Rasanya kepala Gala hampir pecah menghadapi situasi saat ini. Semua orang seakan memburunya ke mana pun ia pergi. Sebenarnya dia ini siapa? Selebriti atau pejabat Negara? Setiap gerak – geriknya seolah diintai dan tak lepas dari kilatan kamera.
Tak hanya karena satu berita saja, melainkan ada dua yang kini menghantuinya. Seperti yang terjadi saat ini begitu ia baru saja keluar keluar dari mobil. Para wartawan hiburan itu kembali memberondongnya dengan pertanyaan lainnya.
“Pak Galantara, bagaimana tanggapan anda tentang kerusakan yang terjadi di tugu tempat peringatan mendiang ibu anda? Apakah anda akan membiarkannya saja seperti tahun – tahun sebelumnya? Mengapa tidak ada tindakan dari pihak bapak? Apakah anda belum juga tahu siapa pelaku kerusakan?”
Gala seketika berhenti dan berbalik untuk melihat siapa wartawan yang menanyakan hal tersebut. Otaknya mencoba merekam sosok berperawakan pendek bertopi yang sedang membawa mikrofon— memindainya dengan melihat dari ujung kepala hingga sepatu. Orang itu sungguh membuatnya kesal. Terlebih lontaran pertanyaan yang diberikan.
“Itu tugas anda untuk mencari tahu semuanya, bukan? Seperti sembarang gosip yang kalian publikasikan tentang saya selama ini,” tekannya dengan nada dingin dan aura yang menakutkan.
Semua pemburu berita itu pun terhenyak dibuatnya. Tanpa ada satupun yang berani lagi bersuara dan mengejar. Gala dan dua sekretarisnya, beserta empat pengawalnya pun pergi begitu saja meninggalkan kerumunan. Segera memasuki lobi QnK karena telah ada janji sebelumnya.
oOo
"Oh, My God. Serius? Itu kan Bapak Galantara Dinata."
Bukannya tak mendengar, Gala sepertinya sudah biasa dengan sikap histreris orang – orang yang baru saja melihatnya. Apalagi bila itu adalah kaum hawa. Tidak perlu bersikap manis, Gala tak suka berpura – pura untuk menarik simpati. Biar saja orang menilainya sombong, karena ia bukanlah orang yang mudah disentuh.
“Pak Galantara, selamat datang. Terima kasih sudah menyempatkan diri untuk— “
Suara Daniel tak lagi terdengar oleh Gala. Pandangannya justru teralihkan pada sosok wanita bergaun maroon yang tengah berdiri menatapnya. Keduanya seolah terpana satu sama lain. Sebelum akhirnya ada suara interupsi yang membuyarkan segalanya, tetapi mata Gala tak pernah putus menyoroti. Pandangannya justru turun ke bawah, tepat ke arah tungkai kaki nan jenjang itu. Satu hal yang membuatnya jiwanya kembali bergejolak.
“Pak Galantara, silakan. Bagaimana kalau anda dipersiapkan dahulu.” Daniel dengan sopan mengarahkan agar Gala segera diberi sentuhan make up dan busananya diganti.
Namun, Nicole lebih dulu memberi tahu dengan gerakan tangannya, jika Gala tidak perlu di make over. Gala tidak suka dirinya disentuh siapapun itu. Lagi pula penampilannya sudah sempurna.
“Oke, baiklah kalau begitu. Sesi pemotretan dapat kita mulai sekarang,” putus Daniel kemudian mengkode semua orang yang ada di studio untuk bersiap-siap, juga memberikan arahan tambahan kepada fotografer dengan konsep dadakan.
Seketika semua orang bergerak cepat dalam keadaan hening. Aura Gala yang dingin begitu memengaruhi suasana dalam ruangan. Bahkan tak ada yang berani bersuara keras. Sedangkan di lain sisi Lova beserta manager dan asistennya langsung menghampiri Gala untuk memberi salam yang sayangnya tidak begitu digubris, tetapi ekor mata Gala jelas mengawasi.
Sesi pengambilan gambar pun dimulai. Awalnya dilakukan dulu percobaan bagi keduanya. Baik Gala dan Lova menurut dengan instruksi fotografer yang menuntun mereka bagaimana harus mematut diri. Tidak mudah karena keduanya belum ada chemistry sama sekali. Lova yang biasanya dapat bersikap profesional sedikit ragu untuk membuat pose lantaran Gala dilihatnya sangat kaku dan kurang ekspresif. Akan tetapi, menurut Jonas si fotografer wajah dingin Gala adalah daya kharismatik, hanya sedikit menata bahasa tubuhnya saja dan juga sikap Lova yang mengikuti.
Setelah mengerti bagaimana harus melakukannya, Jonas pun kembali mengambil gambar dengan lighting dan properti yang telah disiapkan sebelumnya, termasuk latar belakang yang berganti menjadi kain putih dari yang tadinya hijau.
“Ready?” Jonas memberi aba- aba keduanya untuk bersiap.
Gala dan Lova pun membuat pose berdiri berdampingan. Jika Gala berdiri tegak lurus menghadap kamera dengan sorot mata tajamnya, Lova agak menyerong dengan tangan sebelah tangan di pinggang dan wajahnya mengarah ke fokus yang sama. Gaunnya yang panjang sengaja terurai dan tersibak ke lantai sehingga memperlihatkan kaki jenjangnya yang indah.
Sesaat rahang Gala mengeras mendapati tungkai indah itu ter-expose di depannya, tetapi ia tak dapat berbuat banyak. Salahnya melupakan incarannya yang satu itu setelah pesta ulang tahunnya. Itu dikarenakan kesibukannya yang mengharuskan melakukan perjalanan bisnis.
Sepanjang sesi pemotretan itu rasanya Gala ingin sekali merobek gaun Maroon di hadapannya. Bagaimana kain halus itu membentuk tubuh proporsional Lova juga sungguh membuatnya gila. Sukses membuatnya lupa dengan persoalan yang sedang dihadapinya hari ini.
Sebenarnya hari ini Gala tak ingin mengikuti sesi pemotretan dan wawancara dengan majalah ternama itu, yang sudah dari lama QnK menawarkan kerja sama. Hanya saja menurut saran Damon, ia harus melakukannya untuk sedikit mengembalikan nama baiknya karena Gala merupakan orang berpengaruh di negeri ini. Masyarakat luas harus tahu itu dan juga profilnya yang selama ini susah terjamah.
Namun, sepertinya saran Damon kali ini dapat dikatakan … cukup membuka jendela, karena seketika entah bagaimana otaknya berpikir jika dirinya dapat memanfaatkan sosok Si Maroon yang berada di hadapannya selain masukan sang Om tadi pagi. Ide tak kalah cemerlang, bukan? Walau sedikit beresiko, tetapi justru dapat menyelesaikan masalahnya, juga … obsesinya sekaligus.
“Tenang. Om ada gagasan untuk itu. Asal kamu setuju,” ucap Damon tadi pagi saat Gala bingung bagaimana cara menyelesaikan kasusnya yang terbilang sangat memalukan.
“Apa itu, Om? Aku benar – benar butuh solusi untuk menyelesaikan ini semua secara tuntas tanpa berita murahan ini muncul kembali. Aku muak!” berang Gala. “Bilang saja. Aku akan setuju.”
Damon kemudian mengeluarkan sebuah tablet dari saku jasnya dan menghidupkannya untuk memberi tahu sebuah informasi yang sudah disiapkan.
“Baca ini.” Damon memberikan tablet tersebut kepada Gala.
Gala pun membacanya sekilas, tetapi ia tak mengerti sama sekali. Apalagi dirinya tak sama sekali mengenal wanita bernama Olivia Zennah.
“Olivia zennah. Dia adalah salah satu talent di bawah naungan PH kita, tetapi sayang karirnya meredup tiga tahun belakangan ini. Kerjaannya menyusahkan manajemen kita dengan segala kontroversi, skandal, dan settingan yang dibuat olehnya. Sepertinya kita dapat mendepaknya sekarang,” jelas Damon sambil mengelus rambut halus di dagunya dengan senyum liciknya.
Sepertinya Gala mengerti dengan apa yang dimaksud Om-nya. Taktik seperti ini sering dilakukan dalam dunia mereka untuk membuang ‘tunas layu’, sebutan untuk artis baru yang tak lagi eksis.
“Pengalihan isu bagaimana, Om? Apa dia baru saja membuat masalah lagi?” thanya gala.
Damon justru menggeleng. Membuat dahi Gala seketika mengerut.
“Dia pemakai juga pengedar, media belum tahu soal itu. Kita bisa saja membeberkannya dan seketika fokus publik teralihkan,” sahut Damon enteng.
Senyum Gala pun terbit. Tali yang mengikat dadanya seolah melonggar sedikit sehingga bisa membuatnya kembali bisa bernapas legah.
“Ide Om boleh juga. Setidaknya blacklist dia dulu sebelum mempublikasikan kebusukannya.”
“Tentu saja. Kita tidak sebodoh itu untuk mengotori diri. Kita akan menggunakannya untuk mencuci tangan.”
Keduanya lantas menyeringai dengan ide yang akan mereka rencanakan. Bahkan Gala sudah tahu apa yang dilakukannya sekarang.
Namun, tidak sampai …. Ia menemukan Si Maroon.
Seketika idenya dengan Damon lenyap sudah. Bergantikan dengan rencana baru yang lebih membuatnya tak sabar untuk melakukannya. Sialnya, bagaimana ia harus mengikat si pemilik kaki jenjang itu?
Flash!
Kilatan cahaya kembali mengenai Gala yang saat itu masih melakukan sesi pemotretan. Wajah dengan seringai kecilnya tak sengaja tertangkap bidikan kamera Jonas. Lantas fotografer itu sangat puas dengan ekspresi yang diinginkannya terabadikan.
“Good job untuk sesi pemotretan kali ini. Over all hasilnya bagus. Thank you,” ucap Jonas kepada Gala dan Lova. Semuanya lantas bertepuk tangan dengan proses yang nyatanya tak banyak memakan waktu. Keduanya seperti duo professional yang disatukan dalam satu frame.
Seperti kebiasaan Lova sebelumnya, ia akan menunduk berterima kasih kepada semua kru. Hal yang membuat dahi Gala sedikit melipat dan mendengkus. Menurutnya itu adalah sesuatu yang bodoh untuk dilakukan.
Lova yang mendapati mimik wajah tak suka Gala hanya bisa kembali terdiam. Tak jadi menyapa Gala yang saat itu mendahuluinya berjalan angkuh di hadapan. Ia pun mengikut di belakang, tetapi sayangnya saat ia melangkah kakinya tersandung sehingga membuat Lova terjatuh ke arah depan dan tak sengaja mendorong kaki besi lighting yang ujungnya menimpa kepala Gala.
Semua orang berteriak melihat kejadian tersebut. Segera mereka berlari untuk membantu keduanya. Lova dalam keadaan baik- baik saja. Hanya saja tidak dengan Gala yang saat itu sepertinya terkena pecahan kaca hingga berdarah. Tampak saat pria bermata elang itu berdiri, di pelipisnya mengalir darah segar yang membuat sebagian wanita di sana terpekik. Bahkan Lova sendiri sampai menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang baru saja dilakukannya.
“Astaga, apa yang sudah kulakukan?”
Title Story : Playing With Fire (100 Days in Madness)Genre : RomanceRate : Mature (21+)Author : Lady AndreaC o p y r i g h tThis is a work of fiction. Names, characters, businesses, places, events, locales, and incidents are either the products of the author’s imagination or used in a fictitious manner. Any resemblance to actual persons, living or dead, or actual events is purely coincidental.Copyright © 2021 by Lady Andrea__________SNEAK PEEKBerhenti menatapku dengan pandangan sombongmu itu!Jangan kira hanya karena ka
Bukan hal yang menyenangkan sebenarnya menjadi pusat perhatian. Sayangnya, seorang pemimpin besar dari sebuah rumah produksi ternama tak bisa menghindar dari itu semua. Para wartawan, kilatan kamera, berondong pertanyaan, bahkan suara keributan juga desakan harus senantiasa dihadapi. Itu adalah dari sekian banyak hal menjengkelkan yang harus ditanggungnya mulai kini. Lebih tepatnya sejak sebulan yang lalu, saat tahta sang ayah sebagai raja industri hiburan jatuh kepadanya. Tak ada lagi kehidupan bebas tiada aturan, berkeliaran ke sana ke sini, pesta sampai pagi, juga mabuk-mabukan melebihi toleransi, karena sekarang semua tindak-tanduknya akan disorot secara tajam. Bahkan Jejak digital lebih kejam dari apapun di era ini. Namun, itu semua sebenarnya tak sulit untuk dilenyapkan. Baginya semudah membalikkan sebuah telapak tangan. Jika tidak jangan panggil dirinya ….
Di ruangan yang penuh nuansa merah dan dalam keadaan temaram, seorang wanita bergaun malam hitam terbuka sedang mempersiapkan diri di depan meja rias sembari memoleskan bibirnya dengan lipstik berwarna senada juga. Sunggingan senyum lalu ia tampakkan tatkala melihat tampilannya yang begitu berbeda. Lantas kemudian wanita berponi rata pendek dengan rambut hitam panjang layaknya Cleo Patra itu berdiri. Tubuh ramping dan berisi di bagian yang tepat jelas membentuk lekukan - lekukan dramatis bak pahatan karya Tuhan paling sempurna. Sorot matanya yang tajam disertai bulu mata lentik semakin mempertegas aura kecantikannya. Jangan lupakan kaki jenjang panjangnya yang masih telanjang, tampak eksotis dan juga mengkilat. Sungguh siapa saja pasti akan terpana melihatnya. "Aku yakin kamu akan bertekuk lutut di bawah kakiku, Tuan Arogan," gum
"Brengsek!" Bersamaan dengan suara pecahan kaca terdengar di ruangan bernuansa monokrom itu berada. Gala, orang yang telah membuat kekacauan tampak sedang marah besar. Guratan wajahnya yang mengeras dengan urat-urat di sekitar pelipis dan rambut hitam acaknya menandakan bahwa ia tak baik - baik saja. Sedangkan dua orang lainnya: Nicole dan Frans yang merupakan sekretaris hanya berdiri diam seraya menunduk tak jauh dari sofa- tak berani menyela sama sekali. "Apa kalian berdua saya bayar hanya untuk bersantai?! Hal sekecil itu bahkan kalian tidak bisa membereskannya. Kalian kupecat!" Gala yang sudah muak, tak ingin melihat kedua orang tersebut. Emosinya bisa semakin menjadi dan tak terkontrol. Cukup meja kaca yang berada di ruangannya itu menjadi pelampiasannya. Lantas i
Rasanya kepala Gala hampir pecah menghadapi situasi saat ini. Semua orang seakan memburunya ke mana pun ia pergi. Sebenarnya dia ini siapa? Selebriti atau pejabat Negara? Setiap gerak – geriknya seolah diintai dan tak lepas dari kilatan kamera. Tak hanya karena satu berita saja, melainkan ada dua yang kini menghantuinya. Seperti yang terjadi saat ini begitu ia baru saja keluar keluar dari mobil. Para wartawan hiburan itu kembali memberondongnya dengan pertanyaan lainnya. “Pak Galantara, bagaimana tanggapan anda tentang kerusakan yang terjadi di tugu tempat peringatan mendiang ibu anda? Apakah anda akan membiarkannya saja seperti tahun – tahun sebelumnya? Mengapa tidak ada tindakan dari pihak bapak? Apakah anda belum juga tahu siapa pelaku kerusakan?” Gala seketika berhenti dan berbalik untuk melihat siapa w
"Brengsek!" Bersamaan dengan suara pecahan kaca terdengar di ruangan bernuansa monokrom itu berada. Gala, orang yang telah membuat kekacauan tampak sedang marah besar. Guratan wajahnya yang mengeras dengan urat-urat di sekitar pelipis dan rambut hitam acaknya menandakan bahwa ia tak baik - baik saja. Sedangkan dua orang lainnya: Nicole dan Frans yang merupakan sekretaris hanya berdiri diam seraya menunduk tak jauh dari sofa- tak berani menyela sama sekali. "Apa kalian berdua saya bayar hanya untuk bersantai?! Hal sekecil itu bahkan kalian tidak bisa membereskannya. Kalian kupecat!" Gala yang sudah muak, tak ingin melihat kedua orang tersebut. Emosinya bisa semakin menjadi dan tak terkontrol. Cukup meja kaca yang berada di ruangannya itu menjadi pelampiasannya. Lantas i
Di ruangan yang penuh nuansa merah dan dalam keadaan temaram, seorang wanita bergaun malam hitam terbuka sedang mempersiapkan diri di depan meja rias sembari memoleskan bibirnya dengan lipstik berwarna senada juga. Sunggingan senyum lalu ia tampakkan tatkala melihat tampilannya yang begitu berbeda. Lantas kemudian wanita berponi rata pendek dengan rambut hitam panjang layaknya Cleo Patra itu berdiri. Tubuh ramping dan berisi di bagian yang tepat jelas membentuk lekukan - lekukan dramatis bak pahatan karya Tuhan paling sempurna. Sorot matanya yang tajam disertai bulu mata lentik semakin mempertegas aura kecantikannya. Jangan lupakan kaki jenjang panjangnya yang masih telanjang, tampak eksotis dan juga mengkilat. Sungguh siapa saja pasti akan terpana melihatnya. "Aku yakin kamu akan bertekuk lutut di bawah kakiku, Tuan Arogan," gum
Bukan hal yang menyenangkan sebenarnya menjadi pusat perhatian. Sayangnya, seorang pemimpin besar dari sebuah rumah produksi ternama tak bisa menghindar dari itu semua. Para wartawan, kilatan kamera, berondong pertanyaan, bahkan suara keributan juga desakan harus senantiasa dihadapi. Itu adalah dari sekian banyak hal menjengkelkan yang harus ditanggungnya mulai kini. Lebih tepatnya sejak sebulan yang lalu, saat tahta sang ayah sebagai raja industri hiburan jatuh kepadanya. Tak ada lagi kehidupan bebas tiada aturan, berkeliaran ke sana ke sini, pesta sampai pagi, juga mabuk-mabukan melebihi toleransi, karena sekarang semua tindak-tanduknya akan disorot secara tajam. Bahkan Jejak digital lebih kejam dari apapun di era ini. Namun, itu semua sebenarnya tak sulit untuk dilenyapkan. Baginya semudah membalikkan sebuah telapak tangan. Jika tidak jangan panggil dirinya ….
Title Story : Playing With Fire (100 Days in Madness)Genre : RomanceRate : Mature (21+)Author : Lady AndreaC o p y r i g h tThis is a work of fiction. Names, characters, businesses, places, events, locales, and incidents are either the products of the author’s imagination or used in a fictitious manner. Any resemblance to actual persons, living or dead, or actual events is purely coincidental.Copyright © 2021 by Lady Andrea__________SNEAK PEEKBerhenti menatapku dengan pandangan sombongmu itu!Jangan kira hanya karena ka