Share

Bab18

Author: Elien Prita
last update Last Updated: 2022-11-07 08:06:56

Aku melewati meja resepsionis ketika selesai mengantar pesanan tamu, aku hendak bersiap pulang karena jam kerjaku sudah selesai.

“Van…”

Suara panggilan dari Ismi, salah satu resepsionis yang bertugas sore ini menghentikanku. Aku menghampirinya, “Kenapa?”

“Ada yang nyariin kamu, katanya dia temen kamu,” ucap Ismi sembari menunjuk orang yang di maksud, orang itu duduk di sofa yang membelakangi meja resepsionis.

“Tamu di sini?” Aku bertanya lagi.

“Iya, dia baru aja check-in, katanya sebelum ke villanya dia mau ketemu kamu dulu.”

Aku hanya menganggukkan kepala dan berterima kasih pada Ismi. Aku segera menghampiri orang itu. Setahuku, aku tak memiliki teman di Bali kecuali rekan kerjaku. Apa mungkin itu Lucas? Dia kemarin berjanji akan berkunjung lagi ketika cutinya sudah di terima oleh Pak Robert.

Atau yang lebih buruknya, itu Ritchie atau Tio.

Aku mendekatinya dengan perlahan, untuk memastikan siapa pria ini, “Permisi.”

Pria itu mendongakkan wajahnya, dan ini adalah wajah yang kutemui minggu lalu di Pantai Kuta. Erlangga. Kejutan macam apa ini?!

Dia sontak berdiri dan tersenyum dengan lebarnya, “Hai. Kamu gak lupa lagi dengan wajah ini, kan?” tanyanya dengan ramah.

Aku tersenyum sungkan lalu mulai menyadarkan diriku sendiri. Mungkin ia tak berniat memberiku kejutan, hanya saja eksistensinya sudah sangat mengejutkanku. Pertemuan kami waktu itu bukan jenis pertemuan yang mampu membuat kami berteman dekat seperti ini. Pria ini penuh kejutan, dan aku tidak suka dengan kejutan.

Aku tertawa sedikit, “Bapak menginap di sini?” tanyaku sopan. Kami dalam posisi tamu dan pelayannya, jadi tentu saja harus formal.

“Gak perlu terlalu formal, aku juga belum setua itu untuk di panggil Bapak.”

Pria ini masih terus menunjukkan senyum yang sangat mempesona itu. Aku tak ingin mengakuinya, tapi ia sangat tampan hingga sulit untuk menolak pesonanya. Beruntung aku memiliki kontrol diri hingga tak perlu terlalu lama mengaguminya.

“Profesionalitas kerja. Selamat menikmati villanya, mungkin kita sesekali akan bertemu,” ucapku dengan senyum tipis yang masih setia kuberikan.

“Bagaimana kalau aku ingin kita sering bertemu? Aku tak keberatan jika kita harus bertemu sesering mungkin.”

Makan malam minggu lalu itu membuatnya memaksakan diri dengan panggilan ‘aku’ agar tak terlalu formal dan lebih cepat akrab. Aku tak semudah itu mengiyakan, aku sangat menghindari seseorang yang berusaha sok dekat denganku. salahkan saja semua masa lalu burukku hingga mengubah diriku menjadi sering curiga pada orang lain.

Aku kembali menunjukkan senyum simpulku. Ia sangat tampan, dan aku hanyalah gadis biasa yang tak memiliki imun dengan pria sepertinya, tapi aku juga wanita yang memiliki pengalaman buruk terhadap pria. Pria dengan tipe ini hanya perayu ulung yang akan meninggalkan satu wanita untuk wanita lainnya, jadi aku tak akan terlalu menanggapinya.

“Selamat sore, Pak, saya permisi.”

Aku hendak berbalik ketika ia menahan pergelangan tanganku. Pria ini sangat berani.

“Jam kerja saya sudah usai, selamat berisirahat,” ucapku. Aku segera melepaskan tangannya dan benar-benar berlalu.

Aku tak ingin berurusan terlalu lama dengan pria seperti itu. Ia sangat buruk dan sangat tak cocok denganku. Dia hanya pria yang baru di putuskan tunangannya dan mencari pengalihan lain dari rasa sakit hatinya.

**

"Jadi tamu kemaren itu cowok yang Mbak bilang ganteng itu?!”

Emi sudah sangat histeris ketika gosip tentang pria yang kutemui di lobi menyebar. Siapa lagi pria yang kutemui selain Erlangga? Gosip sangat cepat menyebar, kan? Entah siapa yang memulainya, padahal aku sama sekali tak ada hubungan dengan pria itu.

Kami sedang beristirahat di loker setelah jam makan siang yang lumayan padat itu. Ini bukan bulan liburan, tapi hampir semua villa terisi sampai minggu depan. Ini menguntungkan untukku, karena aku tak perlu terlalu meladeni Erlangga yang setiap bertemu denganku pasti akan mencoba untuk mengajakku mengobrol lebih lama.

“Gak perlu histeris gitu, Mi. Aku juga gak tahu dia bakal nginep di sini lagi, kalau bisa aku gak mau ketemu dia lagi.” Aku menghela napasku lelah, entah apa yang di inginkan Erlangga dariku.

“Beruntung banget, ya, kayaknya kamu kerja di Bali. Jadi Manajer dan juga bisa dapet pria kaya dalam sekejap, aku jadi penasaran sama pelet yang kamu pakai.”

Aku menoleh ke sumber suara, dan menemukan ‘si uler’ itu sedang berdiri dengan angkuhnya di depan wastafel sambil menunjukkan wajah angkuh, yang sudah tak heran lagi tentunya. Semua tentangnya tak pernah jauh dari kata angkuh, tolong ingat-ingat kata itu untuk beberapa saat.

“Tentu saja, kamu gak merasa iri, kan? Karena kamu kayaknya pengen banget ada di posisiku ini,” balasku tak kalah angkuh.

Aku menantangnya, tentu saja. Apa kalian berpikir aku akan takut pada wanita seperti dia? Itu hanya menodai harga diriku saja, dan lagi populasi wanita seperti dia juga cukup banyak, jadi itu tak mengherankan. Aku juga sudah sering bertemu dengan wanita jenis ini.

Wajah tak terimanya terpantul di kaca wastafel dengan sangat jelas. Walaupun dia senior, tapi sifatnya sangat tak mencerminkan seorang senior, jadi bagaimana mungkin aku bisa menghargai? Mbak Gita sangat jauh lebih baik darinya. Aku juga tak pernah menginginkan jabatan ini, jika saja kalian tahu berapa banyak tanggung jawab yang ada di tanganku.

“Jangan terlalu bangga dengan posisimu saat ini, kamu tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” ucapnya lagi. Masih dengan gaya angkuh yang selalu ia banggakan, dan ia berlalu dari loker.

“Aku nunggu banget waktu yang tepat buat pecat dia,” ucapku spontan. Itu memang yang ada dalam benakku sejak dulu.

“Jangan di dengerin, Mbak. Dia emang ngeselin. Semua yang ada di sini juga gak suka sama dia.”

Aku mengiyakan ucapan Emi, tapi ia masih memiliki anak buah yang setia padanya. Citra namanya, dan Citra sangat menurut pada semua yang di katakan wanita itu.

Apa kalian sudah siap jika aku menceeritakan tentang ‘si uler’ ini? Karena aku dengan senang hati akan menceritakannya sekarang. Kalian harus memahami dengan baik dan pikirkan apa dia memang seburuk itu, kalau aku sendiri memang merasa dia seburuk itu, jadi biarkan aku mendeskripsikannya dengan segala ketidaksukaan yang sangat kentara jelas.

**

Related chapters

  • Pilihan Kedua   Bab 19

    Namanya Clarissa, ingat sesuatu? Ya, namanya sama seperti temanku di Batam, tapi percayalah mereka hanya berbagi nama yang sama, dan mungkin sifat yang sama juga. Dia cantik—ini jujur—dan umurnya itu sudah dua sembilan, lebih muda sedikit dari Mbak Gita, tapi ia sama sekali tak sedewasa Mbak Gita. Masalah dia cantik, aku harus jujur, karena dia memang cantik. Kulitnya kuning langsat, dan dia asli orang Bali. Dari cerita yang kudengar, orang tuanya cukup berada, ia bahkan alumni salah satu kampus bergengsi di Australia, lalu aku sangat penasaran kenapa sifatnya tak mencerminkan pendidikannya. Mungkin, masalahnya memang ada pada wanita itu sendiri. Pertama kali aku melamar di resort ini, aku memang melamar sebagai asisten manajer karena memang bagian itu yang kosong. Aku lolos dalam semua tes yang di lakukan oleh personalia, lalu aku resmi menjadi karyawan di sini. Sejak awal Clarrisa memang tak menyukaiku dan aku tak tahu awal permasalahan kami dari mana. Yang aku tahu, aku melakukan

    Last Updated : 2022-11-07
  • Pilihan Kedua   Bab 20

    “Mbak Vania!”Aku mengalihkan pandanganku pada sumber suara yang meneriakiku, padahal ia tahu ini restoran. Beruntung para tamu baru menyelesaikan makan siangnya, sehingga restoran sepi.Galang terlihat mengatur napasnya yang ngos-ngosan itu. Aku sudah menatapnya dengan garang siap untuk melayangkan omelan. Galang ini termasuk salah satu waiter selain Viki, dan ia hari ini bertugas di room service.“Mbak, maafin aku,” ucap Galang. Napasnya sangat ngos-ngosan, aku bahkan bisa merasakan rasa lelahnya.“Kamu memang harusnya minta maaf. Ini restoran dan kamu berteriak gak pada tempatnya! Lain kali jangan di ulangi,” omelku.“Bu—bukan itu, Mbak.”“Jadi kamu gak akan minta maaf karena teriak-teriak di restoran?” tanyaku.Aku melipat tanganku di dada, menantinya berbicara. Aku tidak bermaksud kejam, tapi menjadi seorang pemimpin harus tegas, kan? Ketika di luar pekerjaan aku tak akan melakukan hal ini. Aku cukup profesional untuk membedakan urusan pekerjaan dan pribadi.“Itu juga aku minta m

    Last Updated : 2022-11-07
  • Pilihan Kedua   Bab 21

    Ubud Palace atau yang biasa dikenal dengan Puri Saren Agung adalah istana yang menjadi tempat tinggal para raja dahulu. Bangunan ini kental akan seni dan budaya Bali. Selama tahun 1930-an Bali menjadi saksi bisu gelombang pengunjung luar negeri yang signifikan. Gelombang wisata pertama di fokuskan di Ubud di bawah kepemimpinan Tjokorde Gede Agung Sukawati yang sangat mahir berbahasa Inggris dan Belanda. Ia juga lah yang berinisiatif mengundang komposer artis terkenal Walter Spies untuk tinggal dan bekerja di Ubud. Lalu setelahnya beberapa seniman asing seperti Rudolf Bonnet dan Willem Hofker mulai bergabung untuk menghadirkan seni lukis modern. Mulailah kabar tentang keindahan Ubud yang mempesona menyebar dan menjadi tuan rumah dari wajah-wajah terkenal seperti Noël Coward, Charlie Chaplin, H.G Wells dan antropolog terkenal Margaret Mead. Pada tahun 1936, asosiasi pelukis yang di namai Pita Maha mulai terbentuk, hasil kolaborasi antara Tjokorde Gede Agung, Walter Spies, Rudolf Bonnet

    Last Updated : 2022-11-07
  • Pilihan Kedua   Bab 22

    Apa kalian pernah merasakan ingin membenci seseorang, tapi berakhir dengan meragukan perasaan tersebut? Aku sedang merasakan hal tersebut. Aku sangat ingin membenci Erlangga, tapi sepertinya aku harus menjadi orang munafik ketika bersamanya. Apa kalian tahu isi perbincangan kami di warung makan tadi? Aku tak ingin menceritakan hal ini sebenarnya, tapi aku ingin berbagi dengan orang lain. Jika Lucas ada bersamaku sekarang, maka aku akan dengan semangat menceritakan hal ini. “Aku tertarik padamu,” ucapnya. Tanpa kalimat pembukaan, atau setidaknya ia harus mengawalinya dengan sesuatu yang lebih lembut. “Lalu?” Aku membalasnya dengan tak kalah sarkas. “Kamu tak memiliki reaksi lain?” Aku mengangkat alis, kali ini benar-benar tak mengerti dengan jalan pikirannya. Aku bahkan tak tahu harus membalasnya seperti apa. “Aku benar-benar serius,” lanjutnya. Raut wajahnya memang menunjukkan keseriusan, tapi apa aku harus percaya? “Itu alasan kamu minta nomor aku secara paksa ke Galang?” “Kare

    Last Updated : 2022-11-10
  • Pilihan Kedua   Bab 23

    Aku sudah menceritakan tentang Erlangga pada Lucas. Aku tak bisa menahan kekesalanku seorang diri, dan Lucas adalah orang yang paling cocok untuk itu. Karena aku tak punya teman berbagi yang lain sebenarnya. Lucas memintaku untuk sedikit mempercayai Erlangga, karena kita tak bisa menilai seseorang hanya karena ia mengingatkan kita pada masa lalu yang ingin di lupakan. Aku mengiyakan, tapi aku tetap tak bisa begitu mudah mempercayai Erlangga. Apa jaminan dari aku yang mempercayai Erlangga? Jika ada yang akan menjamin hatiku akan baik-baik saja jika mempercayai Erlangga maka aku akan mengambil resiko. “Kamu gak bisa nyamain dia sama Ritchie gitu aja, gimana kalau dia bener-bener serius suka sama kamu,” ucapnya. Masih mencoba untuk meyakinkan hatiku. Percayalah, hatiku sudah sangat sulit mempercayai lelaki dan cinta, serta ucapan mereka yang mengatakan kalau mereka serius atau mereka menyukaiku. Aku tak peduli jika mereka bilang aku berpikir terlalu dangkal, aku memiliki trauma sendir

    Last Updated : 2022-11-10
  • Pilihan Kedua   Bab 24

    Aku selalu bersyukur dengan kehadiran Lucas, di manapun itu. Walaupun obrolan kami tak berjalan baik kemarin, tapi ia menepati janjinya untuk kembali ke Bali lagi. Yang lebih terpenting dari kejadian tadi sore adalah, aku juga berpapasan dengan Erlangga yang akan segera meninggalkan resort. Jika tak mengingat aku sedang berada di lingkungan kerja, maka aku akan memeluk Lucas begitu saja.Aku bahkan bisa melihat dengan jelas bagaimana perubahan raut wajah Erlangga ketika melihat senyumku pada Lucas. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku, tapi aku sangat ingin membuatnya cemburu. Itupun jika ia merasakannya, yang kuyakin seratus persen ia tak merasakannya. Mungkin ia hanya kaget bahwa aku bisa sangat manis bersama pria lain, tapi tidak dengannya.Yang paling terpenting dari semua itu, aku sangat yakin besok akan timbul gosip baru yang mengatasnamakan diriku. Yah, aku sudah terbiasa dengan hal itu. Apa tidak ada wartawan infotainment yang ingin mewawancaraiku? Aku yakin bisa menimbulkan i

    Last Updated : 2022-11-10
  • Pilihan Kedua   Bab 25

    Aku memutuskan untuk mengambil cuti selama tiga hari untuk menemani Lucas dan Ina di Bali. Ini pertama kalinya selama enam bulan kami bisa berjalan-jalan seperti ini, dan aku memang butuh orang seperti mereka untuk mencerahkan hariku yang suram. “Kamu bahagia di Bali?” Ina bertanya padaku ketika kami mendudukkan diri di pasir pantai Kuta. Sebentar lagi kami akan melihat matahari terbenam, dan Lucas sedang membelikan kami cemilan serta air kelapa. “Aku ngerasa bakal ada kejadian buruk di sini, tapi ya, aku bahagia. Kalau memungkinkan aku akan lari lagi, luar negeri mungkin?” Aku sudah menceritakan tentang Clarissa pada Ina dan juga Lucas. Perjuanganku mencapai posisi manajer walau aku tak menginginkannya, dan juga Erlangga. Sampai saat ini, pikiran tentang Erlangga sangat menggangguku. Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi aku merasa ini akan buruk. “Nyebelin, ya? Pasti dia gabungan Tsania sama Bella, atau mereka belum puas mojokin kamu di Batam, jadi mereka bikin kloning gabungan bua

    Last Updated : 2022-11-10
  • Pilihan Kedua   Bab 26

    Aku kembali bekerja seperti biasa setelah cuti mendadak yang kuambil selama tiga hari. Mau tahu hal yang lucu? Clarissa sangat menentang ideku untuk cuti secara mendadak. Ia beralasan, seharusnya cuti itu di ambil setidaknya seminggu sebelumnya, jadi ia memiliki persiapan dan ada orang yang menggantikanku. Dan tebak apa yang terjadi selanjutnya?Aku menjadi bahan gosip lagi. Hal yang sudah bisa kutebak sebenarnya, dan aku tak peduli, mereka akan terus membicarakanku walau aku membela diriku sendiri.Mungkin lain kali ketika Clarissa ingin menyebarkan berita gosip tentangku, aku akan membawa wartawan. Setidaknya aku bisa tenar dengan gosip ini, aku bisa memiliki pekerjaan sampingan sebagai artis. Tak terlalu buruk. Toh, aku juga lumayan jago berakting, mungkin bisa lebih bagus dari aktris yang biasanya sering tampil di televisi itu.“Kamu bilangnya gak mau pacaran, tapi teman priamu lumayan banyak juga, ya,” ucap Bara, yang saat ini sedang menata barang-barang yang ada di bar.Aku seda

    Last Updated : 2022-11-28

Latest chapter

  • Pilihan Kedua   Bab 34

    Belajar dari kesalahan yang sebelumnya, tapi ini bukan kesalahanku juga sebenarnya. Aku justru tak tahu di bagian mana aku melakukan kesalahan, semuanya hanya terjdai secara alami dan aku mendapatkan bagian yang sial. Vania dan kesialan sepertinya sudah mendarah daging dan juga menjadi takdirku.Aku di pecat begitu saja, dengan kejadian yang aku sendiri sama sekali tak tahu bagaimana caranya aku bisa terlibat. Ini tak adil memang, tapi jika sudah seperti ini aku juga tak bisa melakukan apapun. Jejakku yang tertera di sana, dan itu menjadi bukti yang konkrit. Siapa lagi yang bisa bertanggung jawab jika bukan aku?Pada saat seperti ini, pikiranku justru melakukan hal konyol dengan memikirkan skenario terburuk. Mungkin saja ini ulah Clarissa yang sengaja menjebakku karena tak ingin melihatku lebih lama bertahan pada jabatan ini. Aku tahu ini sangat sempit dan terlalu klise, justru aku memikirkan wanita itu setelah kejadian buruk ini menimpaku.“Berita itu benar?”Aku mendongak dari pintu

  • Pilihan Kedua   Bab 33

    Kembali ke rutinitasku bekerja sebagai seorang manajer di sebuah resort di Ubud, aku harus bekerja untuk membiayai hidupku sendiri dan seluruh perjalanan ke Kuta nanti. Jika di suruh memilih, aku juga lebih suka bersantai di kamar dengan buku di sebelahku dan juga musik yang mengiringi untuk menambah suasana lebih berwarna.Bekerja ketika suasana hatiku sedang tak baik sangat sulit, aku harus memaksakan senyumku selama hari belum berakhir dan bersikap ceria di hadapan orang lain. Itu adalah hal yang sangat melelahkan dan menguras tenaga dua kali lipat dari biasanya. Apapun yang di awali dengan kepura-puraan, selalu berjalan dengan tak baik.Ada sesuatu yang janggal kurasakan ketika melangkahkan kaki menuju restoran pagi ini, entah ini hanya perasaanku saja atau memang ada yang aneh. Aku selalu mendapati anggotaku menyapa dengan ceria ketika aku muncul, atau hanya melemparkan sapaan dalam bentuk senyum, tapi hari ini berbeda. Tak ada senyum, tak ada sapaan, mereka seperti sibuk dengan

  • Pilihan Kedua   Bab 32

    Hingga pukul lima sore, aku benar-benar tak beranjak dari kamar ini. Perutku keroncongan karena hanya terisi dengan air putih dan jus jeruk. Makan siang yang di buatkan untukku sama sekali tak kusentuh, nafsu makanku hilang dan yang kuinginkan hanya tidur dan beristirahat. Beruntung vila yang di sewa oleh Erlangga ini memiliki pemandangan yang indah. Aku benar-benar mirip korban penculikan yang menunggu sang penculik untuk membebaskanku. Erlangga sama sekali tak mengirimkan atau memberikan semua barang-barangku, entah pukul berapa Erlangga akan pulang, mungkin malam, mungkin juga tengah malam. Yang paling ekstrem adalah ia memilih tak pulang. Terserah dia, aku juga tak peduli. Mataku masih terpaku pada pemandangan pantai di bawah sana, bagaimana jika aku kembali menenggelamkan diri di sana? Kalian tahu, rasanya benar-benar tenang. Sayup-sayup kudengar pintu kamar yang di buka secara kasar, apa itu Erlangga? Karena pelayan restoran vila ini tak mungkin melakukan hal seperti itu. Aku

  • Pilihan Kedua   Bab 31

    Aku memutuskan untuk kembali mengambil cuti selama tiga hari, sangat tak mungkin untukku masuk kerja dalam kondisi kacau seperti ini. Aku tak peduli jika tak di anggap tak profesional ataupun mereka mencabut jabatan manajer ini dariku. Bukannya tak ingin bertanggung jawab, hanya saja aku benar-benar tak bisa melakukannya kali ini. Kuta adalah tujuan pertama yang terlintas di pikiranku. Aku selalu melarikan diri ke pantai jika dalam kondisi stres dan frustrasi seperti sekarang. Aku bisa saja menetap di Ubud dan mengunjungi objek wisata terasering yang terkenal itu, tapi pilihanku tetap jatuh pada pantai walau harus menempuh perjalanan jauh. Semuanya seolah terbayar dengan apa yang kudapatkan di sana. Jadi, pagi itu ketika aku bangun dengan keadaan yang kacau, aku segera mandi dan membawa semua keperluan yang kuperlukan. Aku berencana menginap untuk satu atau dua malam, beruntung jika aku bisa bertemu bule ataupun pria asing yang mampu menghilangkan beban pikiranku saat ini. Tapi seper

  • Pilihan Kedua   Bab 30

    “Apa?! Early checkout?” Aku membulatkan mata terkejut mendengar ucapan Dewa di seberang sana. Ini masih pukul enam, dan masih ada sekitar setengah jam lagi sampai aku berangkat kerja, aku bahkan baru bangun ketika mendengar bunyi telepon dari Dewa. “Ya, dan aku gak pernah di infoin tentang ini juga. Masih ada tiga hari lagi sampai ia checkout. Linda juga gak tahu masalah ini.” Apa ini karena ucapanku kemarin? Harusnya itu bukan masalah, karena semua ucapanku adalah kenyataan. Lagipula aku tak merasa menyakitinya. “Kata Angga dia memang buru-buru tadi malam, katanya ada masalah dan dia harus checkout malam itu juga.” lanjut Dewa di seberang sana. “Kita gak akan di panggil Mister Benjamin karena ini, kan? Aku bener-bener gak sanggup harus ketemu dia lagi,” ucapku memelas. Ini benar-benar kabar buruk untuk memulai hari. Erlangga juga tak menghubungiku sama sekali sejak ucapanku kemarin. Ia juga seharian berada di luar, jadi aku juga tak bertemu dengannya. Ah, aku lupa soal tunanganny

  • Pilihan Kedua   Bab 29

    “Tunangan Pak Erlangga marah-marah di lobi karena gak di kasih informasi soal kamar yang di sewa Pak Erlangga.”Itu percakapan yang terus berulang-ulang di gosipkan oleh karyawan Kayon. Aku bahkan sudah sangat muak mendengarnya. Aku bahkan sudah di tanyai beberapa orang tentang keberadaan tunangannya itu, dan aku memang bertemu dengan wanita itu.Aku sebenarnya merasa aneh, pertama kali aku bertemu Erlangga ia mengatakan bahwa tunangannya memutuskan dirinya ketika Erlangga sudah menyiapkan makan siang romantis. Ia bahkan terlihat putus asa saat itu. Lalu sekarang, ada seorang wanita yang mengaku sebagai tunangannya.Hal yang pertama terlintas di pikiranku ketika melihat wanita itu, dia adalah wanita yang angkuh dan sangat sosialita. Dia bahkan menatapku dengan sinis ketika aku masuk ke vilanya untuk mengecek ketersediaan mini bar. Erlangga sedang bekerja di luar, dan katanya akan sampai malam.Yang paling mengesalkan adalah selama satu harian ini aku melayaninya, dan ia hanya menunjuk

  • Pilihan Kedua   Bab 28

    Aku benar-benar pulang tepat waktu ketika Dewa menginformasikan kalau Erlangga akan berada di luar. Aku menghela napas lega. Sebenarnya tak ada yang kulakukan ketika sampai di rumah. Aku tinggal sendirian, dan juga tak memiliki teman di Bali. Menyedihkan memang, tapi aku masih menikmatinya, dan akan terus menikmatinya. Dengan hotpants yang hanya menutupi setengah pahaku, dan baju tanpa lengan, ditambah cardigan putih yang menutupi sampai lutut, aku berjalan mengelilingi Ubud di malam hari. Hal ini sering kulakukan jika aku pulang kerja lebih cepat dan aku sedang tak ingin menempuh perjalanan jauh menuju Kuta ataupun Sanur. Sebenarnya di Ubud juga ada pantai, aku hanya sekali saja berkunjung ke pantai itu. Aku lebih suka suasana Kuta ataupun Sanur, itulah kenapa aku rela menghabiskan waktuku hanya untuk pantai di sana. Aku memasuki Istana Ubud setelah membeli tiket masuk di loket tadi. Setiap pukul tujuh tiga puluh, ada pertunjukan tari tradisional di Istana Ubud. Ini sudah kesekian k

  • Pilihan Kedua   Bab 27

    Selama dua minggu ke depan, aku yakin hariku tak akan selancar biasanya. Salah satu bagian dari mimpi burukku yang coba kuhilangkan, tapi setelah di pikir-pikir, aku tak bisa menghindarinya.Erlangga ini, aku tak tahu apa yang ia mau. Kalian bisa bayangkan. Ia menginap di salah satu vila yang seharga hampir sepuluh juta selama dua minggu. Mungkin ia menghabiskan hampir seratus juta di vila ini. Itu haknya memang, tapi tetap saja. Memangnya sekaya apa dirinya hingga melakukan hal seperti ini?Hari pertama berjalan lancar, ia tak memiliki permintaan aneh. Yang paling aneh, ia hanya keluar dari kamarnya jika harus berenang di kolam. Bahkan ia meminta makanannya di antar kekamar. Minggu pertama ia menginap, ia selalu makan di restoran, dan hanya beberapa kali ia meminta room service.Aku mengetuk pintu vilanya lumayan lama untuk mengantarkan pesanan makan siang. Ketika aku sudah putus asa karena tak kunjung di bukakan, pintu itu terbuka menampilkan Erlangga dalam balutan handuk di pinggan

  • Pilihan Kedua   Bab 26

    Aku kembali bekerja seperti biasa setelah cuti mendadak yang kuambil selama tiga hari. Mau tahu hal yang lucu? Clarissa sangat menentang ideku untuk cuti secara mendadak. Ia beralasan, seharusnya cuti itu di ambil setidaknya seminggu sebelumnya, jadi ia memiliki persiapan dan ada orang yang menggantikanku. Dan tebak apa yang terjadi selanjutnya?Aku menjadi bahan gosip lagi. Hal yang sudah bisa kutebak sebenarnya, dan aku tak peduli, mereka akan terus membicarakanku walau aku membela diriku sendiri.Mungkin lain kali ketika Clarissa ingin menyebarkan berita gosip tentangku, aku akan membawa wartawan. Setidaknya aku bisa tenar dengan gosip ini, aku bisa memiliki pekerjaan sampingan sebagai artis. Tak terlalu buruk. Toh, aku juga lumayan jago berakting, mungkin bisa lebih bagus dari aktris yang biasanya sering tampil di televisi itu.“Kamu bilangnya gak mau pacaran, tapi teman priamu lumayan banyak juga, ya,” ucap Bara, yang saat ini sedang menata barang-barang yang ada di bar.Aku seda

DMCA.com Protection Status