat menyakitkan. Siapa pun tidak akan pernah tega melakukan hal tersebut, sama halnya dengan Thomas. Dia harus memilih satu di antara dua!"Itu berarti sudah waktunya kamu dan aku bersatu.” Donna tersenyum, dia merasakan kemenangan kini berada di pihaknya. Dia tidak memedulikan apa yang akan dirasakan Shania setelahnya, yang terpenting sekarang, dia bisa mendapatkan keinginannya.“Aku tidak tahu, Donna. Aku tidak tahu apakah keputusan ini tepat atau tidak.”Thomas, Dia tidak bisa membayangkan seperti apa wajah Shania begitu dia mengatakan jika dirinya ingin berpisah. Dia tidak mampu melihat wanita itu bersedih gara-gara perbuatannya.“Kamu harus bisa berpikir lebih jernih, karena ... aku ingin setelah ini kau menikahiku,” kata Donna Dia tidak tidak mau tahu, Thomas harus menikahi dirinya secepat mungkin.Shania yang sedang duduk termenung seorang diri seraya memperhatikan detik jarum jam yang bergerak begitu lambat, masih menunggu Thomas. Bingung, kenapa pria itu lama sekali."Shan." Suara Thomas memanggilnya dari belakang, saat Shania menoleh, sungguh terkejut, karena ia justru mendapati suaminya sendiri sedang bergandengan tangan dengan wanita lain, dan ia mengenal jelas wanita di samping Thomas.Melihat tatapan nanar dari manik hitam suaminya, serta senyuman puas dari wanita di sampingnya, Shania seketika merasakan napasnya tercekat. Entah apa yang salah, yang jelas wanita itu merasa hawa dingin di sekitarnya.
"Thomas? Mengapa bisa ada... wanita ini?" Bicaranya terputus-putus, seketika perasaan Shania menjadi tak enak. “Katakan padaku, ada apa ini?”
“Aku ....”“Katakan, kenapa wajahmu seperti itu?” Shania masih berusaha untuk tersenyum, memaksakan diri mengatakan semuanya akan baik-baik saja, "Dia itu ... Donna, kan?""Yap, kamu masih ingat padaku? Shania ... Thomas ingin mengatakan sesuatu padamu, aku harap kamu akan mendengarkan setiap kata-katanya sampai akhir," ucap Donna.“Aku mau pernikahan kita berakhir, Shania ...” ucap Thomas.Mendengar itu, sontak Shania bangkit berdiri. Seluruh dunia Shania seakan runtuh mendengar apa yang baru saja dikatakan Thomas padanya. Bagaimana bisa pria itu ingin mengakhiri hubungannya begitu saja setelah 12 tahun menjalin hubungan?
“Tidak! Aku tidak mau, kenapa kamu ... mengatakan hal seperti ini!”Thomas berusaha menenangkan Shania, menyentuh pergelangan tangan, meminta wanita itu kembali duduk di tempatnya. Suara Shania membuat beberapa pasang mata menoleh ke arah mereka.“Shan, kumohon.”“Tidak, aku tidak mau! Aku tidak mau berpisah denganmu, meski aku tahu kamu pasti bermain api di belakangku, aku akan menerimanya, tapi jangan meninggalkan aku, Thom. Kamu ... tidak bisa melakukan ini padaku, tidak bisa!” Shania berseru dengan suara lantang, dadanya bergemuruh hebat, rasanya tidak percaya, Thomas meminta untuk mengakhiri pernikahan mereka yang sudah sedemikian lama?“Aku sudah tidak mencintaimu,” ucap Thomas.“Kumohon ... katakan apa kesalahanku, apa karena wanita itu?”Deg!"Ya, karena dia. Kamu tahu ... Ibu menginginkan seorang cucu, kamu tidak bisa memberikannya padaku. Aku tidak ingin mengecewakan ibuku, aku mohon maafkan aku, ini keputusan terbaik buat kita, Shan. Kamu akan mendapatkan pria yang lebih baik dari aku," kata Thomas. Meski dia sudah memutuskan memilih Donna, tetap saja memutuskan sebuah pernikahan yang telah terikat selama belasan tahun terasa sangat menyakitkan bagi Thomas."Apa ... tidak bisa menarik kembali keputusanmu?" tanya Shania, berharap Thomas berpikir kembali tentang masa-masa yang sudah terlewati bersama. Tetapi menyedihkan, Thomas menggelengkan kepala, keputusannya sudah sangat bulat.“Maafkan aku, tapi ini sudah keputusanku, aku tidak mencintaimu lagi, Shan ....”Sebuah tamparan keras mengenai wajah Thomas, pria tampan itu hanya terdiam, dia tidak berkata apa pun, bahkan tidak berusaha sedikit pun meralat ucapannya.“Kamu jahat! Dua belas tahun ... aku bersabar, menunggu sampai kita bisa memiliki anak, aku bahkan tidak memedulikan celotehan orang lain yang terus menggunjingkan aku, lalu sekarang kamu menjadikan itu sebagai alasan untuk ....”“Maaf,” Thomas tertunduk, “Hubungan kita harus berakhir. Aku sudah tidak mencintaimu, aku sudah mengatakan untuk yang kedua kalinya. Aku mencintai wanita lain, dan dia adalah Donna.”Shania meluruh, merendahkan harga dirinya di hadapan puluhan pasang mata yang ada di dalam restoran, bersimpuh di hadapan Thomas, tanpa peduli mereka semua menganggapnya wanita yang tolol.“Kumohon, tarik kembali ucapanmu,” kata Shania memohon dengan sangat kepada Thomas.Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada ayahnya setelah ini, jika mengetahui Thomas ingin menceraikannya. Ayahnya ... menderita penyakit jantung, mendengar berita seperti ini sudah pasti akan memperpendek umurnya.“Aku tidak akan menarik kembali ucapanku, Shania. Aku benar-benar sudah tidak memiliki perasaan apa pun padamu lagi, kau harus bisa mengerti apa yang aku katakan,” kata Thomas, lagi dan lagi mengulang kembali pernyataan yang menyakitkan itu.Beberapa pengunjung berdecak, berkasak-kasak, ada yang menertawai Shania, ada pula yang mengasihani wanita itu.“Kamu ... apa yang aku perbuat padamu, sehingga kamu tega menghancurkan aku?” tanya Shania pada Donna, meski kedua matanya sembab, dengan sisa airmata yang terus berjatuhan, dia berusaha untuk tersenyum.“Kesalahanmu, karena kamu telah merampas pria yang aku cintai sejak dulu, Shania! Dan kini, aku melakukan hal yang sama untukmu. Anggap saja ini sebuah karma, Shania. Ayo Thomas, mari kita urus pernikahan kita."Shania merasa tubuhnya begitu lemas, tulang-tulangnya melunak, tubuhnya lunglai mundur ke belakang, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya dari mulut Thomas, dan juga Donna. Pria itu mengkhianatinya setelah 12 tahun lamanya, dan yang paling keterlaluan, wanita yang dipilihnya adalah musuh bebuyutannya dulu!Tak ingin berlarut dalam kesedihan yang terlalu lama, terlebih menangisi pria yang berselingkuh darinya dengan musuhnya, Shania pun bangkit. Wanita itu bergegas kembali ke bar di dalam restoran mewah itu."Berikan aku minuman paling keras kalian!"
...Neil baru saja keluar dari apartemen murah miliknya, malam ini ia harus kembali melakukan show di panggung sialan di mana ia mencari nafkah selama ini.Ia berjalan menyusuri trotoar, setelah show nanti, Neil harus melayani kembali wanita-wanita kesepian yang membutuhkan hiburan, sekaligus sebuah kehangatan.Saat ia sedang berjalan, dilihatnya seorang wanita sedang duduk di pinggir trotoar. Diperhatikannya dengan seksama wanita tersebut, ia memakai gaun berwarna krem, dengan rambut digelung ke atas memerlihatkan leher jenjang dan putih, lalu di satu tangannya menenteng sepasang sepatu heels dan tas.Bahu wanita itu bergerak naik turun, dan terdengar seperti sedang menangis.Neil hanya memperhatikan dari belakang. Karena rasa ingin tahu, didekatinya wanita itu.“Kamu baik-baik saja?” tanya Neil seraya menyentuh pundak terbuka wanita itu.“Tidak, ini semua gara-gara kamu, Thomas!” jawab wanita itu masih sembari terisak, semakin lama isakan tangisnya berubah menjadi gerungan yang cukup kencang, membuat Neil kelabakan. Thomas? Siapa maksud wanita ini? Jelas-jelas tidak ada siapapun di jalan itu selain dirinya dan sang wanita.“Hei! Aku bukan Thomas!” Neil pun panik, terlebih saat wanita tak dikenalnya itu mulai melingkarkan tangannya ke pinggang ramping miliknya. Wanita itu jelas mabuk!“Gak usah banyak bicara kamu!” Neil menangkap sesuatu yang sepertinya tidak asing di telinganya. Dia sepertinya mengenal suara wanita yang tengah menangis meraung di depannya.Teriakan sang wanita terasa familier di telinga Neil. Rasanya, pria itu baru tak lama ini mendengar nada suara yang sama.
"Aku mengenal su—" Belum sempat Neil menyelesaikan kalimatnya, manik pria itu membulat ketika merasakan sesuatu yang lembut dan basah di bibirnya. Wanita itu menciumnya! Namun, betapa terkejutnya Neil ketika tersadar bahwa dia mengenal wajah cantik itu, wajah yang kerap muncul di pikirannya sejak dia datang ke rumah sakit beberapa tempo hari.
Neil yang terbiasa menggoda wanita, begitu diberikan sebuah ciuman yang sangat mendadak dari wanita tersebut mendadak terpaku di tempatnya, tidak bisa melakukan apa pun. "Sepertinya aku mengenal wajahmu," kata wanita itu seraya menunjuk Neil. Neil sendiri hanya mengerjapkan kedua matanya, merasa apa yang ia lihat saat ini adalah sebuah mimpi yang menjadi nyata. "Dok?" Dalam keadaan setengah mabuk, wanita yang ternyata Shania, pun terkejut begitu melihat wajah Neil. "Bocah? Sebentar ... kamu mengikuti aku?" tuduhnya. Shania mendorong dada bidang Neil, lalu bergegas menjauhkan diri, "Kenapa kamu memeluk aku, Bocah?" "Ya Tuhan, siapa yang memeluk kamu? Tiba-tiba saja kamu yang langsung menciumku, Dok. Sekarang katakan padaku, kenapa kamu mabuk?" Neil merasa Tuhan sangat menyayangi dirinya, harapan selama beberapa hari ini akhirnya dikabulkan. Shania sendiri kembali duduk di trotoar, tubuh masih sempoyongan, dandanannya sendiri benar-benar berantakan, entah apa yang terjadi, Neil tidak
Bukannya terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan Neil, Shania justru tertawa mengira jika Neil sedang melemparkan lelucon murahan padanya."Kamu gigolo? Hei ... usiamu masih sangat muda, bagaimana mungkin?" Sedang mabuk, lalu Neil berkata seperti itu, membuat Shania geli dan terus tertawa. Neil hanya bisa mengembuskan napas dengan berat, ya sudah kalau tidak percaya, pikirnya."Aku mengatakan yang sebenarnya, jika kamu ingin mencari pria hanya untuk membalas perbuatan suamimu, maka aku orang yang tepat," kata Neil. Tidak akan mungkin ia membiarkan Shania jatuh ke tangan pria lain. Dia tertarik dengan wanita yang tengah mabuk dan meracau tidak jelas sejak tadi, jadi bagaimana mungkin merelakan Shania ada di dalam pelukan laki-laki selain dirinya?Shania terkekeh geli mendengar ucapan Neil, ia menganggap Neil itu sama mabuknya dengan dia. "Kamu juga pasti sedang mabuk, sekarang bantu aku berdiri, kita akan bersenang-senang di bar, Bocah! Ayo bantu aku!" Shania mengulurkan satu tan
Neil pun membawa Shania menuju ke sebuah hotel yang biasa ia datangi setiap kali ia akan memberikan pelayanannya. Hotel ini bagus menurutnya, memiliki fasilitas yang lengkap dan juga ... nyaman!Ya, bukan kah untuk memuaskan seorang wanita juga diperlukan sebuah kenyamanan, termasuk pemilihan tempatnya?"Double room saja, aku harus membawa wanita ini, dia sudah sangat mabuk," ucap Neil pada seorang wanita yang berada di meja resepsionis. Wanita itu terus saja memperhatikan Neil, wajahnya terlihat muram, ada rasa iri di dalam hatinya setiap kali melihat Neil membawa perempuan ke hotel tersebut, ia berharap andai saja dirinya yang berada di dalam dekap hangat seorang Neil!Padahal dia sendiri pernah merasakan kehangatan yang diberikan Neil sebelumnya."Lana?""Oh, ya ... double room?" ulang wanita itu. Keduanya memang sudah saling mengenal."Come on, Lana. Apa kamu tidak bisa bekerja lebih cepat, wanita ini mabuk, aku merasa kasihan padanya. Belum lagi tubuhnya cukup berat, aku pun haru
Bukannya diam, Shania justru semakin menangis kencang, membuat Neil meringis mendengar tangisan tidak jelas dari wanita di bawah tubuhnya itu.“Hei, Dok. Kalau kamu terus menangis seperti ini, lama-lama kamu bisa membuatku gila! Kamu ini menyewaku untuk mendengar tangisanmu atau kamu ingin aku memuaskanmu?” Neil mengusap airmata Shania dengan jempolnya, wajah Shania benar-benar telah memikat seorang bocah seperti Neil, iya bocah, bagi Shania dia adalah bocah menyebalkan!Shania terus saja menggerung, tanpa memedulikan pertanyaan Neil, karena kesal, Neil pun menutup mulut Shania dengan sebuah ciuman kasar, dia tidak bisa melihat seorang wanita menangis terlalu lama.“Ehmph! Hah!” Shania menggigit bibir Neil.“Aw! Kamu ... kenapa menggigit?”“Kamu ... kamu ingin memperkosaku?”“Hah? Kau gila? Dok, kamu yang membeli jasa, aku hanya memberikan apa yang kamu inginkan!” jawab Neil, sedikit merasa jengkel, lama-lama Shania yang malah semakin terlihat seperti anak kecil di mata Neil saat ini,
Shania merasa takut, tatapan Neil begitu dingin. Yang ada di dalam pikirannya, jika sampai Neil berbuat nekat dan menyentuhnya, maka bisa dikatakan ia benar-benar melakukan perselingkuhan dengan seorang pemuda yang jauh lebih pantas menjadi putranya."A-Aku sudah membayarmu?" Shania bertanya, berusaha memastikan apa memang dia benar-benar membayar Neil, "Katakan!""Ya, tadi saat kamu mabuk, kamu menyuruhku mengambil sejumlah uang di dalam dompet milikmu. Aku memberikannya pada Marion, pemilik klub malam.""Kamu baru memberikan uang muka," kata Neil. Tentu saja itu tidak benar, tadi Shania benar-benar tidak sadarkan diri dan belum memberikan apa pun pada Neil, itu hanya akal-akalan saja di kepala Neil. Ia tidak ingin melepaskan wanita cantik yang berada di bawah tubuhnya saat ini.Shania mendorong tubuh Neil menjauh darinya, tetapi rasanya sia-sia saja karena Neil tidak bergeser sedikit pun, "Urusan kamu dan aku seharusnya sudah selesai, Bocah. Aku ... aku tidak bisa melakukannya denga
Dari pada mendengar Shania terus merengek dan memohon agar Neil tidak melakukan apa pun, pemuda berinisiatif mengantarkan Shania kembali ke rumah, lalu dirinya pun akan kembali ke bar, menghilangkan penat.Taksi yang mereka tumpangi berhenti di sebuah rumah yang megah, “Jadi di sini rumahmu? Oh, maaf, maksudku, rumah suamimu?” Neil memperhatikan rumah Shania yang besar dan megah, tetapi sepertinya sepi, bahkan lampu taman pun tidak dinyalakan.Untuk kembali ke rumah tersebut terasa enggan bagi Shania, tapi apa yang bisa ia lakukan. Untuk sementara, mungkin ia akan tetap kembali ke sana sampai Thomas benar-benar menceraikan dan mengusir dirinya."Bukan rumahku, tapi calon mantan suamiku," jawab Shania. Ia keluar dari dalam taksi, Neil pun mengekor di belakangnya.“Kamu tidak mau mengundangku masuk?” tanya Neil seraya menarik pergelangan tangan Shania.“Bocah, sebaiknya kamu pulang. Anggap saja ... kamu dan aku tidak pernah saling mengenal. Apa yang aku lakukan malam ini adalah sebuah k
Marion bisa memahami apa yang dirasakan Neil saat ini, pemuda itu merasa kecewa dengan keluarganya. Menurut Neil, satu-satunya keluarga yang menyayangi dirinya hanyalah kakeknya. Neil kabur dari rumah karena perusahaan milik keluarga ingin diberikan padanya oleh Newton, kakek kesayangan Neil. Jika ia sampai menerima, tentu akan menyebabkan perselisihan besar di dalam keluarga."Ma'am, mungkin aku tidak akan pernah kembali ke sana. Aku merasa lebih nyaman berada di antara kalian," kata Neil, lalu meletakkan kepalanya di pundak Marion. Ya, ia merasa jauh lebih nyaman dan memiliki keluarga bersama Marion dan rekan-rekan seprofesinya. Paman dan ayahnya sama saja, semua ... menganggap Neil tidak berguna, tidak pantas untuk mendapatkan posisi yang diberikan Newton."Neil," ucap Marion dengan lembut sambil memandang wajah pemuda itu dengan penuh perhatian. "Aku mengerti betul perasaanmu. Merasa kecewa oleh orang yang seharusnya menjadi keluargamu bisa sangat menyakitkan. Aku bisa melihat b
"Ish ... aku sudah mengatakan padamu, Nona Carla. Aku tidak akan menuruti apa yang kamu inginkan, kenapa sulit sekali memberikan pemahaman kepadamu?" ucap Neil. Kesal, jengkel, dan berharap bisa menutup hubungan telepon secepatnya. Bukannya menyudahi pembicaraan, wanita itu justru tertawa, lalu ia berkata, "Aku sudah berada di bar, jadi apa aku harus pulang? Demi kamu, aku datang. Apa kah tidak ada pengecualian, Neil?" Neil memutar tubuhnya ke belakang, mencari sosok yang sedang berbicara di telepon dengannya. Benar saja, Carla sedang bersandar di dekat pintu masuk, begitu melihat Neil sedang memandang ke arahnya, wanita itu melambaikan tangannya. Menjengkelkan, kenapa wanita selalu saja sulit untuk diberitahu!"Awh ... jadi begitu? Aku tetap harus melayanimu? Atau begini saja, aku tahu siapa yang bisa melayanimu. Sama tampan dan menariknya dengan diriku," kata Neil. Ia berusaha mengalihkan perhatian Carla padanya, sungguh saat ini Neil sedang malas melakukan hal apa pun. Carla te
"Kau kenapa?" tanya Neil, wajahnya seketika bingung saat melihat Shania terdiam, apakah ada yang salah dengan ucapannya barusan?Deg!Raut wajah Shania seketika berubah saat Neil menyebutkan siapa nama wanita yang tadi disebut di hadapan mereka berdua. "Oh, pasti dia mencarimu karena dia menginginkan pelayanan darimu, kan?"Terdengar sekali dari nada bicara Shania, wanita itu saat itu seperti sedang cemburu.Ehm, cemburu?Neil mengulum senyumnya, dia tidak ingin percaya diri berlebih terlebih dahulu meski dia yakin sekali saat ini memang Shania merasa cemburu pada Catherine, biar saja untuk sementara Neil tidak akan menampik apa pun. Ia ingin tahu, apa reaksi Shania selanjutnya.Tidak, dia tidak bermaksud mengerjai Shania, tapi dicemburui seperti ini sangat menyenangkan bagi pemuda tengil satu ini."Marcus, apa saja yang dia katakan padamu kemarin? Aku memang sudah lama tidak bertemu Catherine, pasti dia ingin berbincang-bincang denganku. Secara keseluruhan, dia itu wanita yang baik,"
Cukup lama Neil terdiam, berusaha mencerna ucapan Shania. Ia percaya pada Shania tidak akan mungkin menyakiti dirinya. Wanita itu terlalu lembut, apa mungkin tega melakukannya?"Aku yakin, kau tidak akan pernah menyakitiku, Shan." Kata-kata Neil itu sebetulnya hanya sebuah penghiburan terhadap dirinya sendiri, takut menerima kenyataan jika suatu saat Shania benar-benar melakukannya.Shania tidak tahu apakah dia harus tertawa atau menangis mendengar ucapan Neil barusan. Bisa seperti itu ya? Neil mempercayai dirinya, padahal dia dan Neil belum lama mengenal satu sama lain, apakah pemuda itu terlalu naif?Neil tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Shania dan apa yang wanita itu rencanakan. "Aku hanya ingin tahu, bagaimana jika sewaktu-waktu aku menyakiti, lalu membohongimu, apakah kau juga akan membenciku?" Shania ingin memastikan seperti apa perasaan Neil jika suatu hari semua terjadi seperti yang baru saja diucapkan Shania padanya.Untuk sejenak pemnuda itu merenung, kedua matany
Shania baru saja keluar dari dalam ruangannya, satu orang pasien terakhir sudah berlalu sejak beberapa menit yang lalu, Shania terlihat menawan di mata Neil, dengan rambut yang dikuncir kuda dan riasan tipis di wajahnya."Apakah sudah tidak ada pasien lain, Shan?" tanya Neil, karena dia tidak tahu apakah saat ini Shania menemuinya karena mengambil jeda sebentar, atau memang jam kerjanya benar-benar telah berakhir."Kau tidak perlu khawatir, jam kerjaku sudah selesai, lalu sekarang kau bisa mengatakan ke mana kau akan mengajakku? Aku tidak bisa pergi terlalu lama karena aku harus mengambil pakaianku di rumah mertuaku," kata Shania."Bagaimana kalau aku ajak kau pergi ke kafe milikku? Hm ... aku akan membuatkan secangkir kopi spesial untukmu, ok?" Neil menjawab pertanyaan Shania. "Kafe milikmu? Memangnya kau memiliki kafe?" Shania terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan Neil, apa pemuda ini sedang membohonginya? "Ya, aku memiliki kafe tidak jauh dari pusat kota. Kau pikir, aku ak
Shania memutuskan untuk mengambil setengah dari pakaian yang ia miliki dan memindahkan ke rumah Misa, masalahnya, ia merasa dirinya sudah tidak lagi dibutuhkan di rumah milik Thomas, lagi pula, pria itu sudah tidak lagi menghubungi dirinya seperti yang biasa dilakukan oleh Thomas dulu."Misa, nanti sepulang bekerja aku tidak akan langsung kembali ke rumahku, aku harus mengambil pakaian dan juga perhiasan milikku, setidaknya aku bisa menjual perhiasan jika aku membutuhkan uang untuk membekali hidupku," kata Shania. Sejujurnya Shania tidak sampai kekurangan seperti ini, ia hanya mengantisipasi saja, tidak selamanya seseorang berada di atas, bisa saja tiba-tiba ia ditimpa kemalangan. 'kan?"Kau berhati-hati lah, Shan, apa perlu aku temani?" tanya Misa. Sejujurnya, dengan situasi Shania, Misa benar-benar mengkhawatirkan wanita cantik itu."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri, Misa. Kau langsung saja kembali ke rumah, aku akan ke sana, tidak memakan waktu, aku hanya akan membawa be
"Bagus, kalau kau mengabulkannya, maka aku tidak akan berbuat macam-macam pada dirimu, kau paham?" Donna pun tertawa. Berbuat macam-macam? Thomas lebih baik berpikir 1000 kali daripada dia terkena masalah nantinya. Dia tidak ingin menambah masalah yang sudah ada dengan masalah baru. "Kau tenang saja, aku tidak akan berbuat macam-macam yang bisa membuatmu kesal. Beberapa hari lagi kau bisa pindah ke rumahku, tentu saja aku akan mengenalkanmu pada ibuku, Donna." Thomas ingin membuat kemarahan Donna reda, agar dia tidak perlu mendengarkan celotehan-celotehan wanita itu lagi. Sudah cukup pusing dibuatnya hari ini oleh Donna. "Sekarang apa lagi yang ingin kau katakan, Donna, apakah ada hal lain?" Thomas dibuatnya tidak bisa fokus dengan apa yang dikerjakan olehnya. Donna seperti sedang memantau pekerjaannya, dan ini benar-benar menjengkelkan bagi Thomas. "Tidak ada, aku ingin pulang bersamamu, apakah kau merasa keberatan jika aku pulang dengan calon suamiku sendiri? Aku tidak mau ka
Donna baru saja turun dari mobil mewahnya, dia membuka kacamata hitam yang menutupi wajahnya. Lalu dia pun masuk ke dalam rumah sakit, wanita itu akan mendatangi Thomas untuk menanyakan masalah pernikahan mereka berdua, sekaligus memberitahukan sebuah kejutan yang pasti bisa membuat Thomas mati berdiri. "Hm, kau harus melakukan sesuatu, Thomas. Menceraikan Shania dan segera menikahiku," ucap Donna seraya melangkah dengan mantap ke arah lift. Bayangan-bayangan indah mengenai pernikahan mewah dan lainnnya sudah ada di dalam pikiran Donna. Dia tidak mau tahu, pernikahan itu harus segera terjadi, jadi dia ingin memastikan kapan mereka bisa menentukan tanggal dan bulan. Beberapa orang memerhatikan Donna saat wanita itu melintas masuk ke dalam rumah sakit. Misa kebetulan baru saja hendak keluar, dan dia pun tidak lupu memerhatikan Donna, terlebih ketika wanita itu masuk ke dalam ruangan Thomas. "Siapa wanita itu?" Misa secara diam-diam saat Donna berdiri dan mengetuk pintu Thomas dia s
"Aku ingin kau membantuku melepaskan pakaian untuk mencoba lingerie ini, Donovan," kata Carla pada Donovan."Oh tentu saja, dengan senang hati aku akan membantumu," jawab Donovan tanpa ada rasa canggung. Carla bisa membayangkan sebentar lagi mereka berdua akan melakukan sesuatu yang tidak biasa.Donovan mulai melepaskan blazer, lalu dari arah belakang kedua tangannya mulai bergerak melepaskan kancing demi kancing kemeja yang dipakai Carla, setelah dia membuka kemeja tersebut, dan memperlihatkan tubuh bagian atas Carla."Carla, aku benar-benar akan menelanjangimu di sini, kau tahu aku akan melakukannya, kuharap kau jangan bersuara dengan keras, ok?" bisik Donovan, sementara kedua tangannya dari arah belakang sibuk menyentuh bagian dada Carla."Kalau aku tidak mau menahan desahanku, lalu apa yang akan kamu lakukan?" goda Carla dengan nada suara yang terdengan manja dan menggelitik Donovan. Rasanya benar-benar tidak sabar untuk tidak menikmati tubuh Carla, wanita itu sudah meruntuhkan pe
Carla pun memang sempat menginginkan Neil, dan kali ini ia pun kembali berpikir, jika saja Donovan masih belum kelihatan juga sampai nanti, maka ia akan mencoba bernegosiasi pada pemuda tampan yang terlihat begitu menggairahkan di matanya. Postur tubuh Neil benar-benar membuat debaran jantung Carla berdetak cepat tidak menentu.Dari atas panggung sendiri, Neil menyadari jika saat ini Carla tengah menatap intens ke arahnya. Begitu tatapan keduanya bertemu, dengan cepat Neil memalingkan wajah, wanita seperti Carla memang sangat menggoda. Ia ingat saat melayani Carla, wanita itu benar-benar liar di atas ranjang, tubuhnya yang seksi menggairahkan tidak bisa dipungkiri tentu menjadi idaman setiap lelaki mana pun.Sepertinya keinginan Carla tidak akan terkabul untuk bisa berkencan dengan Neil, sebab Donovan yang ia tunggu-tunggu sebelumnya pada akhirnya tiba di lokasi dan bergegas mendekati Carla."Carla?"Wanita itu menoleh, saat tahu ada Donovan di dekatnya dia pun melengos, kesal karena
Misa merasakan ada sesuatu yang lain dari Shania, sorot mata wanita yang terbiasa lembut itu kini begitu tajam dan menusuk baginya, seperti bukan dirinya saja. "Aku ingin tahu, apa yang kamu maksud dengan ..., kamu memiliki rencanamu sendiri, Shan?" Misa bertanya dengan begitu hati-hati, dia tahu saat ini Shania sedang dalam keadaan kesal, apalagi jika sudah membicarakan pengkhianatan Thomas padanya, sulit membuat Shania untuk tenang.Kesetiaan yang dia berikan dibalas dengan sebuah pengkhianatan yang sangat menyakitkan, tentu saja siapa pun pasti tidak akan bisa menerimanya. Shania memajukan posisi tubuhnya, lalu menjawab, "Iya, aku sudah memiliki rencanaku sendiri. Aku akan membalas Thomas dan juga wanita jalang yang sudah membuat aku jatuh terpuruk seperti ini, Misa."Baru kali ini Misa melihat wajah Shania yang begitu berbeda, tatapan wanita itu sangat dingin, tidak seperti biasa yang terlihat sangat hangat dan teduh. "Shan, kamu pikirkan kembali, jangan sampai dirimu terbalut d