Ada yang tau gak ya, kira-kira siapa tamu penting yang Desy maksud?
"Sudah, jangan kaget begitu! Ibu juga waktu pertama lihat langsung kaget sepertimu. Sekarang kita temui ke ruang tamu dulu, ya!" Desy terus saja mengoceh sambil menarik Alana yang malas melanjutkan langkahnya."Bu, jangan tarik terus! Aku tidak mau menemui orang itu!" Alana berusaha menghentikan langkahnya.Mau tak mau Desy juga menghentikan langkahnya dan langsung menatap Alana sambil mengerutkan alis."Memang kenapa? Kapan lagi kita bisa bertemu dengan orang sehebat dia, Alana!" Desy Memandangi anaknya itu dengan keheranan.Perdebatan itu terhenti sesaat setelah sang tamu malah menghampiri keduanya."Apa kamu, Alana? Tenang saja, aku tidak memiliki maksud apa pun." Jessica tersenyum manis.Sekilas, siapa saja akan berpikir jika Jessica adalah perempuan baik bertutur lembut. Namun, tidak bagi Alana yang sudah tahu semuanya dari gambaran cerita Evan."Ayo, kita duduk dulu! Sangat tidak nyaman kalau harus ngobrol sambil berdiri begini," ajak Desy, berjalan di depan sambil menuntun Alan
"I-itu, s-saya," perempuan itu terbata, bingung harus menjawab apa.Evan menatap heran, merasa aneh melihat posisi perempuan itu yang terlihat habis menguping."Apa yang kamu inginkan, Sasa?" tanya Danu pada perempuan yang tak lain adalah sekertaris Evan."Saya hanya penasaran, kenapa perbincangan di dalam ruangan terdengar seperti sedang melakukan hal yang tidak-tidak." Sasa menutup mulutnya karena tak sengaja menanyakan hal yang tidak sopan saking gugupnya."Maksudmu, aku dan Pak Evan penyuka sesama jenis?" Danu mengerutkan kening, merasa keheranan."Ah, iya. Maaf telah berpikir seperti itu! Saya tidak sengaja mendengar masalah pribadi Anda," jawab Sasa, menunduk malu.Evan semakin kesal mendengar pengakuan Sasa. Bagaimana mungkin dirinya bisa dianggap penyuka sesama jenis hanya karena sebuah perbincangan saja. Lagipula kenapa harus Danu? Seandainya memang dia melenceng sekalipun, pasti akan memilih laki-laki yang lebih tampan dan maskulin."Masuklah! Berbicara di dalam saja, aku ta
"Saya tidak yakin, Pak! Tapi sepertinya masalah ini mulai semakin serius," bisik Danu yang masih berdiri di balik pintu.Alana sekilas mendengar perbincangan tersebut, tetapi pura-pura tak mendengarnya dan memilih menunggu Evan menceritakan semuanya sendiri dibanding menanyakan langsung meski sudah diliputi rasa penasaran."Kita berbicara di luar saja. Aku khawatir Alana mendengarnya," ajak Evan yang kemudian keluar dari kamar dan menuju ruang kerja diikuti oleh Danu.Alana beranjak, mulai penasaran dengan perbincangan suaminya itu dan memilih untuk mengikuti dari belakang sambil mengendap-endap.Evan tak menyadari jika sedang diikuti, lalu masuk ke ruang kerja begitu saja tanpa mengecek sekeliling."Siapa yang mengirim foto ini padamu?" tanya Evan sambil berjalan duduk menuju kursi kerjanya."Foto ini sudah menyebar, Pak. Bukan hanya dimiliki oleh satu atau dua orang saja, tapi hampir semua karyawan memilikinya karena awalnya tersebar di grup chatting milik perusahaan," terang Danu."
Evan buru-buru mengeluarkan ponselnya dan memotret dua orang menyebalkan yang sedang berbelanja."Apa dengan begini bisa berhasil?" Alana mendongak menatap Evan."Semoga saja. Aku tidak tahu jika belum mencobanya," sahut Evan."Semoga berhasil," bisik Alana sambil tertawa.Mereka pun segera pergi menjauh dari sana kemudian bergegas melanjutkan mencari toko perlengkapan bayi.Evan dengan sabar mendorong kursi roda meski rasanya sedikit lelah karena memang belum sempat istirahat setelah pulang kerja tadi."Sayang, yang itu saja!" Alana menunjuk ke salah satu toko perlengkapan bayi yang berada di paling ujung."Ayo, kita kesana!" Evan mendorong Alana dengan sangat bersemangat.Saat pertama masuk, mereka langsung disuguhi perlengkapan bayi yang lucu-lucu dan menggemaskan, membuat siapa saja ingin membeli semua yang ada di sana."Sayang, apa aku boleh berdiri sekarang?" Alana merasa tak leluasa duduk di kursi roda."Tidak, kamu jangan terlalu kecapean! Bilang saja mau yang mana, biar aku am
"Alana, ini tidak seperti yang kamu duga! Dia yang terus menggodaku, aku belum sempat menghentikan sikap kurang ajarnya ini!" Evan menepis tangan Jessica yang secara tiba-tiba menyambar wajahnya dengan tak tahu malu.Alana hanya diam, tak menjawab ucapan suaminya yang sedang berusaha membela diri tersebut. Ia bahkan langsung duduk begitu saja di samping Evan, membuat Jessica merasa telah menjadi pemenangnya.Namun, apa yang dilakukan Alana selanjutnya begitu mengejutkan. Ia menekan tombol untuk menutup jendela mobil secara otomatis. Jessica pun seketika terkejut dan hampir saja terjepit."Kita pergi sekarang!" titah Alana."Tapi, apa kamu marah padaku?" Evan merasa cemas, takut istrinya itu akan mendiamkannya di sepanjang jalan nanti."Tidak, aku sudah melihat semuanya sejak tadi. Natasha itu memang perempuan penggoda, tapi kamu malah tidak bisa mengatasinya dengan kepala dingin," protes Alana.Evan menelan saliva, merasa bodoh sekaligus bersalah. Jika sejak awal ia tak mengikuti emosi
"Sedang apa kamu di sini?" hardik Evan, kesal."Evan, kenapa kamu bersikap seperti itu pada Jessica?" timpal Alex, berusaha melindungi perempuan milik klien besar tersebut."Oh, ternyata Ayah sudah terpikat bujuk rayunya, ya! Ah, kupikir Ayah sedikit berbeda dari laki-laki hidung belang lainnya." Evan menatap ayahnya dengan sorot mata tajam.Alex merasa tidak terima dengan ucapan anaknya itu. Bagaimanapun, maksudnya membela Jessica adalah demi kelancaran kerja sama dengan klien yang berada di belakangnya. Ia juga khawatir jika sampai perempuan yang ada di hadapannya ini sampai mengadu yang tidak-tidak."Beraninya kamu mengatakan hal seperti itu, Evan!" Alex mengepal tangannya karena kesal, tetapi tak tega jika sampai harus memukul sang anak."Om, sudah! Evan memang seperti itu sejak dulu. Dia itu paling tidak bisa menjaga sikapnya." Jessica berusaha menjadi pahlawan, ingin terlihat baik di mata Evan.Evan memutar bola matanya, merasa jijik dengan sandiwara yang Jessica buat. Berpura-pu
"Memang kenapa, Pak?" tanya Danu, keheranan."Bilang saja siapa yang memberi surat ini padamu?" tegas Evan."Seorang laki-laki yang memakai masker dan kacamata. Memang kenapa, Pak?" Danu semakin heran.Evan sama sekali tak menjawab rasa penasaran asistennya tersebut. Ia malah mendiamkan Danu, dan memainkan laptopnya untuk mengecek rekaman CCTV di area luar ruangan.Namun, Danu hanya bisa memperhatikan dari samping. Ia tak berani ikut campur sebelum mendapat perintah dari atasannya tersebut."Apa ini orang yang kamu maksud?" Evan memutar laptopnya, menunjuk layar dengan gambar seorang laki-laki pada Danu."Iya, dia orangnya, Pak!" Danu masih tidak paham dengan apa yang sedang Evan cari.Danu masih penasaran, tetapi sang atasan masih saja tak membuka suara dan malah asyik memainkan ponselnya."Anu, Pak… jadi, apa maksud semua ini?" Danu memberanikan diri untuk bertanya demi menghilangkan rasa penasaran yang sejak tadi membuatnya tak nyaman."Akan aku ceritakan nanti," jawab Evan yang ma
Danu langsung mengambil tindakan, mencari orang yang sedang berada di teras untuk bertanya seperti yang Evan perintahkan.Sedangkan Evan, karena emosinya sudah memuncak, ia pun lewat begitu saja, membiarkan apa yang ada di hadapannya dan langsung menuju ke kamar.Evan kini sudah berdiri di depan pintu kamar, mengatur napas yang tidak karuan karena emosi. Ia tak ingin Alana melihatnya dalam keadaan marah.Saat memasuki kamar, dilihatnya Alana sedang duduk bersandar di sandaran tempat tidur, sambil menonton televisi dan memakan potongan buah apel."Sayang, sudah pulang, ya!" Alana beranjak dari tempat tidur, menghampiri Evan dan membantu suaminya itu untuk membuka jas dan melepaskan dasi."Tidak usah repot-repot, Sayang, aku bisa sendiri. Kamu istirahat saja!""Tidak mau! Aku sudah terlalu banyak istirahat," gerutu Alana seraya memanyunkan bibirnya."I-iya, lakukanlah! asal kamu bahagia." Evan tak berani membantah istrinya lagi.Evan pun mandi, lalu berganti pakaian. Setelah semua seles