Share

Di Ujung Batas Kewarasan

Penulis: Juniarth
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-03 17:26:21
Ting!

Pintu lift terbuka lalu aku menganggukkan kepala hormat pada Pak Wahyu sebelum melangkah keluar.

“Mari, Pak Wahyu.”

“Mari, Mbak Lilyah.”

Dengan langkah pasti aku menapaki lantai lima menuju ruangan Pak Eko, meski sebenarnya di dalam dada terbesit satu tanya. Yang sengaja kutahan untuk tidak bertanya ...

‘Lois sakit apa?’

***

Usai mengantar dokumen ke ruangan Pak Eko, aku justru menuju lantai tiga. Tempat favoritku beberapa bulan lalu, terakhir kali aku melihat Lois setelah ia selesai rapat di ruang serbaguna.

Sudah beberapa bulan, aku sengaja tidak mengunjungi tempat ini karena ingin melupakan segala hal tentang Lois. Namun, hari ini seperti ada yang membuatku harus datang ke tempat ini usai bertemu Pak Wahyu saat di lift tadi.

Dari jendela kaca besar itu, aku bisa melihat baling-baling helikopter kantor mulai berputar cepat. Petugas rambu-rambu sudah bersiap di landasan dengan membawa atribut warna hijau di kedua tangan.

Kemudian Pak Presdir dengan kemeja panjang war
Juniarth

enjoy reading ...

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (5)
goodnovel comment avatar
pak ri
setia menunggu bab berikutnya
goodnovel comment avatar
Lius Luis
Gud job Ly.Semakin mandiri&bahagia.TQ Thor,semakin keren karyamu
goodnovel comment avatar
Rahma Wati
y allah.udah panjang gini tapi masih terasa cuma 3 paragraph apa lili ngajuin cerai sendiri tor?? tor..please double up malam dunk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Kapan Perceraian Kalian Didaftarkan?

    "Cafe and restaurant kita udah hampir selesai, Ly! Aku barusan dapat kabar dari pengaturnya." Hampir saja ponselku terlepas dari pegangan. "Iya kah?!" tanyaku terkejut. "Iya, Ly. Lebih cepat dari ekspektasi. Aku kirim foto-fotonya, ya?" Setelah melihat foto-foto stand cafe and restaurant yang sudah selesai dikerjakan sekaligus dengan penataan propertinya, senyum bahagia tidak kupungkiri bisa seluas ini rasanya. Hingga aku tidak mempedulikan sisa makan siang yang masih termakan setengah olehku. Akhirnya, sebentar lagi bisa hidup tanpa bayang-bayang Papa yang tidak pernah berubah sejak kepergian Lois. Yang dipikirannya hanya masalah uang, uang, dan uang. "Lo seneng banget, Ly? Ada apaan?" tanya Nina. Aku, Nina, dan Gia sedang makan siang bersama di saat jam istirahat kantor. Kemudian aku memutar layar ponsel dan terpampang lah dengan jelas bagaimana penampakan interior cafe and restaurantku dan Ishak yang berubah cantik bergaya Paris. "Wow! Udah selesai!" "Targetnya seb

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-04
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Jangan Merusak Momen Bahagia Ini

    Ishak membantuku mencari keberadaan Lois di Bandung? Hah, dia pasti sedang menantang matahari. Mana mungkin dia bisa menemui sang pewaris keluarga Hartadi yang sekarang sedang sibuk-sibuknya mengurus pabrik sigaret yang baru? "Gue dengar dari orang HRD kalau pabrik sigaret yang baru dibangun mengalami perkembangan pesat karena dipimpin langsung sama Den Mas Lubis dan beberapa orang berpengalaman yang ada di belakangnya," ucap Gia pada Nina. Aku yang sedang melahap bakso sampai tersedak lalu meneguk jeruk hangat. "Makan tuh yang hati-hati, Ly," ucap Gia sambil menepuk punggungku. Kepalaku mengangguk saja lalu melanjutkan melahap bakso. "Terus terus, gimana kelanjutannya, Gi," Nina bertanya lebih lanjut. "Padahal baru berdiri setengah tahun tapi kinerjanya bagus banget. Denger-denger sih sigaret buatan pabrik baru yang dipimpin Den Mas Lubis tuh sengaja dipasarkan di bagian timur. Kalau yang dipimpin Bu Dirut dipasarkan di barat dan tengah." "Lah? Kok pembagiannya nggak adil gitu

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-05
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Menunggu Sebentar Lagi

    Aku dan Ishak berjalan terburu-buru usai turun dari mobil. Masih dengan pakaian yang sama saat grand opening cafe and restaurant kami, kemudian menemui petugas yang sedang berjaga. "Selamat malam. Saya kakaknya Vela. Salah satu perempuan yang ditahan di dalam," ucapku sedikit tergesa-gesa."Bisa tunjukkan identitas anda lebih dulu?" tanya polisi muda berpangkat bripda itu. Lalu aku menyerahkan kartu identitas kemudian dipersilahkan masuk ke dalam dengan Ishak. Kami mengikuti langkah polisi muda itu menaiki tangga menuju lantai dua. Kemudian memasuki sebuah ruangan mirip tempat interogasi. Di dalam sana terdapat tiga komputer namun hanya satu yang menyala dengan dua polisi menanyai keduanya. Laki-laki dan perempuan yang terduduk dengan kepala menunduk. "Selamat malam, dia kakaknya si pelaku perempuan."Lalu perempuan itu menoleh dengan wajah pucat pasi disertai lelehan air mata. Mengenakan hoodie warna coklat muda tapi paha mulusnya tetap terlihat jelas. Mataku menatap tidak perca

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-07
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Tampil All Out Di Depan Lois

    Sebentar? Kata 'sebentar' itu memiliki arti yang relatif dan tanpa batas waktu. Bisa satu minggu lagi, satu bulan lagi, bahkan satu tahun lagi. Jika Pak Wahyu pernah berkata jika aku disuruh menunggu Lois 'sebentar' lagi, mungkin itu hanya akan menjadi isapan jempol semata. Karena kenyataannya ... "Ly, ini udah tahun pertama kita mendirikan cafe and restaurant ini, ya?" tanya Ishak yang kini duduk disebelahku sambil memangku laptop. Kepalaku mengangguk dengan mata tetap fokus pada kuitansi pembelajaan isi dapur kafe pagi tadi. Sedang tanganku mencatat rekap pengeluaran di sebuah buku besar. "Berarti udah waktunya bayar sewa." Kemudian aku menghentikan aktivitas menulis rekapan pengeluaran. Membasahi bibir dan sedikit menggigitnya. "Shak, ada yang harus kuomongin." Ishak menoleh ke arahku, "Apa?" "Kemarin Mama bilang kalau Vela pengen kerja di cafe and restaurant kita ini." Ekspresi wajah Ishak berubah tidak suka. "Nggak bisa, Ly! Meski Vela udah berubah dan kamu ngasih

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-08
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Mengapa Mereka Bertiga Ada Di Sini?

    "Selamat pagi semua karyawan. Apa kabar hari ini?" Kepalaku menoleh ke sumber suara kemudian merasa malu sendiri karena tiba-tiba berdiri dari kursi bis. Ternyata, di ujung kabin bis yang kunaiki saat ini, kepala HRD sedang memegang pengeras suara sambil menatap ke arah kami semua. "Baik!" jawab semua karyawan serempak. Lalu aku segera duduk kembali agar tidak mengganggu pandangan karyawan lain. "Mari kita berdoa terlebih dahulu sebelum berangkat bersama-sama ke Jogja. Semoga perjalanan kita senantiasa dalam lindungan Tuhan sampai kembali pulang. Dan di sana kita bisa berbahagia semaksimal mungkin." "Amin!" Saat rekan-rekan kerja yang lain sedang berdoa dengan khidmat, aku justru menunduk dengan pikiran berkecamuk. Ya Tuhan, apakah nanti aku akan bertemu Lois di Jogja? Jika iya, apa yang harus aku lakukan? Mengapa aku mendadak bingung seperti ini? *** Perjalanan selama sembilan jam menuju Pantai Sadranan benar-benar membuat lelah tubuh ini. Namun ada sepenggal kebahagiaan ya

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-10
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Bersediakah Aku Bertemu Dengannya?

    Semua berjalan lancar bahkan saat teman-teman lama Lois menghibur kami semua dengan lagu-lagu yang mereka bawakan. Aku ikut bersuka cita dengan karyawan yang lain hingga lagu yang kesekian itu usai dibawakan. "Oke. Masih semangat?!" tanya sang vokalis. "Masih!" seru semua karyawan yang menonton. "Masih semangat?!" teriaknya sekali lagi. "Masih!!!" seru kami semua lebih kencang. Begitu juga dengan aku yang berteriak sama kencangnya usai ikut menyanyi dari bawah bersama yang lain. "Oke, acara selanjutnya, ada sedikit surprise dari kantor. Kalau tadi surprise dari Pak Presdir tentang pengangkatan putranya yang akan menjadi wakil presdir, tapi sekarang akan ada kejutan dari wakil presdir kita yang baru." Heh? Wakil presdir yang baru? Senyumku luntur berganti kerutan tipis di kedua alis begitu mendengar ucapan si vokalis. Belum sempat aku bermain spekulasi dengan isi otak, si vokalis kembali membuka suara. "Oke, kita sambut, wakil presiden direktur kantor yang baru saja diangkat,

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-11
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Biar Dia Tahu Gimana Rasanya Menunggu

    "Dimana Den Mas Lubis sekarang?" tanyaku dengan menatap datar asisten pribadi Lois. Entah siapa namanya. Tapi dari penampilannya sangat rapi dan formal. Sedikit uban ikut menghiasi rambut hitamnya. "Beliau ada di dalam mobil," ucapnya sangat sopan. "Kenapa ada di dalam mobil? Apa dia akan pergi?" "Saya hanya diberi perintah untuk menyampaikan pesan Den Mas kepada Mbak Lilyah. Jika Mbak bersedia, mari saya bantu berjalan ke mobil," ucap asisten pribadi Lois dengan sikap tenang. Kapan lagi bisa bertemu Lois dan membicarakan kelanjutan hubungan kami jika bukan sekarang? Bukankah sekarang Lois adalah lelaki yang sangat sibuk sekali? Bahkan hanya untuk bisa bertemu dirinya, aku harus menunggu tiga tahun lamanya. Keterlaluan bukan?! Memang sesibuk apa Lois? Sibuk kah atau hanya alasan untuk menjauhiku?Tapi apakah aku bisa menahan sesak di dada jika bertemu dengannya? Sumpah! Aku tidak benar-benar siap bertemu dengannya seperti ucapanku yang lalu-lalu. Itu semua hanya sebatas keberan

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-13
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Merobek Surat Gugatan Cerai

    "Temui apa nggak ya?" gumamku sambil menatap plafon kamar hotel yang kutempati. "Mau nemui tapi aku udah terlanjur enggan. Nggak nemuin, nanti masalahnya nggak kelar-kelar." Lalu aku mendesah panjang nan lelah. "Andai kamu mau sekali aja Lois, ngasih kejelasannya dari awal kita berpisah, aku mungkin udah bahagia sama jalanku. Nggak ngegantung kayak gini." Tapi lamunanku mendadak terputus begitu ada seberkas kilat yang memantul dari kaca jendela kamar. Lalu terdengar suara guntur. Tidak keras namun membuatku sedikit ketakutan. "Apa mau hujan, ya?" Kakiku kemudian melangkah mendekati jendela kaca kamar dan melihat kondisi langit yang mulai diliputi mendung tapi belum hujan. Kemudian aku teringat jika Lois berada di rooftop hotel. Bukankah rooftop itu tidak ada peneduhnya? Bukankah rooftop juga terlalu berbahaya untuknya jika langit mulai diselimuti mendung dan petir? Tanpa mempedulikan kejengkelan hati karena sikap Lois selama tiga tahun ini, aku segera berganti pakaian leb

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-14

Bab terbaru

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Bikin Anak Lagi Yuk?

    POV RADEN MAS / LOIS Luis dan Lewis sudah sering bertandang ke rumah Romo dan Ibu sejak aku dan Lilyah pindah ke Jakarta. Entah sudah berapa bulan kami di Jakarta. Bahkan Romo dan Ibu khusus membuat acara welcome party untuk keduanya dengan mengundang keluarga Hartadi saja. Acara itu lumayan meriah tapi tidak ada Lilyah. Dia tidak mau datang karena takut pada Romo dan Ibu, ditambah keduanya juga tidak mengundang Lilyah. Meski aku memaksanya untuk datang namun tetap saja Lilyah tidak mau. Saudara-saudara begitu gemas melihat Luis dan Lewis saat bermain dengan keponakan yang lain. Pasalnya kedua anak kembarku itu benar-benar menggemaskan dan rupawan. “Yang, ayo ke rumah Romo dan Ibu. Ini akhir pekan lho.” Ajakku. Lilyah baru saja memasukkan bekal Luis dan Lewis ke dalam tas. “Kapan-kapan aja, Mas. Kalau aku udah diundang Romo dan Ibumu. Untuk saat ini biar kayak gini dulu. Aku cuma nggak mau mereka ilfil sama aku.” “Lagian, aku sama si kembar udah biasa sembunyi dari media tenta

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Senyum Bahagia Palsu Istriku

    POV RADEN MAS / LOIS "Den Mas, akta kelahiran Mas Luis dan Mas Lewis sudah jadi," ucap Pak Wawan, asisten pribadiku. Aku yang sedang duduk di kursi kebesaran CEO Hartadi Group lantas menerima map hijau berisi akta kelahiran baru kedua jagoanku. Gegas aku membuka map itu dan membaca kata demi kata yang tertulis di sana dengan seksama. Tidak ada yang berubah selain nama kedua putraku itu. Raden Mas Satria Luis Hartadi. Raden Mas Satria Lewis Hartadi. Dan nama Lilyah masih tertulis jelas sebagai ibu kandung keduanya. "Makasih, Pak Wawan. Nanti akan aku tunjukin ke Lilyah." Sudah satu minggu ini kami menempati rumah baru yang berada tidak jauh dari rumah Romo dan Ibu. Tentu saja Lilyah berusaha beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Begitu juga dengan Luis dan Lewis. Biasanya kami tinggal di tempat yang minim polusi dan masih bisa menikmati pepohon tinggi di Bandung, kini justru disuguhi dengan pemandangan gedung bertingkat dan hawa yang panas. Sejak kami pindah ke Jakarta,

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Raden Mas Satria Luis dan Lewis Hartadi

    POV RADEN MAS / LOIS "Kalau kamu nggak nyaman, kita bisa cari rumah yang sesuai seleramu aja, Yang. Nggak masalah kok meski nggak dekat sama rumah Romo dan Ibu."Aku tidak tega melihat Lilyah kembali hancur ketika terus-terusan ditolak keluarga Hartadi untuk sesuatu hal yang tidak ia lakukan. Ekspresinya kini terlihat meragu dan tidak nyaman sama sekali dengan tangan menepuk pantat Luis yang mulai terlelap. "Aku akan bilang Romo dan Ibu kalau kamu nggak suka tinggal di Jakarta. Alasannya logis kan?!"Lalu Lilyah melepas ASI dari mulut Luis perlahan sekali kemudian mengancingkan pengait baju di bagian dada sambil duduk. Aku pun sama, memberi guling kecil untuk dirangkul Lewis agar tidak merasa aku meninggalkannya lalu duduk menghadap Lilyah."Kita ngobrol di ruang tengah aja yuk, Mas?" Pintanya dan aku menuruti.Kututup pintu kamar perlahan sekali lalu menuju ruang tengah dengan merangkul pundak Lilyah. Rumah sudah sepi karena semua pelayan, bodyguard, dan asistenku sudah masuk ke da

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   CEO Baru

    POV RADEN MAS / LOIS Dengan jas hitam yang terasa pas melekat di tubuh, aku turun dari mobil MPV Premiun usai pintunya dibuka oleh asistenku, Pak Wawan. Di depan loby pabrik sigaret yang dulu kupimpin, pengawal yang biasa bersama Romo langsung mengamankan jalanku menuju aula. Tidak ada media satupun yang kuizinkan untuk meliput pengangkatanku sebagai CEO Hartadi Group yang baru. Aku tidak mau wajahku malang melintang di media manapun lalu dikaitkan dengan kerajaan bisnis keluarga Hartadi yang turun temurun ini. Nanti efeknya bisa ke keluarga kecilku. Begitu memasuki aula rapat pabrik yang sekarang berubah lebih modern, jajaran direksi sudah menungguku. Lalu seulas senyum kusuguhkan sambil menyalami tangan mereka satu demi satu. "Selamat Mas Lubis." "Semoga sukses." "Semoga Hartadi Group makin berjaya dengan anda sebagai pemimpinnya." Rasanya aku terlalu muda duduk di kursi ini mengingat kolega bisnis Romo sudah berumur semua. Romo saja yang terlalu cepat ingin mengundurkan d

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Serah Terima Jabatan

    POV RADEN MAS / LOIS "Nggak bisa apa, Romo?" tanyaku dengan menatap beliau lekat. "Lubis, Romo dan Ibumu terlahir dari keluarga yang menjaga etika, harga diri, sopan santun, juga tata krama yang tinggi. Coba kamu lihat orang-orang yang bermartabat tinggi di luar sana, sudikah mengangkat menantu yang pernah digauli lelaki lain lalu sempat menjadi perbincangan orang lain meski videonya udah nggak ada di dunia maya?" Aku hanya menatap Romo tanpa mengangguk atau menggeleng. "Lebih baik mereka menikahkan putranya sama yatim piatu yang benar-benar terjaga kehormatannya, Lubis. Karena kehormatan itu ... adalah harga tertinggi seorang perempuan yang nggak bisa dibeli dengan apapun kalau udah terlanjur dihancurkan laki-laki lain." "Tapi aku mencintai Lilyah dan mau menerima kekurangannya di masa lalu, Romo. Dia itu dijebak. Bukan seenak hati nyodorin kehormatannya demi lelaki lain," ucapku pelan namun tegas. Kepala Romo menggeleng, "Maaf, Romo dan Ibumu nggak bisa, Lubis. Maaf." Lalu aku

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Lewis Dan Luis Mulai Ada Di Hati

    POV RADEN MAS / LOIS "Selamanya! Katakan sama Romo dan Ibumu, orang tua mana yang bisa menerima perempuan bekas lelaki lain?! Hati orang tua mana yang bisa merelakan putra kesayangannya menikah sama perempuan yang pernah digilir sama bajingan-bajingan?!" "Nggak ada, Lubis! Nggak ada orang tua yang bisa terima itu!" Romo berucap tegas meski tidak keras karena ada Luis dan Lewis. Jangan sampai mereka mendengar perdebatan yang menyangkutpautkan tentang Ibu mereka. Walau mereka belum memahaminya. "Tapi aku udah bersihin semua video Lilyah yang udah diunggah di dunia maya, Romo." "Tetap aja, Lubis! Tetap aja jatuhnya dia itu perempuan yang pernah ditiduri lelaki lain! Asal kamu tahu, Romo nggak masalah kamu nikah sama dia asal nggak ada masa lalu kelamnya yang kayak gitu! Tapi, takdir berkata lain. Dia tetap perempuan kotor!" "Meski Lilyah dijebak saudaranya sendiri?" tanyaku dengan tatapan mengiba. *** Pukul delapan malam, aku baru tiba di Bandung. Helikopter perusahaan turun di

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Tidak Akan Pernah Ada Restu

    POV RADEN MAS / LOIS "Kita harus bicara, Lubis!" Hanya itu yang Romo katakan lalu beliau berlalu bersama Ibu. Kemudian aku dan Mbak Syaila mengikuti keduanya dengan menggendong si kembar menuju ke dalam rumah megah kedua orang tuaku ini. Rumah yang bisa membuat siapapun tersesat jika tidak terbiasa berada di dalamnya. Lirikan sinis dari kakak pertamaku yang haus harta, Mbak Ayu, tidak kuhiraukan sama sekali ketika melihat kedatanganku. Dia pernah hampir mencelakai si kembar ketika masih berada di kandungan Lilyah. Dan tidak akan kubiarkan kedua kalinya dia menyentuh Luis dan Lewis walau hanya sekedar mengusap pipinya. Jujur, aku gugup dan merasa sangat bersalah pada Romo dan Ibu karena hubungan kami tidak kunjung membaik pasca aku lebih memilih Lilyah dan kehamilannya kala itu. "Mbak, kira-kira Romo sama Ibu mau ngomong apa?" Bisikku dengan menyamakan langkah dengannya. "Kalau aku tahu duluan itu namanya aku mau jadi dukun, Lubis." Sungguh candaan Mbak Syaila tidak membuat

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Kedatanganku Dengan Si Kembar

    POV RADEN MAS / LOIS Hari ini akan menjadi pertama kalinya aku kembali ke pabrik sigaret di Bandung yang setahun lalu kutinggalkan demi melindungi Lilyah dan kedua putra kembarku dari intervensi keluarga besarku. Dulu aku membangun pabrik ini dengan susah payah bahkan jatuh bangun untuk menunjukkan pada Romo, Ibu, dan keluarga besar Hartadi jika aku bisa sehebat Romo membawahi bisnis sigaret turun temurun keluargaku. Namun, demi kebahagiaan Lilyah dan ketenangannya merawat si kembar, aku memutuskan untuk meninggalkan semua fasilitas eksklusif premium yang keluargaku berikan. Pikirku, harta bisa kucari dari bisnis pribadiku, tanpa harus mengorbankan perasaan istri dan kedua buah hatiku yang tidak berdosa. "Kamu yakin nggak mau ikut?" tanyaku sambil menatap Lilyah lekat-lekat. Dia tengah mencukur jambang di rahangku dengan begitu telaten. Kepalanya kemudian menggeleng pelan dengan tetap mencukur rambut halus itu agar penampilanku tetap menarik. "Masih ada waktu lima belas meni

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Dihibur Harapan Yang Tak Pasti

    POV RADEN MAS / LOIS “Saya tinggal dulu, Pak Daniel.” Aku tidak menjawab pertanyaan Pak Daniel tentang si kembar dan memilih berlau dari taman bermain itu. Aku belum bisa mengakui si kembar dan Lilyah pada dunia secepat ini. Khawatir nanti akan menimbulkan perselisihan lagi antara aku dan keluarga Hartadi. Aku tidak tega melihat Lilyah dan kedua putra kembarku terluka karena penolakan dari keluarga besar Hartadi. Setelah berada di salah satu toilet khusus pria, aku mengirimkan sebuah pesan pada Lilyah. [Pesan dariku : Aku ke toilet dulu. Mendadak mulas banget, Yang.] Padahal pesan itu mengandung kebohongan seratus persen hanya untuk menghindari persepsi Daniel tentang keberadaan si kembar dan juga Lilyah. Biarlah seperti ini dulu entah sampai kapan. Yang penting kami bahagia dan tidak membuat hati siapapun terluka. *** “Mas, kamu kok belum balik dari toilet?” Itu suara Lilyah dari sambungan telfon. “Apa perutmu masih mulas?” Bukan mulas, juga bukan masih di toilet.

DMCA.com Protection Status