Pak Subhan dan istrinya saling pandang. Mereka sendiri belum bisa menentukan kapan akan segera melaksanakan pernikahan Amira dan Ammar. Mengingat mereka yang belum bertemu dengan orang tua Ammar yang tentu saja akan mereka putuskan bersama-sama resepsi pernikahan itu."Kalau Paman sih siap saja kapanpun orang tua Ammar ingin melangsungkan pernikahan itu. Kami hanya butuh waktu dari orang tua Ammar saja," sahut Pak Subhan.Zaydan manggut-manggut mendengar perkataan Pak Subhan. Sebenarnya dia ingin memberikan saran kepada Pak Subhan agar sebaiknya resepsi pernikahan itu dilangsungkan secepatnya. Mengingat Ammar Yang sepertinya sudah tidak tahan untuk mengesahkan hubungannya dengan Amira.Namun Zaydan sendiri tidak ingin jika nanti Paman Subhan tersinggung dengan perkataannya, sehingga dia memutuskan untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikannya itu kepada Ammar saja esok hari.Zaydan berpamitan pada Pak Subhan dan yang lainnya untuk kembali ke dalam kamar untuk membangunkan Qiara kar
Qiara sama sekali tidak menyangka Jika ternyata dokter kandungan yang akan memeriksanya malam ini adalah Leon. Dia ingat betul, Leon tidak bertugas di Rumah sakit Mitra Medika Batanghari, tapi bertugas di rumah sakit hamba."Kamu kok tugas di sini?" Qiara bertanya kepada Leon sambil menoleh ke arah Zaydan karena dia khawatir jika Zaydan mulai tersulut emosi dan akan marah kepadanya.Leon mempersilakan Qiara dan Zaydan duduk di hadapannya. Lalu meminta buku catatan kesehatan Qiara yang langsung diberikan oleh Zaydan."Iya, Qi. Aku dipindahkan ke rumah sakit ini." Leon tersenyum sambil menyalakan komputer di sampingnya.Qiara mulai ambigu ketika melihat layar monitor yang sudah mulai menyala dan sepertinya Leon ingin segera memeriksa kandungannya. Perempuan itu menggenggam erat tangan Zaydan untuk meminta pendapat Zaydan apakah dia akan melanjutkan pemeriksaan kandungan itu atau tidak.Bisa Qiara lihat Bagaimana kekesalan di hati Zaydan yang menatap tajam pada Leon yang sejak tadi terus
Zaydan segera menghadang langkah Qiara dengan cepat. Dia tidak ingin jika sampai istrinya itu salah paham."Sayang, maksud Mas bukan begitu. Mas akan tetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang dosen untuk memberikan keterangan dan informasi serta materi yang jelas kepada para mahasiswa. Tapi Mas juga akan memenuhi keinginanmu untuk tidak membuat cemburu dengan meladeni mereka di luar kelas. Maka dari itu Mas berpikir keras Bagaimana caranya agar bisa membuat mahasiswa tidak banyak bertanya setelah pelajaran selesai," sahut Zaydan dengan mantap.Qiara yang tadi menatap tajam kepadanya langsung melembutkan tatapan dan dia pun langsung bergelayutan di lengan Zaydan."Janji ya. Pokoknya nggak ada lagi mahasiswa yang nanya-nanya soal materi di luar kelas," rengek Qiara dengan manja.Zaydan merangkul Qiara dan mengajak perempuan itu untuk makan di seberang rumah sakit yang mana terdapat sebuah warung nasi uduk yang cukup terkenal enak rasanya."Emangnya Mas pernah makan di sini?" Qiara
Zaydan hanya menghela nafas panjang mendengar permintaan Qiara. Tentu saja dia dilema, antara ingin memberikan sambal pedas itu kepada istrinya atau akan melihat istrinya merajuk sepanjang malam. Menyesal Zaydan karena telah memesan sambal pedas yang sesuai dengan seleranya."Sayang, Mas kan udah bilang kalau kamu nggak boleh makan sambal pedas?" Zaydan berusaha bernegosiasi dengan Qiara.Namun seperti perkiraan Zaydan, Qiara langsung mengerucutkan bibirnya dan melipat tangan di dada."Curang banget sih, Mas jadi suami. Aku Mas larang makan pedas dengan alasan lagi hamil, tapi Mas nggak menghargai perasaanku sedikitpun." Mata Qiara mulai berkaca-kaca karena dia merasa Zaydan keterlaluan telah memberi dia keinginan untuk menikmati makanan pedas di hadapannya.Zaydan yang tidak ingin melihat Qiara bersedih akhirnya memutuskan untuk tidak memakan sambal yang berada di hadapannya. Lelaki itu membawa sambal kepada pelayan penjual nasi uduk dan meminta sambal yang baru."Mas mengalah deh. M
Suara kicau burung begitu merdu di pohon belimbing yang terletak di samping rumah Pak Bustomi. Beberapa ekor bebek tampak melintas di pinggir jalan membuat Qiara yang tengah berjalan di atas rerumputan di depan rumah Pak Bustomi tersenyum kegirangan."Lucu juga ya Kalau seandainya aku punya anak yang banyak nanti. Pasti mereka bakalan seperti anak-anak bebek itu yang mengikutiku ke mana pun pergi." Qiara terkekeh sambil membayangkan dia yang memiliki banyak anak yang usianya hanya terpaut satu tahun saja yang tentu saja mengikuti kemanapun dia pergi."Emangnya kamu nggak keberatan Kalau mas minta punya anak banyak seperti bebek-bebek itu?" Zaydan tiba-tiba memeluk Qiara dari belakang membuat perempuan itu tersentak kaget."Ih, mas kerjaannya nguping aja deh. Bikin sebel." Qiara memukul bahu Zaydan karena dia menyadari bahwa suaminya itu baru saja menguping pembicaraannya.Zaydan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sebenarnya dia tidak berniat untuk menguping pembicaraan istrinya, h
Qiara semakin merasa bahagia karena Zaydan yang sudah memeluknya dari belakang dan menatap embun-embun yang sudah mulai mencair karena terkena sinar matahari.Permukaan danau terlihat meriak karena ikan-ikan di sana menyambut pagi dengan sukacita."Mereka pasti kelaparan. Bagaimana kalau kita langsung memancing saja?" Qiara bertanya kepada Zaydan yang langsung disambut gelengan kepala oleh lelaki itu."Loh emangnya kenapa?" Qiara sedikit menyipit saat melihat Zaydan yang tidak setuju dengan ide yang diberikannya.Zaydan memutar tubuh Qiara dan menaik turunkan alisnya. Hal itu membuat Qiara kebingungan karena dia tidak tahu maksud ucapan Zaydan."Aku benar-benar nggak ngerti deh maksud apaan? Kenapa alis Mas naik turun kayak gitu?" Qiara bertanya kepada Zaydan dengan tatapan heran."Yang tadi udah janji ngizinin Mas besuk dedek bayi siapa?" Zaydan mendekatkan bibirnya di telinga Qiara membuat Qiara seketika tersenyum malu.Tentu saja perempuan itu masih ingat jika tadi dia berjanji kep
Zaydan benar-benar cemas dan khawatir ketika melihat Qiara yang semakin lemah dan dia pun segera menaikkan Qiara kembali ke atas ranjang.Berkali-kali Qiara memegangi perutnya yang terasa sakit dan kram. Hal itu membuat Zaydan hendak pergi membawa Qiara ke rumah sakit.Namun, mengingat mereka belum melakukan junub membuat Zaydan mengurungkan niatnya itu. Dia pun segera membawa Qiara masuk ke dalam kamar mandi untuk dimandikan bersama-sama."Kamu masih kuat bertahan, Sayang? Bacakan niat mandi junubnya." Zaydan berkata sambil menyirami tubuh Qiara dari ujung rambut sampai ujung kaki.Qiara mulai membacakan niat mandi junub dan dia pun membiarkan Zaydan membersihkan tubuhnya dengan hati-hati. Tak lama kemudian, Qiara merasa perutnya sedikit lebih membaik setelah Zaydan membaringkannya di atas ranjang."Kita harus ke rumah sakit sekarang. Mas nggak mau kalau sampai terjadi apa-apa pada bayi kita." Zaydan memasangkan pakaian Qiara dengan sangat hati-hati. Lalu segera mengenakan pakaiannya
Zaydan yang sedang asyik mengambil ikan di dalam jala langsung menghentikan pergerakannya dan menoleh ke arah tengah danau yang terlihat pergerakan memanjang menuju tepian danau di mana dia dan Qiara berdiri.Tanpa menunggu waktu lama, Zaydan segera menarik tubuh Qiara untuk berlalu dari tepi danau tersebut dan meninggalkan ikan-ikan di sana. Lelaki itu sangat terkejut ketika tiba-tiba mereka melihat sebuah biawak berukuran besar yang menjembulkan kepalanya dari permukaan danau."Mas, Apa itu buaya?" Qiara bertanya kepada Zaydan sambil memeluk suaminya itu dengan wajah ketakutan.Zaydan hanya menggeleng perlahan. Lelaki itu mengusap punggung Qiara dan mengusir biawak yang masih menjulur-julurkan lidahnya."Amit-amit jabang bayi." Qiara yang tiba-tiba teringat pada perkataan Emil bahwa setiap kali dia melihat binatang yang menakutkan dan menjijikkan baginya, maka dia harus mengusap perutnya dengan perlahan dan dia harus mengucapkan mantra agar bayinya nanti tidak mirip dengan binatang