“Mama--” Bastian hendak berteriak memanggil, tapi terhenti karena Melvin langsung memberi isyarat agar tidak berteriak karena Rihana belum sadar. Bastian pun langsung mengulum bibir, kemudian memandang Rihana yang terbaring di ranjang. Ekspresi wajahnya terlihat bingung, hingga kemudian menatap Melvin. “Mama kenapa?” tanya Bastian dengan polosnya. “Mama kakinya sakit dan masih istirahat, jadi jangan diganggu dulu, ya.” Melvin memberikan penjelasan untuk Bastian. Bastian menatap sendu ke Rihana, dia tidak bisa melihat ibunya itu sakit. Bastian mendekat ke ranjang, berdiri di samping ranjang tepat di bagian kaki, lantas memegang tepian ranjang dengan tatapan tertuju ke kaki Rihana yang dipasang gips. Meski tidak ada retakan di tulang, tapi kaki Rihana mengalami patah tulang, sehingga harus digips untuk masa pemulihan serta agar tidak banyak untuk bergerak. “Kaki Mama kenapa?” tanya Bastian, dia menoleh Melvin dan terlihat bola matanya sudah berkaca-kaca. Mario ikut kasihan melihat
Setelah tertidur selama beberapa jam karena pengaruh obat bius. Rihana pun sadar dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah Bastian. “Mama sudah bangun!” Bastian ternyata sudah menunggu Rihana sejak tadi. Duduk di kursi yang terdapat di samping ranjang tanpa mau bergeser sedikit pun dari tempat itu. Bocah laki-laki itu sangat mencemaskan kondisi Rihana karena takut terjadi sesuatu dengan sang mama. Kini ketika melihat Rihana membuka mata, Bastian pun terlihat begitu bahagia. Melvin yang duduk tidak jauh dari Bastian pun langsung berdiri mendengar Bastian memanggil mama. Dia melihat Rihana yang sudah menggerakkan kepala. “Mama, ini Bas. Mama ingat Bas, ‘kan?” Bastian langsung menggenggam telapak tangan Rihana yang tidak terpasang infus. Pertanyaan bocah itu seolah menganggap Rihana jatuh dan kepalanya membentur sesuatu, padahal kepalanya tidak masalah. Tentu saja pertanyaan Bastian membuat Rihana ingin tertawa, tapi kepalanya masih pusing, sehingga membuatnya menahan tawa karena
“Akh!!”Salsa berteriak dengan keras saat rambutnya ditarik oleh preman wanita yang satu sel dengannya. Bahkan wanita bertato itu mendorong tubuh Salsa sampai membentur dinding. Salsa memekik kesakitan sambil memegang lengan yang membentur dinding.“Gue bilang pijit ya pijit, loe berani sama gue!” geram preman wanita itu.Salsa beringsut, air matanya hendak luruh saat terus menerus mendapatkan penyiksaan dari preman itu. Belum lagi petugas polisi yang seolah tutup mata dengan kejadian yang menimpa dirinya.“Kenapa loe diem? Berani loe sama gue!” Preman itu menginjak kaki Salsa, membuat wanita itu memekik kesakitan.Suara tongkat dipukulkan ke jeruji terdengar nyaring, membuat preman wanita dan Salsa menoleh bersamaan ke arah polisi. Preman itu langsung menjauh dari Salsa, tapi tatapannya terus tertuju ke Salsa.“Ada yang mau bertemu denganmu.” Petugas membuka pintu sel, lantas meminta Salsa bangun.Penampilan Salsa sudah sangat berantakan, sangat jauh berbeda dengan penampilannya saat
“Sepertinya kamu harus puasa karena Rihana sakit.”Mark merangkul pundak Melvin, telapak tangan yang berada di pundak sahabatnya itu pun menepuk-nepuk pelan. Dia datang bersama Lucifer dan Rose untuk menjenguk Rihana.Melvin langsung melotot mendengar ucapan Mark. Dia melirik tajam ke Mark yang berdiri di sampingnya dan sedang merangkul pundaknya.“Soal kejadian malam di klub saja aku belum melakukan perhitungan denganmu, sekarang kamu mau membuat masalah lagi. Mau aku hajar kamu, hah!” geram Melvin dengan bola mata melotot karena ucapan Mark.Mark terkejut mendengar ucapan Melvin, lantas menoleh dan tersenyum canggung karena dia tidak pernah berpikir jika Melvin akan mengingat dan membahasnya lagi.“Ayolah, bukan aku penyebabnya. Aku hanya salah kasih minum, lalu dia malah ketagihan, bukan salahku bukan?” Mark mencoba melakukan pembelaan. Dia melepas tangan dari pundak Melvin, lantas menatap Rihana dan kedua sahabat lainnya agar dibela.Melvin melipat tangan, menatap tajam Mark dan i
Melvin langsung menatap tajam ke pria yang kini berdiri tidak jauh darinya, ekspresi wajahnya jelas menunjukkan rasa tidak suka akan kehadiran pria itu. Rihana pun menatap dingin, hanya tersenyum ke Salma yang menyapanya ramah.Adam merasa keputusannya ikut sang mama bukanlah hal baik. Lihat saja, dia sekarang begitu tertekan dan terintimidasi hanya karena tatapan dingin dari Melvin.Lucifer dan Rose juga menatap ke Adam, tapi mereka memilih diam dan tidak ikut campur, meski tahu dengan masalah yang terjadi.“Bagaimana kondisimu, Ri?” tanya Salma sambil mendekat ke ranjang Rihana.Rihana mengalihkan tatapan ke Salma, lantas mengubah tatapan dingin ke ramah kepada wanita itu.“Sudah mendingan, hanya tinggal pemulihan saja,” jawab Rihana.Adam masih berdiri di posisinya, tidak tahu harus melakukan apa saat melihat Salma mendekat ke Rihana.Salma menoleh ke Adam, hingga memberi isyarat agar memberikan buah yang dibawa. Adam pun berjalan mendekat ke ranjang, tapi langsung dihadang Melvin.
Rihana menatap Melvin, masih menunggu jawaban dari pria itu. Dia mendengar Melvin menyebut nama Bastian, sehingga membuatnya cemas dan menebak apakah terjadi sesuatu.Melvin tidak langsung menjawab, memilih berjalan menuju ke arah Rihana, sebelum kemudian duduk di kursi yang terdapat di samping ranjang.“Tidak ada, kamu jangan cemas,” ucap Melvin ketika melihat Rihana cemas.Rihana tentunya tidak akan percaya begitu saja kepada Melvin, apalagi Melvin terlihat begitu serius ketika tadi menoleh dirinya.“Vin, Bas itu anakku. Jika memang ada sesuatu yang terjadi dengannya, aku adalah orang pertama yang berhak tahu,” ucap Rihana untuk membujuk Melvin.Melvin meraih telapak tangan Rihana, lantas menggenggamnya erat.“Aku tidak bohong. Bas baik-baik saja di sekolah. Jika kamu tidak percaya, kamu bisa menghubungi gurunya,” balas Melvin untuk meyakinkan Rihana, bahkan dia memberikan tatapan begitu lembut.Rihana mengerutkan alis, terlihat jelas Melvin tadi serius, tapi kenapa berkata jika tid
Adam terus mengikuti mobil Mark. Dia sangat penasaran dengan selingkuhan Salsa itu. Tatapannya terus fokus ke mobil yang kini berada tidak jauh dari jangkaunnya. Hingga tanpa Adam sadari, mobil yang berada di depan Adam berhenti secara mendadak, membuat Adam terkejut dan menabrak mobil itu.“Agh, sialan!” umpat Adam kesal.Pengemudi mobil yang ditabrak Adam keluar. Pria paruh baya itu syok melihat mobilnya penyok karena ditabrak Adam, hingga kemudian memukul kap mobil Adam agar mau keluar.Adam benar-benar kesal, dia hendak membuntuti Mark, tapi kenapa malah terkena sial seperti ini. Dia pun terpaksa turun, daripada terkena amuk masa.Saat baru saja menginjakkan kaki di aspal. Kerah kemeja Adam langsung dicengkram erat oleh pria yang amarahnya sudah meledak-ledak karena mobilnya rusak.“Kalau jalan itu pakai mata! Lihat, mobilku rusak!” amuk pria itu sambil mendorong dan menarik tubuh Adam hingga terhuyung.Adam kesal diperlakukan kasar, dia pun menepis tangan pria itu kemudian berkat
“Tuan kecil, sekarang makan dulu, nanti setelah itu bobok,” kata pembantu rumah yang diminta mengurus Bastian.“Bas bukan Tuan kecil, Bas ya Bas. Bastian, Bas, Bas, Bas!” Bastian mengamuk dan menghentakkan kaki ke lantai.Sepulang sekolah dia langsung dibawa pulang ke rumah atas perintah Melvin, padahal dia ingin ke rumah sakit untuk menemani Rihana, tapi bodyguard berkata jika Melvin menyuruh pulang dulu.“Iya, Tuan Bas. Sekarang makan dulu terus bobok, nanti kalau sudah bobok diantar ke rumah sakit,” bujuk pembantu rumah Melvin.“Bukan Tuan Bas! Bas, ini Bas!” Bastian berteriak dan menolak dipanggil dengan sebutan Tuan, sedangkan pembantu hanya melakukan apa yang menjadi kebiasaan mereka. Memanggil Melvin dengan sebutan Tuan, jadi memanggil Bastian selaku anaknya pun Tuan kecil.Pembantu itu merasa pusing karena Bastian bersikap tidak seperti biasanya, padahal jika ada Rihana, Bastian tidak segalak ini.“Bas mau Mama! Bas ga mau bobok!” Bastian berlari ke arah pintu untuk menyusul R
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C