"Tentu saja tidak pernah, memangnya siapa perempuan itu?" Alana terus memandangi Evan dengan sinis."Tentu saja kamu!" jawab Evan dengan santai."Aku? Memang kita pernah saling kenal dulu?"Alana berusaha mengingat seseorang yang sangat mirip dengan Evan di masa lalu. Namun, meski berusaha keras untuk mengingat sekalipun, rasanya masih tak ada ingatan tentang seseorang yang mirip dengan suaminya itu di masa lalu."Iya… kamu ingat Cio? itu aku!""Cio? Bocah gemuk yang kabur dari rumah, lalu seharian main denganku itu?""I-iya, kenapa harus sebut bocah gemuk? Aku tidak segemuk itu saat kecil," bantah Evan, merasa tak terima."Oh, jadi itu kamu. Memang tidak terlalu gemuk, tapi pipimu itu mirip bakpao, sangat menggemaskan." Alana tertawa geli, tak menyangka jika suaminya adalah seseorang yang tak pernah ia duga sebelumnya.Akhirnya Alana pun tak cemburu lagi. Mereka berdua malah bernostalgia mengenang masa lalu yang sedikit unik dan lucu."Kamu sedikit berubah, tapi tetap cantik. Seandain
"Sudah, jangan kaget begitu! Ibu juga waktu pertama lihat langsung kaget sepertimu. Sekarang kita temui ke ruang tamu dulu, ya!" Desy terus saja mengoceh sambil menarik Alana yang malas melanjutkan langkahnya."Bu, jangan tarik terus! Aku tidak mau menemui orang itu!" Alana berusaha menghentikan langkahnya.Mau tak mau Desy juga menghentikan langkahnya dan langsung menatap Alana sambil mengerutkan alis."Memang kenapa? Kapan lagi kita bisa bertemu dengan orang sehebat dia, Alana!" Desy Memandangi anaknya itu dengan keheranan.Perdebatan itu terhenti sesaat setelah sang tamu malah menghampiri keduanya."Apa kamu, Alana? Tenang saja, aku tidak memiliki maksud apa pun." Jessica tersenyum manis.Sekilas, siapa saja akan berpikir jika Jessica adalah perempuan baik bertutur lembut. Namun, tidak bagi Alana yang sudah tahu semuanya dari gambaran cerita Evan."Ayo, kita duduk dulu! Sangat tidak nyaman kalau harus ngobrol sambil berdiri begini," ajak Desy, berjalan di depan sambil menuntun Alan
"I-itu, s-saya," perempuan itu terbata, bingung harus menjawab apa.Evan menatap heran, merasa aneh melihat posisi perempuan itu yang terlihat habis menguping."Apa yang kamu inginkan, Sasa?" tanya Danu pada perempuan yang tak lain adalah sekertaris Evan."Saya hanya penasaran, kenapa perbincangan di dalam ruangan terdengar seperti sedang melakukan hal yang tidak-tidak." Sasa menutup mulutnya karena tak sengaja menanyakan hal yang tidak sopan saking gugupnya."Maksudmu, aku dan Pak Evan penyuka sesama jenis?" Danu mengerutkan kening, merasa keheranan."Ah, iya. Maaf telah berpikir seperti itu! Saya tidak sengaja mendengar masalah pribadi Anda," jawab Sasa, menunduk malu.Evan semakin kesal mendengar pengakuan Sasa. Bagaimana mungkin dirinya bisa dianggap penyuka sesama jenis hanya karena sebuah perbincangan saja. Lagipula kenapa harus Danu? Seandainya memang dia melenceng sekalipun, pasti akan memilih laki-laki yang lebih tampan dan maskulin."Masuklah! Berbicara di dalam saja, aku ta
"Saya tidak yakin, Pak! Tapi sepertinya masalah ini mulai semakin serius," bisik Danu yang masih berdiri di balik pintu.Alana sekilas mendengar perbincangan tersebut, tetapi pura-pura tak mendengarnya dan memilih menunggu Evan menceritakan semuanya sendiri dibanding menanyakan langsung meski sudah diliputi rasa penasaran."Kita berbicara di luar saja. Aku khawatir Alana mendengarnya," ajak Evan yang kemudian keluar dari kamar dan menuju ruang kerja diikuti oleh Danu.Alana beranjak, mulai penasaran dengan perbincangan suaminya itu dan memilih untuk mengikuti dari belakang sambil mengendap-endap.Evan tak menyadari jika sedang diikuti, lalu masuk ke ruang kerja begitu saja tanpa mengecek sekeliling."Siapa yang mengirim foto ini padamu?" tanya Evan sambil berjalan duduk menuju kursi kerjanya."Foto ini sudah menyebar, Pak. Bukan hanya dimiliki oleh satu atau dua orang saja, tapi hampir semua karyawan memilikinya karena awalnya tersebar di grup chatting milik perusahaan," terang Danu."
Evan buru-buru mengeluarkan ponselnya dan memotret dua orang menyebalkan yang sedang berbelanja."Apa dengan begini bisa berhasil?" Alana mendongak menatap Evan."Semoga saja. Aku tidak tahu jika belum mencobanya," sahut Evan."Semoga berhasil," bisik Alana sambil tertawa.Mereka pun segera pergi menjauh dari sana kemudian bergegas melanjutkan mencari toko perlengkapan bayi.Evan dengan sabar mendorong kursi roda meski rasanya sedikit lelah karena memang belum sempat istirahat setelah pulang kerja tadi."Sayang, yang itu saja!" Alana menunjuk ke salah satu toko perlengkapan bayi yang berada di paling ujung."Ayo, kita kesana!" Evan mendorong Alana dengan sangat bersemangat.Saat pertama masuk, mereka langsung disuguhi perlengkapan bayi yang lucu-lucu dan menggemaskan, membuat siapa saja ingin membeli semua yang ada di sana."Sayang, apa aku boleh berdiri sekarang?" Alana merasa tak leluasa duduk di kursi roda."Tidak, kamu jangan terlalu kecapean! Bilang saja mau yang mana, biar aku am
"Alana, ini tidak seperti yang kamu duga! Dia yang terus menggodaku, aku belum sempat menghentikan sikap kurang ajarnya ini!" Evan menepis tangan Jessica yang secara tiba-tiba menyambar wajahnya dengan tak tahu malu.Alana hanya diam, tak menjawab ucapan suaminya yang sedang berusaha membela diri tersebut. Ia bahkan langsung duduk begitu saja di samping Evan, membuat Jessica merasa telah menjadi pemenangnya.Namun, apa yang dilakukan Alana selanjutnya begitu mengejutkan. Ia menekan tombol untuk menutup jendela mobil secara otomatis. Jessica pun seketika terkejut dan hampir saja terjepit."Kita pergi sekarang!" titah Alana."Tapi, apa kamu marah padaku?" Evan merasa cemas, takut istrinya itu akan mendiamkannya di sepanjang jalan nanti."Tidak, aku sudah melihat semuanya sejak tadi. Natasha itu memang perempuan penggoda, tapi kamu malah tidak bisa mengatasinya dengan kepala dingin," protes Alana.Evan menelan saliva, merasa bodoh sekaligus bersalah. Jika sejak awal ia tak mengikuti emosi
"Sedang apa kamu di sini?" hardik Evan, kesal."Evan, kenapa kamu bersikap seperti itu pada Jessica?" timpal Alex, berusaha melindungi perempuan milik klien besar tersebut."Oh, ternyata Ayah sudah terpikat bujuk rayunya, ya! Ah, kupikir Ayah sedikit berbeda dari laki-laki hidung belang lainnya." Evan menatap ayahnya dengan sorot mata tajam.Alex merasa tidak terima dengan ucapan anaknya itu. Bagaimanapun, maksudnya membela Jessica adalah demi kelancaran kerja sama dengan klien yang berada di belakangnya. Ia juga khawatir jika sampai perempuan yang ada di hadapannya ini sampai mengadu yang tidak-tidak."Beraninya kamu mengatakan hal seperti itu, Evan!" Alex mengepal tangannya karena kesal, tetapi tak tega jika sampai harus memukul sang anak."Om, sudah! Evan memang seperti itu sejak dulu. Dia itu paling tidak bisa menjaga sikapnya." Jessica berusaha menjadi pahlawan, ingin terlihat baik di mata Evan.Evan memutar bola matanya, merasa jijik dengan sandiwara yang Jessica buat. Berpura-pu
"Memang kenapa, Pak?" tanya Danu, keheranan."Bilang saja siapa yang memberi surat ini padamu?" tegas Evan."Seorang laki-laki yang memakai masker dan kacamata. Memang kenapa, Pak?" Danu semakin heran.Evan sama sekali tak menjawab rasa penasaran asistennya tersebut. Ia malah mendiamkan Danu, dan memainkan laptopnya untuk mengecek rekaman CCTV di area luar ruangan.Namun, Danu hanya bisa memperhatikan dari samping. Ia tak berani ikut campur sebelum mendapat perintah dari atasannya tersebut."Apa ini orang yang kamu maksud?" Evan memutar laptopnya, menunjuk layar dengan gambar seorang laki-laki pada Danu."Iya, dia orangnya, Pak!" Danu masih tidak paham dengan apa yang sedang Evan cari.Danu masih penasaran, tetapi sang atasan masih saja tak membuka suara dan malah asyik memainkan ponselnya."Anu, Pak… jadi, apa maksud semua ini?" Danu memberanikan diri untuk bertanya demi menghilangkan rasa penasaran yang sejak tadi membuatnya tak nyaman."Akan aku ceritakan nanti," jawab Evan yang ma
Bagaimana dengan akhir kisah yang lainnya?Danu, sungguh sebuah keberuntungan di pesta kecil. Pelayan yang waktu itu ia temui ternyata sudah sejak lama menaruh perasaan padanya. Tak ingin membuang-buang waktu, asisten Evan tersebut langsung melamar sang gadis dan buru-buru menentukan tanggal pernikahan.Cherry dan Alvin, benar-benar sesuatu yang tak terduga. Berawal dari sebuah sandiwara, perempuan yang sama sekali tak pernah mengenal cinta itu pun pada akhirnya memilih untuk melabuhkan hati pada laki-laki yang pantang menyerah untuk memperjuangkannya. Meski Alvin sedikit lebih lemah darinya, pria itu selalu saja berusaha melindungi dalam situasi apa pun. Benar-benar sosok yang sangat Cherry impikan.Sasa dan Deo, mereka terus bertengkar sampai akhirnya muncul perasaan saling suka. 'Bisa karena biasa', mungkin itulah salah satu pepatah yang cocok untuk mereka, mengingat kebencian mereka awalnya begitu mendalam, tetapi bisa-bisanya malah berubah menjadi rasa suka.Brian, beberapa kali b
"Sayang hati-hati! Kamu sedang menggendong Zayn," teriak Alana."Ya, tenang saja," sahut Evan yang sekilas menoleh ke arah Alana.Dengan menggendong Zayn, Evan yang sudah bersemangat pun menghampiri mobil tersebut. Lalu semua yang berada dalam kendaraan itu pun keluar bersamaan.Evan menghampiri sang kakek yang tengah diangkat ajudannya ke kursi roda."Kakek, tumben sekali. Ada perlu apa?" tanya Evan dengan tatapan bahagia bertemu sang kakek."Dasar cucu durhaka! Bukannya menanyakan kabar malah tanya ada perlu apa!" hardik Willy.Evan tertawa melihat kakeknya itu marah. "Ayo masuk dulu."Disaat bersamaan muncul Jeny yang sejak tadi hanya diam di dalam mobil tak berani menunjukan batang hidungnya. Ia tampak malu-malu karena sadar pernah melakukan kesalahan.Evan yang hatinya sedang dalam keadaan baik pun tak memperdulikan masalah yang telah berlalu. Ia malah tersenyum menatap ibunya itu."Ibu, ayo masuk! kebetulan aku akan mengadakan pesta kecil-kecilan," ajak Evan seraya melambai ke ar
Tanpa berpikir dua kali, Evan langsung pulang meski Candra sempat mengundangnya untuk makan siang merayakan keberhasilan rencana mereka."Maaf, mungkin lain kali," ujar Evan yang pikirannya sudah melayang-layang entah ke mana."Tidak masalah, lain kali masih bisa. Pulang dulu saja, istrimu sudah menunggu di rumah," ujar Candra.Evan tersenyum simpul. "Kalau begitu, sampai jumpa di lain waktu."Evan berlari menuju mobil, diikuti oleh Danu dan Deo yang juga tampak gelisah, khawatir terjadi sesuatu di rumah.Danu langsung melajukan mobil dengan kecepatan melebihi biasanya.Selama perjalanan, Evan tak hentinya menelepon Alana. Namun, hasilnya nihil karena tak sekalipun sang istri menjawab panggilan tersebut."Apa yang terjadi?" Evan mengacak-acak rambutnya, saking kesal."Seharusnya tidak terjadi apa-apa, semua musuh sudah berada dalam genggaman kita. Kecuali…" Deo seolah ragu untuk melanjutkan kalimatnya."Apa? Kenapa kamu selalu saja menyebalkan!" hardik Evan."Hey tenanglah, kamu terla
"Apa maksudmu, Deo?" Evan menatap temannya itu dengan tatapan heran."Kamu lihat saja!" titah Deo.Beberapa menit menjelang berakhirnya sesi visi misi, Anwar sempat menunjukan beberapa program hebat yang ia rencanakan akan dikerjakan jika dirinya terpilih menjadi walikota nanti."Beberapa lahan kosong akan saya buat menjadi taman yang sisi lainnya dikhususkan untuk area bermain anak-anak. Ini salah satu contoh desain taman." Anwar menunjuk ke layar besar dengan penuh percaya diri.Namun, yang muncul di layar tersebut bukanlah apa yang Anwar maksudkan, melainkan sebuah video di mana dirinya sedang berjabat tangan dengan si pemilik panti asuhan. Suaranya terdengar jelas ke seluruh penjuru."Bagaimana dengan uang dari donatur panti asuhanmu?" tanya Anwar yang wajahnya terpampang jelas dalam video tersebut."Sudah saya transfer semua ke rekening Bapak, bahkan uang hasil mengemis dan mengamen anak-anak pun sudah saya setor," ujar pemilik panti asuhan yang tampak begitu hormat pada Anwar."B
Danu langsung menoleh ke arah Deo. Ia merasa jika ternyata ada yang berpenampilan lebih parah darinya. Gelak tawa seakan membuat sang bos dan asistennya itu sedikit melupakan ketegangan yang akan mereka hadapi.Deo masih belum sadar jika dirinya sedang menjadi bahan tertawaan. Ia pun langsung masuk dan duduk di samping Evan dengan santainya."Maaf, tadi aku terlalu lama menyiapkan penyamaran ini," ujar Deo, "ayo kita berangkat sekarang!"Danu langsung melajukan mobil murah yang sengaja dipinjam untuk mendukung penyamaran tersebut."Kenapa kamu harus menyamar jadi perempuan?" Evan bertanya sambil terus terbahak-bahak. "Lalu, kenapa dadamu menggembung begitu?""Setidaknya penampilan ini akan membuatku mudah menyelinap ke belakang layar," ujar Deo yang sedang fokus menatap layar ponselnya.Alasan Deo tak membuat Evan berhenti tertawa. Ia terus saja terpingkal setiap kali menatap Danu dan Deo, merasa jika kini mereka terlihat seperti grup lawak."Berhenti tertawa! Kita ini sedang berangka
Laki-laki jahat di depan Evan tertawa puas, merasa kemenangan telah berada di tangannya.Karena kalah jumlah, anak buah Evan tak bisa menghalau lagi orang-orang yang baru saja datang itu. Meski begitu, beberapa di antaranya masih berusaha menghadang meski pada akhirnya berakhir lengah dan pihak Dody berhasil melumpuhkannya."Menyerahlah, Evanders. Kami bukanlah lawanmu!" timpal pria yang berada di hadapan Evan."Menyerah? Aku tidak takut pada penjahat yang memakan uang anak yatim piatu seperti kalian!" balas Evan."Masih besar kepala juga rupanya? Apa kamu tidak sadar dengan kondisimu sendiri? Jangan sok menjadi pahlawan jika diri sendiri saja sedang dalam keadaan terdesak," ujar pria tersebut."Aku, terdesak? Seharusnya kamu sedikit menoleh ke belakang." Evan pada akhirnya bisa tersenyum penuh kemenangan saat tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Pria jahat di hadapan Evan awalnya ragu, tetapi pada akhirnya memilih untuk menoleh saat ia merasa jika suasana menjadi sedikit hening.
Evan langsung keluar dari mobil saat sudah berada di depan gerbang. Ia buru-buru menghampiri security yang sedang berusaha mengusir seorang ojek online."Ada apa ini?" tanya Evan, berjalan mendekat."Ini, Pak. Orang ini bilang Bu Alana memesan bakso. Tapi saat saya ingin melihat isi pesannya, dia bilang kalau itu privasi," terang security."Sudah kamu tanyakan pada Alana, apa dia memesan bakso?" Evan terus menatap ojek online yang sejak tadi terus menunduk."Sudah, Bu Alana bilang memang pesan bakso. Plat nomornya pun sama dengan yang ada di aplikasi. Saya ingin mengeceknya lagi untuk memastikan saja," ujar security tersebut.Evan masih terus memandangi tukang ojek online tersebut dengan wajah datarnya."Apa Alana memesan Bakso Mas Jo? dia sangat menyukai itu.""Benar, Pak. Seperti yang Anda bilang, ini memang Bakso Mas Jo," ucap tukang ojek tersebut seraya menatap security dengan tatapan penuh kemenangan.Evan tersenyum simpul seraya menatap pria tersebut. "Berapa totalnya?""Dua rat
Evan buru-buru menelepon anak buahnya dengan perasaan cemas dan gelisah."Ada apa, Pak?" tanya anak buah Evan dengan suara yang terdengar santai."Perketat keamanan rumah! Jaga setiap sudut jangan sampai ada yang terlewatkan. Jangan biarkan siapa pun masuk!" seru Evan."Baik, Pak," jawab anak buah Evan yang dari nada suaranya terdengar serius.Evan menutup telepon, lalu berjalan menuju ruang kerjanya yang telah berantakan. Beruntung sebelumnya ia telah mengamankan seluruh barang bukti."Pak, memangnya apa yang tertulis di kertas itu?" Danu mengekor sejak tadi, rasa penasarannya semakin besar saat melihat perubahan wajah Evan yang menjadi tampak semakin emosi.Namun, bukannya menjawab, Evan malah langsung mencari nomor kontak dan menekannya untuk melakukan panggilan."Orang itu masih di tempatmu?""Ya, dia masih bersama saya. Ada apa, Pak?""Cepat pindah dari tempat itu sekarang! Dody sudah mengirim pesan pada orang-orangnya, di sana sudah tidak aman!" Evan semakin gelisah."Tapi, saya
Alana tertawa geli melihat ekspresi Evan yang terlihat muak saat memandangi setiap foto di tangannya."Foto ini terlihat seperti sungguhan. Jika bukan karena kamu menunjukan gambar aslinya, mungkin aku masih akan terus tertipu," terang Alana yang masih tertawa."Orang di foto sangat jelek, wajahku terlihat aneh, tidak simetris pula." "Sudahlah, bakar saja fotonya. Aku lupa membuangnya kemarin."Evan beranjak, bergegas ke teras kamarnya hanya demi untuk membakar foto-foto dirinya bersama banyak perempuan pemberian Jessica untuk Alana saat itu.Dengan perasaan kesal, Evan membakar foto tersebut satu persatu. Sekilas terbesit bayangan kejadian dengan Jessica saat itu. Ia sangat yakin jika semua masalah yang terkait dengannya memiliki satu sumber yang sama, di mana orang tersebut memang berniat membuat rumor buruk demi menjatuhkannya."Akan kubasmi semua hama di Lucio Group." Evan mengepalkan tangannya dengan sangat kuat.Bayangan akan kehidupan yang tenang saat menguasai Lucio Group tern