Terenyuh hati Zaydan mendengar perkataan Pak Bustomi. Dia pun merasa malu karena terus-terusan menolak permintaan Pak Bustomi untuk menerima uang tersebut dengan alasan tulus membantu mertuanya itu, padahal pada kenyataannya dia tidak bisa memenuhi semua kebutuhan Qiara."Baiklah. Zaydan akan menerima uang pemberian dari Ayah setiap bulannya. Maaf karena selama ini Zaydan menolak pemberian Ayah. Semua itu semata-mata karena Zaydan tidak ingin Ayah berpikiran bahwa Zaydan membantu Ayah karena ingin mendapatkan bayaran," ujar Zaydan sambil menatap Pak Bustomi lekat-lekat.Pak Bustomi menepuk-nepuk bahu Zaydan dan merasa bangga memiliki seorang menantu yang sedikitpun Tidak pernah menginginkan keuntungan dari uang milik Ayah mertuanya. Bahkan selama ini Zaydan selalu menolak uang pemberian dari Pak Bustomi meskipun kondisi keuangannya sedang tidak stabil."Boleh Ayah sarankan sesuatu kepadamu?" tanya Pak Bustomi di sela-sela pembicaraan mereka."Silakan, Ayah." Zaydan mempersilakan denga
"Kenapa pula Abang harus menertawakanmu? Emangnya kamu itu pelawak?" Pak Bustomi yang memang seorang humoris langsung bertanya kepada adiknya membuat Pak Subhan semakin merasa tidak enak hati dan lelaki itu pun akhirnya mengikut istrinya agar istrinya saja yang angkat bicara."Begini Bang, lusa orang tua Ammar akan datang ke rumah untuk melamar Amira." Bu Subhan memulai ucapan membuat Pak Bustomi tercengang."Emangnya si Ammar sudah membuka cabang butik di Kota Muara Bulian?" Pak Bustomi refleks bertanya kepada Pak Subhan mengingat adiknya itu dulu mengharuskan Ammar memiliki butik di Muara Bulian barulah boleh menikahi Amira."Nggak begitu, Bang. Aku sudah merubah konsep ku itu. Aku pernah mendengar ceramah seorang ustadz kondang yang mengatakan, bahwa mencari seorang menantu tidaklah harus dilihat dari pekerjaannya yang sudah mapan. Tapi mencari menantu haruslah dilihat dari keimanannya dan ketakwaannya kepada Tuhan. Jika seorang pemuda sudah bertakwa kepada Tuhan, maka insya Allah
Pak Subhan dan istrinya saling pandang. Mereka sendiri belum bisa menentukan kapan akan segera melaksanakan pernikahan Amira dan Ammar. Mengingat mereka yang belum bertemu dengan orang tua Ammar yang tentu saja akan mereka putuskan bersama-sama resepsi pernikahan itu."Kalau Paman sih siap saja kapanpun orang tua Ammar ingin melangsungkan pernikahan itu. Kami hanya butuh waktu dari orang tua Ammar saja," sahut Pak Subhan.Zaydan manggut-manggut mendengar perkataan Pak Subhan. Sebenarnya dia ingin memberikan saran kepada Pak Subhan agar sebaiknya resepsi pernikahan itu dilangsungkan secepatnya. Mengingat Ammar Yang sepertinya sudah tidak tahan untuk mengesahkan hubungannya dengan Amira.Namun Zaydan sendiri tidak ingin jika nanti Paman Subhan tersinggung dengan perkataannya, sehingga dia memutuskan untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikannya itu kepada Ammar saja esok hari.Zaydan berpamitan pada Pak Subhan dan yang lainnya untuk kembali ke dalam kamar untuk membangunkan Qiara kar
Qiara sama sekali tidak menyangka Jika ternyata dokter kandungan yang akan memeriksanya malam ini adalah Leon. Dia ingat betul, Leon tidak bertugas di Rumah sakit Mitra Medika Batanghari, tapi bertugas di rumah sakit hamba."Kamu kok tugas di sini?" Qiara bertanya kepada Leon sambil menoleh ke arah Zaydan karena dia khawatir jika Zaydan mulai tersulut emosi dan akan marah kepadanya.Leon mempersilakan Qiara dan Zaydan duduk di hadapannya. Lalu meminta buku catatan kesehatan Qiara yang langsung diberikan oleh Zaydan."Iya, Qi. Aku dipindahkan ke rumah sakit ini." Leon tersenyum sambil menyalakan komputer di sampingnya.Qiara mulai ambigu ketika melihat layar monitor yang sudah mulai menyala dan sepertinya Leon ingin segera memeriksa kandungannya. Perempuan itu menggenggam erat tangan Zaydan untuk meminta pendapat Zaydan apakah dia akan melanjutkan pemeriksaan kandungan itu atau tidak.Bisa Qiara lihat Bagaimana kekesalan di hati Zaydan yang menatap tajam pada Leon yang sejak tadi terus
Zaydan segera menghadang langkah Qiara dengan cepat. Dia tidak ingin jika sampai istrinya itu salah paham."Sayang, maksud Mas bukan begitu. Mas akan tetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang dosen untuk memberikan keterangan dan informasi serta materi yang jelas kepada para mahasiswa. Tapi Mas juga akan memenuhi keinginanmu untuk tidak membuat cemburu dengan meladeni mereka di luar kelas. Maka dari itu Mas berpikir keras Bagaimana caranya agar bisa membuat mahasiswa tidak banyak bertanya setelah pelajaran selesai," sahut Zaydan dengan mantap.Qiara yang tadi menatap tajam kepadanya langsung melembutkan tatapan dan dia pun langsung bergelayutan di lengan Zaydan."Janji ya. Pokoknya nggak ada lagi mahasiswa yang nanya-nanya soal materi di luar kelas," rengek Qiara dengan manja.Zaydan merangkul Qiara dan mengajak perempuan itu untuk makan di seberang rumah sakit yang mana terdapat sebuah warung nasi uduk yang cukup terkenal enak rasanya."Emangnya Mas pernah makan di sini?" Qiara
Zaydan hanya menghela nafas panjang mendengar permintaan Qiara. Tentu saja dia dilema, antara ingin memberikan sambal pedas itu kepada istrinya atau akan melihat istrinya merajuk sepanjang malam. Menyesal Zaydan karena telah memesan sambal pedas yang sesuai dengan seleranya."Sayang, Mas kan udah bilang kalau kamu nggak boleh makan sambal pedas?" Zaydan berusaha bernegosiasi dengan Qiara.Namun seperti perkiraan Zaydan, Qiara langsung mengerucutkan bibirnya dan melipat tangan di dada."Curang banget sih, Mas jadi suami. Aku Mas larang makan pedas dengan alasan lagi hamil, tapi Mas nggak menghargai perasaanku sedikitpun." Mata Qiara mulai berkaca-kaca karena dia merasa Zaydan keterlaluan telah memberi dia keinginan untuk menikmati makanan pedas di hadapannya.Zaydan yang tidak ingin melihat Qiara bersedih akhirnya memutuskan untuk tidak memakan sambal yang berada di hadapannya. Lelaki itu membawa sambal kepada pelayan penjual nasi uduk dan meminta sambal yang baru."Mas mengalah deh. M
Suara kicau burung begitu merdu di pohon belimbing yang terletak di samping rumah Pak Bustomi. Beberapa ekor bebek tampak melintas di pinggir jalan membuat Qiara yang tengah berjalan di atas rerumputan di depan rumah Pak Bustomi tersenyum kegirangan."Lucu juga ya Kalau seandainya aku punya anak yang banyak nanti. Pasti mereka bakalan seperti anak-anak bebek itu yang mengikutiku ke mana pun pergi." Qiara terkekeh sambil membayangkan dia yang memiliki banyak anak yang usianya hanya terpaut satu tahun saja yang tentu saja mengikuti kemanapun dia pergi."Emangnya kamu nggak keberatan Kalau mas minta punya anak banyak seperti bebek-bebek itu?" Zaydan tiba-tiba memeluk Qiara dari belakang membuat perempuan itu tersentak kaget."Ih, mas kerjaannya nguping aja deh. Bikin sebel." Qiara memukul bahu Zaydan karena dia menyadari bahwa suaminya itu baru saja menguping pembicaraannya.Zaydan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sebenarnya dia tidak berniat untuk menguping pembicaraan istrinya, h
Qiara semakin merasa bahagia karena Zaydan yang sudah memeluknya dari belakang dan menatap embun-embun yang sudah mulai mencair karena terkena sinar matahari.Permukaan danau terlihat meriak karena ikan-ikan di sana menyambut pagi dengan sukacita."Mereka pasti kelaparan. Bagaimana kalau kita langsung memancing saja?" Qiara bertanya kepada Zaydan yang langsung disambut gelengan kepala oleh lelaki itu."Loh emangnya kenapa?" Qiara sedikit menyipit saat melihat Zaydan yang tidak setuju dengan ide yang diberikannya.Zaydan memutar tubuh Qiara dan menaik turunkan alisnya. Hal itu membuat Qiara kebingungan karena dia tidak tahu maksud ucapan Zaydan."Aku benar-benar nggak ngerti deh maksud apaan? Kenapa alis Mas naik turun kayak gitu?" Qiara bertanya kepada Zaydan dengan tatapan heran."Yang tadi udah janji ngizinin Mas besuk dedek bayi siapa?" Zaydan mendekatkan bibirnya di telinga Qiara membuat Qiara seketika tersenyum malu.Tentu saja perempuan itu masih ingat jika tadi dia berjanji kep