Dengan seragam rapihnya Alin berjalan menunju meja makan. Dirinya terheran-heran kala kakak dan mamah tirinya sedang menyiapkan makanan.
Tidak sampai disitu, tadi pagi-pagi sekali mamahnya membangun kan dia. Ia kira akan disuruh ini itu ternyata hanya untuk mengingatkannya bahwa hari ini sekolah.
"Eh Alin? Sini makan gue udah masakin buat lo." Ucap Alya.
"Gak usah repot-repot kak," alibi Alin.
"Udah kamu duduk aja. Anggap aja ini permintaan maaf dari kami," ucap sang mamah menyuruh Alin duduk.
Alin menurut, melihat hidangan dihadapannya yang begitu banyak. Biasanya dia sarapan hanya dengan roti dan segelas susu saja.
Alin melirik kakak dan mamahnya. Gadis itu bertanya-tanya apakah mereka sedang kesurupan jin baik?
Soalnya momen ini sangatlah langka. Yang mereka biasa lakukan hanyalah menyiksa nya.
"Tenang Alin, gak gue kasih racun ko. Ya kan mah," ucap Alya.
"Iya Lin, makan coba. Kami udah susah payah biki
Aldi mengusap puncak kepala Alin dalam dekapannya. gadis itu menangis sesegukan.saat ini mereka sedang di depan ruang IGD. yang artinya papahnya alin masih dalam tanganan dokter."papah..." gumam Alin."sttt." Aldi menenangkan, mengusap punggung gadis itu lembut."papah gak akan pergi ninggalin Alin kan." gumam gadis itu."gak boleh bicara gitu. gue selalu ada di samping lo."Alin menangis sejadi-jadinya. alin tidak mau kehilangan untuk kedua kalinya lagi. papahnya lah yang membuat dia bertahan."Gue lelah Al," ucap Alin.Aldi melepaskan pelukannya, menangkup kedua pipi gadis itu lalu menatap kedua mata Alin."Lo boleh lelah tapi jangan menyerah, oke?" ucap Aldi memberikan semangat.Air mata gadis itu kembali meluncur begitu saja, diiringi dengan rasa pusing di kepalanya.Aldi melebarkan matanya kala darah segar keluar dari hidung gadis itu."Lo mimisan?"Alin menyentuh hidu
Gadis dengan baju pasien itu berjalan memasuki ruangan dimana papahnya terbujur kaku.Alin berjalan menghampiri papahnya yang tertidur dengan bantuan alat pernafasan."Halo pah, Alin kangen sama papah, ingin sekali Alin bertemu papah. Sayangnya sekalinya Alin bertemu, papah sakit," gadis itu duduk di samping tempat tidur sang papah."Padahal banyak sekali yang ingin Alin ceritakan. Kebahagiaan papah itu sudah cukup untuk Alin bertahan, papah superhero Alin.""Sedih banget liat superhero Alin terbujur kaku kayak gini. Kalo bisa Alin aja yang ada di posisi papah." Gadis itu menggenggam tangan berotot yang di pasang infus."Alin ingin sekali berkata jujur. Biarkan Alin jujur saat ini mumpung papah gak bisa denger kan lagi tidur hehe," Alin cengegesan."Alin gak bahagia pah." Alin menundukkan kepalanya."Alin kangen bunda,Alin bahkan pernah merasakan dimana ada di titik pengen nyusul bunda." Gadis itu perlahan menetaskan air mata.
"Alin mana?" Kata itu yang langsung terlontar dari mulut Alvin ketika memasuki ruang rawat Feri.Semua mata tertuju padanya. Feri sudah siuman, lelaki itu menatap Alvin bingung."Alin lagi beli makan di kantin sama Aldi dan ketiga temen lo. Lo disini aja nunggu," Alya tiba-tiba menghampiri Alvin dan menarik tangan cowok itu untuk duduk di sofa ruangan itu.Alvin menepis tangan Alya," jangan setuh gue.""Gue mau nyusul mereka ke kantin, permisi."Alvin pamit keluar dari ruangan itu."Gue ikut!" Seru Alya mengikuti Alvin yang menghiraukan kehadirannya."Al!"Alvin mengalihkan pandangannya saat ada yang memanggil namanya.Terlihat Kenzo memanggilnya dengan membawa kantung kresek di tangganya."Mau kemana?" Tanya Arya menghampiri Alvin."Alin mana?" Tanya Alvin balik bertanya."Alin pulang ke rumahnya sama Aldi,katanya Alin mau ganti baju." Jawab Ardan yang dari tadi di samping Arya.Sial, k
Seorang gadis memasuki area kantin yang ramai itu. Mengedarkan pandangannya kearah warung-warung berharap ada yang kosong atau tidak panjang mengantri. Maklum, dirinya yang tidak memiliki teman dekat sampai sekarang kemana-mana hanya sendiri. Dia bukan anak yang tidak pandai berinteraksi, namun Aldi yang selalu ada di sampingnya, menjadi sahabat, sekaligus orang penyemangat untuk dia. Dari kecil Aldi bersamanya. Alin pikir Aldi juga cukup untuk dijadikan sahabat dekatnya. Jelas saja dia juga butuh seorang teman perempuan supaya sama-sama bisa saling mengerti karena sama-sama perempuan. "Ck!" Gadis itu berdecak kala dia terpaksa harus mengantri. Jelas saja warung-warung penuh oleh siswa-siswi yang mengantri. Alin menghela nafasnya kala Aldi belum juga datang. Cowok itu sedang mengantarkan buku ke perpustakaan. Jika saja sekarang ada Aldi, pasti cowok itu sudah menerobos antrian dan mendapatkan makanan awal. Tidak jarang juga
"Alin!"Gadis yang merasa dipanggil menghentikan langkah kakinya.Terlihat di lapangan sana Alvin tengah berlari menghampirinya."Tangan lo udah sembuh?" Tanya Alvin dengan seragam basketnya.Alin hanya mengangguk lalu melanjutkan langkahnya yang tertunda."Alin." Panggil Alvin kembali sambil menyusul langkah gadis itu."Kenapa lo terus menghindar dari gue?"Gadis itu hanya diam."Alina!" Alvin menggenggam tangan Alin membuat langkah gadis itu terpaksa berhenti."Kenapa sih?" Alin menghentakkan tangan cowok itu sehingga genggaman di tangannya terlepas."Lo kenapa sih? Tiba-tiba menjauh dari gue?" Tanya Alvin."Apa iya? Perasaan lo aja kali.""Kalo ada masalah cerita sama gue. Gue buat salah sama lo?"Gadis itu hanya diam."Jawab!""Lo siapa gue sih kak? Lo itu cuma cowok pemaksa yanga buat kehidupan tenang gue jadi gak tenang lagi. Karena lo gue suka dapat masalah."
Alin turun dari bus yang dia tumpangi untuk pulang. Gadis itu lalu berjalan membuka gerbang rumahnya.Tin!Pergerakan nya terhenti saat suara klakson terdengar di indra pendengarannya. Gadis itu menoleh.Terlihat Alvin dengan motor ninja merahnya dan Alya yang di bonceng cowok itu yang tengah memeluk erat pinggang Alvin.Alin membuka lebar gerbang itu lalu segera memasuki rumahnya.Gadis itu berlarian kecil membuka pintu kamarnya lalu menutupnya kembali.Dengan langkah kecilnya Alin membuka tirai jendela, melihat kearah gerbang dimana Alya dan Alvin tengah berjalan masuk."Ngapain pake di suruh mampir sih?" Ucap Alin."Bulshit banget, katanya suka sama gue. Sekarang jalan sama Alya."Alin duduk di meja belajarnya.Gadis itu lalu menepuk pelan kepalanya."Gue kan harus siap-siap. Pasti Aldi bentar lagi datang."Gadis itu segera bejalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.Al
"Sebenarnya Alin dimana? Dari tadi kita udah muter-muter kota ini gak jelas." Decak Alvin."Jangan-jangan lo bohong? Lo gak tau Alin dimana kan? Itu sebabnya lo selalu kasih tau tempat yang salah dan berakhir kita muter-muter jalanan gak jelas.""Gue tau, cuma tadi gue sengaja memperlambat waktu. Gue pengen lebih lama bareng sama lo." Ucap Alya dengan wajah tidak bersalah nya.Alvin memberhentikan mobilnya ditepi jalan."Turun!" Seru cowok itu dengan nada emosi.Bagaimana tidak? Sekarang sudah pukul 20.00, sudah 1 jam mereka mengelilingi jalan raya namun tidak kunjung bertemu Alin, karena Alya selalu memberikan tempat tujuan lokasi yang salah."Oke-oke! Sebenarnya Aldi bawa Alin ke pasar malam. Jadi jangan turunin gue oke?" Ucap Alya mengalah."Awas kalo lo bohong lagi, gue buang lu di jalanan!" Ancam Alvin lalu melajukan mobilnya membelah jalan raya yang padat, spertinya karena ini malam minggu.*****
Keesokan paginya Alin berjalan memasuki area sekolah. Peluh keringat membanjiri mukanya. Bagaimana tidak? Dia lari dari rumahnya samai ke sekolah.Tadi pagi-pagi sekali sebenarnya dia berangkat bersama Alya dengan mobil cewek itu. Tetapi tidak jauh dari rumahnya, Alya menurunkan Alin di tengah jalan dan meninggalkannya. Sialan sekali bukan?!Gadis itu menyelipkan anak rambut yang menghalangi pandangannya ke belakang daun telinga. Gerah sekali! Ditambah sekarang ini rambutnya dia biarkan tergerai. Jika saja dia membawa ikat rambut, pasti dia ikat.Langkah kakinya sengaja dia pelankan untuk mengatur nafasnya yang ngos-ngosan. Tangannya berusaha mengipas-ngipas di depan mukanya bertujuan untuk menghilangkan gerah."Pagi Alin." Sapa Alvin yang datang dari arah belakang gadis itu.Alin melirik Alvin sebentar lalu menolehkan lagi pandangannya ke depan."Lo habis ngapain?" Tanya Alvin melihat Alin banjir keringat."Lo peduli?" Tanya Alin cue
"Lo ga ngerti omongan manusia hah?!" "Udah gue bilang jauhi Alvin ya lo jauhi!" Alya mencengkram pipi Alin erat. Gadis itu menghentakkan tangan Alya dari kedua pipinya," gue udah nurutin semua perkataan lo termasuk jauhi kak Alvin." "Untuk yang kemarin kemarin itu kak Alvin nya sendiri yang nyamperin gue." "Terus lo nyalahin gue gitu?" "Disini gue udah berusaha nurutin kemauan lo, tapi lo nya makin ngelunjak." Ucap Alin mengeluarkan unek-unek nya. "Kalau begitu lebih baik gue bunuh papah lo. Setuju?" Alya tersenyum miring. "Pilih papah lo mati atau jauhi Alvin." Tekan Alya kembali. Alin tersenyum misterius," gue bakal bilang sama papah kalo lo sama mamah lo itu wanita licik!" "Oh iya kah? Bagaimana caranya? Sedangkan papah lo aja lebih percaya sama gue." Ucap Alya sombong. Alin memutar rekaman pembicaraan dia dan Alya barusan yang ia rekam di handphone nya. "Mana mungkin kan papah ga percaya sama bukti ini." Ucapnya menantang Alya. Terlihat Alya mengepalkan tangannya," k
Alin memakan nasi goreng yang dipesankan Alvin untuknya. Matanya melirik cowok yang duduk di sampingnya yang dari tadi terus saja memperhatikannya.Gadis itu kembali mengalihkan pandangannya berusaha tidak peduli dan kembali fokus pada makanannya.Terlihat dia buru-buru memakan nasi goreng itu agar cepat habis dan bisa pergi meninggalkan kakak kelas nya itu."Pelan-pelan makannya, gak ada yang minta." Seru Alvin.Alin meminum seteguk air untuk mengakhiri makan paginya. "Gue ke kelas duluan, thanks makannya."Alvin bangkit dari duduknya menghalangi jalan Alin.Cowok itu menempelkan telapak tangannya di kening gadis itu."Badan lo panas, istirahat aja di UKS, gue temenin. Udah diminta izin ini sama guru lo.""Gue baik baik aja.""Bisa ga si, lo nurutin perkataan gue? Jangan membangkang terus!" Sentak Alvin."Lo bisa gak sih? Gak usah maksa maksa orang. Bersikap semau lo, lo gak mikirin perasaan gue. Jauhin gue." "Apa salah nya? Gue suka sama lo, apa jatuh cinta itu sebuah kejahatan?"
Keesokan paginya Alin berjalan memasuki area sekolah. Peluh keringat membanjiri mukanya. Bagaimana tidak? Dia lari dari rumahnya samai ke sekolah.Tadi pagi-pagi sekali sebenarnya dia berangkat bersama Alya dengan mobil cewek itu. Tetapi tidak jauh dari rumahnya, Alya menurunkan Alin di tengah jalan dan meninggalkannya. Sialan sekali bukan?!Gadis itu menyelipkan anak rambut yang menghalangi pandangannya ke belakang daun telinga. Gerah sekali! Ditambah sekarang ini rambutnya dia biarkan tergerai. Jika saja dia membawa ikat rambut, pasti dia ikat.Langkah kakinya sengaja dia pelankan untuk mengatur nafasnya yang ngos-ngosan. Tangannya berusaha mengipas-ngipas di depan mukanya bertujuan untuk menghilangkan gerah."Pagi Alin." Sapa Alvin yang datang dari arah belakang gadis itu.Alin melirik Alvin sebentar lalu menolehkan lagi pandangannya ke depan."Lo habis ngapain?" Tanya Alvin melihat Alin banjir keringat."Lo peduli?" Tanya Alin cue
"Sebenarnya Alin dimana? Dari tadi kita udah muter-muter kota ini gak jelas." Decak Alvin."Jangan-jangan lo bohong? Lo gak tau Alin dimana kan? Itu sebabnya lo selalu kasih tau tempat yang salah dan berakhir kita muter-muter jalanan gak jelas.""Gue tau, cuma tadi gue sengaja memperlambat waktu. Gue pengen lebih lama bareng sama lo." Ucap Alya dengan wajah tidak bersalah nya.Alvin memberhentikan mobilnya ditepi jalan."Turun!" Seru cowok itu dengan nada emosi.Bagaimana tidak? Sekarang sudah pukul 20.00, sudah 1 jam mereka mengelilingi jalan raya namun tidak kunjung bertemu Alin, karena Alya selalu memberikan tempat tujuan lokasi yang salah."Oke-oke! Sebenarnya Aldi bawa Alin ke pasar malam. Jadi jangan turunin gue oke?" Ucap Alya mengalah."Awas kalo lo bohong lagi, gue buang lu di jalanan!" Ancam Alvin lalu melajukan mobilnya membelah jalan raya yang padat, spertinya karena ini malam minggu.*****
Alin turun dari bus yang dia tumpangi untuk pulang. Gadis itu lalu berjalan membuka gerbang rumahnya.Tin!Pergerakan nya terhenti saat suara klakson terdengar di indra pendengarannya. Gadis itu menoleh.Terlihat Alvin dengan motor ninja merahnya dan Alya yang di bonceng cowok itu yang tengah memeluk erat pinggang Alvin.Alin membuka lebar gerbang itu lalu segera memasuki rumahnya.Gadis itu berlarian kecil membuka pintu kamarnya lalu menutupnya kembali.Dengan langkah kecilnya Alin membuka tirai jendela, melihat kearah gerbang dimana Alya dan Alvin tengah berjalan masuk."Ngapain pake di suruh mampir sih?" Ucap Alin."Bulshit banget, katanya suka sama gue. Sekarang jalan sama Alya."Alin duduk di meja belajarnya.Gadis itu lalu menepuk pelan kepalanya."Gue kan harus siap-siap. Pasti Aldi bentar lagi datang."Gadis itu segera bejalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.Al
"Alin!"Gadis yang merasa dipanggil menghentikan langkah kakinya.Terlihat di lapangan sana Alvin tengah berlari menghampirinya."Tangan lo udah sembuh?" Tanya Alvin dengan seragam basketnya.Alin hanya mengangguk lalu melanjutkan langkahnya yang tertunda."Alin." Panggil Alvin kembali sambil menyusul langkah gadis itu."Kenapa lo terus menghindar dari gue?"Gadis itu hanya diam."Alina!" Alvin menggenggam tangan Alin membuat langkah gadis itu terpaksa berhenti."Kenapa sih?" Alin menghentakkan tangan cowok itu sehingga genggaman di tangannya terlepas."Lo kenapa sih? Tiba-tiba menjauh dari gue?" Tanya Alvin."Apa iya? Perasaan lo aja kali.""Kalo ada masalah cerita sama gue. Gue buat salah sama lo?"Gadis itu hanya diam."Jawab!""Lo siapa gue sih kak? Lo itu cuma cowok pemaksa yanga buat kehidupan tenang gue jadi gak tenang lagi. Karena lo gue suka dapat masalah."
Seorang gadis memasuki area kantin yang ramai itu. Mengedarkan pandangannya kearah warung-warung berharap ada yang kosong atau tidak panjang mengantri. Maklum, dirinya yang tidak memiliki teman dekat sampai sekarang kemana-mana hanya sendiri. Dia bukan anak yang tidak pandai berinteraksi, namun Aldi yang selalu ada di sampingnya, menjadi sahabat, sekaligus orang penyemangat untuk dia. Dari kecil Aldi bersamanya. Alin pikir Aldi juga cukup untuk dijadikan sahabat dekatnya. Jelas saja dia juga butuh seorang teman perempuan supaya sama-sama bisa saling mengerti karena sama-sama perempuan. "Ck!" Gadis itu berdecak kala dia terpaksa harus mengantri. Jelas saja warung-warung penuh oleh siswa-siswi yang mengantri. Alin menghela nafasnya kala Aldi belum juga datang. Cowok itu sedang mengantarkan buku ke perpustakaan. Jika saja sekarang ada Aldi, pasti cowok itu sudah menerobos antrian dan mendapatkan makanan awal. Tidak jarang juga
"Alin mana?" Kata itu yang langsung terlontar dari mulut Alvin ketika memasuki ruang rawat Feri.Semua mata tertuju padanya. Feri sudah siuman, lelaki itu menatap Alvin bingung."Alin lagi beli makan di kantin sama Aldi dan ketiga temen lo. Lo disini aja nunggu," Alya tiba-tiba menghampiri Alvin dan menarik tangan cowok itu untuk duduk di sofa ruangan itu.Alvin menepis tangan Alya," jangan setuh gue.""Gue mau nyusul mereka ke kantin, permisi."Alvin pamit keluar dari ruangan itu."Gue ikut!" Seru Alya mengikuti Alvin yang menghiraukan kehadirannya."Al!"Alvin mengalihkan pandangannya saat ada yang memanggil namanya.Terlihat Kenzo memanggilnya dengan membawa kantung kresek di tangganya."Mau kemana?" Tanya Arya menghampiri Alvin."Alin mana?" Tanya Alvin balik bertanya."Alin pulang ke rumahnya sama Aldi,katanya Alin mau ganti baju." Jawab Ardan yang dari tadi di samping Arya.Sial, k
Gadis dengan baju pasien itu berjalan memasuki ruangan dimana papahnya terbujur kaku.Alin berjalan menghampiri papahnya yang tertidur dengan bantuan alat pernafasan."Halo pah, Alin kangen sama papah, ingin sekali Alin bertemu papah. Sayangnya sekalinya Alin bertemu, papah sakit," gadis itu duduk di samping tempat tidur sang papah."Padahal banyak sekali yang ingin Alin ceritakan. Kebahagiaan papah itu sudah cukup untuk Alin bertahan, papah superhero Alin.""Sedih banget liat superhero Alin terbujur kaku kayak gini. Kalo bisa Alin aja yang ada di posisi papah." Gadis itu menggenggam tangan berotot yang di pasang infus."Alin ingin sekali berkata jujur. Biarkan Alin jujur saat ini mumpung papah gak bisa denger kan lagi tidur hehe," Alin cengegesan."Alin gak bahagia pah." Alin menundukkan kepalanya."Alin kangen bunda,Alin bahkan pernah merasakan dimana ada di titik pengen nyusul bunda." Gadis itu perlahan menetaskan air mata.