Carla menyentuh dada bidang Neil, lalu mengusapnya, tidak bisa dia percaya tubuh seorang pemuda berusia 19 tahun bisa begitu sempurna, otot-otot tercetak sempurna. Neil sendiri membiarkan Carla menyentuhnya, mempersilakan jari-jari lentik menari dari dada menuju ke bagian bawah perut.
"Apa kamu yakin bisa memuaskanku, Neil?" tanya Carla dengan nada menantang.
"Nona ...."
"Carla Stanford, itu namaku."
"Ya, jika kamu tidak merasa puas, maka kamu bisa mendapatkan uangmu kembali. Usiaku memang jauh lebih muda darimu, Nona Carla. Tetapi tidak dengan pengalamanku," kata Neil dengan bangganya, lalu ia meminta ijin pada Carla untuk pergi berpakaian lebih dulu.
Pemuda tampan pujaan para gadis dan wanita kesepian itu pun melangkah meninggalkan Carla yang terus menatap dirinya tanpa berkedip sama sekali. Marion sendiri mengasuh Neil sudah sejak tiga tahun lalu semenjak pemuda itu terlihat menyedihkan duduk di depan klub malam.
Marion tidak pernah menyangkan saat itu Neil baru berusia 16 tahun, dan ... dia membawanya masuk ke dalam klub malam, memberikan pekerjaan sebagai seorang waiter, rupanya Neil tidak merasa puas, ia mencintai uang sama seperti Marion.
"Kamu ... tahu berapa tarifnya satu malam?" Anak emas milik Marion memiliki harga yang berbeda dengan yang lain.
"Aku tidak peduli berapa tarifnya, aku menyukai Neil, dia sesuai dengan kriteriaku, jadi berapa pun harga yang kamu berikan ... aku akan membayarnya, ok?"
Wow ... wanita di hadapan Marion bukan hanya banyak uang, tetapi juga sedikit angkuh.
"Ok, satu hal ... tidak akan ada pengulangan, satu kali pembayaran, satu kali transaksi. Jadi jangan memberikan lebih dengan iming-iming untuk transaksi berikutnya, karena pemuda itu bukan pemuda biasa yang mau menerima tamu sama seperti anak-anakku yang lain," kata Marion pada Carla.
Oh, Carla tidak terlalu memusingkan masalah itu, dia memiliki caranya sendiri untuk bisa membuat seseorang menuruti keinginannya.
Marion meninggalkan Carla seorang diri di meja, lalu ia pun menyusul Neil ke ruang ganti pakaian. Sebetulnya Marion kurang menyukai Carla, hanya saja pelanggan tetaplah pelanggan, mereka adalah raja bagi penjual, dan dalam hal ini Neil ada lah seorang penjual jasa kenikmatan!
Pintu ruang ganti terbuka lebar, dia tidak peduli beberapa pasang menatapnya, karena sudah terbiasa melihat tubuh-tubuh telanjang para host dancer di klub malam, lagi pula Marion sama sekali tidak bernafsu untuk bercinta dengan mereka, kekasihnya jauh lebih hot dibandingkan penari-penari muda berwajah tampan bertubuh atletis, menurut Marion sendiri.
"Neil, kamu akan melayaninya, kan? Sebaiknya siapkan pengaman, aku yakin dia bukan tipe wanita yang ingin repot-repot menelan pil pencegah kehamilan, dari caranya berbicara, Carla adalah wanita yang dominan, hati-hati kamu terjerat oleh pesonanya," kata Marion.
Neil hanya tertawa, membuat Marion menjadi bingung kenapa pemuda itu malah menertawakan dirinya? Apa barusan dia salah bicara?
"Ma'am, perlu kamu tahu, aku seorang pelacur, itu benar. Tapi ... aku tidak tertarik dengan wanita seperti Carla," lalu Neil memainkan bola matanya, "tipeku ... wanita keibuan, seperti dirimu. Sayangnya, kamu tidak pernah mau aku ajak bercinta, Ma'am."
Marion dengan cepat memukul belakang kepala Neil, ada yang rusak dengan otak pemuda labil itu. "Gila, aku tidak pernah berniat bercinta dengan anak-anak asuhku, mau setampan apa pun wajahmu, bercinta denganmu membuat ku seperti seorang pedofil!"
"Tipeku seperti ...." Teringat oleh Neil perawat cantik berwajah keibuan yang ditemuinya di rumah sakit, "seperti wanita berprofesi dokter yang aku temui di rumah sakit kemarin."
Wajahnya yang cantik, dengan tatapan yang begitu teduh, jujur saja ... Neil jatuh cinta pada pandangan pertama, meski ia tahu usia wanita berprofesi dokter itu jauh lebih tua darinya, tapi dia sama sekali tidak peduli!
"Bermimpi saja sampai besok pagi, Neil. Yang harus kamu lakukan saat ini melayani keinginan Clara, CEO dari Stanford Company, sekarang bersiaplah, puaskan dia di atas ranjang," ucap Marion, lalu ia pun berlalu dari hadapan Neil.
Neil hanya bisa menghela napas panjang, wanita mana pun jika sudah berhadapan dengan uang, pasti mereka akan menjadi sangat manis, Marion pun sama, setelah tahu Carla membayarnya dengan jumlah yang sangat besar, ia langsung meminta Neil melayani wanita itu sebaik-baik mungkin!
Pemuda tampan dengan pesonanya yang tidak biasa mendekati Carla yang sedang duduk seorang diri di sebuah meja. Penampilannya ... memang membuat pria mana pun tidak bisa menahan diri untuk tidak mencoba untuk menyentuhnya.
Carla sangat cantik, tubuhnya proporsional, tetapi sorot mata dan juga wajahnya terlihat sangat dingin. Entah apa Neil bisa memuaskan wanita dingin sepertinya?
"Hai, kita bisa pergi sekarang?" tanya Neil.
"Mengapa harus terburu-buru, Neil?" balas Carla, acuh tak acuh.
"Bukankah kamu tipe wanita yang tidak sabar? Buktinya ... kamu langsung mengirimkan pembayaran kepada Marion untuk mendapatkanku, jadi aku sudah bisa memastikan, kamu bukan tipe wanita yang bisa sabar menunggu untuk dilayani," tebak Neil. Usianya memang masih sangat muda, tetapi bisa dipastikan, Neil mampu menghangatkan ranjang dan juga memberikan kepuasan, bahkan jauh lebih memuaskan dari pria yang usianya di atas dirinya.
Carla suka dengan cara bicara Neil yang frontal tetapi terdengar seksi di telinganya, laki-laki seperti ini mampu memancing gairahnya. Satu tangan Carla bergerak mengusap wajah Neil, jari-jarinya bermain nakal di wajah Neil, lalu dengan cepat Neil menangkap jari telunjuk Carla, menggigitnya pelan, lalu mengisapnya.
"Jangan terlalu lama menggoda, aku lebih suka kita langsung pada inti permainan saja," bisik Neil nakal!
...
Shania sedang memanjakan dirinya di dalam bathtub, malam ini adalah perayaan hari jadi pernikahan mereka yang ke-12 tahun, Thomas mengatakan jika ia akan mengajak Shania merayakan di sebuah restoran mewah tidak jauh dari rumah.
"Shania, segeralah berpakaian, kita harus segera ke restoran. Aku takut restoran akan tutup, padahal aku sudah mereservasi tempat dan meminta mereka menghiasnya dengan indah," kata Thomas dari luar pintu kamar mandi.
Ucapan itu membuat Shania segera membersihkan sisa sabun yang menempel pada tubuhnya. Meskipun keduanya sama-sama dipenuhi kesibukan, Shania selalu berpikir bahwa pernikahan mereka baik-baik saja. Di mata wanita itu, Thomas adalah sosok pria sempurna karena selama ini, Thomas selalu memberikan bukti nyata atas kasih sayang dan cinta yang begitu besar.
Cukup lama Shania merapikan diri. Setelahnya ia turun dari lantai dua menuju ke ruang tengah, namun, tanpa sengaja ia berhenti di depan pintu ketika mendengar Thomas sedang berbicara dengan Stefany, ibunya.
"Bu, bisakah Ibu tidak perlu mengulang-ulang mengenai memiliki anak? Aku sudah benar-benar lelah mendengarnya!" seru Thomas.
"Oh Tuhan, wanita itu mandul dan kamu masih saja mempertahankannya? Entah apa yang ada di dalam otakmu, Thomas! Apa kamu tahu, setiap kali aku ditanyakan oleh teman-temanku, lalu di acara keluarga, aku selalu harus mengelak dengan mengatakan ... kalian belum merencanakan ingin memiliki anak, karena kalian masih ingin selalu berdua!"
"Sudah, Ibu gak perlu khawatir!" Thomas meraih jas yang ia sempat letakkan di atas sofa, "aku punya rencana sendiri mengenai masalah ini. Jadi Ibu hanya terima beres saja, paham?"
Thomas memberikan sebuah cincin berlian pada Shania, kedua mata wanita itu berkaca-kaca saat menerimanya. Thomas mencintainya! Pikir Shania. "Kamu duduk di sini sebentar, jika kamu ingin menikmati hidangannya lebih dulu, maka nikmatilah, aku harus ke toilet sebentar," kata Thomas. Sejak tadi ponsel miliknya terus bergetar di dalam saku, dan ia tahu siapa yang begitu tidak sabar menghubunginya. Donna! Sudah pasti wanita yang selama beberapa bulan ini menggantikan Shania memberikan kehangatan dan juga kepuasan di atas ranjang. Shania menurut, ia membiarkan Thomas berlalu dari hadapannya. Pria itu pun segera mengeluarkan ponselnya lalu mengangkat panggilan telepon yang sejak tadi ia abaikan karena merasa tidak enak hati jika harus mengangkatnya di hadapan Shania. "Ada apa? Ya, aku akan segera keluar menemuimu, ya ... ya, Shania ada bersamaku, aku akan memberitahukannya hari ini mengenai hubunganmu denganku, Donna. Bersabarlah!" ketus Thomas. Kesal karena wanita itu selalu saja tidak
Neil yang terbiasa menggoda wanita, begitu diberikan sebuah ciuman yang sangat mendadak dari wanita tersebut mendadak terpaku di tempatnya, tidak bisa melakukan apa pun. "Sepertinya aku mengenal wajahmu," kata wanita itu seraya menunjuk Neil. Neil sendiri hanya mengerjapkan kedua matanya, merasa apa yang ia lihat saat ini adalah sebuah mimpi yang menjadi nyata. "Dok?" Dalam keadaan setengah mabuk, wanita yang ternyata Shania, pun terkejut begitu melihat wajah Neil. "Bocah? Sebentar ... kamu mengikuti aku?" tuduhnya. Shania mendorong dada bidang Neil, lalu bergegas menjauhkan diri, "Kenapa kamu memeluk aku, Bocah?" "Ya Tuhan, siapa yang memeluk kamu? Tiba-tiba saja kamu yang langsung menciumku, Dok. Sekarang katakan padaku, kenapa kamu mabuk?" Neil merasa Tuhan sangat menyayangi dirinya, harapan selama beberapa hari ini akhirnya dikabulkan. Shania sendiri kembali duduk di trotoar, tubuh masih sempoyongan, dandanannya sendiri benar-benar berantakan, entah apa yang terjadi, Neil tidak
Bukannya terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan Neil, Shania justru tertawa mengira jika Neil sedang melemparkan lelucon murahan padanya."Kamu gigolo? Hei ... usiamu masih sangat muda, bagaimana mungkin?" Sedang mabuk, lalu Neil berkata seperti itu, membuat Shania geli dan terus tertawa. Neil hanya bisa mengembuskan napas dengan berat, ya sudah kalau tidak percaya, pikirnya."Aku mengatakan yang sebenarnya, jika kamu ingin mencari pria hanya untuk membalas perbuatan suamimu, maka aku orang yang tepat," kata Neil. Tidak akan mungkin ia membiarkan Shania jatuh ke tangan pria lain. Dia tertarik dengan wanita yang tengah mabuk dan meracau tidak jelas sejak tadi, jadi bagaimana mungkin merelakan Shania ada di dalam pelukan laki-laki selain dirinya?Shania terkekeh geli mendengar ucapan Neil, ia menganggap Neil itu sama mabuknya dengan dia. "Kamu juga pasti sedang mabuk, sekarang bantu aku berdiri, kita akan bersenang-senang di bar, Bocah! Ayo bantu aku!" Shania mengulurkan satu tan
Neil pun membawa Shania menuju ke sebuah hotel yang biasa ia datangi setiap kali ia akan memberikan pelayanannya. Hotel ini bagus menurutnya, memiliki fasilitas yang lengkap dan juga ... nyaman!Ya, bukan kah untuk memuaskan seorang wanita juga diperlukan sebuah kenyamanan, termasuk pemilihan tempatnya?"Double room saja, aku harus membawa wanita ini, dia sudah sangat mabuk," ucap Neil pada seorang wanita yang berada di meja resepsionis. Wanita itu terus saja memperhatikan Neil, wajahnya terlihat muram, ada rasa iri di dalam hatinya setiap kali melihat Neil membawa perempuan ke hotel tersebut, ia berharap andai saja dirinya yang berada di dalam dekap hangat seorang Neil!Padahal dia sendiri pernah merasakan kehangatan yang diberikan Neil sebelumnya."Lana?""Oh, ya ... double room?" ulang wanita itu. Keduanya memang sudah saling mengenal."Come on, Lana. Apa kamu tidak bisa bekerja lebih cepat, wanita ini mabuk, aku merasa kasihan padanya. Belum lagi tubuhnya cukup berat, aku pun haru
Bukannya diam, Shania justru semakin menangis kencang, membuat Neil meringis mendengar tangisan tidak jelas dari wanita di bawah tubuhnya itu.“Hei, Dok. Kalau kamu terus menangis seperti ini, lama-lama kamu bisa membuatku gila! Kamu ini menyewaku untuk mendengar tangisanmu atau kamu ingin aku memuaskanmu?” Neil mengusap airmata Shania dengan jempolnya, wajah Shania benar-benar telah memikat seorang bocah seperti Neil, iya bocah, bagi Shania dia adalah bocah menyebalkan!Shania terus saja menggerung, tanpa memedulikan pertanyaan Neil, karena kesal, Neil pun menutup mulut Shania dengan sebuah ciuman kasar, dia tidak bisa melihat seorang wanita menangis terlalu lama.“Ehmph! Hah!” Shania menggigit bibir Neil.“Aw! Kamu ... kenapa menggigit?”“Kamu ... kamu ingin memperkosaku?”“Hah? Kau gila? Dok, kamu yang membeli jasa, aku hanya memberikan apa yang kamu inginkan!” jawab Neil, sedikit merasa jengkel, lama-lama Shania yang malah semakin terlihat seperti anak kecil di mata Neil saat ini,
Shania merasa takut, tatapan Neil begitu dingin. Yang ada di dalam pikirannya, jika sampai Neil berbuat nekat dan menyentuhnya, maka bisa dikatakan ia benar-benar melakukan perselingkuhan dengan seorang pemuda yang jauh lebih pantas menjadi putranya."A-Aku sudah membayarmu?" Shania bertanya, berusaha memastikan apa memang dia benar-benar membayar Neil, "Katakan!""Ya, tadi saat kamu mabuk, kamu menyuruhku mengambil sejumlah uang di dalam dompet milikmu. Aku memberikannya pada Marion, pemilik klub malam.""Kamu baru memberikan uang muka," kata Neil. Tentu saja itu tidak benar, tadi Shania benar-benar tidak sadarkan diri dan belum memberikan apa pun pada Neil, itu hanya akal-akalan saja di kepala Neil. Ia tidak ingin melepaskan wanita cantik yang berada di bawah tubuhnya saat ini.Shania mendorong tubuh Neil menjauh darinya, tetapi rasanya sia-sia saja karena Neil tidak bergeser sedikit pun, "Urusan kamu dan aku seharusnya sudah selesai, Bocah. Aku ... aku tidak bisa melakukannya denga
Dari pada mendengar Shania terus merengek dan memohon agar Neil tidak melakukan apa pun, pemuda berinisiatif mengantarkan Shania kembali ke rumah, lalu dirinya pun akan kembali ke bar, menghilangkan penat.Taksi yang mereka tumpangi berhenti di sebuah rumah yang megah, “Jadi di sini rumahmu? Oh, maaf, maksudku, rumah suamimu?” Neil memperhatikan rumah Shania yang besar dan megah, tetapi sepertinya sepi, bahkan lampu taman pun tidak dinyalakan.Untuk kembali ke rumah tersebut terasa enggan bagi Shania, tapi apa yang bisa ia lakukan. Untuk sementara, mungkin ia akan tetap kembali ke sana sampai Thomas benar-benar menceraikan dan mengusir dirinya."Bukan rumahku, tapi calon mantan suamiku," jawab Shania. Ia keluar dari dalam taksi, Neil pun mengekor di belakangnya.“Kamu tidak mau mengundangku masuk?” tanya Neil seraya menarik pergelangan tangan Shania.“Bocah, sebaiknya kamu pulang. Anggap saja ... kamu dan aku tidak pernah saling mengenal. Apa yang aku lakukan malam ini adalah sebuah k
Marion bisa memahami apa yang dirasakan Neil saat ini, pemuda itu merasa kecewa dengan keluarganya. Menurut Neil, satu-satunya keluarga yang menyayangi dirinya hanyalah kakeknya. Neil kabur dari rumah karena perusahaan milik keluarga ingin diberikan padanya oleh Newton, kakek kesayangan Neil. Jika ia sampai menerima, tentu akan menyebabkan perselisihan besar di dalam keluarga."Ma'am, mungkin aku tidak akan pernah kembali ke sana. Aku merasa lebih nyaman berada di antara kalian," kata Neil, lalu meletakkan kepalanya di pundak Marion. Ya, ia merasa jauh lebih nyaman dan memiliki keluarga bersama Marion dan rekan-rekan seprofesinya. Paman dan ayahnya sama saja, semua ... menganggap Neil tidak berguna, tidak pantas untuk mendapatkan posisi yang diberikan Newton."Neil," ucap Marion dengan lembut sambil memandang wajah pemuda itu dengan penuh perhatian. "Aku mengerti betul perasaanmu. Merasa kecewa oleh orang yang seharusnya menjadi keluargamu bisa sangat menyakitkan. Aku bisa melihat b
"Kau kenapa?" tanya Neil, wajahnya seketika bingung saat melihat Shania terdiam, apakah ada yang salah dengan ucapannya barusan?Deg!Raut wajah Shania seketika berubah saat Neil menyebutkan siapa nama wanita yang tadi disebut di hadapan mereka berdua. "Oh, pasti dia mencarimu karena dia menginginkan pelayanan darimu, kan?"Terdengar sekali dari nada bicara Shania, wanita itu saat itu seperti sedang cemburu.Ehm, cemburu?Neil mengulum senyumnya, dia tidak ingin percaya diri berlebih terlebih dahulu meski dia yakin sekali saat ini memang Shania merasa cemburu pada Catherine, biar saja untuk sementara Neil tidak akan menampik apa pun. Ia ingin tahu, apa reaksi Shania selanjutnya.Tidak, dia tidak bermaksud mengerjai Shania, tapi dicemburui seperti ini sangat menyenangkan bagi pemuda tengil satu ini."Marcus, apa saja yang dia katakan padamu kemarin? Aku memang sudah lama tidak bertemu Catherine, pasti dia ingin berbincang-bincang denganku. Secara keseluruhan, dia itu wanita yang baik,"
Cukup lama Neil terdiam, berusaha mencerna ucapan Shania. Ia percaya pada Shania tidak akan mungkin menyakiti dirinya. Wanita itu terlalu lembut, apa mungkin tega melakukannya?"Aku yakin, kau tidak akan pernah menyakitiku, Shan." Kata-kata Neil itu sebetulnya hanya sebuah penghiburan terhadap dirinya sendiri, takut menerima kenyataan jika suatu saat Shania benar-benar melakukannya.Shania tidak tahu apakah dia harus tertawa atau menangis mendengar ucapan Neil barusan. Bisa seperti itu ya? Neil mempercayai dirinya, padahal dia dan Neil belum lama mengenal satu sama lain, apakah pemuda itu terlalu naif?Neil tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Shania dan apa yang wanita itu rencanakan. "Aku hanya ingin tahu, bagaimana jika sewaktu-waktu aku menyakiti, lalu membohongimu, apakah kau juga akan membenciku?" Shania ingin memastikan seperti apa perasaan Neil jika suatu hari semua terjadi seperti yang baru saja diucapkan Shania padanya.Untuk sejenak pemnuda itu merenung, kedua matany
Shania baru saja keluar dari dalam ruangannya, satu orang pasien terakhir sudah berlalu sejak beberapa menit yang lalu, Shania terlihat menawan di mata Neil, dengan rambut yang dikuncir kuda dan riasan tipis di wajahnya."Apakah sudah tidak ada pasien lain, Shan?" tanya Neil, karena dia tidak tahu apakah saat ini Shania menemuinya karena mengambil jeda sebentar, atau memang jam kerjanya benar-benar telah berakhir."Kau tidak perlu khawatir, jam kerjaku sudah selesai, lalu sekarang kau bisa mengatakan ke mana kau akan mengajakku? Aku tidak bisa pergi terlalu lama karena aku harus mengambil pakaianku di rumah mertuaku," kata Shania."Bagaimana kalau aku ajak kau pergi ke kafe milikku? Hm ... aku akan membuatkan secangkir kopi spesial untukmu, ok?" Neil menjawab pertanyaan Shania. "Kafe milikmu? Memangnya kau memiliki kafe?" Shania terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan Neil, apa pemuda ini sedang membohonginya? "Ya, aku memiliki kafe tidak jauh dari pusat kota. Kau pikir, aku ak
Shania memutuskan untuk mengambil setengah dari pakaian yang ia miliki dan memindahkan ke rumah Misa, masalahnya, ia merasa dirinya sudah tidak lagi dibutuhkan di rumah milik Thomas, lagi pula, pria itu sudah tidak lagi menghubungi dirinya seperti yang biasa dilakukan oleh Thomas dulu."Misa, nanti sepulang bekerja aku tidak akan langsung kembali ke rumahku, aku harus mengambil pakaian dan juga perhiasan milikku, setidaknya aku bisa menjual perhiasan jika aku membutuhkan uang untuk membekali hidupku," kata Shania. Sejujurnya Shania tidak sampai kekurangan seperti ini, ia hanya mengantisipasi saja, tidak selamanya seseorang berada di atas, bisa saja tiba-tiba ia ditimpa kemalangan. 'kan?"Kau berhati-hati lah, Shan, apa perlu aku temani?" tanya Misa. Sejujurnya, dengan situasi Shania, Misa benar-benar mengkhawatirkan wanita cantik itu."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri, Misa. Kau langsung saja kembali ke rumah, aku akan ke sana, tidak memakan waktu, aku hanya akan membawa be
"Bagus, kalau kau mengabulkannya, maka aku tidak akan berbuat macam-macam pada dirimu, kau paham?" Donna pun tertawa. Berbuat macam-macam? Thomas lebih baik berpikir 1000 kali daripada dia terkena masalah nantinya. Dia tidak ingin menambah masalah yang sudah ada dengan masalah baru. "Kau tenang saja, aku tidak akan berbuat macam-macam yang bisa membuatmu kesal. Beberapa hari lagi kau bisa pindah ke rumahku, tentu saja aku akan mengenalkanmu pada ibuku, Donna." Thomas ingin membuat kemarahan Donna reda, agar dia tidak perlu mendengarkan celotehan-celotehan wanita itu lagi. Sudah cukup pusing dibuatnya hari ini oleh Donna. "Sekarang apa lagi yang ingin kau katakan, Donna, apakah ada hal lain?" Thomas dibuatnya tidak bisa fokus dengan apa yang dikerjakan olehnya. Donna seperti sedang memantau pekerjaannya, dan ini benar-benar menjengkelkan bagi Thomas. "Tidak ada, aku ingin pulang bersamamu, apakah kau merasa keberatan jika aku pulang dengan calon suamiku sendiri? Aku tidak mau ka
Donna baru saja turun dari mobil mewahnya, dia membuka kacamata hitam yang menutupi wajahnya. Lalu dia pun masuk ke dalam rumah sakit, wanita itu akan mendatangi Thomas untuk menanyakan masalah pernikahan mereka berdua, sekaligus memberitahukan sebuah kejutan yang pasti bisa membuat Thomas mati berdiri. "Hm, kau harus melakukan sesuatu, Thomas. Menceraikan Shania dan segera menikahiku," ucap Donna seraya melangkah dengan mantap ke arah lift. Bayangan-bayangan indah mengenai pernikahan mewah dan lainnnya sudah ada di dalam pikiran Donna. Dia tidak mau tahu, pernikahan itu harus segera terjadi, jadi dia ingin memastikan kapan mereka bisa menentukan tanggal dan bulan. Beberapa orang memerhatikan Donna saat wanita itu melintas masuk ke dalam rumah sakit. Misa kebetulan baru saja hendak keluar, dan dia pun tidak lupu memerhatikan Donna, terlebih ketika wanita itu masuk ke dalam ruangan Thomas. "Siapa wanita itu?" Misa secara diam-diam saat Donna berdiri dan mengetuk pintu Thomas dia s
"Aku ingin kau membantuku melepaskan pakaian untuk mencoba lingerie ini, Donovan," kata Carla pada Donovan."Oh tentu saja, dengan senang hati aku akan membantumu," jawab Donovan tanpa ada rasa canggung. Carla bisa membayangkan sebentar lagi mereka berdua akan melakukan sesuatu yang tidak biasa.Donovan mulai melepaskan blazer, lalu dari arah belakang kedua tangannya mulai bergerak melepaskan kancing demi kancing kemeja yang dipakai Carla, setelah dia membuka kemeja tersebut, dan memperlihatkan tubuh bagian atas Carla."Carla, aku benar-benar akan menelanjangimu di sini, kau tahu aku akan melakukannya, kuharap kau jangan bersuara dengan keras, ok?" bisik Donovan, sementara kedua tangannya dari arah belakang sibuk menyentuh bagian dada Carla."Kalau aku tidak mau menahan desahanku, lalu apa yang akan kamu lakukan?" goda Carla dengan nada suara yang terdengan manja dan menggelitik Donovan. Rasanya benar-benar tidak sabar untuk tidak menikmati tubuh Carla, wanita itu sudah meruntuhkan pe
Carla pun memang sempat menginginkan Neil, dan kali ini ia pun kembali berpikir, jika saja Donovan masih belum kelihatan juga sampai nanti, maka ia akan mencoba bernegosiasi pada pemuda tampan yang terlihat begitu menggairahkan di matanya. Postur tubuh Neil benar-benar membuat debaran jantung Carla berdetak cepat tidak menentu.Dari atas panggung sendiri, Neil menyadari jika saat ini Carla tengah menatap intens ke arahnya. Begitu tatapan keduanya bertemu, dengan cepat Neil memalingkan wajah, wanita seperti Carla memang sangat menggoda. Ia ingat saat melayani Carla, wanita itu benar-benar liar di atas ranjang, tubuhnya yang seksi menggairahkan tidak bisa dipungkiri tentu menjadi idaman setiap lelaki mana pun.Sepertinya keinginan Carla tidak akan terkabul untuk bisa berkencan dengan Neil, sebab Donovan yang ia tunggu-tunggu sebelumnya pada akhirnya tiba di lokasi dan bergegas mendekati Carla."Carla?"Wanita itu menoleh, saat tahu ada Donovan di dekatnya dia pun melengos, kesal karena
Misa merasakan ada sesuatu yang lain dari Shania, sorot mata wanita yang terbiasa lembut itu kini begitu tajam dan menusuk baginya, seperti bukan dirinya saja. "Aku ingin tahu, apa yang kamu maksud dengan ..., kamu memiliki rencanamu sendiri, Shan?" Misa bertanya dengan begitu hati-hati, dia tahu saat ini Shania sedang dalam keadaan kesal, apalagi jika sudah membicarakan pengkhianatan Thomas padanya, sulit membuat Shania untuk tenang.Kesetiaan yang dia berikan dibalas dengan sebuah pengkhianatan yang sangat menyakitkan, tentu saja siapa pun pasti tidak akan bisa menerimanya. Shania memajukan posisi tubuhnya, lalu menjawab, "Iya, aku sudah memiliki rencanaku sendiri. Aku akan membalas Thomas dan juga wanita jalang yang sudah membuat aku jatuh terpuruk seperti ini, Misa."Baru kali ini Misa melihat wajah Shania yang begitu berbeda, tatapan wanita itu sangat dingin, tidak seperti biasa yang terlihat sangat hangat dan teduh. "Shan, kamu pikirkan kembali, jangan sampai dirimu terbalut d