Share

Tentang Bu Jamilah

Author: Althafunnisa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pembicaraan Qiara dan Bu Jamilah tertahan karena terdengar suara deru mobil milik Zaydan yang memasuki halaman rumah. Perempuan berbadan dua itupun segera berlari menuju pintu utama karena dia tahu Zaydan sudah pulang dari kampus.

"Sayang, kamu kok sudah pulang?" Qiara bertanya kepada Zaydan dengan tatapan heran saat melihat suaminya itu sudah pulang kampus padahal baru saja sekitar 2 jam yang lalu dia berangkat.

"Mas baru tahu kalau ternyata hari ini sedang ada kegiatan lain di kampus, dan Mas rasa Mas tidak perlu ikut kegiatan itu." Zaydan mencium pucuk kepala Kiara dan langsung mengerutkan pening saat melihat kehadiran Bu Jamilah di dalam rumahnya.

"Ibu jualan kue ke arah sini?" Alis Zaydan saling tertaut karena biasanya Bu Jamilah ditemui oleh Zaidan jika mereka sedang berada di Kota muara Bulian.

"Iya, Nak. Kebetulan ibu numpang salat Dhuha sekalian di sini," sahut Bu Jamilah dengan terbata-bata karena dia khawatir jika Zaydan tidak menyukai kehadirannya di sana.

"Nggak apa-apa, Bu. Saya malah senang banget kalau ibu mau sering-sering berjualan kue ke sini dan salat Dhuha di rumah saya untuk menemani Qiara sekalian." Zaydan menyahut dengan senyum mengembang.

"Insya Allah ibu akan selalu datang ke sini kalau berjualan kue," sahut Bu Jamilah.

"Kuenya enak banget, Bu. Terima kasih karena selalu memberikan bonus kepada Qiara." Zaydan menatap lekat-lekat manik mata tua Bu Jamilah.

Bu Jamilah menatap Zaydan dengan sendu. Denting air jatuh di pelupuk matanya.

Zaydan yang terkejut melihat ekspresi wajah Bu Jamilah mengambil sapu tangan di saku celananya, lalu menghapus air mata Bu Jamilah dengan lembut.

"Ibu kenapa terlihat bersedih?" Zaydan memberikan sapu tangan itu pada Bu Jamilah.

"Nggak apa-apa, Nak. Ibu hanya rindu pada anak ibu," sahut Bu Jamilah.

"Dimana anak ibu?" Zaydan menatap lekat-lekat manik mata Bu Jamilah yang memandangnya dengan wajah duka.

Bu Jamilah membalas tatapan mata Zaydan lekat-lekat. Ia memandangi wajah tampan lelaki yang telah dilahirkannya dua puluh lima tahun yang lalu. Bayi tampan yang memancarkan aura kecerdasan diberinya nama Zaydan Abidzhar. 

Setiap wanita pasti menginginkan bayinya selalu berada di dalam pelukan setelah terlahir ke dunia. Begitupun dengan Bu Jamilah. Ia teramat sangat mencintai baby Zaydan yang begitu lucu dan menjadi pelipur lara.

Namun sejak peristiwa hari itu. Saat suami yang menghidupinya meninggal dunia oleh kecelakaan saat mencari nafkah, Bu Jamilah begitu terguncang hebat. Suaminya yang merupakan sopir angkot di Merangin mengalami kecelakaan tunggal. Polisi mengidentifikasi kejadian itu di karenakan suaminya mengantuk atau terlalu lelah.

Bu Jamilah berusaha bekerja untuk menghidupi baby Zaydan, tapi lagi-lagi, nasib naas kembali menimpanya. 

Tiba-tiba saja dagangan kue yang dijual oleh Bu Jamilah membuat anak-anak keracunan dan Bu Jamilah dituduh pelanggan memasukkan racun di dalam kue tersebut sehingga Bu Jamilah di bawa ke kantor polisi dan di tetapkan sebagai tersangka.

Menyadari dirinya yang tak akan bisa lagi menghidupi bayinya, Bu Jamilah meminta izin pada pihak kepolisian untuk membawa Baby Zaydan ke panti asuhan Umi Zahra.

Bu Jamilah didampingi oleh seorang polwan agar tidak melarikan diri. 

Awalnya polwan tersebut hendak mengambil Zaydan menjadi anaknya, tapi karena Bu Jamilah tahu polwan itu non muslim, dia menolak dengan alasan ingin anaknya menjadi tokoh agama Islam seperti keinginan suaminya.

Polwan itu berbaik hati dan menemani Bu Jamilah saat menitipkan Zaydan di panti asuhan tanpa meninggalkan identitasnya. 

Bu Jamilah hanya meninggalkan sebuah tasbih di dalam keranjang bayi Zaydan beserta sebuah kertas bertuliskan "Zaydan Abidzhar, kelak kamu akan menjadi tokoh agama yang berada di jalan Allah. Aamiin." 

"Bu ... Anak ibu dimana?" Zaydan menyeka air mata Bu Jamilah.

"Anak ibu meninggal?" 

Bu Jamilah menggeleng.

"Boleh ibu peluk kamu, Nak?" Bibir tua itu bergetar hebat seiring air mata yang terus mengalir deras.

"Boleh, Bu. Kemarilah." Zaydan merengkuh tubuh tua yang menangis terisak ke dalam dekapannya.

Cukup lama Bu Jamilah menangis tersedu. Ia merasakan kebahagiaan karena akhirnya mendapatkan pelukan hangat putra kandung yang teramat sangat dirindukannya.

"Katakan padaku. Di mana anak ibu sekarang? Aku akan menemani Ibu menemuinya." Zaydan mengurai pelukannya.

"Iya, Bu. Ceritakan kepada kami di mana keberadaan anak ibu. Kami akan membantu mencari keberadaannya. Jika memang anak ibu tidak menginginkan kehadiran ibu, maka kami akan membantu mengingatkannya." Qiara duduk di samping Zaydan dan ibu Jamilah.

Bu Jamilah menggeleng pelan. Ia tidak ingin Zaydan dan keluarga Qiara mengetahui tentang jati dirinya. Bu Jamilah yakin, Zaydan tidak menginginkan kehadiran nya karena saat ini dia telah berbahagia. 

Bu Jamilah sebenarnya telah lama keluar dari penjara. Hanya saja ia masih berupaya menyambung hidup karena tak mungkin kembali ke Merangin, tempat asalnya. Orang-orang di sana pasti akan mengusirnya saat ia datang kembali. 

Sempat Bu Jamilah mendatangi panti asuhan dimana ia menitipkan baby Zaydan, tapi hatinya kecewa saat tahu panti asuhan itu telah pindah ke Batang Hari.

Bu Jamilah tidak mengetahui cara mencari panti asuhan tersebut hingga akhirnya ia Luntang Lantung di jalanan. Namun, sepertinya nasib baik berpihak padanya. Saat ia sedang kelaparan di jalanan, seorang anak kecil menghampirinya dan meminta ayahnya untuk memberikan Bu Jamilah makanan.

Bu Jamilah yang memang kelaparan karena telah beberapa hari perutnya tidak diisi dengan nasi segera menyantap makanan itu hingga habis. Keluarga kaya yang memberinya makan menawarkan Bu Jamilah untuk menjadi baby sitter bayi Mereka.

Betapa bahagianya hati Bu Jamilah saat mendapat tawaran tersebut. Ia pun menyetujui dan akhirnya ikut keluarga kaya itu ke Batang hari.

Keluarga Pak Budi yang mengambil Bu Jamilah sebagai baby sitter adalah keluarga terpandang yang menjadi donatur tetap sebuah panti asuhan. Hari itu Bu Jamilah diajak serta membawa bayi Pak Budi mendatangi panti asuhan seperti yang biasa mereka lakukan.

Bu Jamilah terkejut saat melihat perempuan yang menyambut Pak Budi adalah Umi Zahra. Bu Jamilah masih ingat betul saat ia meletakkan Zaydan di teras panti asuhan, Umi Zahra keluar di malam hari bersama asistennya untuk mengambil Zaydan yang diletakkan di bawah lampu.

Wajah Umi Zahra tidak berubah, masih cantik seperti 20 tahun yang lalu. Hal itu membuat Bu Jamilah yakin bahwa putranya pasti berada di panti asuhan tersebut. 

"Saya boleh bertanya, Bu. Apakah semua anak panti asuhan ini akan tinggal di sini hingga dewasa?" Suatu ketika Bu Jamilah bertanya kepada Umi Zahra saat Pak Budi dan istrinya sedang membagikan mainan kepada anak panti asuhan.

"Tidak juga, Bu. Kebanyakan dari mereka ada yang diadopsi oleh orang lain. Tapi ada juga yang tetap berada di sini hingga dewasa," sahut Umi Zahra.

Rasa takut merajai hati Bu Jamilah. Ia takut Zaydannya diadopsi orang lain dan ia tidak tahu ke mana harus mencari putra kesayangannya itu.

"Boleh saya melihat anak-anak yang berada di panti asuhan ini, Bu?" tanya Bu Jamilah lagi.

"Silahkan, Bu. Semua potret anak-anak panti ada di sebuah mading, Tapi kami tidak meletakkan data anak tersebut di sana. Kami hanya menjelaskan sejak tahun berapa sampai tahun berapa Mereka ada di sini." Umi Zahra menunjuk sebuah mading berukuran besar di sebuah dinding di aula panti asuhan.

Dengan semangat Bu Jamilah melihat satu persatu foto yang berada di deretan majalah dinding. Jantungnya seakan berdetak lebih kencang saat melihat sebuah urutan nama terakhir bertuliskan Zaydan Abidzhar. Ia tidak menyangka putra yang dulu dilahirkannya tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan rupawan dengan rahang yang ditumbuhi bulu-bulu halus.

Wajah Zaydan sangat mirip dengan ayahnya. Hidung, mata, bibir, semuanya seperti fotocopy dari Zulfikar, suaminya. 

"Subhanallah, Nak. Sungguh agung kuasa pencipta-Mu." Air mata Bu Jamilah berlomba-lomba jatuh menganak sungai.

Perempuan paruh baya itu melihat tahun Zaydan keluar dari panti asuhan.

Buru-buru Bu Jamilah bertanya pada Umi Zahra tentang keberadaan Zaydan.

"Zaydan Abidzhar adalah kebanggaan kami di panti asuhan. Dia mulai masuk pesantren ternama setelah lulus sekolah dasar. Saat saya menceritakan padanya tentang tokoh agama yang hebat, Zaydan bertekad untuk mempelajarinya." Umi Zahra tersenyum bangga.

"Sekarang dia sedang kuliah di Kairo. Dia mendapatkan beasiswa," tambah Umi Zahra lagi.

"Kairo? Keren sekali." Bu Jamilah menutup mulutnya dengan rapat.

"Alhamdulillah, Bu. Zaydan adalah kebanggaan kami." Perkataan Umi Zahra membuat patah semangat Bu Jamilah untuk bertemu dengan Zaydan dan mengungkapkan jati dirinya sebagai ibu kandung.

Sejak saat itu, Bu Jamilah selalu berharap Pak Budi membawanya serta berkunjung ke panti asuhan, meskipun tak ada Zaydan di sana. Ia cukup Bahagia setiap kali Umi Zahra bercerita tentang Zaydan dan prestasinya.

Zaydan menggenggam erat tangan Bu Jamilah dengan senyum mengembang. "Bu, mari saya temani mencari anak ibu." 

Comments (12)
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
aihhh buu kenpa bilang anakmu meninggal sih buuu
goodnovel comment avatar
Sasnila Wati
bagaimanapun seorang ibu akan selalu merindukan anaknya yg tlah lama terpisah
goodnovel comment avatar
Ella Alveerzharra
mgkn buk jamilah takut saat kebenaran terungkap dia tak bisa melihat lagi putrabya atau putrany tak mau menrim keadaanny dan alasan dia meningglkn putranya di pnti asuhan dulu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Bayinya bergerak

    Zaydan dan Qiara sedikit merasa kecewa karena Bu Jamilah tidak ingin menceritakan tentang anaknya. Perempuan paruh baya itu malah mengatakan dia lebih bahagia melihat kebahagiaan Zaydan dan Qiara daripada memikirkan untuk mencari anaknya. "Kasihan banget Bu Jamilah. Mungkin dia sudah tidak menemukan jejak anaknya lagi makanya dia berputus asa." Qiara mengusap punggung Zaydan saat lelaki itu menatap kepergian Bu Jamilah.Zaydan yang tidak jadi berangkat ke kampus memutuskan untuk menemani istrinya sepanjang hari di rumah karena memang beberapa hari terakhir lelaki itu disibukkan dengan pekerjaan di kampus. Zaydan mengajak Qiara duduk di saung di samping rumah mereka yang mana ada banyak ikan koi yang begitu senang setiap kali Qiara dan Zaydan menyerahkan makanan. Qiara berbaring di pangkuan Zaydan yang membelai rambutnya dengan lembut."Sayang, Mas sangat berharap kalau nanti bayi di dalam kandunganmu ini adalah bayi kembar. Mas ingin melihat mereka bermain bersama di halaman rumah d

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Harapan Zaydan dan Qiara

    "Iyalah, Mas. Aku kan cengeng, bisa jadi anak kita nanti juga cengeng seperti ibunya. Bukankah biasanya kepribadian anak itu menurun dari ibunya?" Qiara menatap Zaydan lekat-lekat.Zaydan terkekeh mendengar perkataan Qiara. Lelaki itu kembali meremas jari jemari istrinya dengan lembut, lalu mengecup telapak tangan Qiara penuh kasih."Sayang, karakter seorang bayi dibentuk oleh ibunya ketika masih di dalam kandungan. Bayi yang cengeng biasanya berasal dari seorang ibu yang sering menangis ketika sedang mengandung." Zaydan berujar tanpa berhenti mengecupi telapak tangan Qiara."Berarti ketika mengandung aku, ibuku sering menangis dong?" Qiara menatap Zaydan seakan meminta penjelasan.Zaydan merasa terjebak oleh perkataannya sendiri. Dia sedikit mengerti melihat ekspresi Qiara yang tidak biasa."Bisa jadi, Sayang. Bisa jadi ibu selalu menangis karena khawatir kehilangan kamu sebagai bayi kesekian yang dikandungnya," sahut Zaydan."Beneran? Bukan karena Ayah yang menyakitinya?" Qiara meng

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Terungkap

    Acara tasyakuran 4 bulan kehamilan Qiara berjalan dengan lancar. Para undangan hampir semuanya datang termasuk teman-teman Kiara dan Zaydan. Sahabat-sahabat Pak Bustomi pun berdatangan ikut mendoakan Qiara dan bayi yang berada di dalam kandungannya. "Bagaimana keadaanmu?" Qiara bertanya kepada Emil, sahabatnya yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Emil baru saja mengalami sebuah peristiwa yang menyedihkan karena dia harus kehilangan bayi yang berada di dalam kandungannya akibat keguguran karena dia disekap oleh suaminya. Emil pun menggunggat cerai suaminya itu karena dia sudah tidak ingin lagi disiksa oleh suaminya yang merupakan preman pasar. "Alhamdulillah keadaanku baik. Aku meminta bantuan pengacara untuk mengurus proses perceraianku dengan Mas Arman," sahut Emil malu. Qiara benar-benar merasa bahagia karena dia memiliki seorang suami yang teramat sangat mencintainya meskipun pernikahan mereka dijodohkan oleh ayahnya dan Umi Zahra. Sedangkan Emil sendiri, menikah atas dasa

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Orang ketiga?

    "Masa lalu apa yang membuat ibu takut sehingga tidak mau mengakui status ibu yang sebenarnya?" Qiara memegang bahu Bu Jamilah agar ibu mertuanya itu mengerti bagaimana besarnya cinta Zaydan padanya. Bu Jamilah pun menceritakan kepada Qiara tentang masa lalunya dan meminta Qiara untuk merahasiakan tentang jati dirinya pada Zaydan. "Nggak, Bu. Aku nggak bisa merahasiakan ini dari Mas Zaydan. Bagaimana pun juga Mas Zaydan harus tahu." Qiara menggeleng tidak setuju. "Ibu hanya tidak mau Zaydan nanti akan mencari tahu siapa sebenarnya yang telah menjebak ibu, dan membuat kami terpisah. Ibu tidak ingin Zaydan mengorbankan keluarga kalian demi menyelidiki masa lalu itu." Qiara terbelalak mendengar ucapan Bu Jamilah. "Bu, Mas Zaydan pasti tahu yang terbaik untuk Ibu. Pokoknya Qiara akan kasih tahu dia tentang jati diri ibu." "Baiklah kalau begitu, ibu akan pergi dari kehidupan kalian." Bu Jamilah hendak pergi. "Bu ...." "Ibu hanya memintamu membiarkan Ibu dekat dengan Zaydan tanpa haru

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Zaydan poligami?

    "Zay, kamu ada niat poligami?" Ammar bertanya kepada Zaydan membuat Zaydan yang tengah meneguk teh hangat tersedak."Poligami? Apaan sih? Ya nggaklah." Zaydan menepuk bahu Ammar."Habisnya perhatian Bu Jamilah berlebihan banget ke kamu. Masa dia sampai rapiin rambut kamu kayak gitu?" Ammar menatap Zaydan intens.Zaydan menghela napas berat. Dia pun sebenarnya agak keberatan dengan sikap Bu Jamilah yang terlalu perhatian padanya, tapi Qiara terus memaksa agar Zaydan tidak memarahi Bu Jamilah yang perhatian padanya dengan alasan kasihan pada Bu Jamilah yang merindukan anaknya.Zaydan mengalihkan pandangannya pada kupu-kupu yang berterbangan di antara bunga berwarna-warni warni sejenak, lalu membalas intens tatapan Ammar. "Aku nggak tahu, Qiara memintaku untuk tidak menolak perhatian dari Bu Jamilah," ujar Zaydan."Qiara yang meminta? Aneh banget." Ammar memandang ke arah halaman rumah di mana Qiara dan Bu Jamilah sedang asik berjalan di atas rumput Jepang yang sengaja disiapkan Zaydan u

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Salah paham

    "Mas kok ngomong gitu sih? Aku nggak ada niat gitu kok, Mas." Qiara terbelalak mendengar perkataan Zaydan dan menatap tajam ada suaminya yang terlihat cemburu."Emang kenyataannya kayak gitu, kan? Kamu tuh sekarang udah beda banget. Dulu kamu selalu pengen dipeluk sama Mas. Kamu selalu pengen melewati waktu untuk bermesraan di rumah. Bahkan kamu menunggu waktu Mas libur di kampus karena nggak mau kalau sampai kita berjauhan. Sekarang? Kayaknya posisi Mas udah digantikan Bu Jamilah." Zaydan hendak masuk ke dalam kamar karena dia merasa tidak ada yang perlu mereka bicarakan di luar.Qiara hendak masuk ke dalam kamar. "Mas, dengerin aku dulu, dong." Namun pintu kamar tertutup rapat dan Zaydan menguncinya dari dalam.Qiara hanya mampu menghela napas panjang melihat sikap Zaydan yang tiba-tiba marah kepadanya. Bisa perempuan itu rasakan Bagaimana marahnya Zaydan melihat sikap Qiara yang memang akhir-akhir ini jauh lebih mengedepankan Bu Jamilah daripada mengedepankan kemesraan mereka berdu

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Kangen Abi

    Lagi-lagi Zaydan dan Qiara akhirnya saling diam karena mereka masih disibukkan dengan keegoisan masing-masing. Zaydan tetap pada pendiriannya bahwa dia tidak ingin rumah tangganya terus-terusan dihadiri oleh Bu Jamilah karena dia memang sudah terbiasa terus bermesraan dengan Qiara. Lelaki itu merasa keberatan melihat sikap Qiara yang dulu selalu ingin bersamanya, tapi akhir-akhir ini sedikit menghindar hanya karena tidak enak dengan Bu Jamilah.Sedangkan Qiara sendiri juga tetap pada pendiriannya. Dia tidak ingin menyakiti hati Bu Jamilah Dengan mengatakan kepada perempuan yang ingin selalu berada di samping anaknya, bahwa Qiara dan Zaydan keberatan dengan kehadirannya."Mas hanya kecewa melihat sikapmu akhir-akhir ini. Mas merasa memiliki istri yang kepribadiannya jauh lebih berbeda dari dahulu. Mas sangat merindukan istri Mas yang setiap saat selalu merindukan pelukan suaminya." Zaydan kemudian keluar dari kamar untuk menenangkan hatinya dan lelaki itu pun akhirnya mengambil remote

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Lupa atau lupa?

    Qiara yang mendengar ucapan Zaydan langsung mengerucutkan bibir. Perempuan itu sedikit menjauhkan kepala Zaydan dengan cara menarik kepala itu dengan lengannya.Namun ternyata Apa yang dia lakukan malah membuat Zaydan menempel di dadanya sehingga Zaydan langsung melakukan kecupan di dadanya, sehingga Qiara tidak bisa menghindari sengatan listrik yang mengaliri tubuhnya dikarenakan Zaydan mencumbunya dengan penuh cinta."Mas, ini udah sore loh. Sebentar lagi juga matahari mau tenggelam." Qiara berkata dengan lembut kepada Zaydan karena dia tahu arah ke mana Zaydan akan membawanya sesaat lagi."Baru jam 05.00 sore, Sayang. Mau ya." Zaydan terus membujuk Qiara agar istrinya itu bersedia menerima permohonannya kali ini dengan alasan bayinya Rindu Untuk dibesuk oleh Abi nya."Kasihan lho, Sayang. Bayi kita kayaknya kangen banget sama Abi nya. Emangnya kamu nggak bisa ngerasain perasaan dia ketika kamu kangen sama Mas? Bukannya kalau kamu kangen sama Mas, kamu selalu minta dibesuk sama Mas?

Latest chapter

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Kesayangan Abi (End)

    2 tahun kemudian. "Jangan peluk Abinya Zahwa." Zahwa mendorong tangan Qiara yang melingkar di perut Zaydan saat mereka berbaring di saung samping rumah. "Abinya Zahwa kan kesayangan Umi." Qiara tetap memeluk Zaydan. "Lepasin! Abinya Zahwa!" "Sayangnya Abi dan sayangnya Mas kok berantem gitu sih? Sini-sini, peluk Abi sama-sama." Zaydan meletakkan Zahwa di atas perutnya dan membaringkan kepala Qiara di atas bahunya. Setiap hari selalu ada keributan karena memperebutkan perhatian Zaydan dari Qiara dan Zahwa. "Sayang, kita mandi yuk. Udah sore nih." Qiara membujuk Zahwa agar mandi. "Nggak mau." "Tapi ini udah sore." "Nggak mau!" "Zahwa, jangan lari-lari gitu. Umi capek." Qiara menyeka dahinya yang berkeringat karena mengejar Zahwa di halaman rumah. "Sayang, kamu aja deh yang bujuk Zahwa. Aku capek banget." Qiara akhirnya pasrah. Ia duduk di tepi kolam ikan sambil melipat tangan di dada. "Ya udah, Mas bujuk dia dulu. Kamu mandi duluan gih." "Oke." "Tunggu." "Apa lagi, Mas?"

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Pernikahan Amira

    "Ayah harus mencicipi tumis kangkung buatan Mas Zaydan. Kali ini tumis kangkungnya pakai cumi loh." Qiara meletakkan satu sendok tumis kangkung ke dalam piring ayahnya."Kalau Zaydan yang masak, tentu saja ayah tidak meragukannya lagi. Tapi kalau kamu yang masak, ayah masih agak sedikit ragu.""Iihhhh. Ayah kok gitu sih? Di sini kan Qiara yang anaknya ayah."Suasana makan malam begitu hangat karena Pak Bustomi yang sudah merindukan masakan Zaydan hari itu terbalaskan sudah kerinduannya.Zahwa selalu terkekeh setiap kali digoda oleh Pak Bustomi. Bayi mungil itu merasa teramat sangat senang karena bertemu dengan seorang lelaki yang sangat mirip dengan ibunya."Ayah sangat setuju dengan ide Zaydan memakaikan Zahwa hijab sejak bayi. Jangan sampai kesalahan ayah dan ibumu akan terulang kembali pada cucu ayah ini." Pak Bustomi membantu Zaydan memasangkan hijab untuk Zahwa karena bayi itu baru saja selesai gumoh.Ponsel Pak Bustomi berdering dengan kencang ketika mereka masih asyik berbincan

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Melepas rindu

    "Saya tidak pernah menimpakan kesalahan Zaydan di bahu saya. Justru Zaydan lah yang sudah mengemban dosa saya sehingga perseteruan ini bisa terjadi. Kalau saja saya tidak mendorong Qiara dengan keras. Kalau saja saya menuruti permintaan Qiara untuk menceritakan tentang jati diri saya. Kalau saja saya tidak memiliki pemikiran buruk pada Qiara, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi." Air mata meleleh membanjiri pipi Bu Jamilah.Pak Budi dan istrinya yang berada di dalam mobil tidak tahan melihat perdebatan antara Pak Bustomi dan Bu Jamilah yang tak kunjung usai. Sepasang suami istri itu pun menghampiri Pak Bustomi yang masih berdebat dengan Bu Jamilah."Budi?""Apa Anda percaya jika saya yang menceritakan kejadian sebenarnya?"Pak Bustomi menatap sepasang suami istri yang wajahnya begitu tegang. Hubungan baik sebagai sesama donatur di yayasan kasih ibu membuat Pak Bustomi mempersilakan sahabatnya itu masuk ke dalam rumah.Pak Budi pun menceritakan semua yang terjadi antara Bu Jami

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Benang merah

    "Harganya 150 juta?" Zaydan terbelalak ketika cincin itu sudah diletakkannya di toko berlian terbesar di kota Jambi."Benar sekali, Pak. Berlian ini penuh dengan permata dan hanya gagangnya saja yang kecil. Sehingga harganya memang relatif tinggi.""Sebentar. Saya tanya istri saya dulu." Zaydan segera menghubungi Qiara dan mengabarkan bahwa harga berlian itu dibeli dengan nilai 150 juta."Alhamdulillah. Berarti tidak terlalu banyak mengalami penyusutan. Mas minta pihak toko berlian mentransfer ke rekening Mas saja supaya lebih aman.""Oke, Sayang."Zaydan merasa lega karena satu permasalahan telah selesai di rumah tangganya. Kemarin setelah berdebat dengan Qiara, Zaydan akhirnya memenuhi keinginan istrinya itu untuk menjual cincin berlian tersebut dan segera mengambil program S2.Pak Rektor kampus IAI Nusantara merasa bersyukur karena akhirnya Zaydan memutuskan mengambil program S2. Pihak kampus memang teramat sangat menyayangi Zaydan karena kedisiplinannya di kampus dan beberapa pres

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Cincin berlian

    "Bukan begitu, Sayang." Zaydan menarik Qiara ke dalam pelukannya dan mencium pipi istrinya itu Dengan mesra."Aku tahu, Mas, tapi aku tetap sependapat dengan kamu. Aku tidak ingin jika nanti calon menantuku memiliki nasib yang sama dengan suamiku. Aku tidak ingin Zahwa seperti ibunya yang sangat membangkang soal memakai hijab karena tidak dibiasakan dari kecil." Qiara mengecup telapak tangan Zahwa dengan lembut."Dia cantik sekali. Kulitnya putih bersih dan wajahnya ....""Fotocopy Mas Zaydan. Sepertinya aku hanya tempat penampungan benih saja.""Bukankah lebih baik seperti itu, Nak? Hari-hari kamu akan ditemani oleh dua Zaydan yang generasi dan versinya berbeda."Qiara hanya terkekeh mendengar ucapan Bu Jamilah. Dia sendiri sebenarnya merasa bangga melihat kemiripan Zaydan dan Zahwa. Dari raut wajah Zahwa yang menandakan bahwa Qiara memiliki cinta yang begitu teramat sangat besar kepada Zaydan. Sehingga sedikitpun tak ada celah wajahnya di tubuh bayi mungil itu.***"Ibu mau ke mana?

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Hijab Zahwa

    Pak Bustomi mengusap kasar wajahnya. Menyesal karena sudah mendatangi rumah anak menantunya yang akan berdampak pada kekecewaan di hatinya sendiri."Terserah bagaimana kemauanmu. Ayah tidak akan pernah peduli lagi apapun yang terjadi padamu." Pak Bustomi pergi meninggalkan kediaman Qiara dan Zaydan."Sayang, Mas tahu Mas bukanlah suami yang baik untukmu. Mas mungkin tidak bisa memberikan kehidupan yang baik seperti ayahmu. Tapi Mas berjanji tidak akan pernah membiarkan kalian tidak makan seperti yang ditakutkan oleh Ayah." Zaydan merangkul bahu Qiara dan mengecup kening istrinya itu dengan mesra.***"Kamu keberatan nggak kalau ibu pulang ke rumah kita?" Zaydan menggulung lengan baju sambil menatap Qiara yang tengah menyusui Zahwa."Mas kok nanya sama aku sih? Mas kepala keluarga yang wajib mengambil keputusan di rumah ini.""Tapi kamu adalah istri Mas. Keputusannya Mas ambil harus sesuai dengan persetujuan darimu.""Masalahnya, apa ibu juga setuju untuk tinggal di sini?"Zaydan mengh

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Qiara vs Pak Bustomi

    "Mas, mobil kita ke mana? Selama pulang dari rumah sakit, aku tidak melihat keberadaan mobil kita." Qiara yang tengah menjemur Zahwa di halaman rumah menoleh ke arah garasi mobil yang kosong."Nanti Mas ceritakan sama kamu. Sekarang kamu fokus aja menjemur Zahwa dan mengajaknya berbicara."Zaydan segera masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Qiara yang menjemur Zahwa di bawah sinar matahari pagi.Bu Jamilah masih dirawat di rumah sakit di kota Jambi. Dokter belum mengizinkan Bu Jamilah pulang sebelum perempuan paruh baya itu sembuh total. Zaydan pun sepakat dengan ucapan Dokter karena dia khawatir jika sampai terjadi hal yang buruk pada ibunya.Satu minggu sudah berlalu. Qiara sudah pulang dari rumah sakit dan mulai belajar menjaga bayinya melalui arahan-arahan yang disampaikan oleh Dokter kandungan.Zaydan pun dengan begitu cekatan membantu segala sesuatu yang dibutuhkan oleh Qiara. Mulai dari membantu memandikan, sampai menyiapkan pakaian bayi tersebut."Sayang, air hangat untukmu su

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Penjelasan Zaydan

    "Apa maksud ibu? Meminta Zaydan memilih antara Qiara atau ibu? Itu artinya ibu tidak ingin tinggal satu atap dengan Qiara?" Zaydan melepas genggaman tangannya dan berdiri sambil melipat tangan di dada."Dari sini sudah bisa membuktikan kalau kamu pasti tidak akan memilih ibu. Kamu pasti akan memilih Qiara," sahut Bu Jamilah sambil menyunggingkan senyumnya."Tentu saja, Bu. Qiara adalah perempuan yang aku nikahi dan Aku bersumpah di hadapan Tuhan dan orang tuanya bahwa aku akan menjaga dan merawat dia dengan baik. Bahkan sekarang Qiara sedang melahirkan benih yang sudah aku tanam. Bagaimana mungkin aku meninggalkan Qiara demi memenuhi permintaan ibu.""Tapi aku adalah ibu kandungmu.""Lalu apa salahnya kalau ibu kandung dan istriku bisa bersama-sama? Toh selama ini Qiara teramat sangat menyayangi ibu. Bahkan ibu selalu memuji kebaikan Qiara.""Itu dulu. Sebelum ibu tahu bagaimana karakter Qiara yang sebenarnya. Setelah ibu tahu bahwa Qiara ingin menguasai mu sepenuhnya, sedikit pun tak

  • Prahara Cinta Ustadz Tampan    Pilih ibu atau istri

    "Ibu kenapa, Mas? Kritis?" Qiara yang ikut mendengar keterkejutan Zaydan menoleh ke arah suaminya itu."Iya. Pak Budi meminta Mas untuk segera berangkat ke rumah sakit." Zaydan mengusap kasar wajahnya. Ia tidak mungkin meninggalkan Qiara dan Zahwa di rumah berdua saja dengan kondisi Qiara yang baru saja melahirkan.Rumah mereka yang terletak di pinggiran kota tentu saja membuat Zaydan khawatir jika anak dan istrinya ditinggal berdua saja di rumah."Ya sudah. Kalau begitu Mas langsung saja pergi ke sana. Aku nggak papa kok berdua saja sama Zahwa.""Nggak bisa gitu dong, Sayang. Mas nggak mau meninggalkan kalian berdua di sini. Itu sangat berbahaya." Zaydan menggeleng sambil memikirkan langkah apa yang harus dia ambil."Apa begini saja. Kalian ikut Mas aja ke kota Jambi. Mas akan booking sebuah hotel untuk kalian tempati. Hotel yang letaknya dekat dengan rumah sakit." "Tapi, Mas ...."Zaydan langsung membereskan barang-barang Zahwa dan Qiara. Lelaki itu segera memasukkan barang-barang

DMCA.com Protection Status