Hari demi hari berlalu dengan cepat, dan kedekatan yang semakin berkembang antara Arissa dan Nathaniel mulai terasa tak terhindarkan. Walaupun keduanya masih menjalankan hubungan mereka dengan profesionalitas tinggi, ada sesuatu yang tak bisa disembunyikan lagi. Keterbukaan Nathaniel, yang mulai berbagi lebih banyak tentang pikirannya dan kekhawatirannya, membuat Arissa merasa semakin terikat. Bahkan meski ia berusaha menjaga jarak, hatinya mulai terbuka tanpa bisa dihentikan.
Pada suatu sore yang cerah, setelah rapat penting yang menguras energi, Nathaniel terlihat lebih lelah dari biasanya. Ia duduk di mejanya, menyandarkan tubuhnya, dan menatap layar komputer dengan pandangan kosong. Arissa yang kebetulan lewat melihat ke arahnya, merasa ada sesuatu yang berbeda. Tanpa berpikir panjang, ia mendekat.
"Semua baik-baik saja, Nathaniel?" tanya Arissa dengan suara lembut, meskipun ia tahu ini bisa dianggap terlalu pribadi untuk diungkapkan di kantor. Namun, ia tak bisa m
Sebelum acara gala amal itu, Arissa tidak pernah benar-benar merasakan kegelisahan seperti ini. Ketika Nathaniel mengajaknya untuk mendampinginya dalam acara yang sangat bergengsi tersebut, Arissa awalnya merasa cemas. Gala amal yang akan diadakan di sebuah hotel mewah itu adalah acara yang dihadiri oleh banyak orang penting, dari kalangan pebisnis hingga tokoh-tokoh ternama lainnya. Selain itu, Nathaniel mengundangnya untuk mendampinginya sebagai terapis pribadinya, yang artinya ia harus berada di sisi Nathaniel sepanjang acara untuk memberikan dukungan dan memastikan keadaan fisiknya tetap terjaga."Saya tidak tahu apakah saya bisa," kata Arissa ragu. "Acara ini terlalu besar, terlalu ramai. Saya... Saya tidak nyaman menjadi pusat perhatian, Nathaniel."Nathaniel yang sedang duduk di ruang kerjanya menatap Arissa dengan tatapan lembut, seolah-olah ia memahami ketakutannya. Ia sudah tahu bahwa Arissa lebih suka berada di balik layar, jauh dari sorotan, dan itu adalah
Acara gala amal yang berlangsung malam itu dipenuhi oleh para tokoh penting, bisnisman terkemuka, serta selebritas yang saling berbaur di bawah cahaya lampu kristal. Di tengah keramaian dan gemerlapnya dunia elit, perhatian beberapa tamu tertuju pada satu pasangan yang tak bisa diabaikan: Nathaniel dan Arissa. Dengan penampilan mereka yang memukau, keduanya menonjol di tengah kerumunan, namun perhatian tersebut tidak hanya datang dari orang-orang yang mengagumi kecantikan dan profesionalisme Arissa.Markus Reinhardt, seorang pengusaha besar dan pesaing lama Nathaniel dalam dunia bisnis, berdiri di sudut ruangan sambil memegang gelas anggur. Wajahnya yang tajam dan matanya yang penuh perhitungan tidak melepaskan pandangannya dari Nathaniel dan Arissa, yang terlihat semakin akrab sepanjang malam. Meskipun Markus berusaha menunjukkan sikap santai, pikirannya sedang sibuk bekerja, menganalisis setiap gerak-gerik pasangan itu dengan teliti. Sejak beberapa waktu terakhir, ia merasa
Pagi hari setelah gala amal yang megah, suasana di kantor Nathaniel berubah drastis. Meskipun acara tersebut berlangsung dengan anggun dan penuh prestise, hal-hal yang tidak terduga mulai muncul ke permukaan. Foto-foto yang diambil dari malam itu, yang memperlihatkan kedekatan antara Nathaniel dan Arissa, mulai beredar di kalangan karyawan perusahaan. Bahkan, beberapa foto mereka berdua tersenyum bersama di antara tamu-tamu undangan, berinteraksi dengan cara yang lebih intim dari biasanya, dengan cepat menjadi bahan pembicaraan di ruang kantor.Pada awalnya, Arissa tidak terlalu menganggapnya serius. Ia merasa yakin bahwa berita ini tidak akan sampai mengganggu kehidupannya yang lebih fokus pada pekerjaannya. Namun, semakin lama, ia mulai merasakan atmosfer di kantor yang semakin tidak nyaman. Ketika ia melangkah masuk ke ruangannya, beberapa karyawan yang biasa menyapanya dengan ramah kini hanya saling menatap dengan bisikan yang tidak bisa ia dengar sepenuhnya. Ada ketegangan yang m
Sejak gosip mengenai hubungan antara Nathaniel dan Arissa mulai menyebar, suasana di kantor semakin tidak menyenangkan. Meskipun Nathaniel berusaha untuk tetap tenang dan menunjukkan sikap profesional, Arissa merasakan dampak yang lebih besar dari yang ia perkirakan. Sementara Nathaniel memilih untuk mengabaikan gosip tersebut, Arissa merasa semakin tertekan oleh sikap beberapa karyawan yang mulai terang-terangan merendahkannya.Arissa selalu dikenal sebagai sosok yang pendiam dan fokus pada pekerjaannya. Sebagai terapis pribadi Nathaniel, ia sudah terbiasa bekerja di balik layar, memberikan dukungan kepada atasannya tanpa mengharapkan perhatian. Namun, kini, dengan segala gosip yang tersebar dan pandangan sinis yang ia terima dari beberapa orang di kantor, ia merasa tidak dihargai, bahkan dipandang rendah.Salah satu kejadian yang membuatnya semakin merasa terpojok adalah saat ia berada di ruang makan siang kantor. Beberapa rekan kerja sedang berkumpul di meja dekatnya, berbicara den
Hari itu, Arissa merasa lelah—lelah fisik dan lelah emosional. Suasana kantor semakin hari semakin mencekam baginya. Gosip dan tatapan sinis tak henti-hentinya mengikuti langkahnya. Ia sudah mencoba untuk tetap tenang, fokus pada pekerjaannya, namun semuanya terasa begitu berat. Ketika itu, Nathaniel memanggilnya untuk berbicara di ruang kerjanya, seperti biasa. Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda di wajahnya—ekspresi yang lebih serius dan penuh perhatian."Arissa," suara Nathaniel terdengar lebih lembut dari biasanya. "Aku tahu kamu sedang merasa tertekan. Aku minta maaf, jika situasi ini membuatmu merasa begitu tidak nyaman."Arissa hanya mengangguk, menatap meja dengan wajah yang cemas. Ia sudah mencoba menahan perasaan ini sendirian, tetapi sekarang, kelelahan emosionalnya semakin terasa. "Saya tidak tahu berapa lama saya bisa bertahan, Nathaniel," katanya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan. "Saya merasa semakin tidak dihargai di sini. Semua orang berbicara di belakan
Markus Reinhardt, yang selalu mencari cara untuk menggulingkan posisi Nathaniel, tidak menyia-nyiakan kesempatan setelah melihat keretakan yang mulai muncul dalam hubungan profesional Nathaniel dan Arissa. Sejak gala amal itu, dia mulai merencanakan langkah-langkah strategis untuk menjatuhkan reputasi Nathaniel. Gosip tentang kedekatan mereka mulai ia sebarkan secara sengaja di antara para klien dan mitra bisnis Nathaniel, dengan tujuan untuk menodai citra Nathaniel sebagai seorang pemimpin.Markus, yang selalu ahli dalam membaca situasi, mengetahui bahwa kekuatan Nathaniel terletak pada pengaruhnya yang luar biasa di dunia bisnis, dan bahwa reputasi adalah salah satu aset terpenting bagi seorang pemimpin. Oleh karena itu, ia mulai merancang narasi yang akan membuat Nathaniel tampak tidak profesional dan tidak dapat dipercaya. Rumor yang tersebar mulai mengguncang fondasi perusahaan Nathaniel."Apakah kamu mendengar tentang Nathaniel?" suara seorang mitra bisnis terdengar jelas di tel
Setelah rapat yang penuh ketegangan dengan dewan direksi, Nathaniel kembali merasakan beban berat di pundaknya. Meskipun ia sudah berusaha untuk menanggapi rumor yang beredar dengan tenang, tekanan dari dewan direksi semakin tidak bisa dihindari. Dewan merasa bahwa situasi ini tidak bisa diabaikan begitu saja—terutama karena gosip yang beredar sudah mulai memengaruhi hubungan dengan klien dan mitra bisnis utama perusahaan.Nathaniel tahu bahwa ia harus memberikan klarifikasi yang memadai. Tetapi, meskipun ia tetap berusaha menjaga sikap profesional, ada rasa frustasi yang tak bisa disembunyikan. Selama bertahun-tahun, ia telah membangun reputasi yang solid di dunia bisnis, dan sekarang, semua itu terancam oleh desas-desus yang tidak berdasar. Ia merasa semakin terpojok, namun ia tidak bisa membiarkan hal ini merusak segala yang telah ia capai.Pagi itu, di ruang rapat yang besar, Nathaniel duduk di hadapan dewan direksi. Mata mereka yang penuh keraguan dan perhatian membuat suasana se
Arissa duduk di mejanya, matanya kosong menatap layar komputer yang sudah lama tidak ia sentuh. Seluruh ruangan terasa sepi dan berat. Pikirannya terus terbayang pada gosip yang beredar, yang semakin memengaruhi bukan hanya Nathaniel, tetapi juga dirinya. Meskipun ia berusaha tetap profesional, perasaan bersalah semakin menggerogoti hatinya.“Apakah semuanya akan menjadi lebih buruk karena aku?” pikirnya dalam hati. “Apa aku benar-benar pantas berada di sini?”Arissa merasa semakin terjebak. Kehadirannya di sisi Nathaniel, yang awalnya hanya sebatas hubungan profesional, kini telah menjadi pusat dari masalah besar. Gosip mengenai hubungan mereka yang lebih dari sekadar rekan kerja terus menyebar, dan meskipun Nathaniel berusaha untuk tetap tegar, Arissa tahu bahwa beban ini sangat berat bagi dirinya. Bahkan beberapa rekan kerja yang dulu ramah, kini mulai menghindarinya atau memberi tatapan penuh tanda tanya. Sebagian besar dari mereka mungkin tidak berani mengungkapkan secara langsun
Di satu sisi, ia ingin mengabaikan semuanya dan tetap fokus pada pekerjaannya. Tetapi semakin hari, semakin sulit baginya untuk tidak merasa tertekan. Ruang kerja yang dulunya terasa nyaman kini berubah menjadi tempat yang menyesakkan. Bahkan, interaksinya dengan Nathaniel pun semakin berjarak, seolah mempertegas bahwa ia memang tidak lagi diterima di lingkungan ini.Puncaknya terjadi saat makan siang di kantin perusahaan. Saat Arissa masuk dan membawa nampannya ke meja biasa, beberapa karyawan yang sebelumnya sering makan bersamanya tiba-tiba terdiam dan saling bertukar pandang. Salah satu dari mereka, seorang wanita bernama Clara, berdehem pelan dan berkata, "Maaf, Arissa. Kursi ini sudah ditempati."Arissa menatap mereka dengan bingung. "Oh... aku bisa duduk di tempat lain.""Mungkin memang lebih baik begitu," sahut yang lain dengan nada tak bersahabat.Arissa merasakan hatinya mencelos, tetapi ia menelan perasaannya dan berjalan menuju sudut ruangan y
Tak butuh waktu lama sebelum perubahan ini mulai berdampak pada pekerjaan mereka. Karyawan lain mulai memperhatikan bagaimana interaksi mereka yang dulunya tampak lebih cair kini menjadi kaku dan formal. Ada bisikan di antara rekan-rekan mereka, spekulasi tentang apakah sesuatu telah terjadi antara bos mereka dan Arissa.Vanessa, yang selalu memperhatikan dengan penuh minat, tentu saja tidak melewatkan hal ini. Ia menyeringai puas saat melihat bagaimana Nathaniel tampaknya mulai menjauh dari Arissa. Baginya, ini adalah tanda bahwa rencananya mulai membuahkan hasil.Suatu hari, saat Arissa berada di pantry kantor, Vanessa mendekatinya dengan ekspresi yang tampak simpatik tetapi sarat kepalsuan. "Kau terlihat lelah akhir-akhir ini, Arissa. Sesuatu terjadi?"Arissa menoleh dan memberikan senyum tipis. "Aku baik-baik saja, Vanessa. Hanya sibuk dengan pekerjaan."Vanessa tertawa kecil. "Oh, aku mengerti. Pekerjaan memang bisa membuat seseorang stres, terutama
Setelah pria itu pergi, Nathaniel menyandarkan tubuhnya di kursi, pikirannya bekerja lebih cepat dari sebelumnya. Sekarang semuanya mulai masuk akal. Serangan ini terlalu terkoordinasi untuk sekadar kebetulan.Ia tahu bahwa ada dua hal yang harus ia lakukan. Pertama, ia harus memastikan bahwa Arissa tidak sampai terluka karena permainan licik ini. Kedua, ia harus menghadapi Vanessa secara langsung.Tanpa membuang waktu, ia mengambil ponselnya dan menghubungi Vanessa."Aku ingin bicara denganmu. Sekarang," katanya dengan suara penuh tekanan.Ada jeda di ujung telepon sebelum Vanessa menjawab dengan nada manis yang dibuat-buat. "Nathaniel, ada apa? Kau terdengar serius.""Kantorku. Lima belas menit."Nathaniel tidak memberi kesempatan Vanessa untuk menolak sebelum menutup teleponnya. Ia menatap keluar jendela, rahangnya mengeras.Jika Vanessa berpikir bahwa ia bisa bermain-main dengannya, maka ia akan segera menyadari betapa salahnya an
Nathaniel duduk di balik mejanya, menatap amplop yang sama yang diberikan Vanessa sehari sebelumnya. Sejak menerima laporan itu, pikirannya terus dihantui oleh informasi yang terkandung di dalamnya. Ia ingin mengabaikannya, ingin percaya bahwa Arissa tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Namun, semakin banyak laporan serupa berdatangan, semakin sulit baginya untuk menepis keraguan yang mulai tumbuh di benaknya.Di meja, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari salah satu eksekutif senior berbunyi:"Nathaniel, kita perlu membicarakan ini. Beberapa klien mulai mempertanyakan keamanan informasi perusahaan setelah rumor soal kebocoran data yang melibatkan seseorang dari staf pribadimu. Aku harap kau bisa memberikan klarifikasi segera."Nathaniel menghela napas panjang. Ia sudah terbiasa menghadapi serangan bisnis, tetapi kali ini berbeda. Serangan itu tidak hanya menargetkan dirinya, tetapi juga Arissa—seseorang yang, meskipun ia enggan mengakuinya, telah menjadi bagian penting dalam hidu
Vanessa tidak lagi sekadar bermain dalam bayangan. Setelah gagal mendapatkan hati Nathaniel, ia kini bertekad untuk memastikan bahwa Arissa hancur, tidak hanya dalam kariernya tetapi juga dalam hubungan pribadinya dengan Nathaniel.Dengan cermat, ia telah mengumpulkan berbagai informasi mengenai Arissa, dari latar belakang keluarga hingga kebiasaan kecilnya. Ia tahu bahwa untuk benar-benar menjatuhkan Arissa, ia tidak bisa hanya mengandalkan gosip atau fitnah biasa. Ia butuh sesuatu yang lebih kuat—sesuatu yang bisa mengguncang kepercayaan Nathaniel dan dewan direksi terhadap Arissa.Malam itu, di dalam apartemennya yang mewah, Vanessa duduk dengan segelas anggur merah di tangannya, menelusuri layar laptopnya. Di hadapannya, seorang pria bertubuh tegap dengan ekspresi licik menunggu instruksi lebih lanjut."Kau sudah mendapatkan semua yang kuminta?" Vanessa bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.Pria itu, seorang penyelidik bayaran yang sudah sering menangani pekerjaan ko
Hari itu, sebuah pertemuan bisnis besar diadakan di salah satu hotel mewah di pusat kota. Para klien dan mitra bisnis terbaik Nathaniel berkumpul untuk membahas beberapa proyek besar yang akan datang. Ini adalah kesempatan penting untuk menunjukkan kekuatan dan kredibilitas perusahaan, serta kemampuan Nathaniel untuk mengendalikan segala situasi yang datang.Namun, ketegangan sudah memuncak sejak pagi. Nathaniel merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Rasa cemas menggerogoti hatinya, dan ia tahu bahwa Markus Reinhardt tidak akan membiarkannya begitu saja. Hari itu adalah hari yang menantang, dan Nathaniel bisa merasakannya di setiap langkahnya.Pertemuan itu dimulai dengan lancar. Nathaniel memperkenalkan proyek-proyek baru yang akan membawa perusahaan ke level yang lebih tinggi. Para peserta terlihat antusias, banyak yang memberikan apresiasi terhadap ide-ide baru yang disampaikan Nathaniel. Namun, ketika suasana mulai mereda, Markus yang sudah lama menunggu momen yang tepat, berdiri
Arissa duduk di mejanya, matanya kosong menatap layar komputer yang sudah lama tidak ia sentuh. Seluruh ruangan terasa sepi dan berat. Pikirannya terus terbayang pada gosip yang beredar, yang semakin memengaruhi bukan hanya Nathaniel, tetapi juga dirinya. Meskipun ia berusaha tetap profesional, perasaan bersalah semakin menggerogoti hatinya.“Apakah semuanya akan menjadi lebih buruk karena aku?” pikirnya dalam hati. “Apa aku benar-benar pantas berada di sini?”Arissa merasa semakin terjebak. Kehadirannya di sisi Nathaniel, yang awalnya hanya sebatas hubungan profesional, kini telah menjadi pusat dari masalah besar. Gosip mengenai hubungan mereka yang lebih dari sekadar rekan kerja terus menyebar, dan meskipun Nathaniel berusaha untuk tetap tegar, Arissa tahu bahwa beban ini sangat berat bagi dirinya. Bahkan beberapa rekan kerja yang dulu ramah, kini mulai menghindarinya atau memberi tatapan penuh tanda tanya. Sebagian besar dari mereka mungkin tidak berani mengungkapkan secara langsun
Setelah rapat yang penuh ketegangan dengan dewan direksi, Nathaniel kembali merasakan beban berat di pundaknya. Meskipun ia sudah berusaha untuk menanggapi rumor yang beredar dengan tenang, tekanan dari dewan direksi semakin tidak bisa dihindari. Dewan merasa bahwa situasi ini tidak bisa diabaikan begitu saja—terutama karena gosip yang beredar sudah mulai memengaruhi hubungan dengan klien dan mitra bisnis utama perusahaan.Nathaniel tahu bahwa ia harus memberikan klarifikasi yang memadai. Tetapi, meskipun ia tetap berusaha menjaga sikap profesional, ada rasa frustasi yang tak bisa disembunyikan. Selama bertahun-tahun, ia telah membangun reputasi yang solid di dunia bisnis, dan sekarang, semua itu terancam oleh desas-desus yang tidak berdasar. Ia merasa semakin terpojok, namun ia tidak bisa membiarkan hal ini merusak segala yang telah ia capai.Pagi itu, di ruang rapat yang besar, Nathaniel duduk di hadapan dewan direksi. Mata mereka yang penuh keraguan dan perhatian membuat suasana se
Markus Reinhardt, yang selalu mencari cara untuk menggulingkan posisi Nathaniel, tidak menyia-nyiakan kesempatan setelah melihat keretakan yang mulai muncul dalam hubungan profesional Nathaniel dan Arissa. Sejak gala amal itu, dia mulai merencanakan langkah-langkah strategis untuk menjatuhkan reputasi Nathaniel. Gosip tentang kedekatan mereka mulai ia sebarkan secara sengaja di antara para klien dan mitra bisnis Nathaniel, dengan tujuan untuk menodai citra Nathaniel sebagai seorang pemimpin.Markus, yang selalu ahli dalam membaca situasi, mengetahui bahwa kekuatan Nathaniel terletak pada pengaruhnya yang luar biasa di dunia bisnis, dan bahwa reputasi adalah salah satu aset terpenting bagi seorang pemimpin. Oleh karena itu, ia mulai merancang narasi yang akan membuat Nathaniel tampak tidak profesional dan tidak dapat dipercaya. Rumor yang tersebar mulai mengguncang fondasi perusahaan Nathaniel."Apakah kamu mendengar tentang Nathaniel?" suara seorang mitra bisnis terdengar jelas di tel