Adam terus mengikuti mobil Mark. Dia sangat penasaran dengan selingkuhan Salsa itu. Tatapannya terus fokus ke mobil yang kini berada tidak jauh dari jangkaunnya. Hingga tanpa Adam sadari, mobil yang berada di depan Adam berhenti secara mendadak, membuat Adam terkejut dan menabrak mobil itu.“Agh, sialan!” umpat Adam kesal.Pengemudi mobil yang ditabrak Adam keluar. Pria paruh baya itu syok melihat mobilnya penyok karena ditabrak Adam, hingga kemudian memukul kap mobil Adam agar mau keluar.Adam benar-benar kesal, dia hendak membuntuti Mark, tapi kenapa malah terkena sial seperti ini. Dia pun terpaksa turun, daripada terkena amuk masa.Saat baru saja menginjakkan kaki di aspal. Kerah kemeja Adam langsung dicengkram erat oleh pria yang amarahnya sudah meledak-ledak karena mobilnya rusak.“Kalau jalan itu pakai mata! Lihat, mobilku rusak!” amuk pria itu sambil mendorong dan menarik tubuh Adam hingga terhuyung.Adam kesal diperlakukan kasar, dia pun menepis tangan pria itu kemudian berkat
“Tuan kecil, sekarang makan dulu, nanti setelah itu bobok,” kata pembantu rumah yang diminta mengurus Bastian.“Bas bukan Tuan kecil, Bas ya Bas. Bastian, Bas, Bas, Bas!” Bastian mengamuk dan menghentakkan kaki ke lantai.Sepulang sekolah dia langsung dibawa pulang ke rumah atas perintah Melvin, padahal dia ingin ke rumah sakit untuk menemani Rihana, tapi bodyguard berkata jika Melvin menyuruh pulang dulu.“Iya, Tuan Bas. Sekarang makan dulu terus bobok, nanti kalau sudah bobok diantar ke rumah sakit,” bujuk pembantu rumah Melvin.“Bukan Tuan Bas! Bas, ini Bas!” Bastian berteriak dan menolak dipanggil dengan sebutan Tuan, sedangkan pembantu hanya melakukan apa yang menjadi kebiasaan mereka. Memanggil Melvin dengan sebutan Tuan, jadi memanggil Bastian selaku anaknya pun Tuan kecil.Pembantu itu merasa pusing karena Bastian bersikap tidak seperti biasanya, padahal jika ada Rihana, Bastian tidak segalak ini.“Bas mau Mama! Bas ga mau bobok!” Bastian berlari ke arah pintu untuk menyusul R
“Bas, jangan lari!” Rihana begitu was-was melihat Bastian yang berlari ketika dia memberikan perintah. Ini sudah dua hari semenjak Rihana keluar dari rumah sakit. Bastian terus menjaga dan memenuhi kebutuhan Rihana, tentu saja hanya untuk hal-hal kecil, seperti mengambil minum atau makanan untuk sang mama. Bastian sangat perhatian ke Rihana yang sedang sakit. Rihana geleng-geleng kepala melihat Bastian yang melompat dari kasur sampai berlari keluar kamar karena ingin mengambilkannya buah. Bastian sendiri mengabaikan teriakan sang mama dan terus berlari keluar. “Bibi, Bas mau ambil buah untuk Mama.” Bastian sudah sampai di dapur dan kini sedang bicara dengan pembantu. “Buah apa, Tuan?” tanya pembantu sambil bersiap membuka lemari pendingin untuk mengambilkan buah yang diinginkan Bastian. Bastian melotot dan mencebik mendengar pembantu yang memanggilnya dengan sebutan Tuan lagi. Dia pun akhirnya protes. “Bas bilang bukan Tuan, kenapa selalu dipanggil Tuan. Bas ga suka, ga suka!” Ba
Sudah satu minggu sejak Melvin tahu jika Salsa menjadi tahanan rumah dan dalam pantauan pihak berwajib. Sejak itu pula tidak ada informasi penting tentang hal-hal yang dilakukan Salsa. Bahkan mata-mata Melvin mengatakan jika Salsa tidak melakukan kegiatan yang mencurigakan.“Bagaimana kakimu?” tanya Melvin saat masuk kamar Rihana dan mendapati wanita itu sedang ingin turun dari ranjang.Rihana terkejut mendengar suara Melvin di kamarnya, hingga tatapannya tertuju ke Melvin yang berjalan mendekat ke arahnya.“Sudah mendingan, kemarin dokter bilang jika akan sembuh sekitar satu minggu lagi jika tidak ada masalah lain,” jawab Rihana sambil memperhatikan kaki yang masih terpasang gips.Melvin pun ikut menatap kaki Rihana, hingga kemudian memandang wanita itu. Rihan masih memperhatikan kakinya, padahal dia ingin ke kamar mandi, tapi lupa karena ada Melvin di sana.Rihana pun kemudian mengangkat wajah dan mengalihkan pandangan ke Melvin, melihat pria itu yang terlihat melamun.“Ada apa? Apa
“Kita mau ke mana?” tanya Rihana ketika berada satu mobil dengan Melvin, Bastian pun ada dan duduk di belakang sambil melihat pemandangan di sekitar jalan yang mereka lewati.“Entahlah, jika aku menjawab, apa kamu akan setuju untuk ikut?” Melvin menoleh ke Rihana sekilas, sebelum kemudian kembali menatap ke jalanan.Rihana mengerutkan alis, bingung dengan maksud ucapan Melvin. Kenapa pria itu mengajaknya pergi tanpa memberitahukan tujuan mereka.“Papa, Bas mau es krim.” Kedua tangan Bastian bersandar di pintu, kemudian dagunya diletakkan di atas kedua punggung tangan dan bibirnya tampak manyun.Melvin melirik Bastian dari kaca spion tengan, sedangkan Rihana menoleh ke belakang dan melihat putranya yang sedang fokus menatap jalanan ketika bicara.“Nanti akan papa belikan, tapi sekarang kita harus ke suatu tempat dulu,” ucap Melvin mengiakan keinginan Bastian.“Benarkah?” Bastian terlihat begitu senang karena akan dibelikan es krim.“Ya, apa pun yang Bas minta. Papa akan belikan,” jawab
“Mama menikah dengan papa?” tanya Bastian setelah semua orang mengucapkan selamat.Rihana sedang duduk di kursi, sedangkan Melvin berdiri di belakang kursi Rihana. Mereka dan semua orang pun menatap Bastian, melihat bocah itu menatap dengan ekspresi datar.“Ya, bukankah Bas mau punya papa dan mama yang lengkap?” Setelah semua orang terkejut, akhirnya Melvin yang menjawab.Bastian awalnya memberikan ekspresi wajah datar karena sedang mencerna apa yang terjadi. Hingga bocah kecil itu berjingkrak karena bahagia.“Hore! Bas bisa lihat Papa dan Mama menikah, Bas datang ke acara pernikahan Mama dan Papa. Teman Bas ga ada yang diundang ke acara pernikahan orangtua mereka. Nanti Bas mau foto, jadi biar punya bukti kalau Bas datang ke acara pernikahan Mama dan Papa.”Semua orang melongo mendengar celotehan Bastian, jangan lupakan tingkah lucu bocah kecil itu yang meloncat-loncat dan berteriak hingga suaranya terdengar menggema di ruangan itu. Tentu saja teman-teman Bastian tidak ada yang diund
“Bukankah ini bagus?” Melvin menatap Bastian yang terlihat tidak senang.Bastian menggelembungkan kedua pipi, hingga bibirnya manyun dan kedua tangan bersedekap. Dia sudah memakai pakaian penunggang kuda yang keren, tapi kenapa malah diberi kuda sekecil itu.“Ini kecil, Papa. Bas mau yang besar!” Bastian menunjuk ke kuda-kuda yang ada di kandang.Melvin mengulas senyum, sudah menduga jika Bastian akan menolak pemberiannya. Bukannya Melvin tidak memiliki cukup uang untuk membeli kuda besar dan kuat, tapi dia memiliki maksud tersendiri dengan cara membelikan kuda yang masih kecil, sesuai dengan umur Bastian.Melvin berjongkok, lantas memegang kedua lengan Bastian dan ingin memberikan pengertian.“Bas, bukannya papa tidak ingin memberimu kuda besar. Tapi papa ingin kamu belajar,” ujar Melvin mencoba memberi pengertian.Bastian menaikkan satu sudut alis sampai kepalanya pun ikut miring, dia tidak paham akan ucapan Melvin.“Belajar apa?” tanya Bastian bingung.Melvin mengulas senyum, kemud
“Aku harap setelah bercerita, kamu paham akan posisiku.”Ucapan Melvin membuat jantung Rihana berdegup dengan cepat, entah kenapa dia merasa kalau apa yang akan dikatakan adalah sebuah berita yang sangat tidak menyenangkan. Namun, Rihana pun mencoba bersabar dan menunggu sampai Melvin menceritakan semuanya. Dia harus bersabar dan memercayai ucapan pria yang selama ini terus membantu dan mendukungnya.“Aku akan berusaha untuk memahamimu,” balas Rihana, bahkan dia tersenyum kecil untuk melegakan hati Melvin.Benar saja, Melvin merasa begitu senang hanya dengan melihat senyum Rihana, sehingga dia tidak ragu lagi untuk menceritakan maksud menikahi Rihana meski harus mendadak.“Kamu ingat saat aku bicara dengan orangtuaku di telepon saat di kantor?” tanya Melvin dan langsung mendapatkan sebuah anggukan dari Rihana.Rihana ingin bicara, tapi entah kenapa bibirnya terasa kelu, bahkan suaranya seakan tersekat di tenggorokan saat akan mengucapkan kalimat pertunangan. Tentu saja hal itu membukt
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C