BERSAMBUNG
“Ma-makasih tante ehh mba…ga usah!” sahut Bryan terkaget-kaget. Kedua terapis ini tertawa dan keluar kamar.“Eh kamu mau kemana?” tanya Kadir heran saat melihat Bryan buru-buru akan keluar kamar ini.“Anu…temani tante Weni, katanya…ee…butuh teman tidur, ehh bicara!” sahut Bryan kaget sendiri dengan ceplosannya.“He-he-he..ya udah sono, aku juga capek, lagian kalau kamu di sini, ranjangnya nanggung kan hanya dua, mumpung tuhh temani tante denok, tajir lagi,” sela Cholil terkekeh, lalu tarik selimut dan pejamkan mata, capek tadi habis ‘bertempur’ dengan si terapis itu.“Jangan lupa, mandi junub,” kata Bryan lagi sambil menutup pintu kamar. Kadir terbahak saja dan tak lama dia pun nyusul Cholil, ngorok tidur nyenyak.Dua bangor ini sudah tak iri lagi dengan Bryan, mereka juga sudah puas menikmati dua terapis plus-plus di hotel mewah ini.Sudah bisa di duga, malam ini kembali tante Weni merasakan keperkasaan si brondong jagung ini.“Gileee…kamu emank perkasa sayanggg…!” ceracau Weni menaha
Begitu turun halte, Bryan tersenyum saat melihat sebuah mobil mewah dan di dalamnya duduk manis seorang wanita jelita…tante Weni.“Taruh ranselnya di belakang sayang, ayah angkat dan dua temanmu yang lucu nggak curiga kan?” tanya Tante Weni yang kini konsentrasi ke jalanan.Bryan pun menceritakan alibinya, tante Weni tertawa kecil mendenganya.“Eh kamu ini turunan mana sih…?” tante Weni yang penasaran mulai bertanya latar belakang Bryan.Bryan akhirnya menceritakan asalnya, yang memang hanya merantau kebetulan ke Pulau Madura, akibat tertipu seseorang.“Panteesss…wajah dan kulit kamu beda dengan dua sahabatmu yang lucu itu. Ternyata turunan Manado tuhh.” cetus Weni makin lebar senyumnya.“I-iya tante…ayahku kata almarhum ibu aslinya orang Kalimantan, tapi aku nggak tahu siapa namanya, apalagi wajahnya juga alamatnya di mana!” kata Bryan jujur.Sekaligus cerita sejak hamil ibu dan ayah kandungnya sudah…bercerai dan tak ada komunikasi, itu yang Bryan ketahui dari ibunya dulu.“Nggak aneh
2,5 tahun kemudian..!Bryan kini sudah kelas 12 atau kelas 3 SMU, waktu dua tahun sudah mengubah penampilan Bryan.Dari remaja culun dan berpakaian seadanya, menjadi remaja tampan maksimal dengan tubuh yang sangat bagus.Tante Weni pun kini akui, mulai keteteran layani keperkasaan pria simpanannya ini, walaupun tak setiap hari, paling sebulan 2 atau 3 kali dia bertemu Bryan, karena sibuk dengan bisnisnya.Dan suatu hari Bryan kaget saat Weni datang dengan dua kawan wanitanya, kedua wanita yang umurnya tak beda jauh dengan Weni terbelalak menatap Bryan.“Bryan, hari ini kamu senangkan dua temanku ini,” bisik Weni, hingga Bryan kaget bukan main.Tapi dia tak punya kesempatan untuk bertanya, kenapa Weni tak marah dia bersama wanita lain, malah meminta dia melayani?.“Wow…pantes kamu keteteran beb, brondong kamu begini ganteng dan wuihh lihat badannya, pasti itunya juga kekar banget beb!” seru dua kawannya genit.“Kalian boleh nikmatin dia di sini, tapi ingat ya janjinya, proyek itu buatku
Kebetulan lagi tante Weni bilang berada ke LN hingga satu bulan. Bryan pun makin plong dan makin mantap ikut ajang lomba grand final ini.Bryan bahkan diam-diam punya sebuah rencana, sehingga tanpa pamit dengan ART tua di rumah ini, apalagi tante Weni, usai ambil ijazahnya di sekolah, langsung pesan tiket dan terbang ke Jakarta.Sampai di bandara Soetta, Bryan sudah di jemput dua orang panitia dan di bawa ke sebuah hotel mewah untuk di karantina dan bergabung dengan 29 finalis lainnya, sebelum acara puncak di selenggarakan.Seperti biasa, peserta akan di kenalkan dengan dengan para bos-bos sponsor acara ini, Bryan kaget saat melihat Chulbuy ada di antara para bos-bos sponsor itu, bahkan jadi ‘pelindung’ yayasan yang adain acara ini.Chulbuy yang kini berpangkat Irjen Polisi tentu saja tak kenal lagi dengan Bryan, yang sudah menjelma menjadi remaja tampan dan kokoh serta menjadi salah satu peserta lomba para laki-laki macho ini.Bryan minder mengenalkan diri, karena dia melihat Chulbuy
Bryan kini lega, dia tidak lagi jadi gigolo, yang kadang harus layani wanita yang usianya lebih tua dari ibunya, andai ibunya masih hidup.Dia kini jalani kehidupan yang berbeda, Bryan bukan lagi pelajar polos yang iya-iya saja ikuti kemauan tante Weni. Tapi apakah tante Weni rela, mantan gigolonya yang bikin bisnisnya lancar kini ‘kabur’ darinya.“Bangsatt…kenapa dia malah jadi model dan kini tinggal di Jakarta,” sungut tante Weni, yang kaget bukan kepalang saat melihat sebuah bilboard besar iklan susu energy di pinggir jalan di Kota Surabaya.Bilboard besar itu bergambar pemuda tampan berbody kokoh tanpa baju, siapa lagi kalau bukan Bryan...!Makin kheki lagi Weni saat ART tuanya dia panggil dan bilang Bryan pergi ke Jakarta tanpa pamit, bahkan Bryan tak banyak bawa pakaiannya.Hanya bawa ijazah SMU-nya, juga buku tabungannya, serta beberapa stel pakainnya saja, plus 2 pasang sepatu, padahal pakaianya sampai satu lemari, juga puluhan pasang sepatu.Mobil hadiah darinya, semuanya di
Atas saran mami Latini lagi, Bryan pun ganti nomor hapenya, agar tak terus di ganggu Tante Weni. Bryan pun setuju, tentu saja dua sahabatnya Cholil dan Kadir langsung dia beritahu."Bagus Bryan, saatnya kamu lepas dar jeratan tante Weni," kata kedua sahabatnya.Gara-gara di tertawakan Rose yang kaget Bryan tak punya mobil saat menjemput dirinya di aparteman yang sengaja di sewakan perusahaan susu energy itu.Bryan akhirnya mulai mikir untuk beli kendaraan dengan uangnya sendiri.“Jangan-jangan kamu juga tak punya kekasih nih, tapi kamu masih normal kannn?” pancing Rose terkekeh sambil serahkan kunci mobil SUV berharga 450 jutaan dan minta Bryan yang bawa.“Nggak sempat, terlalu sibuk kerja Rose. Aku normal-lah, kalau nggak percaya, nanti kamu buktikan sendiri,” sahut Bryan cuek, makin nyaringlah Rose tertawa.“Sekarang aja aku buktikan, ku buka ya celana kamu, kalau ku pegang ngaceng, baru aku percaya,” sahut Rose cuek, kemudian saat lampu merah, Rose benar-benar tarik resliting celan
Namun Dean tak jadi lanjutkan selidiki Bryan, dia terlalu asyik berdansa dengan wanita-wanita cantik yang jadi tamu-tamunya.Bryan menjauh dan membiarkan Rose yang juga asyik berjoget dengan Dean, dia kini duduk di pojokan sambil menikmati wine di klub mewah yang malam ini digratiskan semuanya.“Bikin pusing ya liat kelakuan si Dean ini,” tiba-tiba ada suara seseorang di sampingnya.Bryan refleks menoleh dan kaget di dekatnya sudah ada remaja yang lagi-lagi wajahnya tak kalah tampan dari Dean, tapi agaknya lebih muda.“Biasa…namanya juga orkay,” sahut Bryan kalem.“Kenalkan, namaku Balang Hasim Zailani, aku adiknya Dean, selisih umurku dan Bang Dean hanya setahun, kami beda ibu!” remaja tampan ini sodorkan tangannya dan Bryan kembali terkejut, remaja ini ternyata bukan anak sembarangan.Lalu ia-pun buru-buru terima uluran tangan remaja jangkung ini, tubuhnya juga kokoh mirip dirinya.“Namaku Bryan!”Mereka saling genggam dengan kokoh, tanda rajin olahraga.“Hmm…wajah kamu kok mirip Ban
Pagi nya jelang siang…!“Gelo kamu Bryan, aku mesti istirahat semingguan gara-gara kamu hajar sampai pagi” sungut Rose yang langsung berubah jalannya, ketika pamit.“Tapi kamu suka kan..? Pintuku akan selalu terbuka kalau kamu mau ke sini, gratis!” canda Bryan, dan hidung mancungnya langsung di tarik Rose, gemas dengan rekan kerjanya sekaligus teman tapi mesranya ini."Ingat ya, aku ini simpanan gadun, tak ada cinta, antara kita, tapi saling membutuhkan!" cetus Rose, seakan mengingatkan Bryan jangan berharap lebih pada hubungan minor mereka.Hubungan keduanya makin dekat, tapi bukan pacaran, teman tapi saling membutuhkan kehangatan!“Paket…dari siapa..?” Bryan heran satpam apartemen mengantar paket buatnya yang isinya lumayan erat, padahal dia tak pesan apa-apa.Tapi Bryan menerima dan ia tentu saja penasaran apa isinya, begitu di buka, Bryan kaget ada bau busuk.Tapi begitu terbuka hampir melompat dia saking kagetnya, ternyata paket itu kepala anjing, yang sudah berbelatung dan bauny
Di bantu seorang guide berpengalaman, mereka mulai mendaki gunung Lokon, Zeze yang baru pertama kali ikut sudah bawel sejak tadi.Hawa makin lama makin dingin saja saat mereka sudah berjalan hingga 3 jam lebih dan sudah melewati 3 pos di gunung ini.“Ihh kalau tahu gini, mending eike tinggal di hotel deehh, dinginnya nggak nahan shyaaaiii,” gerutu Zeze, sambil perbaiki jaketnya.Topan dan Bruno juga si guide hanya tertawa saja tidak menggubris omongan Zeze yang makin bawel kayak nenek-nenek kehilangan konde.“Lihat ada sungai kecil, wuih indahnya, jernih lagi airnya,” tunjuk Topan, yang langsung bergegas menuju ke sungai kecil ini, di ikuti Bruno dan Omas, si guide.“Emank ye mau mandi, eike ogahh, mana dingin banget lagi,” cetus Zeze yang buru-buru ikuti ke 3 nya, takut tertinggal.Topan langsung cuci muka, wajahnya kontan segar, apalagi mereka sudah berjalan lebih dari 3 jam. Bruno juga ikutan cuci wajahnya.“Omas, kita istirahat dulu, capek nihh,” Zeze langsung ajukan usul, si guid
“Tumben naik heli, masih ada waktu 15 menitan lagi nih?” pria berbadan yang kekar ini menyahut.“Dyehh si Bruno, si Topan, eike di buat patung yaahhh, kok nggak dianggap,” si ngondek ini langsung merajuk. Topan dan Bruno sahabatnya yang bertubuh kekar langsung tertawa melihat kelakuan sohib ngondek mereka ini.“Ahh eloo bansirrrr maunya di atas daun mulu,” cetus Bruno mengejek si Ngondek ini, yang diejek sudah kebal, dia hanya mencebi cuek.“Yu ahh ke kelas, Bruno, Eza eh Zeze susah amat nyebut nama kamu, kenapa nggak pakai nama asli aja sih, Parjo! Ingat loh ini dosen killer, bisa-bisa ngulang tahun depan kita,” potong Topan.“Eitss…jangan keras-keras donk wece, masa nama asli eike di sebut cih, rumpi banget sihh,” sahut Zeze alias Parjo sambil bergaya kenes, Bruno terkekeh saja. “Dasar mulut lenjehhh,” olok Bruno. Tiga sahabat ini terus berjalan menuju kelas, sapaan mahasiswa lain mereka balas dengan senyum.Tentu saja yang paling di tegur siapa lagi kalau bukan si bintang kampu
Kita tinggalkan dulu Ryan yang kini nasibnya sedang ditentukan Tuhan, nasib manusia memang tak yang tahu, begitu juga Ryan, musuhnya sudah yakin kalau pemuda nekat ini tewas dengan tubuh babak bundas.Kedua pahanya di tembak, badannya bonyok, bahkan tangannya patah. Musuhnya tak tanggung-tanggung menyiksa Ryan kali ini.Kita kembali dulu ke Jakarta, tepatnya di sebuah rumah supermewah, yang ada helipad di atap rumahnya dan garasi rumahnya yang bak showroom mobil-mobil mewah.Inilah rumah Komjen Chulbul Hasim Zailani, si Kabarharkam baru yang sempat jadi sorotan karena kekayaannya yang jauh mengalahkan kekayaan Kapolri, bahkan Presiden sekalipun.Yang di laporan LHKPN hanya…7 triliun, padahal aslinya berkali-kali lipat dari angka yang dilaporkan itu.Namun saat tahu siapa kakeknya, juga ayahnya semua orang kini maklum. Sebab Chulbuy turunan taipan dan tentu saja tak ada lagi yang curiga dengan kekayaannya tersebut.Tapi mulut nyinyir kembali mampir, melesatnya karir Chulbuy yang kini s
Semenjak 10 orang centeng itu di hajar Ryan, pembangunan sekolah ini lancar, tidak ada lagi intmidasi dan juga material yang hilang di mega proyek besar ini.Ryan sudah melaporkan soal ini ke Bupati dan sejak saat itulah, sang bupati lalu minta polisi turut kawal pembangunan sekolah ini. "Tenang pa Ryan, kami akan kawal proyek itu, kami malah bersyukur, ada putra daerah seperti pa Ryan yang mau menyumbang hartanya buat kemajuan daerah ini," kata sang bupati ini.Ryan pun lega, kini dia tak khawatir lagi, anak buah Insinyur Yory pun kini bisa tenang kembali bekerja. “Hmm sudah ku duga, pasti 10 begundal yang ku hajar itu pelakunya, biar saja mereka cacat permanen, kaki mereka sengaja ku patahkan semua, agar kapok,” batin Ryan, tanpa rasa takut dengan pembalasan Alex Soton dan anak buahnya.Tak ada yang tahu, jiwa milisinya ibarat sebuah kekuatan terpendam yang bisa keluar sewaktu-waktu dalam diri Ryan.Hari ini Ryan ke Manado atau 3 hari setelah dia hajar anak buah Alex Soton dan ber
“Kamu…pernah bercinta kah Tria..?” bisik Ryan mulai terbawa suasana. Tanpa di duga Tria mengangguk.“Dulu dengan pacar…kami bablas, tapi hanya 2X, sakit soalnya, kan sama-sama nggak pengalaman, main sodor saja…nggak pake pemanasan!” sahut Tria tanpa malu-malu sambil tertawa perlahan.Ryan tersenyum dan dengan lembut mengecup bibir Tria.“Kita lakukan malam ini, tapi ini rahasia kita yaa?” bisik Ryan, Tria tentu saja mengangguk, ngapain juga cerita-cerita, pikirnya.Tria sampai kaget, saat tonjolan yang keras mulai menerpa perutnya, lalu turun di antara kedua pahanya.“Pa…itunya…sudah..?” bisik Tria senyum manis, seakan isyarat kalau pintunya sudah terbuka buat di masuki si pak guru tampan, yang rela tinggal di pedesaan, karena muak dengan kehidupan kota ini.“Iya…sudah nggak sabar nyari sangkarnya,” bisik Ryan senyum nakal, Tria hanya mendesah saja, karena Ryan sudah melumat bibir-nya yang merah alami ini.Dan kini si cantik ini mulai melenguh, saat ciuman Ryan mulai turun ke leher dan
“Pakailah ini Tria, ceritakan apa yang terjadi hingga kamu hampir saja di perkosa para centeng sialan itu,” Ryan bertanya sambil serahkan baju kaos miliknya, sebagai pengganti baju Tria yang sobek.Sesaat Ryan harus palingkan wajah, karena bukit kembar putih yang membusung ini terlihat separunya, hampir saja puncaknya yang berwarna pink terlihat.Ryan sengaja bawa Tria ke rumahnya, karena rumah gadis cantik ini masih jauh, lagian saat Ryan lihat arlojinya, ini sudah lewat pukul 10.30 malam, rasanya kurang pantas antar sorang gadis cantik malam-malam.“Awalnya aku lewat di sana pa, karena mau ambil kue yang akan di jual ibu, pas lewat di jalan depan itu, mereka tiba-tiba menyeret aku ke sekolah itu dan berniat jahat, untung saja pa guru datang tepat waktu!” cerita Tria sambil minum air putih yang disediakan Ryan.Tria bilang sengaja lewat jalan itu, karena kalau memutar sangat jauh dan gelap, tak di sangka dia hampir saja celaka, andai Ryan tak cepat datang menolong.Tria juga cerita di
"Apa membangun sekolah? Waah siap pa Ryan, dua hari lagi saya meluncur ke Desa Lohon menemui bapak bersama staf saya, sekaligus sketsa gambarnya.”Insinyur Yory, sang arsitek yang sebelumnya rombak rumah Ryan tanpa ragu menyanggupi permintaan Ryan, untuk bangun sekolah di lahan kosong ini.Yory tentu senang bukan main dapat job tanpa lelang dari Ryan.Tak tanggung-tanggung yang di bangun, 9 ruang kelas, satu ruang laboratorium, satu ruang kantor guru-guru dan 1 ruang perpustakaan, plus tempat ibadah di sepakati akan di bangun.Tak main-main, di lahan ini juga di bangun lapangan olahraga di tambah pagar sekeliling, total anggaran yang akan Ryan siapkan adalah…35-50 miliar.Inilah cita-cita Ryan, akan bangun sekolah swasta yang sangat bagus dan…semuanya di gratiskan kelak buat seluruh siswanya.Ryan juga siap menaikan gaji para pengajar berlipat-lipat dari yang ada sekarang. Ryan juga berencana akan siap membangun sekolah setingkat SD dan SMP di lahan ini kelak secara bertahap.Segala te
Ryan menatap dada mereka, yang duduk di depan bernama Tria, dua orang yang duduk di jok tengah Puti dan Lira, ketiganya masih kelas 11 atau kelas II di SMU ini.Otak nakalnya sempat jalan juga, ketiga siswinya ini termasuk memiliki tubuh yang mengiurkan, apalagi usia mereka rata-rata sudah 17 tahunan.Namun Ryan buru-buru hilangkan pikiran mesum itu, mereka ini siswinya dan Ryan melihat ketiganya juga hanya dari keluarga sederhana.“Kalian mau ambil apa sih, kok mau masuk ke sekolah itu lagi?” tanya Ryan berbasa-basi sambil konsen ke setiran.“Hanya buku-buku pelajaran saja pa guru!” sahut Tria.“Ya udah biar saja, daripada kalian di ganggu para centeng itu, soal buku ntar bapak belikan yang baru saja,” janji Ryan, sekaligus beri nasehat.“Pa guru, bolehkah kami ambil les Bahasa Inggris di rumah bapak, soalnya kami paling lemah pelajaran itu?”Puti yang duduk di jok tengah tiba-tiba ajukan usul. Tanpa ragu Ryan iyakan saja keinginan 3 siswanya ini, tanpa mikir apa-pun.“Kenapa tak mula
Hari ini tepat 2,5 bulan Ryan jadi guru…!“Hmm aneh, kenapa di depan sekolah pada ramai,” batin Ryan sambil menjalankan mobilnya menuju ke sekolahnya.Semua siswa dan para guru tak bisa masuk ke sekolahnya, di depan pintu gerbang berjejer 10 orang preman, menghalangi jalan semua siswa dan guru yang bermaksud masuk.Ryan pun buru-buru mendekat setelah memarkir mobilnya.“Ada apa ini, siapa kalian? Kenapa halangi siswa dan guru masuk ke lingkungan sekolah,” tanya Ryan pada 10 orang bertampang sangar ini.“Kamu siapa hahh?” bentak salah satu dari 10 orang ini.“Aku salah satu guru di sini,” sahut Ryan kalem.“Hei dengar pak guru ganteng, lahan sekolah ini milik tuan Alex Soton dan mau diambil alih untuk di bangun perumahan, real estate!” kata orang ini sambil mendongak menatap wajah Ryan.Mendengar nama ini yang di sebut, Ryan kaget sekali. Lagi-lagi manusia ini yang bikin masalah, pikirnya.Sang Kasek Suparman datang. “Maaf, tanah ini dulu sudah di hibahkan oleh ibu Cynthia Soton, ini su