Beranda / Romansa / Playboy Kampus / Benar-benar Tidak Punya Aturan

Share

Benar-benar Tidak Punya Aturan

Penulis: Krisna M
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Winda cewe yang sangat lembut. Cewe Jawa yang tentunya menjunjung tinggi arti kesucian. Pasti juga banyak cowo yang jatuh cinta pada Winda. Termasuk, Beryl pun mungkin menyukainya. Wajah melankolis penuh keibuan. Bukankah itu sangat menggoda para lelaki? Di tambah lagi, mata Winda yang jernih.

Ernasari berusaha mengusir bayang-bayang Winda. Namun, sejauh ini belum berhasil. Mata Winda seperti terus mengejarnya. Menghantui pikirannya. Mata Winda seakan menghakimi Ernasari. Mata yang menyalahkan Ernasari. Bagaimana tidak, selama kegiatan ospek, Winda yang menjaganya saat pingsan. Dan, sekarang Ernasari dikenai rasa bersalah telah merampas Beryl dari Winda. Ernasari bisa merasakan sakit di hati Winda.

Ernasari menggelengkan kepalanya. Merapikan kembali rambutnya yang berserakan di kening. Ernasari bisa merasakan kalau Winda itu sangat baik. Tapi, Ernasari juga menyimpan pertanyaan, mengapa Winda selalu baik?

Apa karena Winda itu cewe Jawa? Apa karena Winda itu memiliki karakter lembut? Dengan karakter yang dimilikinya pasti banyak cowo yang respek padanya. Apa mungkin Winda ingin menunjukkan pada semua orang bahwa dirinya sempurna? Sedang, Ernasari hanya cewe liar yang tak punya aturan?

Mungkin juga Winda baik karena khawatir Ernasari akan merebut pacarnya. Tapi, tiba-tiba Ernasari ingat kalau Winda itu baik padanya sebelum Ernasari kenal dengan Beryl. Yah, sebelum Ernasari mengenal Beryl. Berbagai pikiran berkecamuk di diri Ernasari.

Maka, Ernasari punya pikiran yang lain. Bahwa semua kebaikan Winda itu punya tujuan untuk memperlihatkan kesempurnaan pribadinya sebagai cewe yang lembut, suci, melankolis, dan bersifat keibuan.

Ernasari, kemudian membandingkan dengan dirinya. Dirinya siapa? Dirinya hanya seorang cewe liar yang tak punya aturan. Cewe berhati culas dan judes. Cewe kotor, yang penuh noda, dan sangat jahat. Dirinya hanya cewe berhati kejam. Ernasari merasa dirinya tak punya arti jika harus dibandingkan dengan Winda.

Ernasari bisa masuk kampus Unair karena menggunakan dana sogok. Mengambil jurusan sastra, tapi sesungguhnya nol terhadap sastra. Lingkungan pergaulannya lebih banyak dengan cowo-cowo norak non kuliahan. Kebanyakan teman pergaulannya adalah anak-anak drop out.

Winda itu aktivis mahasiswa yang punya nama. Hampir seluruh mahasiswa mengenalnya. Dosen pun juga mengenalnya. Mulai dari dosen biasa hingga rektor . Lalu, bagaimana jika dibandingkan dengan dirinya?

Ernasari masih berdiri di teras rumahnya. Dia memandang bunga-bunga di halaman yang sedang mekar. Ernasari masih tegak berdiri dengan membiarkan pikirannya terus mengembara. Dia kemudian mengalihkan pandangannya pada tumbuhan anggur yang menjalar di sepanjang tiang.

Ernasari kemudian memperhatikan jari-jari tangannya. Jari-jari tangan dengan kukunya yang berwarna merah menyala. Kukunya yang selalu dicat. Ernasari kemudian membandingkannya dengan kuku Winda yang putih, bersih, tanpa dipoles cat kuku, namun tetap menarik. Winda memang simbol cewe dengan budi pekerti yang sangat halus dan lembut.

Ernasari berpikir, mengapa Winda bisa menjadi cewe yang selembut itu? Juga menjadi cewe yang tetap bisa menjaga kesuciannya sebagai seorang wanita. Cewe semacam Winda pastinya memperoleh jodoh laki-laki yang suci pula.

Seorang lelaki yang berhati tulus. Yang memiliki cinta kasih yang suci. Lelaki seperti itu yang cocok untuk mendampingi hidup Winda. Dan, lelaki yang cocok itu hanya Beryl. Lelaki yang tak kan pernah menduakan hati dan cintanya pada perempuan lain. Tentunya, Beryl juga mencari seorang perempuan yang memiliki karakter keibuan.

Beryl pasti lebih mengabaikan kalau dirinya lebih mengenal Ernasari. Pasti Beryl lebih memilih Winda. Pastilah setiap burung, akan lebih suka hinggap di dahan dan ranting yang dirasanya lebih cocok. Yang lebih nyaman buat dirinya.

Ernasari menghembuskan nafas panjangnya. Lalu dia melangkah menuju kamarnya. Ernasari masih berdiri di depan jendela kamarnya. Ernasari tiba-tiba jadi ingat, dirinya telah berjanji pada teman-temannya. Berjanji untuk datang dan berkumpul dengan teman-teman pergaulannya.

Ernasari berganti pakaian. Dan, tak lama kemudian dia sudah meluncur di jalan raya dengan mengendarai motor beatnya. Angin yang berhembus menerpa wajah dan mengibaskan rambutnya.

Seperti siang sebelumnya, siang seperti itu, Winda pasti ada di gedung perpustakaan. Ernasari bermaksud ke sana. Dan, memang benar, Winda tengah merenungi buku yang ada di depannya.

Di pintu perpustakaan, Ernasari telah menyunggingkan sebuah senyum. Di dalam hati, Winda menggerutu begitu melihat kedatangan Ernasari. Ernasari mengambil posisi duduk di dekat Winda.

“Mbak, ayok jalan-jalan lagi,” ajak Ernasari.

“Maaf, Dik Erna. Aku harus belajar.”

“Mbak Winda pasti alasannya seperti itu. Mengapa setiap kali aku ajak selalu menolak?”

Winda hanya diam.

“Ayok, Mbak, kita jalan-jalan. Hanya berdua kok.”

Winda masih tetap diam.

“Mbak Winda mengapa sih, jadi berubah sama aku?”

“Kapan aku berubah. Aku tidak pernah berubah,” kata Winda dengan malas.

“Itu, buktinya setiap kali aku ajak selalu menolak.”

Winda tambah mengeluh di dalam hati.

"Aku salah apa sama Mbak Winda?” Tanya Ernasari.

Winda membolak-balikkan halaman buku yang ada di depannya.

“Mbak Winda sekarang seperti membenciku,” kata Ernasari.

Nafas Winda mendadak terasa sesak. Apa lagi katika Ernasari terus memaksanya. Menggoyang-goyangkan tangan Winda dan mengajaknya pergi.

“Ayok, Mbak!”

“Dua hari lagi aku ada ujian, Dik.”

“Itu sangat kebetulan, Mbak. Hitung-hitung buat menyegarkan pikiran Mbak Winda. Agar nanti saat ujian pikirannya menjadi tenang.”

Winda seperti menimbang-nimbang dan berpikir.

“Ayolah, Mbak! Tak baik menolak terus.”

“Mengapa? Karena memang aku mau ujian.”

Dada Winda kembali terasa sesak. Bahkan sesaknya kian menghimpit.

“Banyak teman-teman yang bilang, aku telah merebut cowo Mbak Winda.”

“Merebut?”

“Pada hal aku tidak pernah merasa merebut cowo Mbak Winda. Atau menurut Mbak Winda, aku memang telah merebut cowo Mbak Winda?” mata Ernasari menatap lekat Winda, membuat Winda jadi tambah membencinya.

“Apa benar Mbak?” Ernasari mengulang kembali pertanyaannya.

Winda mencoba tersenyum, meskipun terasa sumbang.

“Memangnya siapa yang bilang?”

“Banyaklah, Mbak. Dibilang begitu, hatiku jadi sakit. Banyak yang memvonisku telah menyakiti hati Mbak Winda. Sedang aku tak merasa seperti yang mereka tuduhkan. Aku tak pernah tahu kalau Mas Beryl itu cowo Mbak Winda. Kalau memang ia, aku lebih baik mundur, Mbak,”

Winda hanya mengeluh di dalam hati.

“Apa yang dibilang teman-teman itu benar, Mbak?”

Winda menggeleng.

“Benar, tidak, Mbak?”

Ernasari melepaskan nafasnya dengan lega.

“Syukurlah, Mbak, kalau begitu.” Kata Ernasari penuh kemenangan.

Winda juga melepaskan nafasnya, meskipun bukan nafas lega. Hanya sebuah kemurungan yang harus selalu terpendam.

“Kalau begitu kita jalan-jalan ya, Mbak. Biar teman-teman yang melihat tidak lagi menganggapku merebut Mas Beryl dari Mbak Winda.”

“Mau jalan-jalan kemana?” Tanya Winda lesu.

Ernasari tersenyum.

“Di sekitaran kampus juga gak apa-apa, Mbak.”

Pelan-pelan Winda mengemasi buku-bukunya dan memasukkan ke dalam tas. Ernasari masih terus tersenyum. Kemudian, cewe itu menggandeng tangan Winda dan segera mengajaknya meninggalkan perpustakaan.

“Kita ke vilaku saja ya, Mbak?”

Mereka kini telah melaju di jalanan yang menanjak. Di sepanjang jalan dihiasai rindangnya pepohonan.

Semakin mendekati vila terdengar hingar-bingar suara musik.

“Mengapa ada suara ramai, juga suara musik?” Tanya Winda.

“Karena teman-temanku yang lain sedang berkumpul juga di sini, Mbak.” Jawab Ernasari santai.

Mereka melangkah pelan-pelan. Sebenarnya telinga Winda merasa sakit mendengar suara musik yang begitu keras.

“Kita masuk ya, mbak? Kita temui mereka.” Ajak Ernasari.

Winda hanya bisa mengangguk.

“Hai, Erna!” seorang cowo dengan rambut gondrong bangkit dari tempat duduknya.

“Hai, juga!”

Winda mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Mereka anak-anak muda, teman-temannya Ernasari, sangat tak punya aturan. Duduk dengan seenaknya, cewe dan cowo. Bahkan banyak juga yang tiduran di lantai.

“Sudah lama kami menunggu. Ini siapa?”

“Ini, Mbak Winda. Perkenalkan, Mbak, ini Yanyan.”

Winda hanya mengangguk. Kemudian dengan sopan dia mengangguk lagi pada yang lain. Kepala Winda merasa pening mendengar suara keras musik di ruangan itu. Mereka teman-teman Winda berjoget semaunya.

“Betapa sangat bebasnya mereka, cewe-cowo saling berpelukan tanpa ada rasa canggung. Bahkan ada juga yang saling bergumul di lantai,” pikir Winda.

Berkali-kali Winda melirik Ernasari. Winda berharap Ernasari segera mengajaknya pergi dari vila itu. Namun, Ernasari sudah terlibat kegembiraan dengan teman-temannya yang lain. Tak mungkin juga Winda mengajaknya pergi lebih dulu.

Udara yang ada di vila itu semakin terasa sejuk. Suara musik di ruangan itu masih tetap hingar-bingar. Asap rokok juga mengepul memenuhi ruangan itu. Kesejukan itu, akhirnya seperti jadi hilang. Ruangan berubah jadi pengap.

“Orang-orang aneh,” pikir Winda.

Winda ingin sekali keluar dari ruangan itu. Namun, Yanyan terus mengajak ngobrol.

Ernasari kini justru entah kemana. Tak bisa dilihat lagi. Yanyan menangkap keresahan yang menyelimuti wajah Winda. Wajah yang menurut Yanyan sangat halus dan begitu menggairahkan. Yanyan tersenyum-senyum menatap wajah Winda sambil terus menghisap rokoknya.

Winda merasakan seluruh kerongkongannya kering. Dia haus. Terlihat seorang cewe menyodorkan minuman pada Winda. Winda langsung meminumnya.

Rombongan teman-teman Ernasari masih asyik menggoyangkan pinggulnya mengikuti irama musik yang ada. Tingkah teman-teman Ernasari tampak seperti orang gila. Kepala Winda jadi tambah pening. Urat-uratnya menjadi tegang.

Winda ingin keluar. Setidaknya tidak melihat langsung aksi gila mereka. Perasaan Winda sangat benci pada sikap mereka yang sangat urakan sekali. Perasaan Winda berubah menjadi tidak karuan. Perasaan yang sebelumnya tak pernah dialaminya. Kepalanya pening, perasaannya runyam. Kelopak matanya juga berubah menjadi berat. Tubuh Winda seperti terasa layu. Jaringan tubuhnya terasa lunglai.

Bersambung

Ternyata seperti itu kehidupan Ernasari. Benar-benar penuh keliaran dan tak punya aturan. Dan, Winda terlanjur dibawanya ke villa itu. Apa yang selanjutnya akan dialami Winda?

Reader setia, jangan pernah beranjak dari Playboy Kampus. Kasih subscribe, vote, dan review. Kutunggu juga hadiahnya, ya?

Bab terkait

  • Playboy Kampus    Kehilangan Kesucian

    Vila itu kini telah sepi. Namun, lampu-lampu yang ada semuanya masih menyala menerangi tempat Winda berbaring. Winda membuka matanya. Dia sangat terkejut.“Di manakah aku?” taka da yang menjawab. Hanya sepi dan sunyi.Tubuhnya juga terasa lunglai. Seluruh persendiannya terasa nyeri. Rasanya seperti mau copot. Winda seperti ingat sesuatu. Dia ingin sekali menjerit. Namun, kerongkongannya tersumbat. Winda terkulai dalam isak.Winda ingat, tadi tubuhnya terasa sangat lemah. Di dalam ruanga itu, banyak sekali teman-teman Ernasari yang gila. Lalu, dirinya diapakan sama mereka? Siapa juga yang mengangkatnya ke ranjang ini?Winda membenamkan wajahnya. Wajah Winda kini tertimbun bantal. Winda ingin sekali agar dirinya tak bisa bernafas. Di

  • Playboy Kampus    Gagal Menjalankan Tugas

    Rerindangan pohon di kampus Unair masih seperti dulu. Masih seperti empat bulan yang lalu, saat ditinggalkan Beryl. Tak ada yang berubah dengan pepohonan dan kampus. Justru Beryl yang berubah. Cowo itu dilanda kegalauan.Di kampus dia tidak berani menatap siapa pun. Dia hanya berjalan menunduk. Beryl merasa semua orang mengejeknya. Belum habis masa tugasnya di desa itu, Beryl telah menerima panggilan dari kampus. Bimbingan dan penyuluhan tidak dia selesaikan.Sebuah kegagalan adalah hal yang membuat hati Beryl menjadi perih. Beryl dianggap gagal menjalankan tugas karena penduduk desa membencinya. Pemuda desa itu yang dikomando Mario membuat pernyataan agar Beryl ditarik kembali ke kampus.Meskipun tidak semuanya, tapi jumlah tanda tangan pemuda itu

  • Playboy Kampus    Brandal Jalanan

    Mengurung diri di kamar kost. Itulah yang belakangan selalu dilakukan Beryl. Dia tak punya pilihan lain. Hanya itu pilihan terbaiknya saat ini. Untuk pergi ke kampus, sepertinya dia malu dengan semua orang. Beryl benar-benar merasakan stres tingkat tinggi.Di kamar kost, Beryl menenggelamkan diri dengan buku-buku sastra. Tumpukan buku-buku sastra yang selama ini jarang disentuhnya, ternyata sepulangnya dia dari desa itu menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan. Seperti itulah kegiatan Beryl sehari-hari. Sendiri dengan buku sastra.Tak ada yang mengganggu dia. Tapi sore itu, tiba-tiba ada yang membuka pintunya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Beryl merasa jengkel, karena baru kali ini ada seseorang yang berbuat kurang ajar seperti itu. S

  • Playboy Kampus    Semua Hanya Penyesalan

    Betapa pun besar rasa hati Beryl ingin bertemu Winda. Tapi, itu semua sudah tak mungkin lagi. Semua keinginan itu seperti datang dengan terlambat. Setelah gerombolan Ernasari mengajaknya berkelahi. Baru keinginan itu muncul.Sayang, semua keinginan ini datangnya terlambat. Winda tak lagi ada di Surabaya. Winda telah kembali ke desanya. Desa yang pernah ditempati Beryl selama empat bulan.Sebuah kepahitan hidup telah menimpa Winda. Empedu hidup paling pahit harus ditelannya. Semua tak terelakkan lagi. Dia telah menangis di ruang hati selama berhari-hari, berada dalam kungkungan duka yang tiada tara dalamnya.Hanya kata-kata karma yang selalu berputaran di otak Winda. Karma apa yang sudah dialaminya? Mengapa karma itu harus menimpa dirinya? Winda tak mampu

  • Playboy Kampus    Disuruh Menikah

    Beryl gugup menerima panggilan dari presdir. Presdir hari itu tidak masuk ke kantor. Dia memanggil Beryl untuk datang ke rumahnya.Rasa khawatir berkecamuk di dada Beryl. Banyak hal yang meresahkan Beryl dari segala persoalan yang dihadapi presdir. Beryl resah untuk sebuah kepercayaan yang ditanggungnya. Beryl juga resah untuk alamat rumah presdir yang harus dia datangi.Selama bekerja di perusahaan itu jalan hidup Beryl terasa mulus dan halus seperti saat melewati jalan tol. Tak ada masalah. Dan, sore itu Beryl harus ke rumah presdir.Beryl tiba-tiba teringat wajah Koko teman kuliahnya. Saat itu, Koko mengiba. Sedang setumpuk uang ada di dalam tasnya.“Tolonglah! Aku sangat membutuhkan pertolonganmu!”“Bagai

  • Playboy Kampus    Betapa Pahitnya Hidup

    Nama baik. Betapa pahitnya hidup. Nama Beryl dihargai dengan uang dua puluh lima juta. Uang itu tak perlu dikembalikan. Dengan syarat, dia harus menikah dengan Ernasari yang hamil entah dengan siapa. Ernasari, cewe yang tak lagi dicintai Beryl setelah mengetahui suka mengonsumsi obat-obat terlarang, dengan teman sepergaulan para brandal jalanan.Apakah ini semua hasil dari idealisme yang selama ini dipertahankannya? Idealisme seorang ketua senat harus berakhir di lembah hitam kehidupan? Apakah ini hadiah dan doa-doa mujarab dari para perempuan yang dulu pernah digaulinya, kemudian ditinggalkannya? Mana cinta yang selama ini Beryl rindukan? Manakah cinta yang selama ini dia agungkan? Hanya seonggok sisa yang kini harus diperoleh?Jika uang adalah tolok ukur kebahagi

  • Playboy Kampus    Perempuan Makhluk Ajaib

    Hidup memang tidak boleh stagnan. Semua harus berubah. Dengan mobilnya yang ada di pegadaian, Beryl tak bisa berdiam diri sambil menyelesaikan skripsinya, dia harus melakukan sesuatu. Dia harus mencari pekerjaan baru.Sebuah perusahaan asing membutuhkan kepala proyek untuk ditempatkan di Sidoarjo. Beryl melamar pekerjaan itu. Dan, lamarannya diterima. Rasanya hatinya sangat bahagia. Beryl berangkat ke kota Sidoarjo. Karena kuliahnya sudah tidak setiap hari lagi menghendakinya datang ke kampus. Dia bisa bolak-balik Surabaya-Sidoarjo.Udara di Sidoarjo terasa nyaman dan sejuk disbanding dengan di Surabaya. Perumahan dari pegawai proyek yang ditanganinya juga terasa indah. Beryl merasakan di tempat ini semuanya indah dan tampak berkilau.Dari proyek i

  • Playboy Kampus    Pertemuan Elisa dan Ernasari

    Lihatlah, Elisa! Gadis itu tampak tersenyum - senyum sendiri sambil menyapu ruang depan rumah kontrakan Beryl. Mata gadis itu juga tampak bersinar, menggambarkan sebuah keceriaan. Sambil menyapu, gadis itu bernyanyi-nyanyi kecil. Dia juga membersihkan kursi dan jendela serta mengelap meja.Kening Elisa tiba-tiba berkenyit, ketika sebuah mobil berhenti di depan kontrakan Beryl.Elisa memperhatikan penumpang mobil itu. Laki-laki separuh baya sebagai sopir. Dan, seorang perempuan muda."Siapa mereka?" pikir Elisa.Dari dalam rumah, Elisa melihat perempuan muda yang keluar dari mobil itu bertanya kepada tukang kebun di halaman. Tukang kebun menjawabnya dengan anggukan. Mobil yang baru saja datang itu kemudian memasuki halaman.Kini pere

Bab terbaru

  • Playboy Kampus    Pergi Ke Diskotik

    Dalam hati, Beryl merasa senang dan puas ketika membuka ponsel Bu Liana, di sana hanya ada foto-foto Bu Liana dan suaminya. Ditambah juga yang ada foto-foto mesra Bu Liana dengan dirinya dulu, sebelum Bu Liana menikah dengan ketua jurusan.Ketika Beryl tahu bahwa foto-foto mesranya dulu dengan Bu Liana masih tersimpan, hatinya merasa berbunga. Dan hal itu dimanfaatkan Beryl untuk memandang wajah cantiknya Bu Liana. Diam-diam Beryl tersenyum. Beryl menikmati wajah Bu Liana di wajah terpaan cahaya matahari. Entah, mengapa Beryl merasa terpukau kembali dengan kecantikan Bu Liana.Beryl segera mengalihkan pandangannya ke depan kembali saat Bu Liana mulai menyadari kalau Beryl sering mencuri kesempatan untuk memandangnya.“Beryl. Ngapain dari tadi aku lihat kamu sering senyum-senyum sandiri? Kamu gak lagi sedang melihat Widya, bukan?” pertanyaat Bu Liana sempat membuat Beryl merasa terkejut.“

  • Playboy Kampus    Mengantar Dosenku

    “Beryl, bisa gak sore ini jemput aku di bengkel mobil? Mobilku harus masuk bengkel.” Sebuah chat wa masuk ke ponsel Beryl.Sore itu, Beryl tengah berbaring di kamar kontrakannya sambil matanya memandang langit-langit kamar dengan pandangan yang kosong dan hampa. Begitulah yang dialami Beryl setelah kejadian di rumah sakit, bahwa Tuan setephani menyatakan dirinya dan Widya sudah bertunangan.“Bisa, Bu Lia. Siap. Pokoknya, oke deh.”Beberapa saat kemudian Beryl sudah meluncur di jalanan dengan menggunakan mobilnya untuk menuju ke sebuah bengkel mobil di mana mobil Bu Liana harus masuk ke bengkel itu.Senja itu Beryl mengenakan jaket berwarna hitam yang merupakan jaket kebesarannya, dipadu dengan mengenakan bawahan jeans berwarna biru tua, dan sepatu adidas warna putih yang sangat dibanggakannya.Setelah dulu hubungan Beryl dan Bu Liana sempat tidak baik, namun setelah semua kesalahpahaman di antara mereka ter

  • Playboy Kampus    Tunangan Dengan Setephani

    "Mengapa aku harus sekasar itu kepada Bu Liana? Pada hal ia sangat baik kepadaku. Kenapa aku jadi sekasar itu padanya? Mengapa aku harus marah-marah seperti itu hanya karena Bu Liana membicarakan Beryl?.Kemudian bayangan Beryl menggantikan bayangan Bu Liana. Rasanya tak sulit menukarkan lukisan bayangan itu. Sebabwajah Beryl sudah sangat dihafalnya selama ini. Mengapa aku harus semarah itu hanya karena Bu Liana mengatakan bahwa Beryl itumencintaiku? Haruskah aku marah hanya karena Beryl mencintaiku?Widya masih menelentang. Dia menatap langit-langit kamar. Dan, kesadarannya hinggap lagi.Kenapa sekarang semudah ini aku membalikkan tubuh? Padahal, hari-hari kemarin tubuhku terasa lemas danlunglai sekali.Kemudian sepanjang sore dan malam harinya Widya menimbang-nimbang pertanyaan demi pertanyaan yang muncul di kepalanya. Dia ingin hari cepat berganti. Ingin sore cepat datang. Kemudian ingin segera tergantikan oleh pagi. Widya

  • Playboy Kampus    Hanya Cinta

    Dokter Rendra menatap keempat orang yang ada di hadapannya.“Saya sangat mengharapkan bantuan dari kalian semuanya,” kata dokter itu.Sesaat kemudian dokter itu diam. Hanya matanya yang memandang ke empat orang itu dengan berpindah-pindah.Beryl gelisah, dan keringat dingin itu mengalir di keningnya. Penyejuk ruangan itu tak mampu meredakan gemuruh yang bergolak dalam dirinya.Mata Dokter Rendra menghunjamkan pandangan matanya kepada Beryl. Hal itu membuat Beryl menjadi resah dan tak nyaman.“Kamu mencintainya, Beryl?” kata Bu Liana tiba-tiba.Tawa Antonio kemudian meledak.“Oh, iya, saya lupa. Belum saya perkenalkan. Ini Saudara Beryl,” kata Antonio kepada Dokter Rendra.“Dan, saya sendiri Antonio.”Dokter Rendra mengangguk-angguk, kemudian dokter itu berkata yang ditujukan buat Beryl.“Kalau Saudara dapatmengeluarkan dia dari keadaannya se

  • Playboy Kampus    Terapi Cinta

    “Oh, ya, Beryl. Perempuan yang kamu cintai itu sangat cantik. Tubuhnya juga langsing.”“Masih lebih cantik, Bu Liana. Asal tak terlalu banyak makan coklat sama minum es KRIM saja.”“Sekarang aku mau minum jus advokat. Bagus, ‘kan?”“Yah,” kata Beryl sambil menjentik ujung hidung Bu Liana .“Hidung perempuan yang bernama Widya itu juga bagus sekali. Sangat mancung, juga sangat indah . Harmonis dan serasi dengan mulutnya. Kasihan sekali jika melihat dia menangis. Menangisnya nggak bersuara. Kalau aku nggak bisa nangis model dia. Kalau aku yang nangis pasti bersuara.”Beryl hanya merenungi gelas minuman yang ada di depannya.“Widya itu cantik sekali,” kata Bu Liana.“Tapi, wajahnya terlihat sedih sekali.Apakah anaknya hanya satu itu, Beryl?”“Katanya, iya.”“Lalu suaminya di mana seka

  • Playboy Kampus    Widya Pingsan

    Mereka berdiri di dekat kamar pasien di tempat anak Widya berbaring.“Luka-lukanya telah kami obati,” lanjut dokter itu.“Tetapi, dalam kasus kecelakaan anak ini ternyata kepalanya terkena benturan benda keras.”Antonio dan Beryl sama-sama menahan nafas.“Kami sudah berusaha dengan maksimal. Kita tunggu hasilnya," kata dokter itu lembut.“Hanya, sembilan dari sepuluh orang yang mengalami kasus dan kondisi seperti kondisi yang dialami anak ini belum dapat dibantu oleh ilmu kedokteran modern kita.”Antonio dan Beryl saling pandang.“Maksud Dokter apa?” keduanya bertanya tak mengerti.“Tadi perawat sempat bilang, ibu dari anak itu kondisinya agak lemah. Maka dari itu kita harus bijaksana untuk memberitahukan kenyataan ini padanya. Kami masih berusaha sebisa mungkin. Tapi, perlu

  • Playboy Kampus    Donor Darah

    Rumah sakit itu terlihat hening. Mereka berpapasan dengan perawat bermatabening dan berpakaian serba putih. Salah seorang perawat itu tadi membantu dokter yang merawat anak Widya.Perawat itu tersenyum ke arah tiga orang yang dipapasinya. Perawat itu mencoba menduga siapa ibu anak kecil yang terluka itu. Perawat itu agak bingung sebab kedua perempuan itu sama-sama berwajah rusuh.Perawat itu mengarahkan ucapannya kepada Anton“Apakah ada yang berdarah golongan A?”Antonio menggeleng.“Saya golongan O,” katanya sambil menoleh ke arah dua perempuan yang ada di sampingnya.Widya dan Istri Antonio hanya menggeleng.“Anak Tuan memerlukan transfusi darah. Kami memang punya persediaan, tetapi terbatas. Akan lebih baik kalauTuan menyediakan donor.”“Apakah parah keadaannya?” tanya Widya terbata-bata.Perawat itu tersenyum lembut.“Dia perlu banyak tam

  • Playboy Kampus    Kecelakaan

    Dan, tiba-tiba, suara jeritan anak Widya dari luar rumah mengagetkan mereka. Ketiganya terlompat bersamaan dari duduk mereka.Ketiganya berlarian ke halaman. Anak Widya tak kelihatan lagi. Kemanakah anak itu?Ketiganya ke luar halaman. Di gang, ada kerumunan orang. Sementara itu, suara derum mesin motor meninggalkan dan lenyap di mulut gang.Kerumunan itu tersibak oleh tangan Antonio. Dan, jantung Antonio seperti mau copot. Di gang itu terbaring anak Widya. Anak itu berlumuran darah. Saliva Antonio terasa pahit. Anak Widya mengalami kecelakaan.“Angga!” jerit Widya bersamaan dengan jerit istri Antonio.Kemudian, entah berapa kali Widya mendesahkan nama anaknya. Dan tidak lama kemudian Widya pingsan. Beberapa orang yangberkerumun menolong Widya, membawa tubuh Widya masuk ke kontrakannya.Antonio mengangkat tubuh anak Wid

  • Playboy Kampus    Tentang Kenangan

    Begitu tiba di kontrakannya, Widya langsung membenamkan tangisnya ke bantal. Tangis yang sebenarnya berusaha untuk ditahannya, tapi akhirnya pecah juga. Siang yang terik membuat kamarnya terasa bertambah pengap. Bukan hanya pengap, tapi juga terasa panas. Sedang dari luar terdengar suara anak nya yang begitu riang gembira dicandai oleh pembantunya. Maka, tangis Widya semakin tersekap. Widya tidak ingin tangis itu terdengar oleh anaknya.Widya merasakan semakin sempurnalah nestapa yang kini melandanya. Sempurnalah sudah semuanya. Widya mengeluh diam-diam. Ibaratnya dia terjerumus ke dalamjurang yang sangat terjal, seperti itulah rasa sakit yang kini diderita Widya. Setelah semua disadarinya betapa jauhnya langit, disadarinyalah pula bahwa jurang yang menjerumuskannya itu teramat dalam. Lalu, terasa betapa sepi, Widya sendirian menanggunghempasan ke dalam jurang yang tak menyimpan harapan baik. Yang tak menyimpan harapan seperti yang

DMCA.com Protection Status