Home / Romansa / Playboy Kampus / Pandainya Engkau Berbohong

Share

Pandainya Engkau Berbohong

Author: Krisna M
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Suara burung yang berkicau dan hinggap di sebuah pohon di dekat jendela kamar terdengar sangat merdu. Beryl masih merasakan semuanya getir. Mungkin karena semalam di samping menghisap vape, dia juga kelewat banyak mengonsumsi rokok kretek. Matahari sudah mengirimkan sinarnya lewat celah-celah jendela. Namun, tidak seperti biasanya, Beryl malas untuk bangun.

Tubuh Beryl terasa lunglai. Hari itu dia enggan melakukan apa pun. Yang dia mau, hanya tiduran. Bahkan kalau bisa seharian kamarnya tak perlu dibuka. Namun, apa yang dia mau tak mungkin untuk dilakukan. Dia harus bergerak. Harus bangkit. Harus tegar dan kuat.

Cahaya matahari pagi jatuh di bola matanya. Mata Beryl terasa silau. Dia sadar, telah terlambat untuk bangun. Rumah juga sudah terlihat sepi.

Hari itu dia tak ingin kemana-mana. Tak juga ingin berkeliling meninjau lokasi bimbingan penyuluhan. Tubuhnya terasa letih. Beryl berbaring lagi di kamar. Matahari juga sudah mulai bergeser, karena bayangan pepohonan sudah mulai memendek.

Hari itu banyak wajah yang melintas di kepala Beryl. Wajah Ririn, Bu Liana, Lidya. Ibu kost Lidya, mamanya Lidya, wajah Mirna, Ernasari, Winda, Jamilah, dan banyak sekali yang melintas. Silih berganti mengganggunya.

Pintu depan berbunyi. Mungkin Jamilah yang membukanya. Beryl sangat tak ingin bertemu dengan Jamilah. Lalu, terdengar langkah-langkah kaki di ruang tengah. Pintu kamar Beryl terbuka sedikit. Terdengar suara memanggilnya.

“Mas Beryl?”

Beryl pura-pura tertidur. Tetapi, Jamilah membuka pintu dan masuk.

“Mas Beryl?” kata Jamilah.

“Hem,” jawab Beryl sambil bangkit.

Jamilah telah berdiri tegak di depannya dengan wajahnya yang terlihat murung. Membuat kemelut kembali membalut Beryl.

“Saya sudah tahu semua pembicaraan Mas Beryl dengan ayah dan Pak Dhe Pardi semalam.”

Beryl duduk di tepi ranjang. Jamilah juga duduk menjejerinya.

“Saya juga menyadari bahwa saya terlalu lancang telah berani mencintai Mas Beryl,” kata Jamilah dengan suara yang pelan.

Beryl masih belum bereaksi.

“Namun, saya tidak akan pernah melupakan Mas Beryl. Meskipun saya tak pantas untuk Mas Beryl.” Kata Jamilah yang mulai gemetar menahan isak.

“Kamu tak sepantasnya untuk berkata seperti itu,” kata Beryl dengan cepat bermaksud mengatasi rasa gemuruh.

“Saya memang tak pantas untuk Mas Beryl,” Jamilah menangis.

Beryl memegang bahunya. Namun, tangis Jamilah tambah kencang.

“Karena di kota telah ada yang merenggut kesucian saya…” kata Jamilah dengan tersendat.

Jamilah bangkit dan meninggalkan kamar Beryl. Setengah berlari dia melangkah.

Beryl hanya diam terpaku. Sementara pintu kamar masih terbentang dengan lebar. Beryl hanya memandang kosong. Di luar suara anak-anak tengah ramai bermain layang-layang di tanah lapang yang tak jauh dari rumah Pak Lurah. Namun, suara anak-anak itu tak begitu mengganggu Beryl. Telinganya seperti dipenuhi isak tangis dari Jamilah yang berlalu.

*****

Deretan pepohonan di depan gedung perpustakaan Unair meluruhkan daun-daun kering. Daun-daun itu melayang dan beterbangan sebelum terjatuh ke tanah. Daun-daun yang luruh itu, akhirnya beterbangan kemana-mana.

Belum lagi polusi yang ditimbulkan oleh suaran kendaraan bermotor. Lebih membisingkan telinga.

Sepasang kaki tengah melangkah, sambil mendekap buku-buku di dadanya. Pemilik kaki itu hanya diam. Melangkah sambil menunduk. Pemilik kaki itu tiba di depan gedung perpustakaan. Dia masih berjalan sambil menunduk. Kemudian menatap buku-buku yang di dekapnya.

Pemilik kaki itu Winda. Dia masuk ke gedung perpustakaan. Di gedung perpustakaan, terasa hening dan sejuk. Banyak juga mahasiswa lain yang ada di ruangan itu bersama bahan pustaka yang digelutinya. Maka tak ada suara yang terdengar.

Setelah kegiatan ospek berakhir, di kampus masih sepi kegiatan. Hanya perkuliahan efektif yang terjadi. Winda ingin mengejar semua ketinggalan kuliahnya. Tiap hari cewe itu selalu rajin datang ke perpustakaan. Winda bertekat, untuk meraih gelar sarjananya tahun ini.

Winda menghela nafas dalam-dalam. Dia menghela nafasnya dalam-dalam. Winda sering meratapi hidup yang harus dilaluinya. Dia meratapi kesendirian yang selalu mencekamnya.

Winda membuka lembar-lembar buku yang dipegangnya tanpa sebuah semangat. Barisan huruf yang ada di buku itu kian memusingkan kepalanya. Lama-lama Winda merasa jengkel dengan buku yang dipegangnya. Otak Winda sangat malas untuk menerjemahkan deretan huruf itu menjadi simbol yang berarti.

Tetapi, ujian tengah semester tinggal beberapa hari lagi. Winda tak ingin jatuh pada ulangan kali ini. Dia bertekat harus lulus. Tapi, nanti setelah lulus ujian, apa yang harus dilakukannya? Dia akan kembali pada sebuah kata: kesepian.

Jika kegiatan di kampus vakum, maka mulailah babak itu. Jika saja saat ini, Beryl ada di kampus, pasti dia akan bisa sering ketemu dan bisa sering bersama-sama untuk melakukan kegiatan mahasiswa. Dan, Winda akan mulai mendekatinya. Winda tak ingin kesepian terus melandanya. Winda takkan lagi membiarkan malam berlalu tanpa sebuah kepastian. Akan dia singkirkan sifat malu yang berujung pada kesepian. Winda akan memulai sebuah agresivitas.

Tapi, apa semua itu mungkin? Apakah mungkin dirinya bisa mendekati Beryl? Sebuah keraguan membuatnya menjadi gamang. Sanggupkah dia meluluhkan hatinya? Seperti Winda yang telah meluluhkan hati Beryl? Sanggupkah dirinya menjadi perusak cinta bagi dua hati yang saling berkasihan? Tidak. Winda menggeleng. Dia tidak akan mampu melakukan itu.

“Hai, mbak! Mengapa melamun?” sebuah suara membuatnya tersentak.

Winda mengangkat kepala. Ernasari telah berdiri di sampingnya. Cewe itu hanya tersenyum-senyum. Matanya yang bersinar seperti mengejek dan menertawakannya.

“Kok melamun sih, Mbak? Jalan-jalan, yuk! Biar gak bosan.”

“Sebentar lagi aku ujian, Dik Erna.”

“Ini kan hanya sesekali, Mbak. Ntar, Mbak Winda bisa belajar lagi.”

Winda menatap cewe yang ada di sampingnya. Pakaian yang membalut tubuhnya sangat ketat. Kemudian, Winda menarik nafasnya dalam-dalam.

“Ayolah, Mbak! Mbak Winda sebenarnya mikirin apa?”

“Gak apa-apa,” jawab Winda dengan cepat.

“Kalau begitu, kita jalan-jalan.”

“Jalan-jalan kemana?”

“Kemana sajalah, Mbak.”

“Lalu, dengan buku-buku ini?”

“Memang masalah, Mbak?”

Dengan cepat, Ernasari mengemasi buku-buku Winda, lalu segera memasukkannya ke dalam tas. Dengan cepat pula, Ernasari menarik tangan Winda.

“Sebentar lagi, aku ada ujian, Dik Erna.” Kata Winda sedikit mengeluh.

Ernasari tak mempedulikan penjelasan Winda. Dia tetap menarik tangan Winda, hingga akhirnya dengan terpaksa Winda berdiri.

“Gitu dong, Mbak.”

Mereka meninggalkan perpustakaan. Sampai di luar gedung mereka masih tetap diam. Masing-masing taka da yang bersuara. Rambut Ernasari terurai sebahu. Sedang, Winda berjalan sambil menunduk.

“Lama juga Mas Beryl pergi ya, Mbak?” Ernasari mulai berbicara terlebih dahulu.

Winda tersentak mendengar kalimat Ernasari. Ernasari tersenyum saat menyadari Winda tersentak.

“Terasa panas ya, Mbak?” Tanya Ernasari kemudian.

“Iya. Udara panas sekali.” Jawab Winda sambil mendesah.

“Di desa, Mas Beryl juga terkena panas kan, Mbak?” kata Ernasari.

Di dalam hati, Winda merasa dongkol sehingga nafasnya terasa sesak. Winda menjadi berpikir tentang mau Ernasari yang sesungguhnya. Yang terus-terusan membicarakan Beryl.

“Mbak Winda sudah lama kenal Mas Beryl?”

“Sudah.”

“Menurut Mbak Winda sebenarnya Mas Beryl itu bagaimana?”

“Aku gak seberapa kenal.”

“Karakternya menurut Mbak Winda, bagaimana?”

“Aku juga kurang tahu.”

“Aku yakin, selama Mbak Winda berteman dengan Mas Beryl, pasti sedikit banyak tahu karakternya.”

“Aku tidak terlalu akrab dengan dia.”

“Mbak Winda ngomongnya yang bener?”

Winda tak menjawab. Matanya masih tetap menghunjam tanah. Sedang, Ernasari yang berjalan di sampingnya tengah tersenyum-senyum.

“Sebenarnya ini cewe model apa?” Winda mengeluh di dalam hati. Karena selama punya teman cewe belum ada yang seperti Ernasari.

“Mas Beryl itu orangnya terlihat pendiam. Sangat tak acuh pada perempuan. Tapi, sekalinya kenal perempuan, ganasnya luar biasa.”

Winda terkejut. Tubuhnya seperti mau melonjak sendiri. “Ini cewe sebenarnya macam apa?”

Ernasari kembali melirik Winda. Dan, dia tersenyum ketika melihat wajah Winda yang terlihat masam menyimpan kekecutan. Mereka masih tetap melanjutkan langkah. Berjalan-jalan di sekitar kampus.

“Kami pernah ke vila orang tuaku. Di sana baru kebongkar belangnya Mas Beryl. Gak nyangka. Selama ini tampak alim.”

Winda seperti tak mampu menelan ludahnya. Semua seperti menggumpal di tenggorokan.

“Dan, itu semua membuatku mencintai, Mas Beryl.” Kata Ernasari.

Kembali Ernasari melirik reaksi Winda. Namun, yang ada hanya mata dan bibir yang tampak beku dalam dingin. Meskipun, di dalam hati Winda ada rasa yang sangat mendidih tengah bergejolak. Hati Winda terasa sangat nyeri.

Kemudian Ernasari melanjutkan kalimatnya dengan menggunakan kata-kata yang menurutnya lebih tepat.

“Mas Beryl sangat beda dengan semua cowo yang selama ini pernah aku kenal,” katanya kemudian.

“Mbak Winda pengen tahu, bagaimana cara aku menaklukkannya?”

Winda tak menjawab.

“Memang prosesnya cukup a lot, Mbak. Semua berawal dari ketika ospek aku pingsan. Dia yang menyuruhku untuk ada di ruang panitia. Jadinya, setelah aku pingsan, aku selalu di ruang panitia. Semua itu karena permintaan Mas Beryl. Pada waktu pulang, dia juga yang mengantar aku.”

“Biar aku mengantarmu pulang,” katanya seperti itu.

“Seperti itu, Mbak. Maka selama kegiatan ospek, aku selalu menemaninya di ruang panitia.”

Winda masih tetap membisu. Sedang, Ernasari hanya tersenyum.

“Pada saat dia mengantarku pulang, ketika tiba di depan pintu. Sebelum aku masuk rumah, Mas Beryl menciumku dulu, Mbak.”

Dada Winda semakin bergemuruh. Lama-lama, Winda menjadi benci, jengkel, dan merasa sangat dongkol pada Ernasari. Namun, Winda tetap berusaha untuk diam. Di dalam hati, Winda tidak percaya, Beryl melakukan perbuatan seperti yang diceritakan Ernasari. Pasalnya, Winda bukan sehari, dua hari mengenal Beryl. Kalaulah Beryl mengenal Ernasari sudah berbulan-bulan, baru dia percaya Beryl berani melakukan perbuatan seperti yang diceritakan Ernasari.

Beryl memang dikenal sebagai Playboy Kampus. Namun, pada cewe yang baru dikenalnya beberapa hari, Beryl tak mungkin sebiadab itu. Dalam hati, Winda membantah semua cerita Ernasari. Namun, tak pernah menyuarakannya.

“Aku awalnya ingin marah ketika Mas Beryl melakukan semua itu. Tapi, gimana lagi aku juga mencintainya. Apa lagi ketika dia bilang, ‘Aku mencintaimu, Erna.”

“Mendengar kalimat cintanya, hatiku sebagai perempuan menjadi lemah dan luluh. Sejak Mas Beryl bilang mencintaiku, aku juga ingin lebih dalam untuk mengenalnya.” Ernasari masih melanjutkan ceritanya.

Winda masih tetap membisu meskipun sebenarnya banyak sekali yang ingin diungkapkannya. Winda sama sekali tak percaya dengan semua cerita Ernasari. Ternyata, Ernasari pandai sekali berbohong.

“Misalnya, datang ke desa tempat Mas Beryl bertugas, boleh nggak, Mbak?”

Winda juga tak menjawab.

“Boleh kan, Mbak?” Ernasari mengulang kembali pertanyaannya.

“Aku juga gak tahu,” jawab Winda dengan malas.

“Aku rindu sekali dengan Mas Beryl, Mbak. Aku ingin menemuinya.”

Winda memandang ke atas. Langit tampak berwarna biru dan sangat bersih.

“Udara semakin panas, Dik Erna. Terkena sengatan matahari, kepalaku jadi pusing. Aku mau pulang,”

“Kenapa pulang, Mbak?”

“Aku pusing, Dik. Ini mau ujian juga.”

Tanpa menunggu jawaban lagi, Winda langsung meninggalkan Ernasari.

“Benar-benar cewe tak punya anggah-ungguh! Benar-benar tak memiliki kesopanan,” pikir Winda.

Ernasari adalah sebuah alasan yang membuat Winda tiba-tiba menjadi pusing. Kepalanya mendadak menjadi pening. Rasa pening itu lama-lama bercampur dengan nyeri. Winda melangkahkan kakinya dengan sangat cepat.

Di tempat lain, Ernasari ingin sekali tertawa. Ernasari masih belum melanjutkan langkahnya. Cewe yang kurang waras itu lebih tertarik mengawasi Winda sampai tubuh Winda lenyap.

“Dugaanku ternyata betul juga. Ternyata, dia juga mencintai Mas Beryl. Pasti di dalam hati, dia tadi sangat marah mendengar ceritaku. Sebuah cerita bohong.”

Bersambung

Ernasari cewe yang penuh kebohongan. Dan, Winda tidak pernah percaya pada semua kata-kata bohong Ernasari. Cewe macam apa sebenarnya Ernasari?

Reader setia, ikuti terus kisahnya hanya di Playboy Kampus. Jangan lupa kasih star vote, subscribe, dan review. Aku tunggu juga hadiahnya biar lebih semangat nulis.

Related chapters

  • Playboy Kampus    Benar-benar Tidak Punya Aturan

    Winda cewe yang sangat lembut. Cewe Jawa yang tentunya menjunjung tinggi arti kesucian. Pasti juga banyak cowo yang jatuh cinta pada Winda. Termasuk, Beryl pun mungkin menyukainya. Wajah melankolis penuh keibuan. Bukankah itu sangat menggoda para lelaki? Di tambah lagi, mata Winda yang jernih. Ernasari berusaha mengusir bayang-bayang Winda. Namun, sejauh ini belum berhasil. Mata Winda seperti terus mengejarnya. Menghantui pikirannya. Mata Winda seakan menghakimi Ernasari. Mata yang menyalahkan Ernasari. Bagaimana tidak, selama kegiatan ospek, Winda yang menjaganya saat pingsan. Dan, sekarang Ernasari dikenai rasa bersalah telah merampas Beryl dari Winda. Ernasari bisa merasakan sakit di hati Winda. Ernasari menggel

  • Playboy Kampus    Kehilangan Kesucian

    Vila itu kini telah sepi. Namun, lampu-lampu yang ada semuanya masih menyala menerangi tempat Winda berbaring. Winda membuka matanya. Dia sangat terkejut.“Di manakah aku?” taka da yang menjawab. Hanya sepi dan sunyi.Tubuhnya juga terasa lunglai. Seluruh persendiannya terasa nyeri. Rasanya seperti mau copot. Winda seperti ingat sesuatu. Dia ingin sekali menjerit. Namun, kerongkongannya tersumbat. Winda terkulai dalam isak.Winda ingat, tadi tubuhnya terasa sangat lemah. Di dalam ruanga itu, banyak sekali teman-teman Ernasari yang gila. Lalu, dirinya diapakan sama mereka? Siapa juga yang mengangkatnya ke ranjang ini?Winda membenamkan wajahnya. Wajah Winda kini tertimbun bantal. Winda ingin sekali agar dirinya tak bisa bernafas. Di

  • Playboy Kampus    Gagal Menjalankan Tugas

    Rerindangan pohon di kampus Unair masih seperti dulu. Masih seperti empat bulan yang lalu, saat ditinggalkan Beryl. Tak ada yang berubah dengan pepohonan dan kampus. Justru Beryl yang berubah. Cowo itu dilanda kegalauan.Di kampus dia tidak berani menatap siapa pun. Dia hanya berjalan menunduk. Beryl merasa semua orang mengejeknya. Belum habis masa tugasnya di desa itu, Beryl telah menerima panggilan dari kampus. Bimbingan dan penyuluhan tidak dia selesaikan.Sebuah kegagalan adalah hal yang membuat hati Beryl menjadi perih. Beryl dianggap gagal menjalankan tugas karena penduduk desa membencinya. Pemuda desa itu yang dikomando Mario membuat pernyataan agar Beryl ditarik kembali ke kampus.Meskipun tidak semuanya, tapi jumlah tanda tangan pemuda itu

  • Playboy Kampus    Brandal Jalanan

    Mengurung diri di kamar kost. Itulah yang belakangan selalu dilakukan Beryl. Dia tak punya pilihan lain. Hanya itu pilihan terbaiknya saat ini. Untuk pergi ke kampus, sepertinya dia malu dengan semua orang. Beryl benar-benar merasakan stres tingkat tinggi.Di kamar kost, Beryl menenggelamkan diri dengan buku-buku sastra. Tumpukan buku-buku sastra yang selama ini jarang disentuhnya, ternyata sepulangnya dia dari desa itu menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan. Seperti itulah kegiatan Beryl sehari-hari. Sendiri dengan buku sastra.Tak ada yang mengganggu dia. Tapi sore itu, tiba-tiba ada yang membuka pintunya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Beryl merasa jengkel, karena baru kali ini ada seseorang yang berbuat kurang ajar seperti itu. S

  • Playboy Kampus    Semua Hanya Penyesalan

    Betapa pun besar rasa hati Beryl ingin bertemu Winda. Tapi, itu semua sudah tak mungkin lagi. Semua keinginan itu seperti datang dengan terlambat. Setelah gerombolan Ernasari mengajaknya berkelahi. Baru keinginan itu muncul.Sayang, semua keinginan ini datangnya terlambat. Winda tak lagi ada di Surabaya. Winda telah kembali ke desanya. Desa yang pernah ditempati Beryl selama empat bulan.Sebuah kepahitan hidup telah menimpa Winda. Empedu hidup paling pahit harus ditelannya. Semua tak terelakkan lagi. Dia telah menangis di ruang hati selama berhari-hari, berada dalam kungkungan duka yang tiada tara dalamnya.Hanya kata-kata karma yang selalu berputaran di otak Winda. Karma apa yang sudah dialaminya? Mengapa karma itu harus menimpa dirinya? Winda tak mampu

  • Playboy Kampus    Disuruh Menikah

    Beryl gugup menerima panggilan dari presdir. Presdir hari itu tidak masuk ke kantor. Dia memanggil Beryl untuk datang ke rumahnya.Rasa khawatir berkecamuk di dada Beryl. Banyak hal yang meresahkan Beryl dari segala persoalan yang dihadapi presdir. Beryl resah untuk sebuah kepercayaan yang ditanggungnya. Beryl juga resah untuk alamat rumah presdir yang harus dia datangi.Selama bekerja di perusahaan itu jalan hidup Beryl terasa mulus dan halus seperti saat melewati jalan tol. Tak ada masalah. Dan, sore itu Beryl harus ke rumah presdir.Beryl tiba-tiba teringat wajah Koko teman kuliahnya. Saat itu, Koko mengiba. Sedang setumpuk uang ada di dalam tasnya.“Tolonglah! Aku sangat membutuhkan pertolonganmu!”“Bagai

  • Playboy Kampus    Betapa Pahitnya Hidup

    Nama baik. Betapa pahitnya hidup. Nama Beryl dihargai dengan uang dua puluh lima juta. Uang itu tak perlu dikembalikan. Dengan syarat, dia harus menikah dengan Ernasari yang hamil entah dengan siapa. Ernasari, cewe yang tak lagi dicintai Beryl setelah mengetahui suka mengonsumsi obat-obat terlarang, dengan teman sepergaulan para brandal jalanan.Apakah ini semua hasil dari idealisme yang selama ini dipertahankannya? Idealisme seorang ketua senat harus berakhir di lembah hitam kehidupan? Apakah ini hadiah dan doa-doa mujarab dari para perempuan yang dulu pernah digaulinya, kemudian ditinggalkannya? Mana cinta yang selama ini Beryl rindukan? Manakah cinta yang selama ini dia agungkan? Hanya seonggok sisa yang kini harus diperoleh?Jika uang adalah tolok ukur kebahagi

  • Playboy Kampus    Perempuan Makhluk Ajaib

    Hidup memang tidak boleh stagnan. Semua harus berubah. Dengan mobilnya yang ada di pegadaian, Beryl tak bisa berdiam diri sambil menyelesaikan skripsinya, dia harus melakukan sesuatu. Dia harus mencari pekerjaan baru.Sebuah perusahaan asing membutuhkan kepala proyek untuk ditempatkan di Sidoarjo. Beryl melamar pekerjaan itu. Dan, lamarannya diterima. Rasanya hatinya sangat bahagia. Beryl berangkat ke kota Sidoarjo. Karena kuliahnya sudah tidak setiap hari lagi menghendakinya datang ke kampus. Dia bisa bolak-balik Surabaya-Sidoarjo.Udara di Sidoarjo terasa nyaman dan sejuk disbanding dengan di Surabaya. Perumahan dari pegawai proyek yang ditanganinya juga terasa indah. Beryl merasakan di tempat ini semuanya indah dan tampak berkilau.Dari proyek i

Latest chapter

  • Playboy Kampus    Pergi Ke Diskotik

    Dalam hati, Beryl merasa senang dan puas ketika membuka ponsel Bu Liana, di sana hanya ada foto-foto Bu Liana dan suaminya. Ditambah juga yang ada foto-foto mesra Bu Liana dengan dirinya dulu, sebelum Bu Liana menikah dengan ketua jurusan.Ketika Beryl tahu bahwa foto-foto mesranya dulu dengan Bu Liana masih tersimpan, hatinya merasa berbunga. Dan hal itu dimanfaatkan Beryl untuk memandang wajah cantiknya Bu Liana. Diam-diam Beryl tersenyum. Beryl menikmati wajah Bu Liana di wajah terpaan cahaya matahari. Entah, mengapa Beryl merasa terpukau kembali dengan kecantikan Bu Liana.Beryl segera mengalihkan pandangannya ke depan kembali saat Bu Liana mulai menyadari kalau Beryl sering mencuri kesempatan untuk memandangnya.“Beryl. Ngapain dari tadi aku lihat kamu sering senyum-senyum sandiri? Kamu gak lagi sedang melihat Widya, bukan?” pertanyaat Bu Liana sempat membuat Beryl merasa terkejut.“

  • Playboy Kampus    Mengantar Dosenku

    “Beryl, bisa gak sore ini jemput aku di bengkel mobil? Mobilku harus masuk bengkel.” Sebuah chat wa masuk ke ponsel Beryl.Sore itu, Beryl tengah berbaring di kamar kontrakannya sambil matanya memandang langit-langit kamar dengan pandangan yang kosong dan hampa. Begitulah yang dialami Beryl setelah kejadian di rumah sakit, bahwa Tuan setephani menyatakan dirinya dan Widya sudah bertunangan.“Bisa, Bu Lia. Siap. Pokoknya, oke deh.”Beberapa saat kemudian Beryl sudah meluncur di jalanan dengan menggunakan mobilnya untuk menuju ke sebuah bengkel mobil di mana mobil Bu Liana harus masuk ke bengkel itu.Senja itu Beryl mengenakan jaket berwarna hitam yang merupakan jaket kebesarannya, dipadu dengan mengenakan bawahan jeans berwarna biru tua, dan sepatu adidas warna putih yang sangat dibanggakannya.Setelah dulu hubungan Beryl dan Bu Liana sempat tidak baik, namun setelah semua kesalahpahaman di antara mereka ter

  • Playboy Kampus    Tunangan Dengan Setephani

    "Mengapa aku harus sekasar itu kepada Bu Liana? Pada hal ia sangat baik kepadaku. Kenapa aku jadi sekasar itu padanya? Mengapa aku harus marah-marah seperti itu hanya karena Bu Liana membicarakan Beryl?.Kemudian bayangan Beryl menggantikan bayangan Bu Liana. Rasanya tak sulit menukarkan lukisan bayangan itu. Sebabwajah Beryl sudah sangat dihafalnya selama ini. Mengapa aku harus semarah itu hanya karena Bu Liana mengatakan bahwa Beryl itumencintaiku? Haruskah aku marah hanya karena Beryl mencintaiku?Widya masih menelentang. Dia menatap langit-langit kamar. Dan, kesadarannya hinggap lagi.Kenapa sekarang semudah ini aku membalikkan tubuh? Padahal, hari-hari kemarin tubuhku terasa lemas danlunglai sekali.Kemudian sepanjang sore dan malam harinya Widya menimbang-nimbang pertanyaan demi pertanyaan yang muncul di kepalanya. Dia ingin hari cepat berganti. Ingin sore cepat datang. Kemudian ingin segera tergantikan oleh pagi. Widya

  • Playboy Kampus    Hanya Cinta

    Dokter Rendra menatap keempat orang yang ada di hadapannya.“Saya sangat mengharapkan bantuan dari kalian semuanya,” kata dokter itu.Sesaat kemudian dokter itu diam. Hanya matanya yang memandang ke empat orang itu dengan berpindah-pindah.Beryl gelisah, dan keringat dingin itu mengalir di keningnya. Penyejuk ruangan itu tak mampu meredakan gemuruh yang bergolak dalam dirinya.Mata Dokter Rendra menghunjamkan pandangan matanya kepada Beryl. Hal itu membuat Beryl menjadi resah dan tak nyaman.“Kamu mencintainya, Beryl?” kata Bu Liana tiba-tiba.Tawa Antonio kemudian meledak.“Oh, iya, saya lupa. Belum saya perkenalkan. Ini Saudara Beryl,” kata Antonio kepada Dokter Rendra.“Dan, saya sendiri Antonio.”Dokter Rendra mengangguk-angguk, kemudian dokter itu berkata yang ditujukan buat Beryl.“Kalau Saudara dapatmengeluarkan dia dari keadaannya se

  • Playboy Kampus    Terapi Cinta

    “Oh, ya, Beryl. Perempuan yang kamu cintai itu sangat cantik. Tubuhnya juga langsing.”“Masih lebih cantik, Bu Liana. Asal tak terlalu banyak makan coklat sama minum es KRIM saja.”“Sekarang aku mau minum jus advokat. Bagus, ‘kan?”“Yah,” kata Beryl sambil menjentik ujung hidung Bu Liana .“Hidung perempuan yang bernama Widya itu juga bagus sekali. Sangat mancung, juga sangat indah . Harmonis dan serasi dengan mulutnya. Kasihan sekali jika melihat dia menangis. Menangisnya nggak bersuara. Kalau aku nggak bisa nangis model dia. Kalau aku yang nangis pasti bersuara.”Beryl hanya merenungi gelas minuman yang ada di depannya.“Widya itu cantik sekali,” kata Bu Liana.“Tapi, wajahnya terlihat sedih sekali.Apakah anaknya hanya satu itu, Beryl?”“Katanya, iya.”“Lalu suaminya di mana seka

  • Playboy Kampus    Widya Pingsan

    Mereka berdiri di dekat kamar pasien di tempat anak Widya berbaring.“Luka-lukanya telah kami obati,” lanjut dokter itu.“Tetapi, dalam kasus kecelakaan anak ini ternyata kepalanya terkena benturan benda keras.”Antonio dan Beryl sama-sama menahan nafas.“Kami sudah berusaha dengan maksimal. Kita tunggu hasilnya," kata dokter itu lembut.“Hanya, sembilan dari sepuluh orang yang mengalami kasus dan kondisi seperti kondisi yang dialami anak ini belum dapat dibantu oleh ilmu kedokteran modern kita.”Antonio dan Beryl saling pandang.“Maksud Dokter apa?” keduanya bertanya tak mengerti.“Tadi perawat sempat bilang, ibu dari anak itu kondisinya agak lemah. Maka dari itu kita harus bijaksana untuk memberitahukan kenyataan ini padanya. Kami masih berusaha sebisa mungkin. Tapi, perlu

  • Playboy Kampus    Donor Darah

    Rumah sakit itu terlihat hening. Mereka berpapasan dengan perawat bermatabening dan berpakaian serba putih. Salah seorang perawat itu tadi membantu dokter yang merawat anak Widya.Perawat itu tersenyum ke arah tiga orang yang dipapasinya. Perawat itu mencoba menduga siapa ibu anak kecil yang terluka itu. Perawat itu agak bingung sebab kedua perempuan itu sama-sama berwajah rusuh.Perawat itu mengarahkan ucapannya kepada Anton“Apakah ada yang berdarah golongan A?”Antonio menggeleng.“Saya golongan O,” katanya sambil menoleh ke arah dua perempuan yang ada di sampingnya.Widya dan Istri Antonio hanya menggeleng.“Anak Tuan memerlukan transfusi darah. Kami memang punya persediaan, tetapi terbatas. Akan lebih baik kalauTuan menyediakan donor.”“Apakah parah keadaannya?” tanya Widya terbata-bata.Perawat itu tersenyum lembut.“Dia perlu banyak tam

  • Playboy Kampus    Kecelakaan

    Dan, tiba-tiba, suara jeritan anak Widya dari luar rumah mengagetkan mereka. Ketiganya terlompat bersamaan dari duduk mereka.Ketiganya berlarian ke halaman. Anak Widya tak kelihatan lagi. Kemanakah anak itu?Ketiganya ke luar halaman. Di gang, ada kerumunan orang. Sementara itu, suara derum mesin motor meninggalkan dan lenyap di mulut gang.Kerumunan itu tersibak oleh tangan Antonio. Dan, jantung Antonio seperti mau copot. Di gang itu terbaring anak Widya. Anak itu berlumuran darah. Saliva Antonio terasa pahit. Anak Widya mengalami kecelakaan.“Angga!” jerit Widya bersamaan dengan jerit istri Antonio.Kemudian, entah berapa kali Widya mendesahkan nama anaknya. Dan tidak lama kemudian Widya pingsan. Beberapa orang yangberkerumun menolong Widya, membawa tubuh Widya masuk ke kontrakannya.Antonio mengangkat tubuh anak Wid

  • Playboy Kampus    Tentang Kenangan

    Begitu tiba di kontrakannya, Widya langsung membenamkan tangisnya ke bantal. Tangis yang sebenarnya berusaha untuk ditahannya, tapi akhirnya pecah juga. Siang yang terik membuat kamarnya terasa bertambah pengap. Bukan hanya pengap, tapi juga terasa panas. Sedang dari luar terdengar suara anak nya yang begitu riang gembira dicandai oleh pembantunya. Maka, tangis Widya semakin tersekap. Widya tidak ingin tangis itu terdengar oleh anaknya.Widya merasakan semakin sempurnalah nestapa yang kini melandanya. Sempurnalah sudah semuanya. Widya mengeluh diam-diam. Ibaratnya dia terjerumus ke dalamjurang yang sangat terjal, seperti itulah rasa sakit yang kini diderita Widya. Setelah semua disadarinya betapa jauhnya langit, disadarinyalah pula bahwa jurang yang menjerumuskannya itu teramat dalam. Lalu, terasa betapa sepi, Widya sendirian menanggunghempasan ke dalam jurang yang tak menyimpan harapan baik. Yang tak menyimpan harapan seperti yang

DMCA.com Protection Status