Bisa Qiara rasakan Bagaimana tajamnya tatapan Bu Jamilah yang merasa kecewa karena Qiara bohongi. Qiara yang jelas-jelas tadi mengatakan ingin pergi ke suatu tempat dan ternyata Mereka pergi ke Cafe Cemara yang letaknya tak jauh dari panti asuhan dan rumah Pak Budi, tentu saja membuat Bu Jamilah merasa bahwa Qiara tidak ingin diganggu kemesraannya bersama Zaydan."Kayaknya Bu Jamilah marah sama aku karena tadi mengirimkan pesan kepadanya dengan mengatakan bahwa kita akan pergi ke suatu tempat." Qiara berkata sambil tertunduk di hadapan Zaydan.Zaydan yang melihat bagaimana tatapan marah Bu Jamilah kepada istrinya tentu saja tidak ingin jika istrinya dimarahi oleh orang lain hanya karena Qiara mengatakan bahwa mereka akan pergi ke suatu tempat, tapi pada kenyataannya mereka hanya pergi ke Cafe Cemara saja."Biar Mas yang menjelaskan kepada Bu Jamilah dan juga Pak Budi." Zaydan langsung bangkit dari tempat duduknya. Lelaki itu tidak ingin jika sampai ada kesalahpahaman antara Bu Jamila
"Enak aja kamu ngomong gitu." Zaydan langsung mencubit pinggang Ammar. Tentu saja lelaki itu tidak setuju jika sahabatnya menganggap bahwa pertemuan hari itu sia-sia dikarenakan dia dan Qiara sudah merencanakan pertemuan itu sedemikian rupa.Bahkan Zaydan dan Qiara sudah mengorbankan kemesraan mereka di rumah demi membantu Ammar."Habisnya tadi kalian bilang kalau kalian tidak bisa menjamin bahwa rencana ini akan berhasil untuk kita memberi kejutan kepada Amira," sanggah Ammar."Memang kenyataannya seperti itu kan? Kamu tahu sendiri bagaimana kerasnya Amira dan kamu pasti tahu bagaimana karakter perempuan yang akan kamu nikahi itu. Jadi tidak menutup kemungkinan kalau rencana yang sudah kita pasang sedemikian ini bisa gagal karena penolakannya," tambah Zaydan lagi.Ammar hanya manggut-manggut mendengar perkataan Zaydan. Dia sadar betul sahabatnya itu tidak pernah gagal dalam menjalankan misi apapun. Terlebih misi ini dibantu oleh Qiara yang merupakan sahabat Amira yang tentu saja Qiar
"Keabadian Cinta?" Qiara kembali meneliti cincin itu dengan seksama tapi dia benar-benar tidak tahu maksud perkataan Zaydan karena dia sendiri juga tidak terlalu peduli dengan bunga yang melekat di liontin cincinnya itu."Jadi selama ini kamu tidak tahu kalau cincin itu memiliki makna tersendiri?" Zaydan kembali bertanya kepada Qiara membuat Qiara seketika tersipu malu."Mas ... Kamu kan tahu sendiri kalau aku memang nggak paham soal makna-makna dan lambang-lambang sesuatu yang kamu tulis. Jadi aku benar-benar nggak tahu apa makna dari liontin cincin ini. Kasih tahu aku ya." Qiara memohon kepada Zaydan sambil memegangi lengan suaminya itu dan bergelayut manja di lengan tersebut.Zaydan memperlambat laju kendaraannya lalu mendekatkan pipinya di hadapan Qiara. Lidahnya ditonjolkan ke arah kiri sehingga pipinya membentuk gelembung dan dia pun memberi kode kepada Qiara untuk mencium pipi tersebut.Qiara yang kebingungan melihat Zaydan yang menggembungkan pipinya seketika terbelalak dan di
Napas Ammar seketika menderu mendengar perkataan Qiara. Dia menyesal karena mengambil keputusan secara mendadak dan tidak berdiskusi terlebih dahulu dengan Qiara tentang perhiasan yang akan diberikannya kepada Amira. Sedangkan uang untuk membuat cincin itu harganya cukup mahal dan sudah menguras tabungannya."Kalau begitu bakalan gagal rencanaku ini. Kalau Amira pernah menolak pemberian cincin dari ibunya berbentuk belah rotan, tidak menutup kemungkinan dia juga akan menolak cincin pemberian dariku," ujar Ammar dengan rasa sedih.Qiara merasa bersalah melihat ekspresi Ammar. Perempuan itu sedikitpun Tidak pernah berniat untuk membuat Ammar kecewa atas keputusan yang sudah diambil. Qiara pun menoleh ke arah Zaydan dengan tetapan sedih membuat Zaydan hanya mengusap punggungnya karena Zaydan tidak ingin jika istrinya itu merasa terluka."Karakter seseorang kan bisa saja berubah oleh orang yang memberinya sesuatu. Siapa tahu saja nanti tiba-tiba Amira menerima cincin yang diberikan oleh A
Pak Bustomi hanya mengendikkan bahunya kepada Zaydan. Dia sendiri juga bingung bagaimana cara membujuk Qiara jika perempuan yang sedang berbadan dua itu merajuk."Ayah minta maaf kalau terkesan parno ataupun percaya kepada hal-hal yang berbau mistis, tapi Ayah benar-benar mengkhawatirkan keadaan Qiara kalau sampai Qiara pergi ke danau malam hari dan menginap di sana. Soalnya memang banyak kejadian orang-orang di sini yang ketika sedang hamil muda selalu diikuti oleh kuntilanak." Pak Bustomi berkata dengan hati-hati kepada Zaydan karena dia tahu Zaydan pasti akan menertawakannya mengingat menantunya itu adalah seorang Ustadz yang tidak percaya dengan hal-hal yang dianggap syirik seperti itu.Zaydan hanya tersenyum mendengar perkataan Ayah mertuanya. Meskipun dia kurang percaya dengan hal-hal yang berbau syirik ataupun mistis, tetap saja dia mengkhawatirkan Qiara jika menginap di danau memang takut ada aura aura yang tidak baik di danau tersebut dan mereka pun memang akan kesulitan memi
Zaydan berusaha berpikir keras Bagaimana caranya agar Qiara tidak merajuk. Dia yang teramat sangat mencintai Qiara tentu saja tidak ingin jika sampai istrinya itu merasa cemburu kepada mahasiswi di kampus karena memang tugas Zaydan sebagai seorang dosen harus membantu mahasiswi yang tidak mengerti dengan materi."Oke deh. Mas akan ikuti keinginanmu. Mulai besok nggak akan ada lagi mahasiswi yang bertanya tentang materi kuliah kepada Mas di luar kelas. Mas nggak akan melayani pertanyaan mereka kalau mereka mempertanyakan sesuatu yang sudah Mas terangkan di kelas." Zaydan berkata dengan lembut kepada Qiara membuat Qiara yang tadi merasa dongkol seketika melunak hatinya."Beneran?""Iya, Sayang. Pokoknya sebisa mungkin Mas akan menjelaskan di kelas materi apa saja yang tidak dimengerti oleh mereka. Sehingga di luar kelas mereka tidak perlu lagi bertanya apapun kepada Mas. Kamu setuju kan kalau seperti itu?" Zaydan berkata dengan lembut dan menarik istrinya itu ke dalam dekapan.Betapa Qi
Terenyuh hati Zaydan mendengar perkataan Pak Bustomi. Dia pun merasa malu karena terus-terusan menolak permintaan Pak Bustomi untuk menerima uang tersebut dengan alasan tulus membantu mertuanya itu, padahal pada kenyataannya dia tidak bisa memenuhi semua kebutuhan Qiara."Baiklah. Zaydan akan menerima uang pemberian dari Ayah setiap bulannya. Maaf karena selama ini Zaydan menolak pemberian Ayah. Semua itu semata-mata karena Zaydan tidak ingin Ayah berpikiran bahwa Zaydan membantu Ayah karena ingin mendapatkan bayaran," ujar Zaydan sambil menatap Pak Bustomi lekat-lekat.Pak Bustomi menepuk-nepuk bahu Zaydan dan merasa bangga memiliki seorang menantu yang sedikitpun Tidak pernah menginginkan keuntungan dari uang milik Ayah mertuanya. Bahkan selama ini Zaydan selalu menolak uang pemberian dari Pak Bustomi meskipun kondisi keuangannya sedang tidak stabil."Boleh Ayah sarankan sesuatu kepadamu?" tanya Pak Bustomi di sela-sela pembicaraan mereka."Silakan, Ayah." Zaydan mempersilakan denga
"Kenapa pula Abang harus menertawakanmu? Emangnya kamu itu pelawak?" Pak Bustomi yang memang seorang humoris langsung bertanya kepada adiknya membuat Pak Subhan semakin merasa tidak enak hati dan lelaki itu pun akhirnya mengikut istrinya agar istrinya saja yang angkat bicara."Begini Bang, lusa orang tua Ammar akan datang ke rumah untuk melamar Amira." Bu Subhan memulai ucapan membuat Pak Bustomi tercengang."Emangnya si Ammar sudah membuka cabang butik di Kota Muara Bulian?" Pak Bustomi refleks bertanya kepada Pak Subhan mengingat adiknya itu dulu mengharuskan Ammar memiliki butik di Muara Bulian barulah boleh menikahi Amira."Nggak begitu, Bang. Aku sudah merubah konsep ku itu. Aku pernah mendengar ceramah seorang ustadz kondang yang mengatakan, bahwa mencari seorang menantu tidaklah harus dilihat dari pekerjaannya yang sudah mapan. Tapi mencari menantu haruslah dilihat dari keimanannya dan ketakwaannya kepada Tuhan. Jika seorang pemuda sudah bertakwa kepada Tuhan, maka insya Allah
2 tahun kemudian. "Jangan peluk Abinya Zahwa." Zahwa mendorong tangan Qiara yang melingkar di perut Zaydan saat mereka berbaring di saung samping rumah. "Abinya Zahwa kan kesayangan Umi." Qiara tetap memeluk Zaydan. "Lepasin! Abinya Zahwa!" "Sayangnya Abi dan sayangnya Mas kok berantem gitu sih? Sini-sini, peluk Abi sama-sama." Zaydan meletakkan Zahwa di atas perutnya dan membaringkan kepala Qiara di atas bahunya. Setiap hari selalu ada keributan karena memperebutkan perhatian Zaydan dari Qiara dan Zahwa. "Sayang, kita mandi yuk. Udah sore nih." Qiara membujuk Zahwa agar mandi. "Nggak mau." "Tapi ini udah sore." "Nggak mau!" "Zahwa, jangan lari-lari gitu. Umi capek." Qiara menyeka dahinya yang berkeringat karena mengejar Zahwa di halaman rumah. "Sayang, kamu aja deh yang bujuk Zahwa. Aku capek banget." Qiara akhirnya pasrah. Ia duduk di tepi kolam ikan sambil melipat tangan di dada. "Ya udah, Mas bujuk dia dulu. Kamu mandi duluan gih." "Oke." "Tunggu." "Apa lagi, Mas?"
"Ayah harus mencicipi tumis kangkung buatan Mas Zaydan. Kali ini tumis kangkungnya pakai cumi loh." Qiara meletakkan satu sendok tumis kangkung ke dalam piring ayahnya."Kalau Zaydan yang masak, tentu saja ayah tidak meragukannya lagi. Tapi kalau kamu yang masak, ayah masih agak sedikit ragu.""Iihhhh. Ayah kok gitu sih? Di sini kan Qiara yang anaknya ayah."Suasana makan malam begitu hangat karena Pak Bustomi yang sudah merindukan masakan Zaydan hari itu terbalaskan sudah kerinduannya.Zahwa selalu terkekeh setiap kali digoda oleh Pak Bustomi. Bayi mungil itu merasa teramat sangat senang karena bertemu dengan seorang lelaki yang sangat mirip dengan ibunya."Ayah sangat setuju dengan ide Zaydan memakaikan Zahwa hijab sejak bayi. Jangan sampai kesalahan ayah dan ibumu akan terulang kembali pada cucu ayah ini." Pak Bustomi membantu Zaydan memasangkan hijab untuk Zahwa karena bayi itu baru saja selesai gumoh.Ponsel Pak Bustomi berdering dengan kencang ketika mereka masih asyik berbincan
"Saya tidak pernah menimpakan kesalahan Zaydan di bahu saya. Justru Zaydan lah yang sudah mengemban dosa saya sehingga perseteruan ini bisa terjadi. Kalau saja saya tidak mendorong Qiara dengan keras. Kalau saja saya menuruti permintaan Qiara untuk menceritakan tentang jati diri saya. Kalau saja saya tidak memiliki pemikiran buruk pada Qiara, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi." Air mata meleleh membanjiri pipi Bu Jamilah.Pak Budi dan istrinya yang berada di dalam mobil tidak tahan melihat perdebatan antara Pak Bustomi dan Bu Jamilah yang tak kunjung usai. Sepasang suami istri itu pun menghampiri Pak Bustomi yang masih berdebat dengan Bu Jamilah."Budi?""Apa Anda percaya jika saya yang menceritakan kejadian sebenarnya?"Pak Bustomi menatap sepasang suami istri yang wajahnya begitu tegang. Hubungan baik sebagai sesama donatur di yayasan kasih ibu membuat Pak Bustomi mempersilakan sahabatnya itu masuk ke dalam rumah.Pak Budi pun menceritakan semua yang terjadi antara Bu Jami
"Harganya 150 juta?" Zaydan terbelalak ketika cincin itu sudah diletakkannya di toko berlian terbesar di kota Jambi."Benar sekali, Pak. Berlian ini penuh dengan permata dan hanya gagangnya saja yang kecil. Sehingga harganya memang relatif tinggi.""Sebentar. Saya tanya istri saya dulu." Zaydan segera menghubungi Qiara dan mengabarkan bahwa harga berlian itu dibeli dengan nilai 150 juta."Alhamdulillah. Berarti tidak terlalu banyak mengalami penyusutan. Mas minta pihak toko berlian mentransfer ke rekening Mas saja supaya lebih aman.""Oke, Sayang."Zaydan merasa lega karena satu permasalahan telah selesai di rumah tangganya. Kemarin setelah berdebat dengan Qiara, Zaydan akhirnya memenuhi keinginan istrinya itu untuk menjual cincin berlian tersebut dan segera mengambil program S2.Pak Rektor kampus IAI Nusantara merasa bersyukur karena akhirnya Zaydan memutuskan mengambil program S2. Pihak kampus memang teramat sangat menyayangi Zaydan karena kedisiplinannya di kampus dan beberapa pres
"Bukan begitu, Sayang." Zaydan menarik Qiara ke dalam pelukannya dan mencium pipi istrinya itu Dengan mesra."Aku tahu, Mas, tapi aku tetap sependapat dengan kamu. Aku tidak ingin jika nanti calon menantuku memiliki nasib yang sama dengan suamiku. Aku tidak ingin Zahwa seperti ibunya yang sangat membangkang soal memakai hijab karena tidak dibiasakan dari kecil." Qiara mengecup telapak tangan Zahwa dengan lembut."Dia cantik sekali. Kulitnya putih bersih dan wajahnya ....""Fotocopy Mas Zaydan. Sepertinya aku hanya tempat penampungan benih saja.""Bukankah lebih baik seperti itu, Nak? Hari-hari kamu akan ditemani oleh dua Zaydan yang generasi dan versinya berbeda."Qiara hanya terkekeh mendengar ucapan Bu Jamilah. Dia sendiri sebenarnya merasa bangga melihat kemiripan Zaydan dan Zahwa. Dari raut wajah Zahwa yang menandakan bahwa Qiara memiliki cinta yang begitu teramat sangat besar kepada Zaydan. Sehingga sedikitpun tak ada celah wajahnya di tubuh bayi mungil itu.***"Ibu mau ke mana?
Pak Bustomi mengusap kasar wajahnya. Menyesal karena sudah mendatangi rumah anak menantunya yang akan berdampak pada kekecewaan di hatinya sendiri."Terserah bagaimana kemauanmu. Ayah tidak akan pernah peduli lagi apapun yang terjadi padamu." Pak Bustomi pergi meninggalkan kediaman Qiara dan Zaydan."Sayang, Mas tahu Mas bukanlah suami yang baik untukmu. Mas mungkin tidak bisa memberikan kehidupan yang baik seperti ayahmu. Tapi Mas berjanji tidak akan pernah membiarkan kalian tidak makan seperti yang ditakutkan oleh Ayah." Zaydan merangkul bahu Qiara dan mengecup kening istrinya itu dengan mesra.***"Kamu keberatan nggak kalau ibu pulang ke rumah kita?" Zaydan menggulung lengan baju sambil menatap Qiara yang tengah menyusui Zahwa."Mas kok nanya sama aku sih? Mas kepala keluarga yang wajib mengambil keputusan di rumah ini.""Tapi kamu adalah istri Mas. Keputusannya Mas ambil harus sesuai dengan persetujuan darimu.""Masalahnya, apa ibu juga setuju untuk tinggal di sini?"Zaydan mengh
"Mas, mobil kita ke mana? Selama pulang dari rumah sakit, aku tidak melihat keberadaan mobil kita." Qiara yang tengah menjemur Zahwa di halaman rumah menoleh ke arah garasi mobil yang kosong."Nanti Mas ceritakan sama kamu. Sekarang kamu fokus aja menjemur Zahwa dan mengajaknya berbicara."Zaydan segera masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Qiara yang menjemur Zahwa di bawah sinar matahari pagi.Bu Jamilah masih dirawat di rumah sakit di kota Jambi. Dokter belum mengizinkan Bu Jamilah pulang sebelum perempuan paruh baya itu sembuh total. Zaydan pun sepakat dengan ucapan Dokter karena dia khawatir jika sampai terjadi hal yang buruk pada ibunya.Satu minggu sudah berlalu. Qiara sudah pulang dari rumah sakit dan mulai belajar menjaga bayinya melalui arahan-arahan yang disampaikan oleh Dokter kandungan.Zaydan pun dengan begitu cekatan membantu segala sesuatu yang dibutuhkan oleh Qiara. Mulai dari membantu memandikan, sampai menyiapkan pakaian bayi tersebut."Sayang, air hangat untukmu su
"Apa maksud ibu? Meminta Zaydan memilih antara Qiara atau ibu? Itu artinya ibu tidak ingin tinggal satu atap dengan Qiara?" Zaydan melepas genggaman tangannya dan berdiri sambil melipat tangan di dada."Dari sini sudah bisa membuktikan kalau kamu pasti tidak akan memilih ibu. Kamu pasti akan memilih Qiara," sahut Bu Jamilah sambil menyunggingkan senyumnya."Tentu saja, Bu. Qiara adalah perempuan yang aku nikahi dan Aku bersumpah di hadapan Tuhan dan orang tuanya bahwa aku akan menjaga dan merawat dia dengan baik. Bahkan sekarang Qiara sedang melahirkan benih yang sudah aku tanam. Bagaimana mungkin aku meninggalkan Qiara demi memenuhi permintaan ibu.""Tapi aku adalah ibu kandungmu.""Lalu apa salahnya kalau ibu kandung dan istriku bisa bersama-sama? Toh selama ini Qiara teramat sangat menyayangi ibu. Bahkan ibu selalu memuji kebaikan Qiara.""Itu dulu. Sebelum ibu tahu bagaimana karakter Qiara yang sebenarnya. Setelah ibu tahu bahwa Qiara ingin menguasai mu sepenuhnya, sedikit pun tak
"Ibu kenapa, Mas? Kritis?" Qiara yang ikut mendengar keterkejutan Zaydan menoleh ke arah suaminya itu."Iya. Pak Budi meminta Mas untuk segera berangkat ke rumah sakit." Zaydan mengusap kasar wajahnya. Ia tidak mungkin meninggalkan Qiara dan Zahwa di rumah berdua saja dengan kondisi Qiara yang baru saja melahirkan.Rumah mereka yang terletak di pinggiran kota tentu saja membuat Zaydan khawatir jika anak dan istrinya ditinggal berdua saja di rumah."Ya sudah. Kalau begitu Mas langsung saja pergi ke sana. Aku nggak papa kok berdua saja sama Zahwa.""Nggak bisa gitu dong, Sayang. Mas nggak mau meninggalkan kalian berdua di sini. Itu sangat berbahaya." Zaydan menggeleng sambil memikirkan langkah apa yang harus dia ambil."Apa begini saja. Kalian ikut Mas aja ke kota Jambi. Mas akan booking sebuah hotel untuk kalian tempati. Hotel yang letaknya dekat dengan rumah sakit." "Tapi, Mas ...."Zaydan langsung membereskan barang-barang Zahwa dan Qiara. Lelaki itu segera memasukkan barang-barang