Pagi itu mereka terbangun dalam keadaan masih saling memeluk. Marren yang membuka mata terlebih dahulu dan menatap wajah Arsan yang polos dengan posisi miring menghadapnya. Marren tersenyum dan tanpa sadar ia menyentuh wajah tampan yang belakangan hampir selalu berhiaskan kemarahan.Marren memainkan alis tebal Arsan untuk dikerutkan saat ia marah, ia pun mengikuti dengan memasang wajah merengut yang menakutkan mengejek, Arsan yang ternyata diam-diam mulai tersadar dari tidurnya. Akan tetapi ia ingin menikmati cara Marren menyentuh dan memperhatikannya. Ternyata dia sangat tampan bahkan dalam keadaan muka bantal seperti ini. Walaupun menyebalkan dan pemarah tapi entah kenapa saya tidak takut padanya. Apalagi akhir-akhir ini Saya sudah hampir terbiasa dan tahu tabiat buruknya. Dan entah kenapa Saya selalu merasa kemarahannya karena cemburunya yang berlebihan. Marren meraba wajah Arsan dari alis tebal, hidung
Marren membeku tidak bergerak, begitu pun dengan Haura yang menahan getaran di sekujur tubuhnya karena takut. Mereka berdua hanya bisa saling memandang dan berpegangan tangan saat suara Pria itu kembali menggedor-gedor pintu kamar tempat mereka bersembunyi. "MARREN! BUKA PINTUNYA!'' Keduanya diam membeku. Lagi-lagi teriakan Pria itu terdengar disertai suara gedoran pintu. Marren memberi kode pada Haura untuk bersembunyi di dalam lemari, walaupun menggeleng menahan air mata gadis belia itu terpaksa mematuhi perintah majikannya. Dengan langkah tanpa suara Haura berjinjit dan memasuki lemari yang menimbulkan suara tanpa bisa dielakkan. Mau tidak mau married terpaksa membuat kegaduhan untuk mengalihkan suara itu. ''SIAPA KAMU? CEPAT PERGI!" balas Marren dengan lantang, la tidak bisa memastikan itu benar suara Arland atau bukan. BRAK! Marren tersentak kaget bukan kepalang, karena ia mendengar suara riuh renda
"Arthur... Ini... Ini tidak seperti yang kamu pikirkan!" Marren berusaha berontak dari kuncian Arsan, sementara wajah Arthur begitu muak melihat pemandangan yang vulgar di hadapannya. "Lalu apa penjelasanmu, Ren?" Arthur menatap dengan wajah terluka. "Apakah ini tidak cukup menjelaskan semua yang terjadi? Ah, jangan bilang kamu ingin menyaksikan sampai puncaknya?" Arsan terkekeh, "Baiklah, silakan saja, asal jangan mengganggu aktivitas kami ya, Anak Muda!'' Belum sempat Marren ataupun Arthur memprotes dengan cekatan Arsan mencumbu leher Marren yang memang merupakan kelemahan istrinya. Marren spontan mengerang dan menggelinjang tidak karuan. "Aaahhhnnnn... Arsaaaan... Tung.... aaaahhh!" pekik Marren terlontar begitu saja. Melihat reaksi Marren yang di luar dugaannya, membuat Arsan makin mempermainkan wanita yang ada dalam kungkungannya itu. Dengan amarah yang sangat membuncah, Arthur membanting
Kali ini Arsan yang terbangun lebih dulu dibandingkan Marren. Wanita itu tampak sangat kelelahan karena digempur tanpa henti oleh arsan sepanjang malam itu. Arsan menatap wajah lelap istrinya yang masih meninggalkan rona kemerahan di wajahnya yang cantik memesona, lalu mengecup lembut bibir ranumnya yang masih membengkak karena ulahnya. "Kenapa sekalipun kamu tidak menyebut nama si bongsor saat kita bercinta semalam? Apa memang benar apa yang kamu katakan? Dan baru semalam kamu menjawab pernyataan cinta Saya. Apa itu benar?" gumam Arsan bertanya-tanya seraya menikmati wajah wanita yang ia sukai sejak mereka masih kanak-kanak. Arsan menutup kelopak matanya cepat-cepat saat ia melihat alis dan mata Marren bergerak-gerak. Dan benar saja tidak berapa lama kemudian, terdengar desahan manja terlontar dari bibir Marren. Wanita itu menggeliat bahkan sebelum membuka matanya dengan benar. la tampak terkejut karena melihat posisi tidurnya dipel
Marren berusaha mengejar Wira yang berlari menjauh, hingga beberapa meter ke depan, Maret berhasil menghentikan langkah Wira dengan memeluknya dari belakang. Gadis itu bergetar menahan air mata kesedihan dan kekecewaannya pada Maret. "Wira... Please... Saya mohon dengarkan penjelasan Saya lebih dulu. Saya mohon... Setelah itu kamu boleh membenci Saya, kamu boleh menjauhi Saya!" Marren melonggarkan pelukannya karena tidak merasakan perlawanan Wira."Saya pikir kita ini sahabat baik. Saya pikir Saya adalah satu-satunya sahabat yang kamu punya? Tapi lihat, peristiwa sebesar ini kamu simpan untuk dirimu sendiri? Kamu anggap saya apa, Marren?" Wira menatap Marren dengan nyalang sambil terus berderai air mata. "Wira..." Marren hanya bisa terisak. "Kamu baru muncul hari ini, kamu pikir berapa lama Saya mendengar gunjingan-gunjingan itu? Entah! Entah berapa hari tapi Saya merasa sudah berbulan-bulan mendengar ini semua tanpa tahu ap
"Apa? Apa maksudmu, Arthur?" Marren membelalak terkejut bukan kepalang. "Ya... Dia hanya memanfaatkan kamu! Seperti yang Saya bilang waktu itu." ''Apa maksudmu, Arthur?" ulang Marren dengan suara bergetar. ''Apa kau pikir Pria konglomerat seperti dia mau menikahi gadis gembel sepertimu tanpa ada maksud? Dia bisa membeli wanita mana saja yang dia mau! Bahkan para jalang brengsek mana pun juga rela menyerahkan diri begitu saja padanya!" ''HENTIKAN!'' "Jangan bertele-tele Arthur! Jelaskan apa maksudmul" Marren masih menahan emosinya yang terpendam. "Haahh... Ya! Si bajingan keluarga Ryzadrd itu ingin menguasai warisanmu! Jadi .....""'Warisan apa? Sayang tidak punya warisan apa pun!" Marren memekik bingung. "Sebenarnya hutang-hutang itu milik XYNZ COMPAR OFFICE, bukan milik pribadi kakekmu. Mereka memutarbalikkan fakta bahwa kakek dan Daddy mu yang berhutang. Karena kakek dan Daddy mu tahu yang sebenarnya, m
Tiba-tiba terdengar suara seseorang menabrak pintu dengan keras, hingga membuat pintu itu terbuka dan rusak. Arthur tersentak dari aktivitasnya mencumbu Marren. Mereka berdua sama-sama terperanjat melihat tubuh seseorang yang terpelanting menabrak pintu karena sesuatu. Arthur perlahan bangkit dan menjauh dari Marren. Pria berbadan besar itu sedang merapikan celana panjangnya saat tiba-tiba Arsan berlari menyerbu masuk dan menendang Arsan, Mendapat serangan mendadak Arsan langsung terjungkal menabrak meja, menumpahkan segala yang ada di atas meja itu dan membuat Arthur tidak bergerak. Wajah Arsan yang telah menahan amarah makin meradang saat ia menemukan Marren yang menggigil di atas ranjang dengan wajah babak belur dan perban. Apalagi saat ia melihat baju yang dikenakan Marren telah koyak tak karuan. Arsan segera berlari memeluk Marren. ''Marren, Sayang..." Arsan memeluk Marren erat-erat. Dan entah bagaimana, Marren membala
Marren terbangun dengan tersentak dari tidurnya, la celingukan melihat ke sekelilingnya. la melihat suasana kamar yang serba putih dan berbau desinfektan. Dan ia baru menyadari punggung tangan kirinya telah terikat oleh selang infus.''Rumah sakit? Apa ini benar di rumah sakit? Oh Arsan, di mana dia? Ke mana orang-orang? Arsan juga, mana dia?" Baru saja Marren bangkit dari tidurnya, ia yang berencana akan beranjak mencari Arsan, tiba-tiba harus kembali duduk karena merasakan kepalanya yang berdenyut-denyut. ''Kenapa kepala Saya? Oh iya benar, kondisi Saya juga sedang kacau. Kemarin habis kecelakaan dan kena culik. Dan Arthur, ya Tuhan... Kenapa dia jadi seperti itu? Atau memang itu sisi dirinya yang sebenarnya yang tidak pernah Saya tahu?'' Gumam Marren setelah teringat serangkaian peristiwa yang mereka alami.Wanita cantik itu menitikkan air matanya saat ia kembali teringat penuturan Arthur tentang semua rahasia di balik pernikahannya dengan Ar